2. Jelaskan bagaimana penyelesaian sengketa pajak melalui mekanisme “pengadilan administrasi (peradilan
semu/quasi peradilan)
Jawaban :
Pasal 16 dan Pasal 36 UU KUP memberikan pilihan penyelesaian sengketa pajak melalui
mekanisme “pengadilan administrasi (peradilan semu/quasi peradilan)” melalui proses pembetulan,
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan keputusan
administrasi (Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak) yang tidak benar serta pembatalan hasil
pemeriksaan pajak yang dilakukan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir dengan Wajib Pajak.
3. Lalu apa hubungan antara pengadilan administrasi dengan peradilan pajak tidak murni?
Jawaban :
a. Pengadilan administrasi murni ialah suatu hubungan segitiga antara para pihak dan badan atau pejabat
yang mengadili. Peradilan melibatkan tiga pihak, yaitu wajib pajak, fiskus dan hakim yang mengadili.
Wajib pajak dan fiskus adalah pihak yang bersengketa sedangkan hakim atau majelis hakim Pengadilan
Pajak adalah pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut. Contoh dari peradilan administrasi
murni dapat dilihat dalam pengajuan banding ke Pengadilan Pajak yang diatur dalam pasal 27 UU No. 6
Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, dan Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
sebagai kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 1997.
b. Peradilan Aministrasi Tidak Murni adalah semua peradilan yang tidak sepenuhnya memenuhi syarat-
syarat peradilan administrasi murni seperti tersebut diatas. Peradilan Administrasi tidak murni
merupakan peradilan Administrasi yang hanya melibatkan dua pihak yang bersengketa, yaitu pihak
wajib pajak dan pihak fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. Fiskus sebagai pihak yang
bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan (hakim doleansi) dalam perselisihan
pajak yang bersangkutan Contoh peradilan Administrasi tidak murni dapat dilihat dalam pengajuan
keberatan (doleansi) yang diatur dalam pasal 25 dan 26 UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 jo. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
4. Apa institusi peradilan administrasi murni dan peradilan administrasi tidak murni?
Jawaban :
a. Institusi peradilan administrasi murni
Ciri khas Peradilan administrasi murni adanya suatu hubungan segitiga antara para pihak dan
badan atau pejabat yang mengadili. Peradilan melibatkan tiga pihak, yaitu wajib pajak, fiskus dan
hakim yang mengadili. Wajib pajak dan fiskus adalah pihak yang bersengketa sedangkan hakim atau
majelis hakim Pengadilan Pajak adalah pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut. Contoh dari
peradilan administrasi murni dapat dilihat dalam pengajuan banding ke Pengadilan Pajak yang diatur
dalam pasal 27 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2002 sebagai kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997.
b. Institusi peradilan administrasi tidak murni
Peradilan Administrasi tidak murni merupakan peradilan Administrasi yang hanya melibatkan dua
pihak yang bersengketa, yaitu pihak wajib pajak dan pihak fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang
independen. Fiskus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil
keputusan (hakim doleansi) dalam perselisihan pajak yang bersangkutan
5. Jelaskan apakah dalam Penyelesaian Sengketa Pajak Bisa Menggunakan Upaya di Luar Pengadilan Pajak di
Indonesia.
Jawaban :
Secara formal lembaga penyelesaian sengketa bisa melalui prosedur yang disepakati para pihak di
luar pengadilan (non litigasi) atau yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau
Alternatif Penyelesaian Sengketa yakni dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli yang dikenal dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”).
6. Apa yang menjadi dasar pertimbangan penyelesaian Sengketa Pajak menggunakan upaya di Luar
Pengadilan Pajak seperti yang telah diterapkan di beberapa mancanegara? Jelaskan