Anda di halaman 1dari 2

HKUM4102-3

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2021/22.1 (2021.2)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4102/Hukum dan Masyarakat
Tugas :1

No. Soal
Kebijakan Bansos Pemerintah Akibat Covid-19 Perlu Dievaluasi

Pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) dalam dua bulan terakhir menimbulkan permasalahan
pada kesejahteraan masyarakat. Meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bantuan sosial
(bansos) dan stimulus bagi masyarakat namun penerapannya masih belum maksimal. Sebagai contoh,
bansos pemerintah masih belum diberikan secara merata kepada masyarakat yang membutuhkan.
Belum lagi, program Kartu Pra-Kerja pemerintah dianggap tidak efektif mengantisipasi gelombang
pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pemerintah dinilai perlu mengevaluasi segera program-program bantuan tersebut sehingga lebih tepat
sasaran dan efektif membantu masyarakat. Permasalahan ini dikhawatirkan semakin memperparah
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya penduduk miskin.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar Susamto, menjelaskan anjloknya
pertumbuhan ekonomi serta penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak hanya
berpotensi mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dalam jumlah besar, tapi juga meningkatkan
kemiskinan secara masif. Potensi lonjakan jumlah penduduk miskin sangat beralasan mengingat begitu
banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat kesejahteraan mendekati batas kemiskinan,
walaupun tidak berada di bawah garis kemiskinan.
Menurutnya, masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di sektor informal dan
banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah. Dengan menyebarnya pandemi dan
diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak golongan masyarakat yang
mengalami penurunan pendapatan dan bahkan harus kehilangan mata pencahariannya, khususnya
yang bekerja di sektor informal. Apalagi, jika bantuan sosial yang diberikan pemerintah tidak mencukupi
atau datang terlambat, golongan rentan dan hampir miskin akan semakin banyak yang jatuh ke bawah
garis kemiskinan.
“Akibat pandemi Covid-19 pada tahun ini, kami memperkirakan jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan berpotensi bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta orang pada Triwulan II 2020. Pada skenario
berat, jumlah pertambahan penduduk miskin berpotensi mencapai 5,1 juta orang, dengan asumsi bahwa
penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada bulan Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk sehingga
kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan satu dua kota di luar pulau
Jawa,” jelas Akhmad.
Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk miskin dan rentan miskin yang tidak terjangkau bantuan
sosial pemerintah dinilai memicu naiknya angka kriminalitas. Sehingga, Akhmad menekankan
pentingnya meletakkan prioritas kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah saat ini pada
menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat terutama yang berada di sekitar garis kemiskinan.
Dia merekomendasikan berbagai langkah bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan bantuan akibat
Covid-19. Pertama, pemerintah harus memperbarui data penerima dan meningkatkan jumlah penerima
dan anggaran Program Keluarga Harapan (PKH). Selama pandemi terdapat 10 juta keluarga dengan
alokasi anggaran Rp37,4 triliun atau Rp3,7 juta per tahun. Sementara, Kartu Sembako ditargetkan
sebanyak 20 juta keluarga dengan 3 anggaran Rp43,6 triliun, yang terdiri dari Rp200 ribu per bulan
selama sembilan bulan, termasuk Rp600 ribu untuk 1,776 juta keluarga di Jabodetabek selama tiga
bulan. Selain itu, ada transfer cash dari Program Kartu Prakerja untuk 5,6 juta peserta senilai Rp600 ribu
selama empat bulan.

1 dari 2
HKUM4102

“Di samping terus memperbarui data penduduk miskin dan rentan miskin yang layak mendapatkan
bantuan sosial, pemerintah perlu meningkatkan anggaran Bantuan Sosial dan memperluas jumlah
penerima bantuan kepada penduduk yang jatuh miskin akibat Covid19,” jelas Akhmad.
Kemudian, Akhmad juga menyarankan pemerintah agar menyederhanakan penyaluran bansos. Di
banyak tempat, berbagai bentuk Bantuan Sosial yang berbeda-beda jenis dan jumlahnya telah
menimbulkan ketegangan sosial di sejumlah daerah. Hal ini diperparah dengan basis data Bantuan
Sosial, khususnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang digunakan oleh pemerintah daerah
yang belum mencakup masyarakat yang sebelumnya tidak terdata namun kondisi ekonominya
memburuk selama pandemi.
“Salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah menggandeng bank-bank pemerintah
untuk melakukan transfer Bantuan Sosial secara langsung melalui rekening khusus untuk setiap
penerima bantuan. Selain penyalurannya lebih efisien, penerima bantuan tidak tumpang tindih. Di
samping itu, potensi berkurangnya jumlah bantuan dapat dihindari,” jelasnya.
Rekomendasi lain, Akhmad mendesak pemerintah segera menurunkan biaya-biaya yang dikontrol
pemerintah atau administered prices seperti bahan bakar minyak (BBM), tarif listrik, gas LPG dan air.
Khusus BBM, pemerintah harus merevisi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
62.K/12/MEM/2020, yang menaikkan biaya konstanta dari Rp1.000 menjadi Rp1.800 untuk RON di
bawah 95 dan Minyak Solar CN 48 dan dari Rp1.200 menjadi Rp2.000 untuk RON 95, RON 98, Minyak
Solar CN 51.
“Semestinya dalam situasi seperti ini, pemerintah dapat merevisi kembali formula penetapan harga BBM
tersebut sehingga dapat membantu meringankan beban ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Insentif bagi Petani dan Nelayan
Ekonom Core lainnya, Muhammad Ishak Razak menambahkan pemerintah juga harus meningkatkan
insentif bagi petani, peternak, dan nelayan melalui skema pembelian produk oleh pemerintah dan
perbaikan jalur logistik hasil pertanian, peternakan, dan perikanan. Menurutnya, saat pandemi Covid-19,
para petani, peternak, dan nelayan yang terus berproduksi kini menghadapi minimnya serapan pasar.
“Jika insentif di sektor ini tidak segera dan secara khusus diberikan, maka mereka berpotensi menambah
jumlah penduduk kemiskinan. Selain itu, Kebijakan tersebut juga akan membantu pemerintah
mengamankan ketersediaan stok pangan nasional khususnya selama berlangsungnya masa pandemi,”
kata Razak.
Kebijakan relokasi anggaran juga diperlukan untuk mengatasi pandemi ini. Meskipun terdapat ruang
untuk memperlebar defisit, pemerintah dapat mengoptimalkan realokasi anggaran yang telah disusun
dan menerapkan beberapa kebijakan alternatif dengan melakukan pembagian beban atau burden
sharing antara pemerintah pusat dan daerah dengan mengalihkan sebagian anggaran transfer daerah
dan dana desa untuk dialokasikan menjadi anggaran bantuan sosial.
Salah satu anggaran yang perlu direlokasi yaitu program Kartu Pra-Kerja yang digunakan untuk
membayar program pelatihan senilai Rp5,63 triliun. Akhmad menilai program ini tidak relevan dengan
kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya angkatan kerja yang menganggur akibat PHK.
Sumber:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5eb1000c12494/kebijakan-bansos-pemerintah-akibat-covid-
19-perlu-dievaluasi?page=3

1 Dari kasus di atas, bagaimana manfaat hukum dan masyarakat hadir menjembatani masalah hukum
dengan masalah sosial?

2 Sosiologi hukum tumbuh dan berkembang dari dorongan berbagai aliran filsafat hukum. Bagaimana
kaitan contoh kasus di atas ditinjau dari mahzab sejarah dari Carl Von Savigny?

3 Carilah contoh kasus lainnya yang terjadi di lingkungan masyarakat tempat tinggal anda dan berikan
analisis penyelesaiannya menurut karakteristik hukum dan masyarakat yang telah anda pelajari!

2 dari 2

Anda mungkin juga menyukai