Anda di halaman 1dari 4

Kebijakan Bansos Pemerintah Akibat Covid-19 Perlu Dievaluasi

 Pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) dalam dua bulan terakhir
menimbulkan permasalahan pada kesejahteraan masyarakat. Meski pemerintah
telah mengeluarkan kebijakan bantuan sosial (bansos) dan stimulus bagi
masyarakat namun penerapannya masih belum maksimal. Sebagai contoh, bansos
pemerintah masih belum diberikan secara merata kepada masyarakat yang
membutuhkan. Belum lagi, program Kartu Pra-Kerja pemerintah dianggap tidak
efektif mengantisipasi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pemerintah dinilai perlu mengevaluasi segera program-program bantuan tersebut


sehingga lebih tepat sasaran dan efektif membantu masyarakat. Permasalahan ini
dikhawatirkan semakin memperparah tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya
penduduk miskin.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar Susamto,


menjelaskan anjloknya pertumbuhan ekonomi serta penerapan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) tidak hanya berpotensi mengakibatkan hilangnya lapangan
kerja dalam jumlah besar, tapi juga meningkatkan kemiskinan secara masif. Potensi
lonjakan jumlah penduduk miskin sangat beralasan mengingat begitu banyaknya
masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat kesejahteraan mendekati batas
kemiskinan, walaupun tidak berada di bawah garis kemiskinan.

Menurutnya, masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di
sektor informal dan banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan
pemerintah. Dengan menyebarnya pandemi dan diterapkannya Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), banyak golongan masyarakat yang mengalami penurunan
pendapatan dan bahkan harus kehilangan mata pencahariannya, khususnya yang
bekerja di sektor informal. Apalagi, jika bantuan sosial yang diberikan pemerintah
tidak mencukupi atau datang terlambat, golongan rentan dan hampir miskin akan
semakin banyak yang jatuh ke bawah garis kemiskinan.

“Akibat pandemi Covid-19 pada tahun ini, kami memperkirakan jumlah penduduk di
bawah garis kemiskinan berpotensi bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta orang pada
Triwulan II 2020. Pada skenario berat, jumlah pertambahan penduduk miskin
berpotensi mencapai 5,1 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19
akan semakin luas pada bulan Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk sehingga
kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan satu dua
kota di luar pulau Jawa,” jelas Akhmad.

Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk miskin dan rentan miskin yang tidak
terjangkau bantuan sosial pemerintah dinilai memicu naiknya angka kriminalitas.
Sehingga, Akhmad menekankan pentingnya meletakkan prioritas kebijakan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah saat ini pada menjaga tingkat
kesejahteraan masyarakat terutama yang berada di sekitar garis kemiskinan.

Dia merekomendasikan berbagai langkah bagi pemerintah dalam mengambil


kebijakan bantuan akibat Covid-19. Pertama, pemerintah harus memperbarui data
penerima dan meningkatkan jumlah penerima dan anggaran Program Keluarga
Harapan (PKH). Selama pandemi terdapat 10 juta keluarga dengan alokasi
anggaran Rp37,4 triliun atau Rp3,7 juta per tahun. Sementara, Kartu Sembako
ditargetkan sebanyak 20 juta keluarga dengan 3 anggaran Rp43,6 triliun, yang terdiri
dari Rp200 ribu per bulan selama sembilan bulan, termasuk Rp600 ribu untuk 1,776
juta keluarga di Jabodetabek selama tiga bulan. Selain itu, ada transfer cash dari
Program Kartu Prakerja untuk 5,6 juta peserta senilai Rp600 ribu selama empat
bulan.

“Di samping terus memperbarui data penduduk miskin dan rentan miskin yang layak
mendapatkan bantuan sosial, pemerintah perlu meningkatkan anggaran Bantuan
Sosial dan memperluas jumlah penerima bantuan kepada penduduk yang jatuh
miskin akibat Covid19,” jelas Akhmad.

Kemudian, Akhmad juga menyarankan pemerintah agar menyederhanakan


penyaluran bansos. Di banyak tempat, berbagai bentuk Bantuan Sosial yang
berbeda-beda jenis dan jumlahnya telah menimbulkan ketegangan sosial di
sejumlah daerah. Hal ini diperparah dengan basis data Bantuan Sosial, khususnya
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang digunakan oleh pemerintah
daerah yang belum mencakup masyarakat yang sebelumnya tidak terdata namun
kondisi ekonominya memburuk selama pandemi.
“Salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah menggandeng bank-
bank pemerintah untuk melakukan transfer Bantuan Sosial secara langsung melalui
rekening khusus untuk setiap penerima bantuan. Selain penyalurannya lebih efisien,
penerima bantuan tidak tumpang tindih. Di samping itu, potensi berkurangnya jumlah
bantuan dapat dihindari,” jelasnya.

Rekomendasi lain, Akhmad mendesak pemerintah segera menurunkan biaya-biaya


yang dikontrol pemerintah atau administered prices seperti bahan bakar minyak
(BBM), tarif listrik, gas LPG dan air. Khusus BBM, pemerintah harus merevisi
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 62.K/12/MEM/2020, yang
menaikkan biaya konstanta dari Rp1.000 menjadi Rp1.800 untuk RON di bawah 95
dan Minyak Solar CN 48 dan dari Rp1.200 menjadi Rp2.000 untuk RON 95, RON
98, Minyak Solar CN 51.

“Semestinya dalam situasi seperti ini, pemerintah dapat merevisi kembali formula
penetapan harga BBM tersebut sehingga dapat membantu meringankan beban
ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Insentif bagi Petani dan Nelayan

Ekonom Core lainnya, Muhammad Ishak Razak menambahkan pemerintah juga


harus meningkatkan insentif bagi petani, peternak, dan nelayan melalui skema
pembelian produk oleh pemerintah dan perbaikan jalur logistik hasil pertanian,
peternakan, dan perikanan. Menurutnya, saat pandemi Covid-19, para petani,
peternak, dan nelayan yang terus berproduksi kini menghadapi minimnya serapan
pasar.

“Jika insentif di sektor ini tidak segera dan secara khusus diberikan, maka mereka
berpotensi menambah jumlah penduduk kemiskinan. Selain itu, Kebijakan tersebut
juga akan membantu pemerintah mengamankan ketersediaan stok pangan nasional
khususnya selama berlangsungnya masa pandemi,” kata Razak.

Kebijakan relokasi anggaran juga diperlukan untuk mengatasi pandemi ini. Meskipun
terdapat ruang untuk memperlebar defisit, pemerintah dapat mengoptimalkan
realokasi anggaran yang telah disusun dan menerapkan beberapa kebijakan
alternatif dengan melakukan pembagian beban atau burden sharing antara
pemerintah pusat dan daerah dengan mengalihkan sebagian anggaran transfer
daerah dan dana desa untuk dialokasikan menjadi anggaran bantuan sosial.

Salah satu anggaran yang perlu direlokasi yaitu program Kartu Pra-Kerja yang
digunakan untuk membayar program pelatihan senilai Rp5,63 triliun. Akhmad
menilai program ini tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya
angkatan kerja yang menganggur akibat PHK.

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5eb1000c12494/kebijakan-bansos-
pemerintah-akibat-covid-19-perlu-dievaluasi?page=3

SOAL 1

Dari kasus di atas, bagaimana manfaat hukum dan masyarakat hadir menjembatani
masalah hukum dengan masalah sosial?

SOAL 2

Sosiologi hukum tumbuh dan berkembang dari dorongan berbagai aliran filsafat
hukum. Bagaimana kaitan contoh kasus di atas ditinjau dari mahzab sejarah dari
Carl Von Savigny?

SOAL 3

Carilah contoh kasus lainnya yang terjadi di lingkungan masyarakat tempat tinggal
anda dan berikan analisis penyelesaiannya menurut karakteristik hukum dan
masyarakat yang telah anda pelajari!

Anda mungkin juga menyukai