Anda di halaman 1dari 7

1

Pandemi COVID-19 telah menggegerkan dunia sejak awal tahun 2020. Berdasarkan World
Health Organization, COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis
coronavirus yang baru ditemukan. Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat
menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Untuk coronavirus tipe baru ini menyerang
sistem pernafasan. Sejak tulisan ini dibuat, yaitu 17 Mei 2020, di Indonesia telah terkonfirmasi
17.520 kasus positif, total pasien sembuh 4.129 dan 1.148 meninggal dunia. Pandemi ini tidak
hanya menyerang pada aspek kesehatan, akan tetapi juga berdampak pada perekonomian.
Dibanding dengan krisis ekonomi sebelumnya yang pernah terjadi di Indonesia, seperti pada
tahun 1998, adanya virus yang menyerang ini menjadi kejadian yang luar biasa, karena selain
menyerang ekonomi makro juga menekan sektor rumah tangga dan UMKM. Ibu Sri Mulyani
menuturkan bahwa bahwa sektor rumah tangga akan mengalami tekanan dari konsumsi
karena masyarakat sudah tidak beraktivitas di luar sehingga adanya penurunan daya beli.
Sedangkan untuk UMKM yang selama ini menjadi safety net akan mengalami pukulan akibat
adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial.

Mekanisme Pembiayaan COVID-19


Tekanan ekonomi ini muncul tidak hanya di Indonesia, melainkan juga dirasakan oleh negara
negara terdampak pandemi lainnya. Terjadi defisit anggaran di Indonesia, hal ini karena
pendapatan lebih sedikit daripada pengeluaran atau belanja. Pendapatan negara maupun
pemerintah yang dipungut dari pajak akan sulit terealisasi pada masa sulit ini melihat
susahnya pergerakan masyarakat dalam bekerja yang bertujuan dalam pemutusan mata
rantai penyebaran COVID-19. Oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan Perpu No 1 Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), yang menetapkan batasan
defisit anggaran boleh melampaui 3% dari PDB selama penanganan COVID-19. Namun, pada
tahun 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi 3 % dari PDB. Selain
memberikan kelonggaran atas defisit negara, terbit Peraturan Presiden No 54 Tahun 2020
mengenai Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan Negara Tahun 2020 yang
mana memuat mengenai perubahan rincian besaran anggaran pendapatan negara, anggaran
belanja negara, surplus/defisit anggaran, dan pembiayaan anggaran. Tentunya hal ini
diupayakan dalam

Hal tersebut tentu dilakukan untuk menjaga warganya supaya dapat bertahan dalam kondisi
sulit ini. Berdasarkan penjabaran Kementerian Keuangan Indonesia, pemerintah memberikan
stimulus dan bantuan kepada masyarakat dengan menganggarkan dana sebesar 405,1 T
dengan rincian sebagai berikut:

● Anggaran sebesar 75 Triliun untuk bidang kesehatan dalam pembelian Alat Pelindung
Diri (APD), alat-alat kesehatan, peningkatan 132 rumah sakit rujukan bagi
penanganan pasien COVID-19 dan wisma atlet, serta insentif untuk tenaga medis
● Anggaran Rp 110 Triliun untuk perlindungan sosial akan digunakan untuk dukungan
logistik sembako, peningkatan bantuan PKH, penambahan penerima Kartu Sembako
dan Kartu Pra Kerja, pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik
450 VA, diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi serta insentif
perumahan bagi pembangunan perumahan MBR.
● Anggaran Rp 70,1 Triliun untuk mendukung dunia usaha dan sektor terdampak yaitu:
pemerintah akan menanggung PPh Pasal 21 untuk pekerja sektor industri

1
pengolahan; perluasan pembebasan bea masuk; dan penundaan pembayaran pokok
bunga untuk semua skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terdampak COVID-19
selama 6 bulan.

Pemerintah juga menambahkan Rp 150 Triliun yang dicadangkan di dalam pos pembiayaan
untuk mendukung program restrukturisasi dan pemulihan ekonomi nasional yang akan terus
didesain penggunaanya dalam rangka memberikan jaminan bagi sektor keuangan. Selain itu
dilakukan upaya pemberian bantuan langsung tunai kepada warga miskin sebesar Rp 600.00
per bulan selama April hingga Juni kepada masyarakat miskin di luar Jabodetabek dan
memberi paket sembako dengan nilai serupa untuk masyarakat kurang mampu yang berada
di Jabodetabek. Mekanisme pembiayaan COVID-19 tentu dilakukan untuk memberi
keamanan masyarakat dan menjaga kestabilan ekonomi, seperti mengurangi angka PHK
masyarakat terutama pada sektor industri yang terdampak tidak dapat melakukan produksi.

Sumber Pendanaan dan Pihak Berwenang


Dalam pembiayaan publik oleh pemerintah, kita mengenal terdapat pembiayaan konvensional
dan pembiayaan non konvensional. Pembiayaan konvensional tersebut berasal dari APBN
dan APBD. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan adanya pandemi berdampak
dengan dikeluarkan kebijakan mengenai stabilitas ekonomi hingga dilakukan perubahan
rincian anggaran APBN. Untuk struktur APBN terdiri atas pendapatan negara, belanja negara,
surplus/defisit anggaran dan pembiayaan anggaran. Tentu dalam masa sulit ini penerimaan
perpajakan negara terganggu, dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar
(PSBB) dan pengurangan kontak fisik juga anjuran untuk dirumah saja menghambat kegiatan
ekonomi dari kegiatan normal sebelumnya. Dengan adanya pandemi, berakibat pada
meningkatnya belanja negara utamanya dalam memberikan stimulus kepada masyarakat
agar terjadi penghidupannya. Selain itu, pemerintah juga mengupayakan dalam realisasi dana
desa dengan mendistribusikan Rp 28,8 triliun pada tahap pertama terkait penyaluran dana ke
desa. Hal ini diupayakan dalam mengantisipasi ditemukannya kasus COVID-19 di desa serta
memperhatikan ekonomi di desa. Dengan mengeluarkan stimulus 405, 1 T dengan mendapati
pembiayaan dari realokasi anggaran pemerintah mencapai 10 triliun rupiah. Hal ini ditunjang
dengan dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.07/2020 tentang
penyaluran dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana insentif daerah dalam rangka
penanggulangan COVID-19.

Selain itu dalam pembiayaan dan pendanaan COVID-19, dilansir dari Kompas.com dari
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
Mochamad Ardian Noervianto mengatakan lebih 93 persen provinsi sudah melakukan
refocusing dan realokasi APBD sebagai upaya percepatan penanganan penularan COVID-19
di lingkungan pemerintah daerah. Adanya refocusing ini juga sesuai dengan instruksi menteri
dalam negeri (Inmendagri) Nomor 1 Tahun 2020, yaitu agar seluruh kepala daerah segera
melakukan percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu untuk
meningkatkan kesehatan, penanganan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha
daerah masing masing tetap hidup, dan penyediaan jaring pengaman sosial. Hal ini juga
diperkuat dengan adanya Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang
Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah yaitu
pemerintah daerah perlu melakukan antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-
19 dan pemerintah daerah perlu menciptakan penggunaan APBD untuk antisipasi dan
penanganan penularan COVID-19.

2
Selain sumber pendapatan yang berasal dari negara maupun daerah, terdapat pembiayaan
non konvensional yang diterapkan dalam pembiayaan COVID-19 di Indonesia salah satunya
yaitu pembiayaan melalui hutang maupun pinjaman. Pinjaman ini dapat berasal pula dari luar
negeri, seperti pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) sebesar US $ 1,5 miliar atau
setara dengan Rp 22,5 triliun, yang kedepannya dana tersebut akan dipakai pemerintah dalam
memulihkan ekonomi akibat pandemi. Selain hal tersebut, dalam membiayai defisit anggaran
APBN 2020 akan dipenuhi dengan menerbitkan SBN Rp 856,8 triliun melalui skema yakni
pasar domestik, penerbitan SBN ritel, penerbitan obligasi negara lewat private placement, dan
penerbitan SBN Valas. Dilansir dari industrycoid, dengan timbunan utang sebelum pandemi,
stok utang pemerintah semakin melonjak. Per Maret 2020, stok utang pemerintah tercatat Rp
5.192 triliun atau sekitar 32,1% dari PDB, berlipat dua dari posisi Oktober 2014 yang Rp 2601
triliun. Pada akhir tahun, stok utang pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp. 5.784 triliun
atau 34,4 % dari PDB. Ironisnya adalah keuangan pasca pandemi ini semakin
mengkhawatirkan yang mana stok utang pemerintah bertambah rata rata Rp 138,2 triliun per
bulan.

Pendanaan yang muncul dari sifat gotong royong masyarakat juga hadir dalam meringankan
beban yang ditimbulkan COVID-19. Hal ini adalah pembiayaan yang bersumberkan dari
masyarakat. Dikutip dari Antara Sumsel, penggalangan dana untuk membantu sesama saat
terjadi pandemi ini mencapai Rp 130 miliar terkumpul. Penggalangan dana lain juga dilakukan
oleh Gugus Satgas COVID-19 yang dapat menghimpun Rp 200 Miliar donasi dari masyarakat
dan akan digunakan untuk memastikan bahwa tenaga kesehatan, keluarganya, dan seluruh
masyarakat terdampak dari penyakit ini dapat dibantu dan bisa bekerja dengan lebih tenang
berada di rumah tanpa kekhawatiran.

Alternatif Sumber Pembiayaan


Sumber pembiayaan COVID-19 yang menarik untuk diketahui lebih lanjut adalah mengenai
catastrophe bond yang berwujud pandemic bond. Surat utang cat bond dapat diartikan
sebagai surat utang yang menggunakan faktor resiko bencana alam dalam kontraknya. Pada
awal Bulan April, pemerintah mengutarakan bahwa akan menerbitkan pandemic bond dalam
rangka pembiayaan COVID 19 yaitu dengan menerbitkan surat utang negara berupa obligasi
yang dijual pada pasar global hingga mencapai 4,3 juta US dengan tenor hingga 50 Tahun.
Saat awal pemberitahuan akan kebijakan tersebut muncul tanggapan dari publik dan pakar
karena hal ini merupakan obligasi yang dirasa memiliki tenor paling lama dibanding dengan
obligasi atau surat utang yang pernah diterbitkan sebelumnya. Namun pada awal Bulan Mei,
pemerintah kembali mengumumkan bahwa pandemic bond tersebut tidak jadi diterbitkan
dengan pertimbangan pemerintah saat ini lebih fokus dalam melakukan pembiayaan defisit
membengkak hingga 5,07% dari PDB atau sekitar Rp 852,9 triliun dari pembiayaan umum
APBN (above the line) dan Bank Indonesia akan masuk ke pasar perdana sebagai last resort.
Untuk itu mari kita pahami lebih lanjut mengenai instrumen pembiayaan catastrophe bond.

Jurnal: Catastrophe Bond sebagai Instrumen Pembiayaan Pemerintah dalam


Penanggulangan Bencana Alam di Indonesia

Catastrophe Bond yang menurut Cox & Perdesen (2000) sama halnya dengan obligasi
memiliki arti surat utang jangka menengah panjang yang dapat dipindah tangankan, yang
berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga atau kupon

3
pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang ditentukan kepada pihak
pembeli obligasi. Akan tetapi bedanya dengan obligasi biasa, Cat Bond menggunakan faktor
risiko bencana alam dalam kontraknya. Negara yang sukses menerbitkan surat utang ini
adalah Mexico pada tahun 2006 yang menggunakan instrumen pembiayaan untuk melindungi
kewajiban fiskal terkait bencana alam. Melihat dari bencana alam yang kerap terjadi di
Indonesia dan besarnya pembiayaan yang digelontorkan dalam penanggulangan pasca
bencana, adanya instrumen ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah.

Menurut Hardle & Carber (2007), skema transaksi catastrophe bond melibatkan empat pihak
yaitu pihak sponsor atau perusahaan ceding (perwakilan pemerintah, perusahaan asuransi,
atau perusahaan reasuransi), SPV atau penerbit, pihak yang memberikan jaminan, dan
investor. Dalam melakukan skema inipun, perlu diperhatikan terkait teori pecking order yang
menurut Donaldson (1961) yaitu perusahaan cenderung mengutamakan atau mendahulukan
pembiayaan dari sumber internal untuk membayar dividen dan membiayai investasi. Myres &
Majluf (1984) mengembangkan teori ini dan menuturkan bahwa perusahaan akan melakukan
pembiayaan berdasarkan urutan resiko. Yang mana terdapat tiga sumber pembiayaan dari
mulai yang berisiko rendah hingga tinggi yaitu laba ditahan, utang, dan ekuitas. Dalam
penerbitan catastrophe bond, akan terjadi transfer atau pembagian risiko (risk transfer or risk
sharing) sehingga risiko yang timbul akibat bencana alam tidak menjadi beban pemerintah
dalam APBN tetapi dibagikan kepada para investor di pasar modal.

Obligasi negara memiliki karakteristik yang sama dengan Cat Bond. Obligasi yang merupakan
salah satu jenis SUN dipaparkan lebih lanjut dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2002
tentang SUN, menjelaskan bahwa SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan
utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Berdasarkan
pasal 5 pada kebijakan tersebut menyebut bahwa kewenangan menerbitkan obligasi negara
berada di tangan pemerintah dan dilaksanakan oleh menteri keuangan. Sebelum menerbitkan
obligasi negara, menteri keuangan terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia dan
harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Secara umum penerbitan dari
catastrophe bond tidak jauh berbeda dengan penerbitan obligasi, perbedaannya adalah pihak
yang terlibat dalam skema catastrophe bond meliputi pemerintah, SPV, pihak yang
memberikan jaminan, dan investor. Penerbitannya Pun tidak melalui persetujuan badan
legislatif karena kewenangan penerbitan berada pada tangan SPV.

Strategi Pembiayaan Pembanding


Dengan adanya kondisi sulit akibat pandemi, lebih dari 200 negara di dunia terdampak
COVID-19, hal ini tentu memberikan tekanan terhadap ekonomi. Sama halnya dengan negara
lain yang akan menerbitkan bonds atau hutang dalam membiayai keperluan negara
menghadapi pandemi, pemerintah Indonesia awalnya akan menerbitkan pandemic bond,
namun kemudian tidak jadi menerbitkan surat utang tersebut. Langkah lain yang dilakukan
adalah pengoptimalan perilisan Surat Negara Berharga (SBN) pada pasar domestik yang
dapat membuat investor domestik terlibat. Dari apa yang telah dipaparkan dalam jurnal yang
telah dipaparkan dan kondisi saat ini, sesuai dengan teori pecking order, instrumen
pembiayaan catastrophe bonds ini dapat dijadikan instrumen pembiayaan setelah sumber
internal. Oleh sebab itu pengalokasian biaya internal harus dioptimalkan terlebih
dahulu.Selain tersebut, memanglah harus diperhatikan mengenai dampak ekonomi jangka
panjang apabila surat utang ini diterbitkan.

4
Berdasarkan mekanisme dan sumber pembiayaan yang telah dipaparkan, penanganan efek
domino COVID-19 membutuhkan pendanaan yang besar dan telah dilakukan dengan upaya
pembiayaan publik baik dari anggaran yang konvensional maupun non konvensional. Menurut
opini penulis, langkah yang dilakukan pemerintah dalam tidak jadinya menerbitkan pandemic
bond dan memilih mengoptimalkan pada penerbitan SBN yang dapat dijangkau investor lokal
dirasa tepat, karena mengingat kedepan tidak hanya Indonesia yang akan menerbitkan
obligasi tersebut. Dalam konteks bencana, sebenarnya strategi pembiayaan yang paling baik
adalah hal yang dilakukan saat kondisi normal sebelum terjadinya bencana, sehingga
sebaiknya elemen kota maupun wilayah dapat mempersiapkan asuransi maupun upaya
preventif sebelum bencana terjadi berdasarkan kajian bencana tiap wilayah. Hal ini
dikarenakan, di Indonesia tidak hanya bahaya pandemi ini yang mengancam akan tetapi
karena letak Indonesia yang dilewati Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), Indonesia haruslah
bersiap akan bencana alam yang timbul akibat aktivitas aktif lempeng, karena hal ini juga
berdampak luar biasa yang dapat menggoyahkan perekonomian. Selain pembiayaan
kesiapan tersebut dengan good people power dari masyarakat Indonesia dan semangat
gotong royong dalam meringankan sesama di masa sulit seperti ini perlulah diakomodasi
dalam pemberian hasil donasinya. Integrasi yang dilakukan pemerintah dengan memberikan
platform amal dan dapat disalurkan dengan baik serta sesuai pada masyarakat yang
membutuhkan tentu dapat mengurangi ketimpangan masyarakat yang belum mendapat
bantuan.

Salah satu best practice akan pembiayaan dengan penggalangan dana donasi ini adalah yang
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menerapkan Kolaborasi Sosial Skala
Besar yang dapat diakses pada laman https://corona.jakarta.go.id/id#. Adanya laman ini dapat
mengintegrasikan donasi masyarakat dan penyaluran bantuan pada masyarakat yang telah
terdata dan masuk kategori sesuai menerima bantuan. Hal ini menarik dan tentunya akan
dapat meringankan pembiayaan pemerintah untuk stimulus seperti jaring pengaman sosial
dengan donasi baik masyarakat Indonesia. Yang dapat diterapkan pemerintah kedepan
adalah menyiapkan instrumen pembiayaan hibah ini agar dapat tersalur dan dikolaborasikan
dengan baik. Tentunya dengan menganut prinsip prinsip good governance seperti transparan
dan mengoptimalkan sumber daya teknologi untuk memberikan dukungan pembiayaan
publik.

Referensi

Arham, A. & Firmansyah, A. (2019). Catastrophe bond sebagai instrumen pembiayaan


pemerintah dalam penanggulangan bencana alam di Indonesia. Indonesian Treasury Review:
Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik, 4(4), 339-349

“Inilah Langkah Pemerintah Tangani Corona, Salah Satunya Realokai Anggaran 10


Triliun.”Badan Kebijakan Fiskal, 2020, https://fiskal.kemenkeu.go.id/dw-konten-
view.asp?id=20200320121005577286281

“Pertanyaan dan Jawaban Terkait Coronavirus”.World Health Organization, 2020,


https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public

“Update Corona 17 Mei 2020: Pasien Sembuh Lebih Tinggi dari Korban Jiwa”. Liputan6.com,
2020, https://www.liputan6.com/bola/read/4256643/update-corona-17-mei-2020-pasien-
sembuh-lebih-tinggi-dari-korban-jiwa#

5
“Pemerintah Tambah Dana Penanganan Covid-19 Rp 405,1 Triliun” Badan Kebijakan Fiskal,
2020, https://fiskal.kemenkeu.go.id/dw-konten-view.asp?id=20200402101751717568528

“Empat Sektor Ekonomi yang Paling Tertekan Pandemi Covid-19”. Republika.co.id, 2020,
https://republika.co.id/berita/q83llp409/empat-sektor-ekonomi-yang-paling-tertekan-pandemi-
covid19

Peraturan Presiden 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran
Pendapatan Belanja Tahun Anggaran 2020.

Perpu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

“Syarat dan Cara Dapatkan Bantuan Rp 600.00 Per Bulan dari Pemerintah”. Kompas.com.
2020, https://money.kompas.com/read/2020/05/13/100224226/syarat-dan-cara-dapatkan-
bantuan-rp-600000-per-bulan-dari-pemerintah?page=all

“Wajah APBN Pasca Covid-19”. Industrycoid,2020,


https://www.industry.co.id/read/66509/wajah-apbn-pasca-covid-19

“RI Pinjam ke ADB Rp 22,5 T untuk Pemulihan Ekonomi Covid 19” CNBN Indonesia. 2020,
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200508125007-4-157103/ri-pinjam-ke-adb-rp-225-t-
untuk-pemulihan-ekonomi-covid-19

“Terungkap Alasan Pemerintah Batalkan Pandemic Bond” CNBC Indonesia, 2020,


https://www.cnbcindonesia.com/market/20200508131947-17-157117/terungkap-alasan-
pemerintah-batalkan-pandemic-bond

“Kitabisa.com:Terkumpul Rp 130 Miliar untuk Bantuan COVID-19”. Antara Sumsel, 2002.


https://sumsel.antaranews.com/nasional/berita/1493376/kitabisacom-terkumpul-rp130-miliar-
untuk-bantuan-covid-
19?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews

“Gugus Tugas Akan Salurkan Rp 200 Miliar Donasi dari Masyarakat”. Indo Zone, 2020,
https://www.indozone.id/news/ersby7/gugus-tugas-akan-salurkan-rp200-miliar-donasi-dari-
masyarakat/read-al

Anda mungkin juga menyukai