Oleh
IFZAL
19.15.067
PEMINATAN : AKK
Dalam Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, sejumlah kebijakan
diambil seperti mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun
2020 untuk penanganan Covid-19. Untuk keperluan tersebut, pemerintah
mengucurkan anggaran sebesar Rp450,1 triliun yang selanjutnya akan
diperuntukkan kepada sejumlah bidang penanganan mulai dari sisi kesehatan
hingga dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
Besaran belanja wajib yang dapat disesuaikan oleh Pemerintah dalam Perppu 1
tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau
dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan antara lain:
Terhadap daerah yang dilanda maupun yang belum dilanda pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dapat menggunakan sebagian atau seluruh belanja
infrastruktur sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Dana Transfer Umum
(DTU) untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), baik
untuk sektor kesehatan maupun untuk jaring pengaman sosial (social safety net)
dalam bentuk penyediaan logistik beserta pendistribusiannya dan/atau belanja lain
yang bersifat mendesak yang ditetapkan Pemerintah.
Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly.
Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 87.
Penjelasan Atas Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485.
Agar setiap orang mengetahuinya.
Dasar Hukum
Dasar hukum Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
adalah Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Penjelasan Atas Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
Pada tahun 2O2O ini, dunia mengalami bencana pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19). Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
membawa risiko bagi kesehatan masyarakat dan bahkan telah merenggut korban
jiwa bagi yang terinfeksi di berbagai belahan penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) juga secara nyata telah
mengganggu aktivitas ekonomi dan membawa implikasi besar bagi perekonomian
sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi global diperkirakan akan menurun dari 3% (tiga persen) menjadi hanya
1,5% (satu koma lima persen) atau bahkan lebih rendah dari itu.
Implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah berdampak pula
terhadap ancaman semakin memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan
dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik karena langkah-langkah
penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berisiko pada
ketidakstabilan makroekonomi dan sistem keuangan yang perlu dimitigasi
bersama oleh Pemerintah maupun koordinasi kebijakan dalam KSSK, sehingga
diperlukan berbagai upaya Pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan
tindakan antisipasi (forward looking) untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
Berikut adalah isi Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
(bukan format asli):
JAWAB
Kita bisa lihat, lanjutnya, banyak relawan yang justru tidak mengandalkan
anggaran negara mereka sudah lebih dahulu turun tangan. Mulai dari membagikan
sembako, masker dan beberapa kebutuhan lainnya yang terkait dengan
penanganan wabah.
Seperti kita ketahui bahwa pemerintah daerah dalam mengatasi pendemi covid-
19 diminta untuk melakukan percepatan penanganan dan pencegahan covid-19
yaitu melakukan refocusing anggaran dan realokasi anggaran melalui optimalisasi
Belanja Tidak Terduga (BTT) yang diprioritaskan pada 3 hal :
Penekanan dalam surat edaran ini yang ditunggu-tunggu oleh pejabat daerah
mengenai kewajaran harga, yang berpotensi menjerat mereka dengan delik tindak
pidana korupsi. Dalam surat edaran tersebut penyedia diminta menyiapkan bukti
kewajaran harga. Pertanyaannya, bagaimana kita membuktikan harga tersebut
wajar atau tidak? Bagaimana dengan penyedia yang nakal, curang yang sengaja
mempermainkan harga sehingga berindikasi markup? Belum lagi mekanisme
pembayaran yang bisa saja dengan dalih “darurat” penyedia butuh pembayaran
lunas sebelum barang diterima? Banyak sekali resiko fraud/curang yang perlu
diwaspadai di tengah kondisi darurat semacam ini. Berbicara fraud, biasanya
dipicu oleh penyalahgunaan kewenangan/kekuasaan (abuse of power) yang
dilakukan oleh pejabat yang memiliki posisi yang tinggi dan strategis yang
dimulai pada saat penyusunan anggaran yang menguntungkan pihak tertentu atau
setidaknya membuka celah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
menguntungkan pihak tertentu (Tedi Rustandi, 2017). KPK (2017)
mengemukakan tiga sektor strategis yang dikenal sangat rawan korupsi, yaitu
pendidikan, kesehatan, dan perijinan. World Bank (2016) memberikan contoh
skema korupsi pada pengadaan barang yaitu :
2) Untuk memastikan bahwa kontrak akan diberikan kepada pemberi suap, pejabat
pemerintah memanipulasi proses penawaran (bid-rigging) untuk menyingkirkan
pesaing.