Anda di halaman 1dari 13

STIMULUS PERPPU PEMERINTAH UNTUK DAMPAK COVID-19

Divisi Penelitian dan Pengembangan | HIMAEP FEB UPNVJ | Jakarta, 8/04/2020

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang mulai mewabah pertama kali di
Provinsi wuhan Negara china dari akhir tahun 2019 dan hingga tulisan ini diketik jumlah pasien
terjangkit lebih dari satu juta orang di seluruh dunia Adapun jumlah kasus kematian yang terjadi
lebih dari enam puluh ribu. Sementara itu, dua ratus lima puluh ribu lebih pasien telah dinyatakan
sembuh. Kasus pertama COVID-19 di Indonesia yang diumumkan secara langsung oleh presiden
Jokowi berjumlah dua orang sekitar bulan maret. Dari sejak pengumuman pertama kasus corona
mulai banyak kasus positif COVID-19 di Indonesia bermunculan. Lebih dari dua ribu orang di
Indonesia dinyatakan positif yang jumlah angka kematiannya dan yang sembuh mencapai 200
orang. Angka ini pastinya akan terus bertambah dan akan sangat mengkhawatirkan jika
permasalahan ini tidak segera ditanggulangi. Mitigasi wabah virus COVID-19 dilakukan dengan
berbagai cara yang terencana baik ditingkat daerah maupun nasional, namun dirasakan bahwa
upaya itu masih dianggap kurang. Dampak dari virus COVID-19 ini bisa menjadi bahaya laten
bagi integrasi nasional karena mulai dari masalah kesehatan akan berdampak pada perkonomian
secara makro baik dari ketahanan pangan maupun kesejahteraan masyarakat yang akan berimbas
pada naiknya kejahatan sosial dan berujung pada konflik sosial. Menurut presiden jokowi hal yang
menjadi prioritas bukan hanya menanggulangi masalah tentang COVID-19 tapi bagaimana
memastikan kestabilan perekonomian secara nasional. Respon kebijakan keuangan negara dan
fiskal dibutuhkan untuk menghadapi risiko pandemi COVID-19, antara lain berupa peningkatan
belanja untuk mitigasi risiko kesehatan,melindungi masyarakat dan menjaga aktivitas usaha.
Tekanan pada sector keuangan akan mempengaruhi APBN Tahun Anggaran 2O2O terutama
sisiPembiayaan. Berdasarkan pertimbangan berikut keputusan yang diambil oleh presiden Jokowii
adalah dengan segera menetapkan sebuah peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang
“Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19)” atau dikenal dengan perppu No.1 tahun 2020 langkah ini
diambil karena dirasa jika tidak ada langkah strategis akan berimbas pada penurunan pertumbuhan
ekonomi yang signifikan dan membuat Indonesia masuk kepada jurang resesi ekonomi. Adapun
sebenarnya perppu ini masih harus dibahas ole DPR untuk diperundangkan atau tidak, sebagai
nantinya bila dipersetujui maka Perppu ini kemudian akan menjadi landasan hukum bagi
pemerintah, untuk dapat mengambil sejumlah kebijakan luar biasa (extraordinary) dalam rangka
menanggulangi dampak dari wabah virus Corona di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani
didampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, telah menyerahkan Surpres untuk Perppu
No. 1 Tahun 2020 kepada Ketua DPR RI Puan Maharani pada hari kamis tanggal 2 April 2020.
Pembahasan Perppu ini maksimal dalam waktu tiga pekan. Kemudian, hasilnya akan dibawa ke
dalam Rapat Paripurna untuk dapat diketok menjadi Undang-Undang (UU) bila disetujui, namun
jika DPR menolak maka gugurlah perppu ini.

Dengan adanya perppu ini ada yang menyambut dengan baik sebagai upaya cepat pemerintah
dalam penanggulan kurs rupiah yang semakin melemah dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang semakin memerah, namun ada pula yang menganggap ini adalah egosentrisme
penguasa yang hanya memikirkan kepentingan bisnis dan ambisi politik golongan elite negeri ini,
namun tidak memikirkan angka korban akibat wabah ini yang terus bertambah dan
menganggapkan para korban menjadi biaya dari krisi pemulihan ekonomi. Kajian ini dibuat bukan
untuk mencari siapa yang tersalahkan dan siapa yang maha benar, namun ini adalah salah satu
bentuk kepedulian kami sebagai kelompok akademisi dalam menyikapi setiap persoalan yang ada
di negeri ini. Kajian ini dibuat berasaskan kepedulian kami terhadap apa yang sedang membuat
ibu pertiwi bersedih dalam ratapan rintihan tangisan para pejuang nafkah di jalan dan darah
korban yang terus tumpah akibat wabah pandemi COVID-19. Berdasarkan latar belakang
pendidikan ilmu ekonomi menjadikan itu sebagai beban moril untuk mengambil sikap dan solusi
nyata yang dapat diaktualisasikan tehadap perppu ini yang dianggap sebagai vaksin untuk menjaga
perekonomian bangsa disaat wabah pandemic mengerogoti satu persatu nyawa warga di negeri ini.

 Penjelasan Umum Perppu 1 tahun 2020


- Pandemi COVID-19 secara nyata :
 Mengganggu aktivitas ekonomi dan membawa implikasi besar bagi
perekonomian sebagain besar negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan menurun dari 3% menjadi
hanya 1,5% atau bias lebih rendah dari itu.
 Salah satu implikasi yang berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian
di Indonesia yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
diperkirakan dapat mencapai 4% atau lebih rendah tergantung kepada
seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan
kegiatan masyarakat dan aktivitas ekonomi.
 Berdampak pula terhadap ancaman semakin memburuknya sistem
keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi
domestik karena langkah-langkah penanganan pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) yang berisiko pada ketidakstabilan
makroekonomi dan sistem keuangan yang perlu dimitigasi bersama oleh
Pemerintah maupun koordinasi kebijakan dalam KSSK, sehingga
diperlukan berbagai upaya Pemerintah dan lembaga terkait untuk
melakukan tindakan antisipasi (forward looking) untuk menjaga stabilitas
sektor keuangan.
 Penyebaran pandemi Corona Vints Disease 2019 (COVID-19) yang
memberikan dampak dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia
antara lain karena menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian
ekonomi global, memerlukan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa
(ertraordinary) di bidang keuangan negara termasuk di bidang perpajakan
dan keuangan daerah, dan sektor keuangan, yang harus segera diambil
Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait guna mengatasi kondisi
mendesak tersebut dalam rangka penyelamatan kesehatan, perekonomian
nasional, dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial
(social safety net), serta pemulihan dunia usaha yang terdampak. Oleh
karena itu, diperlukan perangkat hukum yang memadai untuk memberikan
landasan yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk
pengambilan kebijakan dan langkah-langkah dimaksud.
- Impliaksi terganggunya aktivitas ekonomi di Indonesia perubahan dalam postur
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 baik
sisi Pendapatan Negara, sisi Belanja Negara, maupun sisi Pembiayaan. Potensi
perubahan APBN Tahun Anggaran 2020 berasal dari terganggunya aktivitas
ekonomi atau pun sebaliknya. Gangguan aktivitas ekonomi akan banyak
berpotensi mengganggu APBN Tahun Anggaran 2020 dari sisi Pendapatan
Negara.
- Respon kebijakan keuangan negara dan fiskal dibutuhkan untuk menghadapi
risiko pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), antara lain berupa
peningkatan belanja untuk mitigasi risiko kesehatan, melindungi masyarakat dan
menjaga aktivitas usaha. Tekanan pada sektor keuangan akan mempengaruhi
APBN Tahun Anggaran 2020 terutama sisi Pembiayaan.
 Tujuan Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
untuk kebijakan keuangan dan stabilitas keuangan terhadap pageblug virus corona.
 Perppu 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31
Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Dan diundangkan di Jakarta pada tanggl 31
Maret 2020 oleh Menkuhman Yassona H. Laoly.
 Sejumlah kebijakan diambil seperti mengalokasikan tambahan belanja dan
pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19.
 Pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp450,1 triliun yang selanjutnya akan
diperuntukkan kepada sejumlah bidang penanganan mulai dari sisi kesehatan hingga
dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
 Besaran belanja wajib yang dapat disesuaikan oleh Pemerintah dalam Perppu 1 tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan antara lain:
- Anggaran kesehatan sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan
belanja negara di luar gaji, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
- Anggaran untuk desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara sebesar 10% (sepuluh persen) dari dan di luar dana Transfer Daerah, yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; dan
- Besaran Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Dalam Negeri Bersih
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
 Penyesuaian besaran belanja wajib (mandatory spendingl sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1) huruf b Perppu 1 tahun 2020 ini tidak dilakukan terhadap
pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 2O% (dua puluh persen) dalam tahun
berjalan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
 Terhadap daerah yang dilanda maupun yang belum dilanda pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dapat menggunakan sebagian atau seluruh belanja
infrastruktur sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Dana Transfer Umum (DTU)
untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), baik untuk
sektor kesehatan maupun untuk jaring pengaman sosial (social safety net) dalam
bentuk penyediaan logistik beserta pendistribusiannya dan/atau belanja lain yang
bersifat mendesak yang ditetapkan Pemerintah.

Adapun rincian kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-


19 sesuai dengan yang diatur dalam Perppu No.1 Tahun 2020 adalah
sebagai berikut.
1. Tambahan belanja APBN 2020 senilai Rp405,1 triliun
pemerintah memutuskan untuk menambah anggaran belanja dan pembiayaan APBN
2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Penambahan anggaran
tersebut dialokasikan untuk sejumlah sektor, yakni:
- Untuk belanja bidang kesehatan dialokasikan Rp75 triliun
- untuk anggaran perlindungan sosial dialokasikan Rp110 triliun
- untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dialokasikan Rp70,1 triliun
- untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk
restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha,
khususnya UMKM, dialokasikan Rp150 triliun.

2. Prioritas anggaran di bidang kesehatan


Pembelanjaan anggaran Rp75 triliun di bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk
pemenuhan sejumlah keperluan, yakni:
- Perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian alat pelindung diri (apd)
- Pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer
dan lainnya
- Upgrade 132 rumah sakit rujukan covid-19, termasuk wisma atlet
- Insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit (insentif dokter spesialis rp15
juta/bulan, dokter umum rp10 juta/bulan, perawat rp7,5 juta/bulan, dan tenaga
medis lainnya rp5 juta/bulan)
- Santunan kematian tenaga medis rp300 juta
- Penanganan permasalahan kesehatan lainnya.

3. Prioritas anggaran untuk perlindungan social


Pemerintah akan memprioritaskan alokasi angaran untuk perlindungan sosial saat
pandemi corona ke sejumlah program, seperti Program Keluarga Harapan (PKH),
Kartu Sembako, Kartu Prakerja, hingga keringanan tarif listrik. Rinciannya ialah:
- Jumlah penerima manfaat PKH ditambah dari 9,2 juta menjadi 10 juta
keluarga
- Jumlah penerima manfaat Kartu Sembako juga ditambah dari 15,2 juta
menjadi 20 juta orang
- Pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA dan
diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA
- Anggaran Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun
untuk 5,6 juta orang yang terkena PHK, pekerja informal dan pelaku usaha
mikro dan kecil. Penerima manfaat program ini akan menerima insentif
pascapelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan 1 juta
- Dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok senilai Rp25 triliun.
4. Prioritas anggaran untuk insentif dunia usaha
Pemerintah memberikan sejumlah insentif sebagai stimulus ekonomi untuk para
pelaku UMKM dan dunia usaha, yang berupa:
- Penggratisan pph 21 untuk pekerja sektor industri pengolahan dengan
penghasilan maksimal Rp200 juta (selama setahun)
- Pembebasan PPN impor bagi para Wajib Pajak Kemudian Impor Tujuan
Ekspor (KITE), terutama KITE dari kalangan industri kecil dan menengah,
pada 19 sektor tertentu
- Pengurangan tarif pph sebesar 25 persen bagi para Wajib Pajak Kemudian
Impor Tujuan Ekspor (KITE), terutama industri kecil menengah, pada sektor
tertentu percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga
likuiditas pelaku usaha
- Penurunan tarif pph Badan dari 25 persen menjadi 22 persen
- Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang
terdampak COVID-19 selama 6 bulan.
5. Prioritas di bidang non-fiskal
Pemerintah memberlakukan sejumlah kebijakan di bidang non-fiskal untuk menjamin
menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan, termasuk bahan baku
industri. Sejumlah kebijakan itu adalah:
- Penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor
- Penyederhanaan larangan terbatas (lartas impor)
- Percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.
6. Revisi batas maksimal defisit APBN
- Perrpu yang diteken oleh Jokowi pada hari ini juga mengatur revisi terhadap
batas maksimal defisit APBN menjadi di atas 3 persen. Relaksasi batas
maksimal defisit APBN ini diberlakukan pada tahun 2020, 2021 dan 2022.
- Menurut Jokowi, pemerintah berupaya mengantisipasi kemungkinan defisit
APBN yang diprediksi dapat membengkak hingga 5,07 persen. Dia
menegaskan kedisiplinan fiskal maksimal defisit 3 persen akan kembali
diterapkan pada tahun 2023.
7. Kebijakan moneter
Pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan berupaya untuk
mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberikan
daya dukung dan menjaga stabilitas perekonomian nasional. BI telah mengeluarkan
kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas triple intervention, dan
menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional. OJK
juga menerbitkan beberapa kebijakan, yaitu:
- Pemberian keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing
sampai dengan Rp10 miliar, termasuk untuk UMKM dan pekerja informal,
maksimal 1 tahun
- Memberikan keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing
tanpa batasan plafon, sesuai kemampuan bayar debitur dan disepakati dengan
bank atau lembaga leasing.

Perppu No.1 tahun 2020 terhadap Pembangunan

Berdasarkan Perpu tersebut saat ini pemerintah telah mengeluarkan 405,1 triliun, dengan
rincian, sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk Social Safety
Nevt, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp 150 triliun
dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Namun, saat ini
pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu pada bidang anggaran akan digunakan untuk
membeli alat perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD. Selanjutnya
pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan, seperti: test kit, reagen, ventilator, hand
sanitizer dan lain-lain sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Selain
itu, Upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma
Atlet. Adapula insentif dokter (spesialis Rp.15 juta/bulan), dokter umum (Rp 10 juta),
perawat Rp 7,5 juta dan tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta. Santunan kematian tenaga medis
Rp 300 juta. Dukungan tenaga medis, serta penanganan kesehatan lainnya. Namun, jika
dilihat di lapangan secara langsung banyak berbagai rumah sakit yang masih kekurangan
APD yang di sebabkan oleh berbagai faktor seperti sulitnya barang-barang kebutuhan yang di
cari, lambatnya berbagai distribusi, dsb. Tetapi justru memberikan keuntungan bagi mereka
yang mempunyai usaha pembuatan pakaian harus banting stir untuk menerima ribuan
pesanan baju hazmat dengan memperhatikan standar IDI, lalu membuat masker dengan bahan
kain. Walaupun pada saat awal wabah ini mereka mengalami penurunan omzet atau bahkan
kerugian tapi saat ini mereka kembali bangkit dengan berbagai peluang yang ada.
Perlindungan di bidang sosial Pemerintah menambah jumlah penerima manfaat PKH
ditambah dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga, Jumlah penerima manfaat Kartu Sembako
juga ditambah dari 15,2 juta menjadi 20 juta, orang pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk
24 juta pelanggan listrik 450 VA dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA,
anggaran Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk 5,6 juta
orang yang terkena PHK, pekerja informal dan pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima
manfaat program ini akan menerima insentif pascapelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya
pelatihan 1 juta. dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok senilai Rp25 triliun.
Semua kebijakan ini sedikit membantu bagi mereka yang harus menutup usahanya atau
bahkan kehilangan pekerjaan akibat pandemi ini atau korban dari corona sendiri. Walaupun
di beberapa kebijakan ada yang belum di terapkan secara langsung tapi kami berharap
program ini dapat berjalan sesuai rencana dan tepat sasaran bagi mereka yang menerima
berbagai bantuan baik berupa materi atau pun non materi.

Dengan adanya perppu ini pemerintah dapat merekostruksi APBN yang ada dan
berkonsekuensi terhadap APBN yang bisa deficit hingga lebih 5% angka ini melampaui batas
ketentuan undang-undang yang dipatok di 3% dari PDB. Pemerintah berencana menerbitkan
Perppu lain untuk relaksasi defisit anggaran. Targetnya angka defisit hingga 5% itu hanya
jangka waktu tiga tahun. Pada 2023, pemerintah akan kembali memakai angka fiskal batas
maksimal yang telah ditetapkan undang-undang saat keadaan sudah mulai membaik.

Sri Mulyani memastikan kebijakan ini tidak akan membuat pemerintah terkena tuntuan
perdata maupun pidana. Biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka pemulihan
ekonomi nasional ini merupakan bagian dari biaya penyelamatan dari krisis. “Bukan kerugian
negara’. Pemerintah akan melakukan dokumentasi dengan rinci sehingga
pertanggungjawabannya ke publik pun transparan. Sri Mulyani juga telah menjelaskan
langkah penyelamatan ekonomi tersebut kepada Kejaksaan, Kepolisian, Komisi
Pemberantasan Korupsi, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Pelaksana program ini adalah
Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan pejabat atau pegawan Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Pandemi corona telah
membuat ekonomi dunia terguncang.

Apa Itu Defisit Anggaran? Defisit merupakan kondisi ketika pengeluaran lebih tinggi
daripada pendapatan. Mengutip dari peribahasa lama, defisit bisa berarti besar pasak daripada
tiang. Situs Investopedia menyebut angka defisit menunjukkan kesehatan keuangan suatu
negara. Semakin besar angkanya berarti semakin tinggi pula utangnya. Dalam penjelasan
pasal 12 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebut defisit
anggaran dibatasi maksimal 3% dari PDB. Angka tersebut selama ini ditaati secara penuh
oleh pemerintah. Kementerian Keuangan mencatat defisit anggaran sepanjang tahun lalu
mencapai Rp 353 triliun. Secara persentase, defisitnya mencapai 2,2% dari PDB. Grafik di
bawah ini menunjukkan pergerakan defisit neraca dagang sejak 2014. Dari rentang tahun itu,
pada 2018 pemerintah membukukan defisit yang paling kecil, yaitu Rp 269,4 triliun.

Kebijakan ini berani diambil pemerintah karena dibutuhkan upaya cepat untuk mengatasi
pembangun yang terdampak akibat pandemi COVID-19, namun tentunya tidak semua
disambut baik oleh semua pihak adanya perbedaan pendapat atas kebijakan ini karena
kekhawatiran adanya overpower dari KSSK dan dikhawatirkan kasus BLBI yang terjadi saat
krisis 1998 bisa terulang kembali dengan mekanisme di dalam perppu yang baru ini. Perppu
ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membahayakan bagi masa depan
bangsa (abuse of power) dan potensi penyalahgunanaan penggunanaan sumber daya
keuangan yang luar biasa (abuse of money). Moral Hazard akan terbuka lebar dan cost of
crisis yang akan ditanggung oleh negara akan sangat tinggi, walaupun menteri keuangan Sri
Mulyani telah menegaskan akan sangat berhati-hati dan telah memberikan penjelasan bahwa
Anggota KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) tidak bisa dituntut secara perdata
maupun pidana jika melakukan tugas sesuai Perppu. Sepanjang dilakukan bukan tindakan
konflik kepentingan, korupsi, menghindari moral hazard. Agar mereka yang jahat dan buruk
yang sudah ada di sektor keuangan tidak memanfaatkan kondisi ini.

Dengan adanya wabah corona ini banyak proyek pembangunan yang terhambat dan delay,
namun diharapkan setelah pemerintah pusat mengeluarkan perppu ini stabilitas pembangunan
dapat dijaga dengan memperhatikan pembangunan yang dibutuhkan pada saat pandemi
CORONA-19 guna sebagai upaya mitigasi wabah pandemi. bangsa ini harus memiliki
kesamaan pandangan bahwa keselamatan warga adalah hal yang utama dan pertama di atas
segalanya termasuk di atas kepentingan ekonomi. Oleh karena itu urgensi pembagunan di
sektor ekonomi pada saat ini menjadi suatu hal yang harus diprioritaskan.

Prospektif Ekonomi Publik saat Wabah Pandemi COVID-19


Di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) pemerintah mengatur
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Transaksi
Elektronik di bagian ketiga perppu ini. Ada 7 pasal mulai dari pasal 4 – pasal 10 dalam
bagian ketiga perppu ini yang mengatur masalah perpajakan.
Pengamat perpajakan menilai kebijakan perpajakan yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 sudah cukup responsif
untuk mengantisipasi dampak pandemi COVID-19. Pemerintah mempercepat realisasi
penurunan Pajak Penghasilan (PPh) pada pasal 5 di perppu ini. Menteri Keuangan Sri
Mulyani mengatakan, penurunan PPh Badan dari 25 persen ke 22 persen kini bisa langsung
dirasakan dunia usaha penurunan tarif (PPh) dimulai di tahun 2020. Pertengahan. Tarif
corporate tax (PPh badan) turun dari 25 persen ke 22 persen untuk 2020 dan 2021. Turun lagi
jadi 20 persen mulai 2022 dan juga mempercepat relaksasi pajak 3 persen tambahan bagi
korporasi yang telah mendaftarkan dirinya di bursa atau go public. Adapun syaratnya di pasal
5 point ke 2 yaitu membuka kepemilikan masyarakat sebesar 40 persen. langkah ini
dilakukan untuk mencegah beban korporasi yang dikhawatirkan berujung PHK dan
kebangkrutan. Di sisi lain, ia juga mengakui situasi pandemi Corona ini akan memukul
penerimaan negara. Mulai dari PNBP, PPh migas, dan pajak sendiri akan turun. Pasalnya ada
penurunan permintaan dunia usaha dan diperburuk anjloknya harga minyak hingga di bawah
20 persen yang memengaruhi harga komoditas lainnya. Jika dilihat pengaruh dari perppu ini
pada dunia usaha dan para wajib pajak memberikan sedikit relaksasi kepada mereka,
walaupun pendapat pajak akan menurun namun dianggap akan mendorong para pelaku usaha
dalam mengembangkan bisnisnya. Tentunya hal ini harus tepat sasaran dengan stimulus
fiskal ini harus dirasakan oleh pihak UMKM pula, jangan nantinya bantuan fiskal ini malah
hanya dirasakan oleh sebagian pihak. Sebagian pihak menilai penurunan pajak ini menjadi
hal yang mengkhawatirkan karena pendapatan pajak untuk APBN akan menurun cukup
signifikan.

Dalam pasal lainnya aturan mengenai pemungutan pajak dari perusahaan digital ini
terdapat pada pasal 6 Perpu No. 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan dalam rangka
menghadapi ancaman virus corona covid-19 yang menyatakan pemerintah akan memungut
pajak dari kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dari subjek pajak luar
negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan. Pedagang luar negeri,
penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE luar negeri yang memenuhi
ketentuan kehadiran ekonomi yang signifikan dapat diberlakukan sebagai badan usaha tetap
dan dikenakan pajak penghasilan (pph). Besaran tarif, dasar pengenaan, dan tata cara
penghitungan Pajak Penghasilan dan pajak transaksi elektronik akan diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintahnya, hal ini dilakukan pemerintah guna untuk menambah
pemasukan sektor perpajakan. Selama ini para pelaku usaha digital raksasa seperti Netflix,
google dan zoom sulit untuk menarik pajak dari mereka yang penggunanya di Indonesia
sudah ribuan bahakan jutaan. Pada pasal 7 disebutkan jika perusahaan internet tidak menyetor
pajak ppn atau pajak transaksi elektronik maka menteri komunikasi dan informatika dapat
memutus akses perusahaan atas permintaan menteri keuangan. Pemutusan akses tersebut
dilakukan setelah Kementerian keuangan melayangkan surat teguran terlebih dahulu. Menteri
Keuangan Sri Mulyani menjelaskan alasan pemerintah memasukkan soal pajak perusahaan
internet ke dalam Perpu.Dalam kondisi wabah corona ini transaksi elektronik akan meningkat
sehingga pemerintah perlu menjaga basis pajaknya. Tak hanya itu, pemberian kewenangan
kepada Menteri Keuangan untuk membuat kebijakan terkait fasilitas kepabeanan, khususnya
terhadap impor barang-barang yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19, akan jadi
terobosan penting di tengah rumitnya regulasi impor dan tumpang tindih kewenangan di
lapangan. Kebijakan tersebut diracik dengan upaya Kementerian Perekonomian melakukan
orkestrasi kebijakan sektoral yang partisipatoris akan berdampak positif bagi upaya
penanganan COVID-19, namun hal itu bisa dicapai jika amanah dalam perppu ini betul
dijalankan dengan para pemangku kepentingan dengan penuh rasa tanggungjawab

Menjaga Stabilitas Moneter,Nilai Kurs dan IHSG dalam perppu No.1


tahun 2020

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)


Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk menghadapi dampak covid-19. Dalam Perppu tesebut, Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia
(BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mendapat
perluasan kewenangan. Sejak perppu ini dikeluarkan pasar uang dan pasar saham kompak
menunjukun perubahan positif, baik nilai kurs maupun IHSG sendiri mengalami kenaikan
karena sentiment kepercayaan bahwa dengan perppu ini setidaknya ada imun bagi kestabilan
moneter di Indonesia, namun hal ini tidak bertahan lama. Ada 2 sentimen setidaknya yang
mempengaruhi hali itu, pertama penurunan cadangan devisa pada Maret 2020 antara lain
dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi nilai
tukar rupiah di tengah kondisi extraordinary karena kepanikan di pasar keuangan global
dipicu pandemi COVID-19 secara cepat dan meluas ke seluruh dunia. Kepanikan pasar
keuangan global dimaksud telah mendorong aliran modal keluar Indonesia dan meningkatkan
tekanan rupiah khususnya pada minggu kedua dan ketiga Maret 2020.

Dengan langkah stabilisasi dan penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia,


berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kondisi pasar
berangsur-angsur pulih dan mekanisme pasar kembali berjalan sejak minggu terakhir Maret
2020. Bank Indonesia memandang bahwa tingkat nilai tukar Rupiah dewasa ini relatif
memadai dan secara fundamental undervalued, dan diperkirakan akan bergerak stabil dan
cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per dolar AS di akhir 2020. Selain itu, Bank Indonesia
akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa guna mendukung ketahanan eksternal dan
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Penurunan cadangan devisa, apalagi kalau signifikan, bisa menjadi sentimen negatif bagi
rupiah. Investor akan berpandangan 'peluru' untuk menjaga rupiah semakin tipis, sehingga
menurunkan kepercayaan terhadap mata uang Ibu Pertiwi.

Sentimen kedua, sepertinya pelaku pasar masih agak meragukan kapasitas, kapabilitas,
dan determinasi pemerintah Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19. Padahal kasus
virus corona di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada saat wabah pandemi
COVID-19 semua Negara megalami kegoncangan dalam perekonomian itu hal yang tidak
dapat dipungkiri,Perlambatan ekonomi terjadi di mana-mana sehingga investor tidak punya
banyak pilihan. Virus corona membuat investor tidak lagi melihat imbalan dalam
berinvestasi. Investor memilih aset di negara yang dipandang virus corona lebih bisa
dijinakkan melalui langkah-langkah penanggulangan. Dengan adanya perppu ini dianggap
investor bahwa pemerintah Indonesia sudah bertindak cepat, walupun masih tidak masih
dipungkiri kalau tekanan ekonomi terus terjadi telebih lagi di sektor pariwisata, manufaktur
dan ekspor.

Di dalam internal Bank Indonesia pun mengalami perubahan akibat perppu ini, mulai dari
kewenangan BI untuk mencari pendanaan sumber pendapatan pemerintah. Sumber
pendanaan lain yang akan dimanfaatkan pemerintah, yaitu meminta BI membeli Surat
Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Padahal, ini dilarang UU BI. Namun, Perppu
No.1/2020 tersebut membolehkannya. Aturan yang membolehkan BI bisa membeli SBN di
Pasar Primer sangat membahayakan. Selama ini BI hanya diperbolehkan membeli SBN di
Pasar Sekunder Perppu ini bisa disalahgunakan seperti kasus BLBI dahulu saat krisis moneter
menjerat negeri ini. Ketika itu, uang BI dikuras untuk menyehatkan perbankan yang katanya
mengalami rush tetapi kenyataannya cuma modus dari para pemilik bank untuk mendapatkan
dana segar untuk menyelamatkan grup usahanya. kekhawatiran kasus 1997-1998 akan
terulang lagi. Perppu ini juga tak mengatur masa berlaku. Apakah permanen atau insidentil
selama penanganan Covid-19 saja. BI yang menurut UU BI hanya boleh memberi surat utang
di pasar sekunder, ke depan BI akan bisa membeli surat utang pemerintah di pasar primer.
Kalau ini diatur Perppu, harus jelas batasannya. Tentu batasan dan aturan mainnya harus
tegas dan jelas, karena secara tidak langsung Perppu ini telah mengubah UU BI itu sendiri.
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memberi banyak celah moral hazard dalam implementasinya,
seperti kewenangan tambahan yang diberikan kepada Bank Indonesia, pelebaran lembaga
keuangan yang diselamatkan (bank sistemik, bank non-sistemik dan bukan-bank), serta
ketentuan imunitas (kekebalan hukum) yang diberikan kepada para pengambil kebijakan dan
para pelaksananya.

Kesimpulan Kajian
Memang Negara sudah banyak melakukan berbagai upaya untuk menanggulangin dampak
dari COVID-19 ini, perppu ini menjadi salah satunya. Harapan kami pemerintah untuk terus
menjaga kestabilan perekonomian guna untuk menjaga ketahanan pangan supaya tidak
berimbas kepada konflik sosial dan mempengaruhi integrasi nasional. Namun Jika kita bedah
akar masalah dari ekonomi saat ini adalah krisis pandemic COVID-19. Sedangkan ancaman
krisis ekonomi hanyalah akibatnya. Jika kita ibaratkan, ancaman krisis ekonomi sebagai asap
kabut yang menutupi pandangan kita maka solusinya bukan menghilangkan asap kabutnya
tetapi memadamkan apinya terlebih dahulu. Kita cari sumber kebakarannya dimana.
Padamkan dan cegah penyebaran titik kebakarannya. Karena akan percuma saja jika kita
hilangkan asap kabutnya jika sumber apinya tetap membakar dan menyebar kemana-mana.
Oleh karena itu kami berharap pemerintah dapat menangani kasus COVID-19 ini lebih serius
lagi, sekali lagi jangan jadikan para korban COVID-19 ini sebagai harga pembiayaan
pemulihan ekonomi.

Disatu sisi apresiasi sebesar-besarnya kepada pemerintah dan stakehoulder terkait yang terus
berjuang dalam menangulangi wabah COVID-19 ini. Sikap kami adalah mendukung segala
upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan satuan gugus tugas percepatan penangan COVID-
19 dengan terus mengawal dengan kritis,patisipatif dan objektif kebijakan untuk mengatasi
dan memutus mata rantai COVID-19. Hal ini kami lakukan dengan tetap stay at home, namun
tetap produktif dan memberikan karya terbaik sebagai anak bangsa.

Anda mungkin juga menyukai