Anda di halaman 1dari 6

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENYIKAPI RESESI EKONOMI DI

INDONESIA

Kemerosotan ekonomi internasional diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020,


menurut Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Kedua organisasi memprediksi
penurunan keseluruhan dalam pertumbuhan ekonomi global menjadi minus 2,8%.
Padahal, jika kita mundur, kedua organisasi itu sebelumnya telah mengantisipasi
kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Namun, peristiwa yang tidak terduga—
pandemi COVID-19—terjadi dan membawa dampak yang sangat berbeda. Sebuah
peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya menyebabkan gejolak yang belum
pernah terjadi sebelumnya untuk seluruh bangsa.

Setiap negara memiliki dampak ekonomi yang berbeda sebagai akibat dari
kebijakan pembatasan operasi untuk memutus mata rantai COVID-19. dampak buruk
terhadap perekonomian, seperti penurunan kegiatan ekonomi yang mengarah pada
penyempitan distribusi pendapatan dan peningkatan pengangguran. Resesi ekonomi
diantisipasi jika barang-barang ini mengalami penurunan yang parah. Setiap negara
sekarang mencoba untuk mengatasi situasi ini melalui sejumlah tindakan.

Banyak aspek penting dari suatu bangsa, termasuk bidang sosial, politik, dan
kesehatan, sudah merasakan dampak dari COVID-19. terutama di sektor ekonomi yang
memperlambat laju ekspansi ekonomi nasional. Akibat kemerosotan ini, bahaya besar
bagi bangsa—resesi ekonomi—mulai muncul. Setidaknya tiga negara ASEAN,
termasuk Indonesia, Filipina, dan Singapura, kini menghadapi bahaya besar dari
penurunan ekonomi. Mengingat pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda
perbaikan, kemungkinan pelemahan ekonomi diantisipasi akan berlangsung hingga
periode yang tidak logis.

Ada sejumlah penyebab resesi ekonomi, untuk lebih spesifik. Pergeseran biaya
input yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dan jasa, misalnya, merupakan salah
satu faktor yang berkontribusi terhadap resesi. Padahal, dibandingkan sebelumnya,
penyesuaian harga yang memicu resesi terbilang drastis. Misalnya, kenaikan harga
minyak dapat menyebabkan kenaikan harga total dan penurunan permintaan. Selain itu,
jika diterapkan secara berlebihan, tindakan moneter kontraktif atau fiskal yang
dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan inflasi juga dapat menyebabkan resesi.
Resesi dapat disebabkan oleh kebijakan yang digunakan secara berlebihan karena dapat
mengurangi permintaan akan produk dan layanan.

Berikut adalah beberapa ciri umum resesi ekonomi: 1) Resesi ekonomi ditandai
dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) minimal 2% dan hingga 5% dalam
kasus yang parah; 2) Penurunan produksi industri dan investasi serta penurunan tingkat
konsumsi yang signifikan juga dapat menyebabkan resesi; dan 3) Penurunan yang
signifikan dalam kegiatan perdagangan internasional seperti ekspor dan impor selama
resesi ekonomi.

Meskipun merupakan salah satu negara ASEAN dengan perekonomian yang


cukup kuat di Asia Tenggara, PDB Indonesia mengalami kontraksi pertama kali dalam
20 tahun terakhir sebagai akibat dari Pandemi COVID-19. Kemungkinan terjadinya
resesi ekonomi semakin dekat dengan perekonomian Indonesia sebagai akibat dari
kontraksi ekonomi tersebut, yang juga menyebabkan penurunan proporsi perekonomian
yang cukup besar.

Indonesia lebih cenderung bergantung pada konsumsi lokal dalam hal


pembangunan ekonomi. Namun, tetap penting untuk merencanakan hal ini agar
Indonesia siap menghadapi segala skenario yang tidak menguntungkan, terutama
prospek resesi. Mengingat penerapan kenormalan baru belum berdampak signifikan
terhadap kemajuan ekonomi Indonesia, resesi ekonomi mungkin akan terjadi pada
kuartal ketiga tahun 2020. Jika resesi benar-benar terjadi, itu akan menjadi yang
pertama sejak krisis tahun 1998. Bahkan jika resesi ini terjadi terwujud, diperkirakan
Indonesia tidak akan mengalami resesi separah negara-negara kaya. Hal ini karena
Indonesia adalah bangsa yang lebih mengandalkan kebutuhan dalam negeri daripada
perdagangan luar negeri. Sejak adanya new normal, kebutuhan dalam negeri Indonesia
sudah kembali normal, namun tidak terlalu berpengaruh.

Sebagaimana dapat dilihat dari uraian di atas, jika tidak ada indikasi peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2020, Indonesia berisiko mengalami
resesi ekonomi. Dengan bantuan kebijakan dan inisiatif pemerintah, bahaya ini dapat
dikurangi bahkan dihilangkan. Selain itu, perekonomian Indonesia tidak terlalu
bergantung pada perdagangan luar negeri. Pemerintah Indonesia masih harus
menemukan langkah-langkah untuk setidaknya mengurangi bahaya ini, dan masyarakat
ingin bekerja sama dengannya untuk mengatasi wabah COVID-19 dan potensi
penurunan ekonomi.

Salah satu negara yang berusaha agar tingkat ekonominya tidak jatuh dan
mungkin memasuki resesi adalah Indonesia. Indonesia menggunakan langkah-langkah
ekonomi untuk menghentikan hal ini terjadi untuk menghindari volatilitas sektor
keuangan. Terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Dalam
Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 merupakan
kebijakan ekonomi yang dilampirkan pada peraturan tersebut.

Sesuai aturan, pemerintah akan menggunakan dana dari APBN 2020 untuk
memerangi pandemi COVID-19. Peraturan pemerintah tersebut juga mencantumkan
sejumlah kebijakan dan kewenangan pemerintah lainnya, antara lain: Perubahan pagu
defisit anggaran sebesar 3% dari PDB sampai dengan tahun anggaran 2022;
Mengalokasikan dana dari sisa anggaran untuk dana abadi pendidikan, khususnya dana
negara; Badan Layanan Umum; atau dana divestasi BUMN; dan Menerbitkan obligasi
pemerintah yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia, BUMN, dan perusahaan ritel. Dan
total APBN 2020 adalah Rp405,1 triliun yang juga terbagi di beberapa sektor, antara
lain insentif pajak dan stimulus untuk UMKM Rp70,1 triliun dan masing-masing Rp110
triliun untuk jaminan sosial dan kesehatan (Dentons HPRP, 2020).

Indonesia juga menjalankan kebijakan moneter dan fiskal yang diumumkan oleh
Kementerian Keuangan. Strategi anggaran baru kementerian keuangan melibatkan
redistribusi Rp. Sebanyak 62,3 triliun uang APBN dirampok dari sejumlah anggaran
negara, antara lain untuk penanganan COVID-19, perlindungan sosial, perjalanan dinas,
dan insentif komersial. Kementerian Keuangan juga memperkenalkan insentif pajak
yang didanai pemerintah untuk pekerja dan pemilik perusahaan, seperti pajak
penghasilan, pembayaran PPh yang lebih rendah, dan pembebasan pajak penghasilan
impor. Sementara itu, kebijakan moneter Kementerian Keuangan dilakukan untuk
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, menghentikan inflasi, dan memberikan dorongan
kepada dunia usaha, khususnya UMKM. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menjaga
stabilitas ekonomi nasional, kebijakan moneter harus sejalan dengan kebijakan fiskal
yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian
Keuangan, 2020).

Usaha kecil dan menengah (UMKM), seperti yang ada di Indonesia, adalah
salah satu kelompok yang sangat dirugikan oleh COVID-19. Meski begitu, UMKM
telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, antara
lain meningkatkan PDB, menciptakan lapangan kerja, membantu kegiatan ekspor dan
investasi. Karena itu, pemerintah Indonesia membuat strategi untuk membantu UMKM
pulih selama COVID-19. Tujuan pemerintah Indonesia terhadap UMKM adalah untuk
berkonsentrasi memperkenalkan teknologi digital kepada mereka dalam operasi
komersial, sehingga mereka tidak harus bergantung pada interaksi langsung. Orang
mungkin berpendapat bahwa ini juga merupakan persiapan untuk industri 4.0 (Thaha,
2020).

Untuk mengatasi tantangan ekonomi dan sosial lebih lanjut, pemerintah


Indonesia menerapkan sejumlah perubahan kebijakan. Sejumlah langkah stimulus juga
dilakukan untuk mendongkrak aktivitas ekonomi. Untuk menghentikan munculnya
masalah ekonomi yang lebih serius, langkah-langkah moneter dan fiskal diterapkan.
Untuk mengurangi risiko resesi ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter dikoordinasikan.
Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020 diperkirakan
akan mengalami percepatan, meski belum bisa dipastikan karena wabah COVID-19
yang belum menemukan titik terang. Kemudian, beberapa skenario untuk Indonesia
harus dikembangkan.

Selain kedua langkah tersebut, pemerintah Indonesia juga menjalankan program


yang dikenal dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diprakarsai
oleh Presiden Joko Widodo dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartanto. Program ini merupakan komponen dari strategi
kebijakan ekonomi Indonesia dalam menghadapi COVID-19. Untuk meningkatkan
kapasitas dan operasional selama COVID-19, inisiatif ini akan menanamkan Rp 14,1
triliun ke empat BUMN selama pelaksanaannya. Program PEN juga mencakup
pemberian manfaat perpajakan bagi dunia usaha sebesar Rp123,01 triliun. Pengurangan
pajak dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak impor bahan baku
digunakan untuk membiayai insentif pajak. Untuk menjaga dan memperkuat ekonomi
Indonesia dari prospek resesi, sejumlah inisiatif dan kebijakan diterapkan oleh
Indonesia (AHK Indonesien, 2020).

Kecepatan proses peningkatan kesehatan penduduk Indonesia pascawabah


COVID-19 pada akhirnya akan menentukan sukses tidaknya rencana dan inisiatif yang
diajukan untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan atau
inisiatif yang diambil juga harus mempertimbangkan keadaan kesehatan penduduk
Indonesia yang terkadang membaik. Dalam pendekatan ini, pemulihan ekonomi
Indonesia dan persiapan menghadapi kemungkinan kemerosotan ekonomi yang tidak
terduga dapat diuntungkan dari kebijakan dan inisiatif yang diambil (Wardhana, 2020).
Oleh karena itu, penurunan kasus positif COVID-19 tidak dapat dihindari terkait dengan
urutan tindakan yang diterapkan. Hal ini penting karena jika program kesehatan terbaik
untuk menurunkan kasus COVID-19 tidak dibarengi dengan program pemulihan
ekonomi, maka kebijakan ekonomi tidak akan menjadi yang terbaik. Situasi ini dapat
muncul jika peningkatan kasus tidak menutup kemungkinan gangguan kegiatan
ekonomi, seperti yang terjadi pada saat kasus ini pertama kali muncul, juga akan terjadi.
Untuk menerapkan kebijakan yang efektif, inisiatif pemerintah dan keterlibatan
masyarakat sangat penting.

Kebijakan fiskal dan moneter dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan


terjadinya resesi ekonomi atau untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi yang lebih
parah guna mendorong kegiatan ekonomi yang lebih tinggi yang dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi. Setiap pemerintah memiliki salah satu tujuan utamanya untuk
mendukung sektor-sektor yang terkena dampak, termasuk UMKM dan organisasi bisnis
lainnya. Selain itu, strategi moneter setiap negara berpusat pada menjaga nilai mata
uang yang stabil. Pemulihan ekonomi diantisipasi akan berhasil dicapai dengan
langkah-langkah kebijakan yang diambil. Namun, untuk menghindari krisis kesehatan
berulang, pemulihan ekonomi sepanjang era COVID-19 juga harus sejalan dengan
inisiatif untuk memperlambat laju pertumbuhan kasus. Akibatnya, situasi kemerosotan
ekonomi periode COVID-19 menjadi lebih pelik.

Daftar Pustaka

Heliany, I. (2021, March). Peran Kebijakan Fiskal dalam Mengatasi Resesi


Ekonomi di Indonesia. In Prosiding Seminar Stiami (Vol. 8, No. 1, pp. 15-21).
Darmastuti, S., Juned, M., Susanto, F. A., & Al-Husin, R. N. (2021). COVID-19
dan Kebijakan dalam Menyikapi Resesi Ekonomi: Studi Kasus Indonesia, Filipina, dan
Singapura. Jurnal Madani: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Humaniora, 4(1), 70-86.

Adiyanta, F. S. (2020). Fleksibilitas Pajak sebagai Instrumen Kebijaksanaan


Fiskal untuk Mengantisipasi Krisis Ekonomi sebagai Akibat Dampak Pandemi Covid-
19. Administrative Law and Governance Journal, 3(1), 162-181.

Karmeli, E. (2008). Krisis Ekonomi Indonesia. Journal of Indonesian Applied


Economics, 2(2).

Blandina, S., Fitrian, A. N., & Septiyani, W. (2020). Strategi Menghindarkan


Indonesia dari Ancaman Resesi Ekonomi di Masa Pandemi. Efektor, 7(2), 181-190.

Anda mungkin juga menyukai