Anda di halaman 1dari 6

Pandangan Terhadap Resesi Dunia

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuis

Dosen Pengampu : Muhammad Irfan Islami, SE., M.S.E.

Disusun Oleh :

Kharisma Rahmadhani (205020107111028)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Jika dilihat dari sisi dunia itu resesi ekonomi menjadi hantu menyeramkan bagi
seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Ekonomi dunia saat ini memang sedang baik-
baik saja, terutama selepas pandemi Covid-19 mereda. Melihat laporan perkembangan
ekonomi global yang mengkhawatirkan, semakin sadar bahwa jurang krisis dan resesi ada di
depan mata. Komoditas energi yang melesat membuat inflasi melambung tinggi. Panasnya
inflasi bikin bank sentral dunia memutuskan mengetatkan kebijakan moneter dengan
menaikkan suku bunga. Pada akhirnya, ini dianggap sebagai pemantik resesi. Lantas, apa itu
resesi ekonomi? Berikut pengertian, penyebab, dan dampak resesi ekonomi.

Dari laporan WEO, tren negara-negara yang jatuh ke jurang resesi semakin bertambah
signifikan sejak Januari 2022. Dari lima negara pada WEO edisi April, bertambah menjadi
kurang lebih 11-12 negara pada WEO Juli 2022 dan 31 negara pada WEO edisi Oktober
tahun ini. Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengungkapkan tiga ekonomi
terbesar, Amerika Serikat, China, dan kawasan Euro akan mengalami tekanan. "Secara
keseluruhan, guncangan tahun ini akan membuka kembali luka ekonomi yang baru sembuh
sebagian pascapandemi. Singkatnya, yang terburuk belum datang dan, bagi banyak orang,
2023 akan terasa seperti resesi," paparnya dalam tulisan Blog IMF, dikutip Kamis
(13/10/2022). Di Amerika Serikat, pengetatan kondisi moneter dan keuangan akan
memperlambat pertumbuhan hingga 1% tahun depan. Sementara itu, China diperkirakan
hanya tumbuh 4,4% karena melemahnya sektor properti dan berlanjutnya lockdown.
Perlambatan paling terasa di kawasan Euro, di mana krisis energi yang disebabkan oleh
perang akan terus memakan korban besar, mengurangi pertumbuhan menjadi 0,5% pada
2023. "Hampir di mana-mana, kenaikan harga yang cepat, terutama makanan dan energi,
menyebabkan kesulitan serius bagi rumah tangga, terutama bagi masyarakat miskin," ujarnya.

Dalam skenario IMF, Gourinchas menuturkan ada sekitar satu dari empat
kemungkinan bahwa pertumbuhan global tahun depan bisa jatuh di bawah level terendah
secara historis sebesar 2 persen. "Jika banyak risiko terealisasi, pertumbuhan global akan
turun menjadi 1,1 persen dengan pendapatan per kapita mengalami kuasi stagnan pada tahun
2023," tegasnya.
Selain resesi di dunia di Negara kita Indonesia ini di tahun 2020 tepatnya bahkan
sudah terancam mengalamai resesi Kehadiran virus korona memberikan dampak yang
dahsyat bagi segala aspek kehidupan terutama bagi perekonomian suatu negara, tak terkecuali
Indonesia. Adanya pandemi covid-19 membuat perekonomian Indonesia bisa dibilang dalam
kondisi “tidak baik-baik saja”. Perekonomian Indonesia sedang dihantui ancaman resesi yang
sudah di depan mata. Resesi merupakan di mana produk domestik bruto mengalami
penurunan selama dua kuartal berturut-turut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,
pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia pada kuartal IV 2019 sebesar 4,97%, pada
kuartal I 2020 sebesar 2,97%, dan pada kuartal II 2020 terkontraksi hingga minus 5,32%.
Apabila pada kuartal III 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih minus, maka hal ini
menjadi resesi pertama Indonesia sejak 1998.

Resesi memberikan dampak yang sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada
kegiatan ekonomi. Resesi dapat mengakibatkan penurunan aktivitas pada sektor ekonomi,
seperti investasi, tingkat produksi, hingga lapangan pekerjaan. Ketika investasi mengalami
penurunan, produksi atas barang dan jasa juga akan mengalami penurunan yang berimplikasi
pada penurunan produk domestik bruto dalam skala nasional. Hal ini membuat lapangan
pekerjaan berkurang sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) akan meningkat. Lalu,
kondisi tersebut mengakibatkan daya beli masyarakat menurun yang berimbas pada
banyaknya bisnis yang terpaksa harus gulung tikar. Efek domino resesi akan menyebar ke
berbagai sektor, efek tersebut bisa berupa macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit
dikendalikan atau sebaliknya terjadi deflasi.

Saat ini, Indonesia sedang mengalami deflasi di mana harga-harga komoditas


mengalami penurunan akibat daya beli masyarakat yang rendah. Jika tak segera diatasi, resesi
yang berlangsun dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan terjadinya depresi ekonomi.
Jika ekonomi suatu negara sudah berada pada tahap ini, maka pemulihan ekonominya akan
lebih sulit dilakukan. Untuk menangani hal ini, Kementerian Keuangan Sri Mulyani
memastikan pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi resesi dan
kemungkinan dampaknya terhadap masyarakat. Tidak hanya otoritas fiskal, Sri Mulyani
mengatakan turut menekan keterlibatan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta
Lembaga Penjamin Simpanan dalam mendorong perekonomian Indonesia untuk kembali
pulih. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah saat ini ialah meningkatkan defisit
anggaran negara untuk penanganan dan pengendalian covid-19, perlindungan sosial (social
safety net) dan insentif dunia usaha berupa bantuan permodalan untuk UMKM, serta ada
beberapa paket insentif fiskal seperti relaksasi pajak yang bersumber dari APBN.

Social safety net diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui
Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako dan beras
sejahtera, sedangkan insentif dunia usaha dilakukan untuk membantu pelaku usaha
khususnya UMKM dan sektor informal. Kementerian Keuangan juga menerbitkan PMK
23/2020 yang memberikan stimulus pajak untuk karyawan dan dunia usaha yaitu pajak
penghasilan karyawan ditangung pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor,
pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai bagi
yang terdampak covid-19.

Presiden RI Joko Widodo juga memberikan arahan agar Kementerian dan Lembaga
memprioritaskan pembelian produk UMKM, mendorong BUMN memberdayakan UMKM,
serta produk UMKM masuk e-catalog. Di bidang moneter, kebijakan yang diambil harus
selaras dengan kebijakan fiskal dalam meminimalisir dampak covid-19 terhadap
perekonomian nasional. Oleh sebab itu otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar
rupiah, mengendalikan inflasi dan memberikan stimulus moneter untuk dunia usaha.
Diharapkan ada relaksasi pemberian kredit perbankan dan mengintensifkan penyaluran
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dari sisi moneter, pemerintah bersama Bank Indonesia
mengeluarkan kebijakan yang dapat menurunkan tingkat suku bunga seperti subsidi suku
bunga, penurunan suku bunga acuan, peningkatan peran Bank Indonesia, dan relaksasi kredit.

Dan oleh karena itu di butuhkan penguatan Bank di Indonesia Menjaga Stabilitas
Keuangan dan Moneter yaitu sebgaia berikut :

1. Meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai
dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Untuk itu, Bank Indonesia
akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF, pasar spot, dan pasar SBN
guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah.
2. Menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum
Konvensional, dari semula 8% menjadi 4%, berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan
rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar
3,2 miliar dolar AS dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
3. Menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps yang ditujukan kepada bank-bank yang
melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan
berkoordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah
kegiatan ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah. Kebijakan akan
diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku selama 9 bulan dan sesudahnya
dapat dievaluasi kembali.
4. Memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat
memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan Rupiah.
5. Menegaskan kembali bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global
dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan
perekonomian, termasuk dampak COVID-19 serta terus memperkuat bauran kebijakan dan
koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, untuk mempertahankan stabilitas
ekonomi, mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat reformasi
struktural.
Referensi :

Akhir, D. J. (2022, Oktober 14). Dunia saat Ini Tidak Baik-Baik Saja, Ancaman Resesi
Global 2023 hingga Ekonomi RI Jadi Titik Terang.
https://economy.okezone.com/read/2022/10/14/320/2686913/dunia-saat-ini-tidak-
baik-baik-saja-ancaman-resesi-global-2023-hingga-ekonomi-ri-jadi-titik-terang, p. 4.
Indonesia, C. (2022, Oktober 13). 31 Negara Dunia Jatuh di Jurang Resesi, Intip Daftarnya!
https://www.cnbcindonesia.com/news/20221013075338-4-379312/31-negara-dunia-
jatuh-di-jurang-resesi-intip-daftarnya, p. 3.
Komunikasi, B. I. (2020, Maret 2). LANGKAH PENGUATAN BANK INDONESIA
MENJAGA STABILITAS MONETER DAN KEUANGAN.
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_221520.aspx,
p. 4.
Tim Redaksi, C. I. (2020, Oktober 26). Apa yang Terjadi Saat Dunia Resesi? Ini Gambaran
Lengkapnya! https://kumparan.com/oktavia-nuratika/perekonomian-terancam-resesi-
kebijakan-apa-yang-diambil-pemerintah-1uStptZh5no/full/gallery/1, p. 3.

Anda mungkin juga menyukai