Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGARUH KURS MATA UANG ASING TERHADAP EKONOMI INDONESIA


DIMASA PADEMI COVID-19

PELAPORAN KORPORAT

Disusun Oleh:
Nama : Inmas Saputra
NIM : 02420191003
Semester : 2 ( Dua )
Angkatan : VII

Jurusan Pendidikan Profesi Akuntan


Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan ” Pengaruh Kurs Mata Uang Asing
Terhadap Ekonomi Indonesia Dimasa Pademi Covid-19 ”. Kami juga mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Tenriwaru, SE., M.SI. AK. CA. selaku dosen mata kuliah
“Pelaporan Korporat” yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan
tugas ini.
Kami sangat berharap tugas ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan
juga wawasan menyangkut Pelaporan Korporat
Kami pun menyadari bahwa di dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan tugas yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan tugas ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para
pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang
berkenan.

Makassar, 20 April 2020

Penulis

ii
PEMBAHASAN

Perubahan Kurs Mata Uang Asing Setelah Pademi Virus Covid-19


Mengutip Bloomberg, Senin (30/3/2020), rupiah dibuka di angka 16.155 per dolar AS,
menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di angka
16.170 per dolar AS. Namun pada pukul 10.41 WIB, rupiah bergerak melemah ke level 16.320
per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 16.155 per dolar AS hingga
16.320 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 17,7 persen. Sedangkan
berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI)
rupiah dipatok di angka 16.336 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan
sebelumnya yang ada di angka 16.230 per dolar AS.
Seperti yang disampaikan oleh IMF, wabah COVID-19 sudah menyebabkan krisis
ekonomi dan keuangan global. Aksi lockdown karena wabah tersebut menyebabkan aktivitas
ekonomi berkurang dan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara.
Data-data ekonomi yang dirilis pekan lalu, negara yang terkena wabah seperti AS, Eropa
dan Inggris , menunjukkan pelemahan yang cukup dalam. Contohnya data tenaga kerja AS yang
menunjukkan jumlah orang yang menganggur bertambah 10 kali lipat lebih. Data aktivitas
manufaktur dan sektor jasa juga mengalami penurunan yang signifikan. Ariston memperkirakan
rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp 16.100 per dolar AS hingga Rp 16.300 per dolar
AS.
Mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran
COVID-19, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Kamis (9/4) menyampaikan 4
(empat) hal terkait perkembangan terkini dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, sebagai
berikut :
1. Nilai tukar Rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat kearah Rp15.000 di akhir
tahun.
Pada pagi ini (9/4) Rupiah dibuka pada level Rp16.200 per dolar AS, dan data
terakhir sore ini saat media briefing ditransaksikan pada level Rp15.930 per dolar AS.
Nilai tukar Rupiah menguat sesuai dengan mekanisme pasar yang dinamis, sehingga
tidak terlepas dari peran pelaku pasar dan eksportir yang ikut menjaga stabilitas nilai
tukar Rupiah. Penguatan tersebut mengurangi kebutuhan Bank Indonesia untuk

3
melakukan stabilisasi nilai tukar. Penguatan nilai tukar Rupiah ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
a. Nilai tukar Rupiah secara fundamental masih undervalue sehingga akan
cenderung menguat.
b. Keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh
Pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam penanganan COVID–19 dan
dampaknya, baik dari sisi fiskal, moneter maupun kredit.
c. Kondisi risiko di global berangsur-ansur membaik,meskipun masih relatif
tinggi. Salah satu indikatornya yaitu indeks volatilitas pasar keuangan (Volatility
Index/VIX)[1] yang membaik. VIX berada pada level 18,8 sebelum adanya
pandemi COVID-19 dan saat terjadi kepanikan di pasar keuangan global sekitar
minggu kedua-ketiga Maret 2020 VIX berada pada level tertinggi yaitu 82.
Namun, dengan langkah-langkah kebijakan dan stimulus fiskal yang dilakukan
oleh berbagai negara, VIX berangsur-angsur menurun. Selain itu, pasar juga
melihat tingkat kenaikan kasus COVID-19 berangsur-angsur menurun didukung
oleh langkah-langkah berbagai negara untuk menekan penyebaran pandemi
COVID-19, termasuk di Indonesia. Penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar
(PSBB) yang akan diimplementasikan di DKI Jakarta mulai tanggal 10 April
2020 diprakirakan akan dapat menekan penyebaran pandemi COVID-19.
2. Cadangan devisa diprakirakan akan meningkat.
Cadangan devisa diprakirakan akan meningkat menjadi sekitar 125 miliar dolar
AS dari sebelumnya sebesar 121 miliar dolar AS pada akhir Maret 2020. Hal tersebut
dikarenakan penerbitan global bond senilai 4,3 miliar dolar AS oleh Pemerintah.
Jumlah cadangan devisa lebih dari cukup untuk pembiayaan impor, pembayaran utang
luar negeri pemerintah, dan untuk melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar
rupiah.
3. Kerja sama repurchase agreement line (repo line) dengan Bank Sentral Amerika Serikat
(The Federal Reserve) senilai USD60 miliar telah siap untuk sewaktu-waktu digunakan.
Kerja sama dimaksud telah siap secara administrasi dan teknis untuk digunakan
sewaktu-waktu menambah kebutuhan likuiditas dolar AS, meskipun tidak akan
menambah cadangan devisa. Hal ini menunjukan tingkat kepercayaan Bank Sentral

4
Amerika Serikat (The Federal Reserve) kepada Indonesia dalam mengelola ekonomi
dan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
4. Perkembangan harga-harga di pasar terkendali dan rendah.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan 46 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, menunjukan bahwa
harga-harga di pasar terkendali dan rendah. Pemantauan harga pada minggu kedua April
2020 menunjukkan inflasi akan berada di sekitar 0,20% (mtm) atau 2,80% (yoy). Hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui TPI/TPID
dalam memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok.
b. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah dari kemampuan
kapasitas produksi nasional sehingga mengalami kesenjangan output yang
negatif sehingga tekanan inflasi dari sisi permintaan terkendali.
c. Dampak dari nilai tukar Rupiah terhadap inflasi rendah.
d. Terjangkarnya ekspektasi inflasi baik di sisi konsumen dan produsen.
BI akan terus memperkuat koordinasi ini dengan Pemerintah dan OJK untuk
memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi
kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan
berdaya tahan.
Langkah Penyelamatan Yang Dilakukan Pemerintah
Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup sulit, tak hanya bagi Indonesia tetapi juga untuk
negara-negara lain di dunia. Bagaimana tidak, harapan adanya perbaikan ekonomi di tahun ini
pasca kesepakatan perdagangan fase satu antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang
menghentikan sementara perang dagang antara kedua negara seolah tenggelam dan muncul
berbagai ketidakpastian baru akibat munculnya wabah virus corona atau yang dikenal dengan
coronavirus disease 2019 (Covid-19). Virus yang berasal dari China dan menyebar luas ke
berbagai negara ini berhasil memporak-porandakan ekonomi dunia dan memicu munculnya
krisis baru.

5
Berbeda dengan krisis tahun 2009 yang bersumber dari keruntuhan sektor keuangan, kali
ini krisis datang dari sektor kesehatan dan keamanan masyarakat akibat adanya pandemi virus
corona yang hingga Sabtu (28/3) sudah menginfeksi 615.519 orang di seluruh dunia, dengan
total kematian 28.717 orang dan 135.735 orang sembuh. Di Indonesia, data hingga Sabtu (28/3)
jumlah orang yang terinfeksi mencapai 1.115 orang, 102 orang meninggal dan 59 orang sembuh.
Semakin banyaknya jumlah orang yang terinfeksi virus corona membuat pemerintah
menerapkan berbagai himbauan untuk menjaga jarak antara masyarakat alias social distancing.
Mulai dari imbauan bekerja di rumah bagi pekerja dan karyawan yang memungkinkan,
meliburkan sekolah hingga membatasi kegiatan yang melibatkan banyak orang. Kondisi ini tentu
berdampak pada perputaran roda perekonomian di dalam negeri. Tak hanya itu, perekonomian
secara global otomatis juga terganggu. Berbagai lembaga internasional bahkan telah merevisi
turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini. International Monetary Fund (IMF)
misalnya, menyebutkan penyebaran virus corona yang terbilang cepat akan menghapus harapan
pertumbuhan ekonomi tahun 2020.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, akibat virus ini, sepertiga dari
189 negara anggota IMF akan terimbas. Georgieva mengatakan IMF saat ini memprediksi
pertumbuhan ekonomi global 2020 akan berada di bawah level 2,9% dan perkiraan revisi akan
dikeluarkan dalam beberapa minggu mendatang. Perubahan pandangan ini akan
merepresentasikan lebih dari penurunan 0,4 poin persentase dari tingkat pertumbuhan 3,3% 2020
yang IMF perkirakan pada Januari berdasarkan meredanya ketegangan perdagangan AS-China.
Georgieva dan Presiden Bank Dunia David Malpass menggaris bawahi pentingnya
tindakan terkoordinasi untuk membatasi dampak ekonomi dan manusia dari virus. Reuters
menyebut, IMF menyediakan dana senilai US$ 50 miliar dalam dana darurat untuk anggota yang
mencakup pinjaman berbunga sangat rendah, sehingga dapat membantu negara-negara miskin
dalam menghadapi pandemi corona.
Melambatnya ekonomi global tentu akan berdampak pada ekonomi di dalam negeri. Di
Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan telah menyusun berbagai skenario
pertumbuhan ekonomi tahun ini di tengah ancaman virus corona.
Menurut Sri Mulyani, efek wabah virus corona terhadap ekonomi diperkirakan masih
dapat diatasi sehingga ekonomi tumbuh di atas 4% pada tahun ini. Namun, dengan skenario yang
lebih berat, ekonomi Indonesia diproyeksi hanya akan tumbuh 2,5% dan bahkan 0%. Sementara

6
itu, Bank Indonesia juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari
semula 5%-5,4% menjadi hanya 4,2%-4,6%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan revisi pertumbuhan ekonomi ini
tidak terlepas dari efek penyebaran wabah virus corona atau Covid-19. "Covid-19 juga
memberikan tantangan bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan.
BI juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3% menjadi 2,5% dengan
risiko yang cenderung bisa ke bawah.
Demi memperkecil efek virus corona bagi perekonomian, pemerintah telah merilis
berbagai stimulus fiskal yang ditujukan bagi masyarakat dan sektor-sektor yang terdampak. Ke
depan, pemerintah masih akan terus mengeksplorasi berbagai langkah yang bisa dilakukan untuk
membendung efek covid-19 terhadap perekonomian. Beberapa stimulus fiskal yang telah
digelontorkan pemerintah antara lain, pada paket stimulus pertama difokuskan untuk meredam
risiko pada sektor pariwisata yaitu hotel, restoran, dan kawasan wisata di daerah-daerah. Pada
paket stimulus berikutnya, pemerintah memberikan insentif pajak untuk meredam dampak
wabah virus corona. Sebagai payung hukumnya, Kementerian Keuangan telah menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.

Kemenkeu memberikan empat jenis insentif pajak terkait ketentuan Pajak Penghasilan
(PPh) pasal 21, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pertama, insentif PPh Pasal 21 akan diberikan kepada para pemberi kerja dari klasifikasi
440 lapangan usaha yang tercantum dalam lampiran PMK 23/2020 dan merupakan perusahaan
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Melalui insentif ini, pemerintah akan menanggung
PPh Pasal 21 dari pegawai dengan penghasilan bruto tetap dan teratur, yang jumlahnya tidak
lebih dari Rp 200 juta dalam setahun. Untuk mendapatkan insentif ini, pemberi kerja dapat
menyampaikan pemberitahuan untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 kepada Kepala KPP
terdaftar. Insentif pemerintah ini akan diberikan sejak Masa Pajak April 2020 hingga September
2020.
Kedua, insentif PPh Pasal 22 Impor yang dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. WP yang dapat
dibebaskan dari pungutan ini adalah usaha yang sesuai dengan kode klasifikasi pada lampiran

7
PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE. Permohonan Surat Keterangan
Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 harus diajukan oleh WP secara tertulis kepada Kepala KPP
tempat WP Pusat terdaftar. Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh berlaku sejak
tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 30 September 2020.
Ketiga, pemerintah memberikan insentif pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar
30% dari angsuran yang seharusnya terutang. Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran secara tertulis
kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. Jika WP memenuhi kriteria insentif tersebut, maka
pengurangan besarnya angsuran akan berlaku sampai dengan Masa Pajak September 2020.
Terakhir, insentif PPN bagi WP yang memiliki klasifikasi lapangan usaha terlampir di
PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak
(PKP) ini adalah WP yang PPN lebih bayar restitusinya paling banyak Rp 5 miliar. Dengan
syarat ini, WP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai
PKP berisiko rendah. Jika PKP tersebut memenuhi syarat, maka Surat Pemberitahuan Masa PPN
yang diberikan pengembalian pendahuluan berlaku untuk Masa Pajak sejak PMK 23/2020
diundangkan sampai dengan Masa Pajak September 2020 dan disampaikan paling lama tanggal
31 Oktober 2020.
Selain stimulus fiskal, pemerintah juga memberikan beberapa stimulus non fiskal untuk
mendorong kegiatan ekspor impor. Antara lain, penyederhanaan dan pengurangan jumlah
larangan dan pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor, penyederhanaan dan pengurangan
Lartas untuk aktivitas impor bahan baku sektor tertentu, seperi produk besi baja, garam industri,
gula. tepung dan bahan baku industri manufaktur. Pemerintah juga mempercepat proses ekspor
dan impor untuk traders yang memiliki reputasi baik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan,
kebijakan stimulus yang kedua ini terdiri dari stimulus fiskal maupun non fiskal dengan estimasi
alokasi anggaran sebesar Rp 22,9 triliun. Sebelumnya,dalam paket kebijakan stimulus ekonomi
yang pertamatotal alokasi anggaran yang digelontorkan sebesar Rp 10,3 triliun.

Tak hanya itu, pemerintah juga terus memberikan stimulus lanjutan. Untuk menopang konsumsi
rumah tangga miskin, pemerintah juga akan menyediakan jaring pengaman sosial dengan
berbagai tahapan. Mulai dari pemberian bantuan lewat Program Keluarga Harapan (PKH) bagi

8
setidaknya 10 juta penerima manfaat dan bantuan sosial (bansos) untuk 15 juta penerima
manfaat. Pemerintah juga tengah mengkaji untuk menaikkan nilai manfaat yang akan diberikan
untuk setiap keluarga penerima.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi mereka yang terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan pemberian pelatihan
dan pemberian santunan Rp 1 juta per kepala. Insentif juga akan diberikan untuk menangani
wabah Covid-19 khususnya di bidang kesehatan. Termasuk biaya perawatan bagi pasien yang
positif Covid-10, pengadaan peralatan penunjang para medis seperti alat pelindung diri (APD),
test kid, serta obat-obatan lainnya. Bagi tenaga medis yang saat ini berada di garda terdepan
dalam memerangi wabah Covid-19, terutama mereka yang bekerja di rumahsakit rujukan juga
akan diberikan insentif.
Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan insentif bagi para tenaga medis, dari
mulai dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi, perawat serta tenaga medis lainnya dengan
besaran tertentu, mulai Rp 5 juta per bulan untuk tenaga medis lainnya, hingga yang terbesar Rp
15 juta untuk dokter spesialis.
Guna menjaga stabilitas sistem keuangan, Menkeu yang juga Ketua Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) juga telah mepersiapkan dan menyempurnakan protokol manajemen
krisis jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
(DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan Kemenkeu pun telah memiliki
langkah-langkah penanganan yang sesuai dengan protokol manajemen krisis.
Salah satu langkah penanganan tersebut adalah Bonds Stabilization Framework (BSF).
BSF merupakan kerangka kerja jangka pendek dan menengah untuk mengantisipasi dampak
krisis pada pasar surat berharga negara (SBN) domestik. Dengan menempuh BSF, pemerintah
dalam jangka pendek akan melakukan pembelian SBN di pasar sekunder, sedangkan dalam
jangka menengah pemerintah membentuk bond stabilization fund.
Untuk menopang likuiditas dunia usaha, pemerintah kini tengah menjajaki penerbitan
Recovery Bond. Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono
Moegiarso mengatakan Recovery Bond rencananya akan diterbitkan dalam denominasi rupiah.
Surat utang ini nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta lain sehingga
mengalirkan dana segar untuk pemerintah. Kemudian dana dari surat utang tersebut akan
disalurkan oleh pemerintah untuk dunia usaha melalui skema kredit khusus.

9
Namun, ada dua syarat bagi perusahaan yang hendak memanfaatkan skema kredit khusus
tersebut. Pertama, perusahaan tidak boleh melakukan PHK terhadap pekerjanya sama sekali.
Kedua, kalaupun perusahaan terpaksa melakukan PHK, perusahaan harus
mempertahankan 90% dari jumlah pekerjanya tanpa melakukan pemotongan gaji.
Restrukturisasi kredit
Di sektor keuangan, OJK juga mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui
POJK tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak
penyebaran covid-19. POJK ini berisi antara lain:
Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi
untuk debitur yang terkena dampak penyebaran covid-19, termasuk debitur UMKM. Kebijakan
stimulus ini, terdiri dari penilaian kualitas kredit hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok
dan atau bunga untuk kredit hingga Rp 10 miliar. Bank bisa melakukan restrukturisasi untuk
seluruh kredit tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM.
Kualitas kredit yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi.
Perubahan anggaran
Berbagai langkah ini tentu akan berdampak pada postur Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Tak hanya dari sisi belanja, tetapi juga dari sisi pembiayaan. Untuk
mengakomodasi pembengkakan anggaran penanganan Covid-19, Menteri Keuangan Sri Mulyani
telah merelaksasi defisit APBN 2020 dari asumsi awal 1,76% terhadap PDB atau Rp 307,2
triliun menjadi 2,5% dari PDB atau sekitar Rp 432,2 triliun. Dengan begitu, proyeksi tambahan
defisit anggaran mencapai Rp 125 triliun. Lantaran berbagai insentif terus bergulir yang akan
beferek ke anggaran, pemerintah kini tengah menyiapkan postur APBN perubahan dengan
kemungkinan pelebaran defisit anggaran yang melebihi batas yang ditetapkan Undang-Undang
(UU) No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu sebesar 3% terhadap PDB.
Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual Selasa (24/3) lalu, Sri Mulyani
mengungkapkan saat ini fokus pemerintah adalah kesehatan dan keselamatan masyarakat dan
mengurangi risiko ekonomi bagi masyarakat dan dunia usaha terutama dari kemungkinan
kebangkrutan. Karenanya, pemerintah saat ini tidak akan memaksakan agar defisit di bawah 3%
sesuai UU. Menurutnya, landasan hukum untuk APBN Perubahan 2020 akan diputuskan
langsung oleh Presiden Joko Widodo. Kemungkinan besar melalui penerbitan Peraturan

10
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sesuai rekomendasi yang disampaikan oleh
Badan Anggaran DPR.
Menkeu juga menegaskan KSSK yang beranggotakan Kementerian Keuangan bersama
Bank Indonesia, OJK dan LPS juga telah berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) baik Banggar maupun Komisi XI untuk membahasnya. Perubahan pada APBN 2020
memang dibutuhkan karena berbagai faktor.
Pertama, landasan indikator makroekonomi yang menjadi dasar perhitungan anggaran
telah mengalami perubahan besar. Mulai dari asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah,
harga minyak, hingga suku bunga.
Kedua, perubahan besar juga terjadi pada alokasi anggaran seiring dengan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 yang meminta adanya realokasi dan refocussing belanja
pada APBN untuk penanganan Covid-19 di Indonesia.
Belanja kementerian dan lembaga, serta transfer ke daerah mengalami perubahan
signifikan seiring dengan respons kebijakan pemerintah untuk menanggulangi wabah Covid.
Begitu pula dengan paket-paket kebijakan stimulus yang dikeluarkan pemerintah, menurut Sri
Mulyani, membutuhkan landasan hukum baru bagi APBN agar pemerintah dapat
mengakomodasi keluarnya paket-paket stimulus yang dibutuhkan selanjutnya.
BI juga lakukan aksi
Di sisi moneter, BI juga melakukan berbagai langkah untuk mendukung stimulus fiskal
yang telah digelontorkan pemerintah guna meredam efek virus corona terhadap perekonomian.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir Kamis (19/3) BI kembali memangkas suku
bunga BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5% dan suku bunga
deposit facility sebesar 25 bps menjadi 3,75% dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps
menjadi 5,25%. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menetapkan tujuh langkah kebijakan
sebagai kelanjutan stimulus yang sudah digelontorkan BI sebelumnya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di tengah penyebaran virus corona.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah ini dilakukan demi memperkuat bauran
kebijakan yang diarahkan untuk mendukung upaya mitigasi risiko untuk mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi.
Ketujuh langkah kebijakan BI tersebut adalah:

11
Pertama, BI akan memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga
stabilitas rupiah baik di pasar spot, domestic non deliverable forward (DNDF) maupun
pembelian SBN di pasar sekunder.
Kedua, BI akan memperpanjang tenor repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan
lelang setiap hari dalam jumlah berapapun untuk memperkuat pelonggaran likuiditas rupiah
perbankan. Kebijakan ini telah berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.
Ketiga, BI akan menambah frekuensi lelang forex swap tenor satu bulan, tiga bulan,
enam bulan dan 12 bulan dari tiga kali seminggu menjadi setiap hari guna memastikan
kecukupan likuiditas di pasar uang. Kebijakan ini berlaku efektif mulai 19 Maret 2020.
Keempat, BI akan memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan
pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk
menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan
Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.
Kelima, mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening rupiah dalam negeri
(Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat
mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia. Kebijakan ini
berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.
Keenam, memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam rupiah sebesar
50 basis poin (bps) yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan
ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor
prioritas lain. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Ketujuh, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi
penyebaran Covid-19 melalui: ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan
backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan
transaksi pembayaran secara nontunai.
penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang semula Rp 600 menjadi Rp 1
dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp 3.500 menjadi maksimum Rp 2.900,
berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020; dan mendukung
penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH
dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.

12
Hingga Selasa (24/3), BI menyatakan telah melakukan injeksi likuiditas di pasar uang
dan perbankan hampir Rp 300 triliun, yakni melalui pembelian SBN Rp 168 triliun, repo Rp 55
triliun dan dari penurunan GWM sebesar Rp 75 triliun. Ke depan, Perry bilang, BI akan terus
menempuh berbagai langkah dengan menggunakan berbagai instrumen yang ada untuk
memperkuat dan menstabilisasi pasar valas dan pasar keuangan. "BI bersama pemerintah dan
OJK juga akan menyediakan berbagai aspek yang berkaitan dengan penyediaan pembiayaan
perbankan.
SUMBER :KONTAN.CO.ID - JAKARTA.

13

Anda mungkin juga menyukai