Anda di halaman 1dari 28

Nama : Tifa Raftanja Dimara

NIM : 2131125
Jurusan : S1 Teknik Sipil

1. Coronavirus (Covid-19) merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan


penyakit saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Penyakit ini terutama menyebar di
antara orang-orang melalui tetesan pernapasan dari batuk dan bersin. Virus ini dapat
tetap bertahan hingga tiga hari dengan plastik dan stainless steel SARS CoV-2 dapat
bertahan hingga tiga hari atau dalam aerosol selama tiga jam.

2. Penaganan Virus-corona di papua sangat menyusahkan masyarakat papua,


terlebih banyaknya berita berita hox yang informasinya tidaklah akurat, sehingga
meningkatnya stress dan kecemasan pada masyarat yang di sebabkan oleh media
sosial yang terus menerus mendisikusikan informasi yang tidak benar.

3. Pada akhir tahun 2019 dunia di landai virus 19 yang amat membahayakan
manusia,virus tersebut dapat membahayakn kematian sehingga harus mendapatkan
penaganan yang serius. Terkait dengan itu, Polres Fakfak Bersama TNI, Dinas
Kesehatan dan BPBD, selasa (31/4/2020) melakukan penyemprotan Disinfektan
secara manual maupun menggunakan mobil water cannon milik Polres Fakfak.

4. Balai Latihan kerja atau BLK UPTD Fakfak, Rabu (01/04/2020) melakukan
bhakti sosial dengan membagi-bagikan masker.BLK membagikan 2.000 lembar
masker. Setelah semua berlalu, terjadinya LOCK DOWN, bekepanjangan, seperti
LOCK DOWN bandara, Pelabuhan.

5. Penyemprotan Disenfektan dilakukan terus menerus, upaya memutuskan


rantai Virus Corona. Penghimbauan kepada masyarakat agar menggunakan masker
saat keluar dari rumah, menjaga jarak,dan hindari kerumunan, dan sering mencuci
tangan.

6. Pada saat pandemi, semua kegiatan belajar mengajar dilakukan secara


ONLIINE. Dan kendala yang kami rasa ialah, kesulitan dalam mempelajari materi
yang Dosen berikan, dikarnakan jaringan yang tidak normal. Namun kami tetap
bersemngat mengikuti pelajaran yang Dosen berikan, penjelasan yang Dosen berikan
cukup sederhana sehingga kami dapat memahami materi tersebut dengan cepat dan
baik.
7. Ada beberapa aksi solidaritas yang dilakukan oleh TNI yang saya lihat sangat
antusias dalam membagikan Masker GERATIS kepada masyarakat yang tidak
menggunakan masker di tempat pengisisan BBM. Dan Kepolisian Resor Fakfak,
menyerahkan bantuan kemanusiaan berupa paket sembako pada 6 keluarga. Yang
dipimpin oleh Wakapolres Fakfak, kompol Daniel Cuma sarampang ini,
dilaksanakan dihalaman Mapolres Fakfak.

8. Tim Disinfektan Mobil kodim 1803/Fakfak bergerak dengan Route Tanjung


Wagom, Tumburuni, Pertokoan, &Jl Ahmad Yani untuk melakukan penyemprotan
disinfektan. Dan sampai saat ini Alhamdulillah kota Fakfak baik-baik saja, walau
banyak Rumor yang belum pasti kebenaran namun warga disini sangat antusias
dalam mengikuti himbauan dari pemerintah untuk jaga jarak, dan menggunakan
masker.

9. Dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional dan global


sangat terasa pada triwulan II tahun 2020. Triwulan I tahun 2020, ekonomi nasional
masih tumbuh 2,97%, walau turun dibandingkan dengan triwulan I tahun 2019 yang
sebesar 5,07. Hal ini terjadi karena pengaruh eksternal di mana Covid-19 sudah
merebak di beberapa negara seperti Cina.

10. Prediksi tersebut tentu membuat kita semakin optimis untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi nasional secara konsisten dan membangun
kerjasama dari seluruh komponen bangsa. Pemerintah Pusat mengambil kebijakan
pemulihan ekonomi yang holistic. Pelaksanaan kebijakan tersebut harus didukung
oleh pemerintah daerah.

11. Pemda mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan


efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Pemda memahami struktur ekonomi
daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Di samping itu,
kebijakan APBD dapat disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan
ekonomi di daerah.

12. Di samping itu, masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga
mempunyai peran yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.
Pemerintah memberikan kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya
disambut dengan positif oleh pelaku usaha dengan menggerakkan usahanya secara
baik.

13. Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal


dan moneter yang komprehensif. Di samping itu, Pemerintah juga mengalokasikan
dana APBN untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,2 triliun.

14. Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III.
Meskipun tidak bertumbuh positif, diharapkan ekonomi nasional tidak berkontraksi
sebesar triwulan II. Selanjutnya triwulan IV, diharapkan ekonomi nasional
bertumbuh positif sehingga kontraksi tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin.
Sementara itu, pada tahun 2021, diharapkan ekonomi nasional akan mengalami
recovery secara siginifkan.

15. Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat 3 (tiga) kebijakan yang dilakukan
yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta
menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan
secara bersamaan dengan sinergy antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang
kebijakan moneter dan institusi terkait.

16. Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri,
semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan bergerak. Konsumsi sangat terkait
dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi
anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli
masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra
Kerja, pembebasan listrik dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi
kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi
APBN/APBD. Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga
memberikan multiplier effects yang signifikan.

17. Pemerintah berusaha menggerakkan dunia usaha melalui pemberian


insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara
lain memberikan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi
bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja
sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh
Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Untuk korporasi, Pemerintah memberikan insentif
pajak antara lain bebas PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan
pengembalian pendahuluan PPN; menempatkan dana Pemerintah di perbankan
untuk restrukturisasi debitur. Pemerintah juga memberikan penjaminan modal kerja
untuk korporasi yang strategis, prioritas atau padat karya.

18. Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia


menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan
pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan
untuk mendorong aktivitas dunia usaha.

19. Pada umumnya berita tentang keganasan virus corona ini sudah tersebar di
penjuru dunia, dan hampir diseluruh dunia sedang berperang melawan virus ini.
Sebuah negara tidak hanya tinggal diam jika warga negaranya mendapat ancaman
baik secara eksternal maupun internal. Termasuk juga pandemic covid 19 ini.
20. Pemerintah telah berusaha keras untuk memutus rantai penyebaran covid 19
ini. Namun dibalik itu semua masih banyak terdapat warga negara yang tidak patuh
terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan. Kini di era new normal
pemerintah mewajibkan kepada seluruh warga negara untuk senantiasa menaati
protokol kesehatan, hal ini ditujukan sebagai salah satu bentuk usaha yang dilakukan
untuk memutus rantai penyebaran covid 19. Selain itu pemerintah juga tetap
berintegritas kepada masyarakatnya dengan memperhatikan keadaan didalam negara
itu sendiri sebagai salah satu bentuk recovery covid 19.

21. Fenomena rendahnya daya saing bangsa Indonesia di pasar global pada era
persaingan kualitas menunjukkan bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Rendahnya daya
saing bangsa ditunjukkan oleh indeks pengembangan manusia Indonesia yang berada
pada peringkat berada di peringkat 113 dari 188 negara (The United Nations
Development Programme, 2016). Laporan The Global Competitiveness Index 2015-
2016 yang dirilis oleh World Economic Forum, Indonesia menempati posisi ke 41
dari 138 negara di dunia dengan skor 4,5. Sedangkan negara tetangga Singapura
menempati posisi kedua, Malaysia posisi 25, dan Thailand posisi 34. Hal ini terjadi
antara lain karena rendahnya kualitas SDM masyarakat Indonesia (World Economic
Forum, 2017). Laporan tersebut menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan dalam
pembangunan manusia Indonesia untuk dapat bersaing dengan masyarakat asia dan
dunia. Oleh karena itu, guru sebagai sebuah profesi memiliki pengaruh besar terhadap
peningkatan kualitas SDM masyarakat Indonesia.

22. Usaha dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama calon guru
SD/MI menjadi tantangan bagi perguruan tinggi. Dalam hal ini kemampuan berfikir
kritis tidak terkecuali dalam mata kuliah konsep dasar matematika SD/MI penting
untuk dikuasai oleh mahasiswa calon guru SD/MI. Hal ini sejalan dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi
guru menyatakan bahwa kompetensi professional yang harus dimiliki seorang guru
SD/MI dalam mengajarkan matematika di SD/MI adalah menguasai pengetahuan
konseptual dan prosedural serta keterkaitan keduanya dalam konteks materi
aritmatika, aljabar, geometri, trigonometri, pengukuran, statistika, dan logika
matematika; mampu menggunakan matematisasi horizontal dan vertikal untuk
menyelesaikan masalah matematik dan masalah dalam dunia nyata; mampu
menggunakan pengetahuan konseptual, prosedural, dan keterkaitan keduanya dalam
pemecahan masalah matematika, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari;
dan mampu menggunakan alat peraga, alat hitung, dan piranti lunak komputer
(Permendikbud, 2007).

23. Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan berdasarkan hasil wawancara dengan
dosen matematika Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) salah satu masalah pada pembelajaran
matematika di lingkungan PGMI adalah rendahnya kompetensi mahasiswa calon
guru Madrasah Ibtidaiyah maupun Sekolah Dasar dalam menguasai materi-materi di
tingkat 110 Muallimuna : Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 3, No. 2, April 2018 I
Halaman: 108-115 sekolah dasar. Hal ini disebabkan dikarenakan seringnya
mahasiswa mengalami kesalahan konsep, prinsip dan operasi; (2) aktivitas
pembelajaran belum optimal; (3) minat belajar matematika mahasiswa rendah; (4)
interaksi antar mahasiswa kurang optimal.

24. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diteliti suatu pendekatan


pembelajaran lain yang efetif dan berkaitan antara konsep-konsep matematika
dengan kehidupan sehari- hari sehingga memungkinkan mahasiswa dapat
mengoptimalkan kemampuan berfikir kritis mahasiswa. Berpikir kritis matematis
adalah suatu cara berpikir dalam usaha memperoleh pengetahuan dengan
melalakukan pertimbangan dan membuat keputusan berdasarkan penalaran yang akan
digunakan dalam penyelesaian masalah matematika. Tujuan dari berpikir kritis
adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita
mengerti maksud dibalik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman
mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian. berpikir kritis akan dikategorikan
berdasarkan tingkatannya.

25. Pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir


kritis, diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
bercirikan berpusat kepada siswa, pembelajaran yang mampu menempatkan
mahasiswa sebagai peserta didik yang aktif, mandiri dan bertanggung jawab
sepenuhnya selama pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang berhubungan
langsung dengan pengembangan keterampilan berfikir kritis dan bercirikan berpusat
kepada siswa adalah model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran ini
menuntut dan membangun kreativitas berpikir solutif dan kecerdasan matematis
logis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Arends yang mengungkapkan bahwa
penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat membantu peserta didik dalam
mengembangkan pemikiran mereka, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual ( Arends, 2012). Adapun karakteristik dari PBM di antaranya adalah: 1)
memposisikan siswa sebagai self-directed problem solver melalui kegiatan
kolaboratif, 2) mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan
mengelaborasinya dengan mengajukan dugaan-dugaan dan merencanakan
penyelesaian, 3) memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi berbagai alternatif
penyelesaian dan implikasinya, serta mengumpulkan dan mendistribusikan
informasi, 4) melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan, dan 5) membiasakan

siswa untuk merefleksi tentang efektivitas cara berpikir mereka dalam menyelesaikan
masalah (Herman, 2007).

26. Selanjutnya untuk mengembangkan keterampilan berpikir berpikir kritis maka


model pembelajaran yang dikembangkan juga didasarkan pendekatan saintifik,
yaitu: pendekatan yang membina keterampilan peserta didik melalui proses
mengamati, menanya, dan membuktikan (Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014).
Pendekatan scientific ini memiliki karakteristik “doing science”. Pendekatan ini
memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses
pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-
tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Pendekatan saintifik ini dapat mendorong peserta didik untuk
melakukan keterampilan-keterampilan ilmiah agar secara aktif mengamati, menanya,
menalar, mengasosiakan dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik diyakini
sebagai titian emas perkembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Oleh karena
itu pembelajaran diharapkan dapat mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari
bebagai sumber melalui pengalaman nyata peserta didik agar dapat memecahkan
masalah. Dengan memecahkan masalah peserta didik harus mendapatkan cara-cara
berfikir, kebiasaan tekun dan rasa ingin tahu, 111 Pengaruh Model Pembelajaran
berbasis Masalah dengan Pendekatan Saintifik … I Ariani serta percaya diri dalam
mengungkapkan pendapatnya. Di kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi
seorang pemecah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat yang besar.
27. Jenis penelitian ini yaitu quasi eksperimen. Metode ini terdiri dari kelas
eksperimen dan kelas control. Kelas eksperimen merupakan kelas yang proses
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan pembelajaran saintifik, sedangkan kelas kontrol yaitu kelas yang proses
pembelajarannya menggunakan strategi ekspositori. Populasi target dalam penelitian
ini adalah seluruh mahasiswa PGMI semester 3 yang tersebar sebanyak 5 kelas.

28. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster


Random Sampling, yaitu pengambilan 2 dari 5 kelas semester 3. Kemudian, dua
kelas tersebut diundi lagi dan diperoleh kelas Banjarmasin yang terdiri dari 24
mahasiswa sebagai kelas eksperimen dan kelas Banjarbaru yang terdiri dari 24
mahasiswa sebagai kelas kontrol. Sebaran siswa di kedua kelas tersebut menurut
informasi dari pihak Program Studi PGMI bersifat heterogen baik dari jenis kelamin
maupun prestasi belajar siswa. Artinya tidak ada kelas unggulan di salah satu kelas
tersebut. Pembelajaran Geometri di kelas eksperimen maupun kelas kontrol
dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan tidak termasuk tes. Sementara itu,
pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol seperti biasanya dimana dosen
menggunakan pengajaran langsung dalam membelajarkan matematika kepada siswa
di kelas.

29. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan Posttest-Only Control Design.

30. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal post-test, perangkat
SAP, serta rubrik penilaian berfikir kritis. Soal yang dibuat berbentuk uraian
berdasarkan materi yang diajarkan kepada mahasiswa yaitu tentang Geometri.
Perangkat RPS akan divalidasi oleh dosen ahli dibidang Matematika SD,sedangkan
soal akan divalidasi secara empiris melalui ujicoba ke kelas yang bukan termasuk
kelas penelitian. Selain itu, sebelum soal dibuat, peneliti terlebih dahulu membuat
kisi-kisi soal.

31. Selain itu, SAP diuji coba terlebih dahulu untuk memastikan kesiapan pengajar
dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
pembelajaran saintifik. Tujuannya yaitu untuk memperbaiki langkah-langkah yang
dilakukan oleh pengajar apabila terdapat ketidaksesuaian antara sintak dalam SAP dan
langkah-langkah yang dilakukannya, serta menyesuaikan dengan lingkungan kelas
tersebut.

32. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini yaitu teknik tes. Teknik
tersebut dilakukan dengan memberikan serangkaian soal berbentuk Essay dan
melalui lembar kerja (worksheet) dan menggunakan assesmen presentasi dan
investigasi. Soal tes essay dibuat dengan mengacu pada indikator kemampuan berfikir
kritis matematika yaitu (1) focus: merumuskan pokok-pokok permasalahan
(menuliskan yang diketahui dan ditanyakan dari soal), (2) clarity: menjelaskan
istilah yang digunakan (mengubah pernyataan dalam bentuk simbol matematis dan
memberikan penjelasannya), (3) inference: membuat simpulan dari penyelesaian
suatu masalah.

33. Pada penelitian ini data diperoleh dari dua kelas yaitu kelas Banjarmasin dan
Kelas Banjarbaru. Kelas Banjarmasin sebagai kelas eksperimen merupakan kelas
yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
saintifik pada proses pembelajarannya. Sedangkan kelas Banjarbaru merupakan
kelas kontrol yang menggunakan strategi ekspositori pada proses pembelajarannya.
Untuk selanjutnya kelas eksperimen akan disebut kelas PBMPS dan kelas kontrol
disebut kelas ekspositori. Kelas Banjarmasin terdiri dari 24 mahasiswa dan kelas
Banjarbaru terdiri dari 24 mahasiswa. Materi yang diajarkan pada penelitian ini
adalah Geometri. Berikut ini analisis data kemampuan berpikir kritis.

34. Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran


berbasisis masalah dengan pendekatan saintifik, mahasiswa dipandang sebagai
individu yang memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi proses belajar. Setelah siswa terlibat dalam proses belajar yang
bermakna, siswa mengembangkan lebih lanjut pengetahuan tersebut ke tingkat yang
lebih tinggi, selain itu siswa juga secara aktif memperoleh pengetahuan baru dengan
membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. Mereka juga diberikan
kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang
matematika. Melalui eksplorasi berbagai masalah, baik masalah kehidupan sehari-
hari maupun masalah matematika. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
saintifik dapat mengasah kemampuan berfikir kritis.
35. Presseisen (dalam Rochaminah, 2008) memberi pengertian berpikir sebagai
suatu aktivitas mental dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu,
berpikir merupakan proses kognitif yang tidak dapat dilihat secara fisik. Hasil dari
berpikir dapat berupa ide, pengetahuan, prosedur, argumen, dan keputusan.

36. Pengertian berpikir menurut Presseisen masih bersifat umum, pengertian


berpikir dalam bidang matematika dikemukakan oleh Sumarmo (2008:3) sebagai
melaksanakan kegiatan atau proses matematika (doing math) atau tugas matematik
(mathematical task).

37. Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka berpikir matematik dapat


diartikan sebagai aktivitas mental dalam melaksanakan proses matematika (doing
math) atau tugas matematika (mathematical task).

38. Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematika yang


terlibat, berpikir matematika dapat digolongkan dalam berpikir matematik tingkat
rendah (low order mathematical tinking) dan berpikir matematik tingkat tinggi (high
order mathematical thinking) (Sumarmo, 2008: 3).

39. Berpikir matematik tingkat rendah mencakup: pemahaman tingkat rendah,


seperti mengenal dan menghafal rumus serta menggunakan dalam perhitungan
rutin/algoritmik (pemahaman: mekanikal, komputasional, instrumental, knowing
how to). Berpikir matematik tingkat tinggi meliputi: pemahaman tingkat tinggi
(pemahaman: rasional, relasional, fungsional, knowing), berpikir kritis matematis,
kreatif matematis dan intuitif. Kemampuan berpikir tingkat tinggi pada jenis:
pemahaman konsep (conceptual understanding), pemecahan masalah (problem
solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connection), dan representasi (representation) termuat di
dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) sebagai prinsip
dan standar matematika sekolah.

40. Dalam NCTM (2000), pemahaman konseptual (conceptual understanding)


dinyatakan sebagai salah satu prinsip belajar matematika sekolah. Ini berarti bahwa
dalam pembelajaran matematika di sekolah, siswa mempelajari konsep matematika
dengan pemahaman (conceptual understanding), secara aktif membangun
pengetahuan baru, dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman yang termasuk
dalam berfikir matematis tingkat tinggi. Sedangkan pemecahan masalah (problem
solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connection), dan representasi (representation) dinyatakan
sebagai standar proses atau kompetensi dalam pembelajaran matematika di sekolah.

41. Walaupun terdapat perbedaan dalam proses memperoleh kesimpulan,


penalaran deduktif dan penalaran induktif memiliki persamaan, yaitu kedua-duanya
merupakan argumen yang didefinisikan sebagai serangkaian proposisi yang
mempunyai struktur yang terdiri dari beberapa premis dan satu kesimpulan atau
konklusi (Sumarmo, 1987: 31-32).

42. Pembuktian (proof) menurut Educational Development Center (2003) (dalam


Fahinu, 2007:16) adalah suatu argumentasi logis yang menetapkan kebenaran suatu
pernyataan. Kesimpulan argumentasi diperoleh dari premis pernyataan, teorema lain
dan definisi. Logis berarti bahwa setiap langkah dalam argumentasi dibenarkan oleh
langkah-langkah sebelumnya.

43. Metode pembuktian diperlukan untuk meyakinkan kebenaran pernyataan atau


teorema yang pada umumnya berbentuk implikasi dan biimplikasi. Pembuktian
pernyataan implikasi menurut Martono (1999) (dalam Fahinu, 2007:18) terdiri dari
metode bukti langsung dan metode bukti tak langsung (kontraposisi dan kontradiksi).

44. Beberapa definisi yang berbeda mengenai berpikir kritis dikemukakan oleh
Steven (1991), Krulik dan Rudnik (1993), Ennis (1996) (dalam Rochaminah, 2008:
22-24). Meskipun terdapat perbedaan, namun pada dasarnya terdapat kesamaan yang
dapat dijadikan sebagai landasan dalam menghasilkan suatu definisi operasional.

45. Steven (1991) memberikan definisi berfikir kritis sebagai berpikir dengan benar
untuk memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliabel. Berpikir kritis merupakan
berpikir menggunakan penalaran, berpikir reflektif, bertanggung jawab, dan expert
dalam berpikir (dalam Rochaminah, 2008: 22). Berdasarkan pengertian tersebut
maka seseorang dikatakan berpikir kritis apabila dapat memperoleh suatu pengetahuan
dengan cara hati-hati, tidak mudah menerima pendapat tetapi mempertimbangkan
menggunakan penalaran, sehingga kesimpulannya terpercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Selanjutnya Steven mengemukakan bahwa proses berpikir
kritis dapat digambarkan seperti metode ilmiah, yaitu: mengidentifikasi masalah,
merumuskan hipotesis, mencari dan mengumpulkan data yang relevan, menguji
hipotesis secara logis, melakukan evaluasi dan membuat kesimpulan yang reliabel.

46. Pengertian berfikir kritis menurut Krulik dan Rudnik (1993) adalah
mengelompokkan, mengorganisasi, mengingat, dan menganalisis informasi yang
diperlukan, menguji, menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek dari situasi
masalah (dalam Rochaminah, 2008: 22). Pengertian berpikir kritis yang dikemukakan
Krulik dan Rudnik pada hakekatnya sejalan dengan pengertian berpikir kritis
menurut Delta-Pi: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika ISSN 2089-855X
Vol. 2, No. 1, April 2013 73 Steven karena keduanya menggunakan langkah-langkah
metode ilmiah dalam melakukan proses berfikir.

47. Ennis (1996: 1-2) mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses berpikir
dengan tujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan mengenai apa yang akan diyakini dan apa yang akan
dilakukan. Dalam memutuskan apa yang akan dipercaya dan apa yang akan
dilakukan, diperlukan informasi yang reliabel dan pemahaman terhadap topik atau
lapangan studi. Berdasarkan semua hal tersebut seseorang dapat mengambil
keputusan yang reliabel. Keputusan mengenai keyakinan sangat penting, Suatu
kunci dalam memutuskan suatu keyakinan sering merupakan sebuah argumen.
Berdasarkan definisi Ennis maka seseorang yang berpikir kritis mampu mengambil
keputusan mengenai apa yang akan diyakini dan apa yang akan dilakukan
berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan pemahaman terhadap topik yang
dihadapi.

48. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas, terdapat


satu kesamaan mengenai pengertian berpikir kritis, yaitu aktivitas mental yang
dilakukan menggunakan langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu: memahami
dan merumuskan masalah, mengumpulkan dan menganalisis informasi yang
diperlukan dan dapat dipercaya, merumuskan praduga dan hipotesis, menguji
hipotesis secara logis, mengambil kesimpulan secara hati-hati, melakukan evaluasi
dan memutuskan sesuatu yang akan diyakini atau sesuatu yang akan dilakukan, serta
meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi. Berpikir kritis matematis artinya
berpikir kritis dalam bidang matematika.
49. Beberapa penelitian mengenai Berpikir Kritis telah dilakukan oleh Gokhale
(1995) dan Brett at. al (2001) (dalam Rochaminah, 2008: 43 – 44). Berdasarkan hasil
dari kedua penelitian tersebut ditemukan bahwa pembelajaran kolaborasi, dan
pembelajaran kontekstual pada level mahasiswa lebih baik dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

50. Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang lebih tepat dalam
berpikir, bekerja, dan membantu lebih akurat dalam menentukan keterkaitan sesuatu
dengan lainnya. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam
pemecahan masalah atau pencarian solusi. Pengembangan kemampuan berpikir
kritis merupakan integrasi berbagai komponan pengembangan kemampuan, seperti
pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan
persuasi. Semakin baik pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka akan
semakin baik pula dalam mengatasi masalah-masalah.

51. Menurut Zamroni dan Mahfudz (2009:30) ada empat cara meningkatkan
keterampilan berpikir kritis yaitu dengan: (1) model pembelajaran tertentu, (2)
pemberian tugas mengkritisi buku, (3) penggunaan cerita, dan, (4) penggunaan
model pertanyaan socrates. Dalam penelitian ini bahasan akan difokuskan hanya
pada model pembelajaran.

52. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, keterampilan berpikir kritis dapat


ditingkatkan dengan model pembelajaran. Namun demikian, tidak semua model
pembelajaran secara otomatis dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis.Hanya model pembelajaran tertentu yang akan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis, paling tidak mengandung tiga proses, yakni (a) Perpustakaan IAI Agus Salim
April 2020 5 Kemampuan Berfikir Kritis Matematis penguasaan materi, (b)
internalisasi, dan (c) transfer materi pada kasus yang berbeda.Penguasaan siswa atas
materi, dapat cepat atau lambat dan dapat dalam atau dangkal. Kecepatan atau
kelambatan dan kedalaman atau kedangkalan penguasaan materi dari siswa sangat
tergantung pada cara guru melaksanakan proses pembelajaran; termasuk dalam
menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter materi pembelajaran
yang dipelajari.
53. Internalisasi merupakan proses pengaplikasian materi yang sudah dikuasai
dalam frekuensi tertentu, sehingga apa yang telah dikuasai, secara pelan-pelan
terpateri pada diri siswa, dan jika diperlukan akan muncul secara otomatis.
Mengaplikasikan suatu pengetahuan yang dikuasai amat penting artinya bagi
pengembangan kerangka pikir. Akan lebih penting lagi apabila aplikasi dilakukan
pada berbagai kasus atau konteks yang berbeda. Sehingga terjadi proses transfer of
learning, dengan transfer of learning akan terjadi proses penguatan critical thinking.

54. Steven (1991) memberikan definisi berpikir kritis sebagai berpikir dengan benar
untuk memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliabel. Sejalan dengan Steven,
Rochaminah (2008: 22) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir
menggunakan penalaran, reflektif, bertanggung jawab, dan expert dalam berpikir atau
keterampilan siswa untuk memecahkan suatu masalah dengan mengembangkan
potensi siswa (Chotimah, et. al, 2018:69), dengan mampu memecahkan masalah
siswa dapat menerapkan kedalam kehidupan sehari-hari (Islamiah, et. al, 2018:48,
Siswanto, et. al, 2018:69). Berdasarkan pengertian tersebut berpikir kritis dapat
didefinisikan sebagai berpikir secara mendalam dengan menggunakan penalaran
untuk memperoleh pengetahuan yang relevan dan mampu bertanggung jawab.

55. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata mandiri berarti dapat
berdiri sendiri, sementara kemandirian adalah belajar mandiri atau keadaan di mana
seseorang mampu berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Menurut Lilik, dkk
(2013:64), kemandirian belajar adalah suatu keterampilan belajar di mana dalam
proses belajar tersebut, individu dimotivasi, dikendalikan dan dinilai oleh individu
itu sendiri. Selanjutnya menurut Brookfield (2000:130-133), bahwa kemandirian
belajar adalah suatu kegiatan untuk mencapai tujuan dengan kesadaran diri sendiri dan
digerakan oleh diri sendiri. Dengan kemandirian, siswa mampu menggali informasi
dari berbagai sumber selain dari guru (Fajriyah, et. al, 2018:288) dan menimbulkan
rasa percaya diri, sikap yang positif dan mampu mengevaluasi diri (Bungsu, et. al,
2018:383).

56. Berdasarkan pengertian tersebut, kemandirian belajar dapat disimpulkan sebagai


suatu kegiatan yang berasal dari kemauan diri sendiri, belajar yang mandiri dan tidak
bergantung terhadap orang lain serta bertanggung jawab agar tercapainya tujuan
belajar yang diinginkan.
57. Masalah yang terjadi saat ini terutama di Mts Al-Mukhtariyah Mande yaitu
sugesti buruk siswa pada pelajaran matematika membuat matematika lebih sedikit
disukai dari pelajaran lainnya hal ini sejalan dengan Ayubi (2018:356) bahwa tidak
sedikit siswa yang berasumsi bahwa matematika merupakan mata pelajarn yang
sulit, ini terlihat ketika diawal pembelajaran siswa sudah mengeluh karena mereka
langsung berpikir bahwa mereka tidak bisa, saat belajar siswa ada yang
memperhatikan dan ada pula yang tidak, bahkan ada siswa yang mengganggu siswa
yang lainnya yang menyebabkan mereka tidak bisa fokus pada saat belajar. Saat siswa
diberi soal siswa langsung mengisi soal tanpa terlebih dahulu menulis apa yang
mereka ketahui dan tidak mereka mengetahui. Siswa juga belum paham betul dari
materi yang sudah guru jelaskan. Contohnya siswa belum mengerti macam-macam
metode yang terdapat dalam materi SPLDV.

58. Jadi penyelesaian dari masalah yang telah diuraikan diatas bahwa kita harus
bisa membuat siswa menyukai pelajaran matematika dan membuat siswa paham
bahwa matematika itu juga bermanfaat untuk ilmu lainnya bahkan semua yang
dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, selain hanya untuk hitung-
menghitung. Salah satu cara untuk bisa membuat anak berpikir kritis adalah
memberikan soal yang tidak rutin, untuk menarik perhatian siswa bisa juga dengan
ANALISIS KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS MATEMATIK SERTA
KEMANDIRIAAN BELAJAR SISWA SMP TERHADAP MATERI SPLDV, Fauziah
Hidayat, Padillah Akbar, Martin Bernard 517 memanfaatkan media yang disediakan
seperti ICT dan alat peraga. Dalam pembelajaran pun siswa harus dilatih untuk
menemukan konsep sendiri dengan cara menggunakan pendekatan yang tepat.

59. Metode yang dipilih adalah deskriptif kualitatif. Strauss dan Corbin
(Cresswell, 1998:24) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian di mana penemuan-penemuan yang dihasilkan tidak dapat
dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi
(pengukuran).

60. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-B dan VIII-D di Mts Al-
Mukhtariyah Mande tahun pelajaran 2017-2018. Jumlah siswa pada kelas VIII-B
berjumlah 25 orang yang terdiri dari 13 siswa laki-laki, 12 siswa perempuan untuk
kelas VIII-D ada 33 orang yakni terdiri dari 15 siswa laki-laki, 18 siswa perempuan.
Penentuan 2 kelas pada penelitian ini dilakukan menggunakan teknik acak yang
disesuaikan dengan jadwal mengajar guru. Adapun objek dalam penelitian ini adalah
kemampuan berpikir kritis serta kemandirian belajar siswa kelas VIII-B dan kelas
VIII-D Mts AlMukhtariyah Mande tahun ajaran 2017-2018 dengan materi Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel pada pembelajaran matematika.

61. Teknik pengumpulan data menggunakan dua jenis instrumen, yaitu tes soal
kemampuan berpikir kritis yang telah dilakukan validasi dan soal angket. Soal tes
berupa uraian yang memuat indikator berpikir kritis mengenai materi SPLDV terdiri
dari 5 soal untuk menguji kemampuan berpikir kritis siswa, dan skala mengenai
kemandirian belajar.

62. Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang lebih dikenal sebagai MEA
merupakan sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas
yang berlaku diantara negara-negara anggota ASEAN. Tujuan dari MEA adalah
menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang mana terjadi arus
barang, jasa, investasi aliran modal, dan tenaga terampil yang bebas. MEA
memberikan banyak tantangan bagi Indonesia, baik secara eksternal maupun secara
internal. Tantangan eksternal yang utama diantaranya tingkat persaingan
perdagangan yang semakin ketat dengan Negara ASEAN lainnya. Sementara itu,
tantangan internal Indonesia antara lain rendahnya pemahaman masyarakat terhadap
MEA, ketidaksiapan daerah menghadapi MEA, tingkat pembangunan daerah yang
belum merata, dan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) serta ketenagakerjaan
Indonesia.

63. Implementasi MEA membutuhkan kesiapan yang matang dalam berbagai


sektor. Untuk menghadapi tantangan MEA, Indonesia perlu mengembangkan potensi
yang ada. Salah satu potensi yang dimiliki Indonesia adalah jumlah penduduk yang
besar dengan luas dan letak geografi yang strategis. Potensi ini harus didukung
dengan peningkatan pendidikan dan keterampilan untuk meningkatkan produktivitas
kerja, serta mencetak SDM yang berkualitas.

64. Berdasarkan fakta diatas, meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi
sangat penting dilakukan untuk mendorong peningkatan daya saing nasional. Hal ini
didukung pula dengan pernyataan Dimyati (2015) dimana pembenahan kualitas
sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan
dan kemajuan suatu bangsa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan Eny Sulistiani, Masrukan 606 | Seminar Nasional Matematika X
Universitas Negeri Semarang 2016 SDM adalah dengan meningkatkan kualitas
dibidang pendidikan. Pendidikan menjadi unsur penting yang harus mendapat
prioritas utama dalam menghadapi persaingan MEA. Melalui pendidikan, setiap
siswa dilatih untuk mengembangkan kemandirian dan kemampuan berpikir kritis.

65. Glaser mendifinisikan berpikir kritis sebagai suatu sikap untuk berpikir secara
mendalam terkait masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan
pengalaman seseorang (Fisher, 2008: 3). Glaser juga mengungkapkan berpikir kritis
sebagai suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode pemeriksaan dan
penalaran yang logis. Keterampilan berpikir kritis sangat penting dikuasai oleh siswa
agar siswa lebih terampil dalam menyusun sebuah argumen, memeriksa kredibilitas
sumber, atau membuat keputusan. Salah satu alat untuk mengembangkan
kemampuan kritis siswa adalah matematika.

66. Matematika memiliki peranan penting dalam membentuk dan


mengembangkan keterampilan berpikir nalar, logis, sistematis dan kritis. Depdiknas
(2006: 361), menyatakan bahwa pengembangan kemampuan berpikir kritis menjadi
fokus pembelajaran dan menjadi salah satu standar kelulusan siswa SMP dan SMA.
Dikehendaki, lulusan SMP maupun SMA, mempunyai kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama.
Namun kenyatannya, pelaksanaan pembelajaran matematika disekolah belum
sepenuhnya melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Sampai saat ini perhatian
pengembangan kemampuan untuk berfikir kritis masih relatif rendah sehingga masih
terbuka peluang untuk mengesplorasi kemampuan berfikir kritis serta
pengembangannya. Sementara itu, untuk menghadapi tantangan MEA juga
diperlukan peningkatan pada sektor human development yang dapat dilakukan
melalui pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai generasi penerus
bangsa. Pernyataan tersebut semakin menguatkan pentingnya berpikir kritis dalam
pembelajaran, khususnya matematika. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis
perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan
dari berbagai kemungkinan secara efektif. Dalam artikel ini akan dieksplorasi
pentingnya berfikir kritis dalam pembelajaran matematika dan peranannya dalam
menghadapi MEA. Hasil kajian ini dapat dijadikan dasar pada penelitian-penelian
berikutnya tentang berfikir kritis.

67. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi


regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama dari MEA
2015 adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang
mana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran
modal yang lebih bebas. Bagi Indonesia, pembentukan MEA akan memberikan
tantangan yang tidak hanya bersifat internal di dalam negeri, tetapi juga akan
mengakibatkan terjadinya persaingan antar sesama negara ASEAN dan negara lain
diluar ASEAN, seperti Cina dan India. Selain itu permasalahan homogenitas
komoditas yang diperjualbelikan serta keterbatasan infrastruktur dalam negeri juga
menjadi masalah krusial di masa mendatang.

68. Sejauh ini, langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk
menghadapi MEA,diantaranya : (1) pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3IE) sebagai penguatan daya
saing ekonomi; (2) gerakan Nation Branding sebagai pengembangan ekonomi kreatif
sebagai wujud program Aku Cinta Indonesia (ACI); (3) penguatan sektor UMKM; (4)
perbaikan infrastruktur; (5) peningkatan kualitas sumber daya manusia; dan (6)
reformasi kelembagaan dan pemerintah (Warta Ekspor Edisi Januari 2015).

69. Sementara itu, sebagian pendapat menyatakan bahwa sampai saat ini Indonesia
belum sepenuhnya siap menghadapi MEA. Hal ini disebabkan karena daya saing
ekonomi nasional dan daerah dinilai masih rendah dan belum siap untuk bersaing
dalam MEA. Selain itu, Direktur Eksekutif Core Indonesia, Hendri Saparini
sebagaimana dikutip dalam Warta Ekspor, menilai bahwa persiapan yang dilakukan
pemerintah Indonesia dalam menghadapi MEA masih belum optimal. Pemerintah
baru melakukan sosialisasi tentang “Apa itu MEA”, belum pada sosialisasi apa yang
harus dilakukan untuk memerangi MEA. Berkaitan dengan hal tersebut, khususnya
untuk membantu langkah pemerintah dalam menghadapi MEA dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia, maka salah satu langkah yang harus dilakukan adalah
peningkatan kualitas pendidikan untuk mencetak lulusan yang unggul, dan kompetitif
serta mampu bersaing di era global.
70. Peran dunia pendidikan sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan di era
MEA. Hal ini didukung oleh Masrukan (2015), yang menyatakan bahwa pendidikan
khususnya pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam mendukung
pembentukan MEA dan dalam mempersiapkan masyarakat Indonesia untuk
menghadapi integrasi regional. Pendidikan yang berkualitas dapat dilihat dari output
yang dihasilkan yaitu siswa-siswa yang tidak hanya unggul di bidang akademik (hard
skill), tetapi juga unggul dalam soft skill, sehingga akan menjadi pribadi yang
berkompeten, mandiri, kerja keras dan professional. Secara garis besar, peran
pendidikan dalam menghadapi MEA diantaranya

: (1) Pendidikan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Pendidikan memberikan bekal


ilmu pengetahuan bagi siswa. Ilmu pengetahuan memberikan wawasan yang luas bagi
siswa yang nantinya berguna dalam memecahkan masalah dan membantu siswa
dalam mengembangkan kemampuannya. (2) Pendidikan memberikan
keterampilan. Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mengajarkan keterampilan
pada siswa baik disekolah formal, maupun non formal. MEA menuntut masyarakan
Indonesia memiliki keterampilan yang mumpuni diberbagai bidang ilmu, dengan
tujuan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri hingga nantinya bisa
bersaing dengan masyarakat dari negara lain di ASEAN. (3) Pendidikan sebagai
sarana melatih mental, tanggung jawab, dan kedisiplinan.Pemerintah saat ini sedang
gencar-gencarnya menanamkan pendidikan karakter dalam pembelajaran di sekolah.
Mental, tanggung jawab, dan kedisiplinan yang tinggi menjadi unsur penting yang
harus dikembangkan di era pendidikan saat ini.

71. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu solusi ampuh dalam menghadapi
MEA. Pentingnya pendidikan sebagai kekuatan suatu bangsa untuk menghadapi
tantangan MEA, maka perlu dirumuskan cara mengelola pengetahuan dalam
merancang langkah penyelesaian masalah untuk menghadapi tantangan dunia yang
semakin kompleks. Lembaga pendidikan perlu meningkatkan mutu pendidikan dengan
menciptakan inovasi pembelajaran yang mampu merangsang siswa untuk berpikir
tingkat tinggi dalam memecahkan suatu permasalahan. Salah satu alat dalam dunia
pendidikan yang dapat mencetak SDM berkualitas yang berkompeten dan mampu
bersaing dalam MEA adalah dengan melatih high order thinking siswa pada aspek
berpikir kritis melalui pembelajaran matematika.
72. Beragam definisi dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi berpikir
kritis. Beberapa komponen berpikir kritis yang dikemukakan para ahli mengandung
banyak kesamaan. Schafersman (1991: 3) mendefinisikan berpikir kritis sebagai
kegiatan berpikir dengan benar dalam memperoleh pengetahuan yang relevan dan
reliabel. Berpikir kritis diartikan sebagai berpikir nalar, reflektif, bertanggungjawab,
dan mahir berpikir. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Ennis (1993: 180) yang
mengatakan bahwa, berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif
yang berfokus untuk menentukan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Tujuan
berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran
mengarah kepada suatu tujuan yang akhirnya memungkinkan untuk membuat
keputusan. Sementara itu, Johnson (2002: 183) mengartikan berpikir kritis sebagai
kemampuan untuk berpendapat dengan cara terorganisasi, dan merupakan
kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan
pendapat orang lain. Paul, Fisher dan Nosich (1993: 4) sebagaimana dikutip dalam
Fisher (2008: 4) mengungkapkan berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal,
substansi, atau masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas
pemikirannya dengan menangani secara terampil strukturstruktur yang melekat dalam
pemikiran dan menerapkan standar intelektual padanya. Menurut Fisher (2008: 4)
definisi tersebut sangat menarik karena ia mengarahkan perhatian pada keistimewaan
berpikir kritis dimana para guru dan peneliti dibidang ini pada prinsipnya menyetujui
bahwa satu-satunya cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis seseorang
adalah melalui berpikir tentang dirinya sendiri, dan secara sadar berupaya untuk
memperbaikinya dengan merujuk pada beberapa model berpikir yang baik dalam
bidang itu.

73. Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat diperlukan pada zaman
sekarang. Selain itu, berpikir kritis juga memiliki manfaat dalam jangka panjang,
mendukung siswa dalam mengatur keterampilan belajar mereka, dan kemudian
memberdayakan individu untuk berkontribusi secara kreatif pada profesi yang mereka
pilih. Udi & Cheng (2015: 456) menegaskan bahwa berpikir kritis harus menjadi
dasar yang meresap dari pengalaman pendidikan semua siswa mulai dari pra-sekolah
hingga SMA dan perangkat di universitas serta program terstruktur dalam berpikir
kritis harus dimulai dengan mengenalkan karakter (disposisi) yang tepat dan beralih
menuju ke pengembangan kemampuan berpikir kritis. Artinya, berbekal dengan
kemampuan berpikir kritis, guru telah membantu mempersiapkan peserta didik untuk
masa depannya. Lebih lanjut Ben- Chaim, et all (2000: 149) mengatakan bahwa
kemampuan berpikir kritis menjadi sangat penting agar sukses di kehidupan, sebagai
langkah perubahan untuk terus melaju dan sebagai kompleksitas serta saling
meningkatkan ketergantungan.

74. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah
berpikir rasional tentang sesuatu, kemudian mengumpulkan informasi sebanyak
mungkin tentang sesuatu tersebut yang meliputi metode-metode pemeriksaan atau
penalaran yang akan digunakan untuk mengambil suatu keputusan atau melakukan
suatu tindakan. Seseorang yang berpikir kritis memiliki ciri-ciri : (1) mampu berpikir
secara rasional dalam menyikapi suatu permasalahan; (2) mampu membuat keputusan
yang tepat dalam menyelesaikan masalah; (3) dapat melakukan analisis,
mengorganisasi, dan menggali informasi berdasarkan fakta yang ada; (4) mampu
menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah dan dapat menyusun argumen
dengan benar dan sistematik.

75. Matematika merupakan bagian dari ilmu yang memiliki sifat khas jika
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang lain. Kekhasan pada matematika
menjadikan matematika sebagai ratu sekaligus pelayan dalam ilmu pengetahuan.
Pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari menjadikan matematika
sebagai salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai oleh setiap siswa. Menurut
Lambertus (2009: 138-

139) matematika mempelajari tentang pola, struktur, keteraturan yang terorganisasi,


yang dimulai dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi kemudian ke unsurunsur yang
terdefinisi, hingga ke aksioma atau postulat dan dalil-dalil atau teorema. Komponen
matematika tersebut membentuk suatu sistem yang saling berhubungan dan
terorganisir dengan baik.

76. Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, yang artinya proses pengerjaan
matematika harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi
berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pada pembuktian
secara deduktif. Berpikir deduktif merupakan cara berpikir yang diawali dari
pembuktian pernyataan yang bersifat umum yang dilanjutkan dengan penarikan
kesimpulan yang bersifat khusus. Tujuan dari berpikir deduktif adalah untuk
menentukan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Dalam penalaran deduktif,
kesimpulan yang ditarik merupakan akibat logis dari alasan-alasan yang bersifat
umum menjadi bersifat khusus. Penerapan cara berpikir deduktif ini akan
menghasilkan teorema-teorema yang selanjutnya dipergunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah baik dalam matematika murni maupun dalam matematika terapan.

77. Keunikan dan kompleksitas unsur pada matematika mengharuskan para


pembelajar matematika mampu berpikir kritis dalam mempelajari matematika.
Glaser (Sumarmo, dkk., 2016: 18) menyatakan bahwa berpikir kritis dalam
matematika merupakan kemampuan dan disposisi yang dikombinasikan dengan
pengetahuan, kemampuan penalaran matematik, dan strategi kognitif sebelumnya,
untuk menggeneralisasikan, membuktikan, mengevaluasi situasi matematik secara
reflektif. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika sangat
diperlukan untuk memahami dan memecahkan suatu permasalahan atau soal
matematika yang membutuhkan penalaran, analisis, evaluasi dan intrepetasi pikiran.
Berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat meminimalisir terjadinya
kesalahan saat menyelesaikan permasalahan, sehingga pada hasil akhir akan
diperoleh suatu penyelesaian dengan kesimpulan yang tepat. Glazer menyebutkan
beberapa syarat-syarat untuk berpikir kritis dalam matematika, yaitu (1) Adanya
situasi yang tidak dikenal atau akrab sehingga seorang individu tidak dapat secara
langsung mengenali konsep matematika atau mengetahui bagaimana menentukan
solusi suatu masalah. (2) Menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya,
penalaran matematika dan strategi kognitif. (3) Menghasilkan generalisasi,
pembuktian dan evaluasi. (4) Berpikir reflektif yang melibatkan pengkomunikasian
suatu solusi, rasionalisasi argumen, penentuan cara lain untuk menjelaskan suatu
konsep atau memecahkan suatu masalah dan pengembangan studi lebih lanjut.

78. Peningkatkan pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran


matematika sangat diperlukan karena berpikir kritis dan matematika merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui berpikir
kritis dan berpikir kritis dilatih melalui serangkaian proses dalam pembelajaran
matematika. Baik kemampuan maupun keterampilan berpikir kritis perlu
dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Keterampilan berpikir kritis
dipahami sebagai kemampuan yang ada dalam diri (innerability) yang mengacu pada
kemampuan khusus yang diperoleh melalui pengalaman atau latihan untuk
melakukan tugas tertentu. Sementara itu kemampuan berpikir kritis diartikan sebagai
kegiatan penalaran yang beroriantasi pada suatu proses intelektual yang melibatkan
pembentukan konsep, aplikasi, analisis, ataupun penilaian dari suatu informasi untuk
memecahkan suatu masalah. Keterampilan berpikir kritis sebagai aspek
psikomotorik, dan kemampuan berpikir kritis sebagai aspek kognitif dalam penilaian
hasil belajar. Keduanya harus saling bersinergi secara seimbang dalam pelaksanaan
pembelajaran matematika untuk melatih siswa dalam menganalisis pemikirannya
sendiri dalam memutuskan suatu pilihan dan menarik kesimpulan, serta untuk
meningkatkan hasil belajar.

79. Keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat


dikembangkan melalui proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang berpedoman
pada indikator keterampilan berpikir kritis yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Fisher (2009: 8) menekankan pada indikator keterampilan berpikir kritis yang
penting meliputi: (1) mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan
(alasan dan kesimpulan);

(2) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi; (3) mengklarifikasi dan


menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan; (4) menilai
aksetabilitas (kredibilitas dan klaim); (5) mengevaluasi berbagai argumen; (6)
menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan; (7) menganalisis,
mengevaluasi, dan membuat kesimpulan; (8) menarik inferensi-inferensi; dan (9)
menghasilkan argumenargumen. Sementara itu, kemampuan berpikir kritis siswa
juga dapat dikembangkan dengan mengacu pada langkah-langkah berpikir kritis
siswa menurut Fisher dengan sedikit modofikasi agar dapat diterapkan dalam
penyelesaian soal matematika.

80. Pengembangan keterampilan dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam


pembelajaran matematika merupakan salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan
dalam menghadapi MEA. Hal ini didukung pendapat Aring (2015: 16) yang
mengatakan bahwa sekolah menengah perlu menyediakan kurikulum dan pedagogi
yang dapat meningkatkan kreativitas, pemecahan masalah, berpikir kritis dan
kewirausahaan dalam menghadapi tantangan pendidikan tinggi di ASEAN. Jelas
bahwa berpikir kritis menjadi salah satu faktor yang harus diprioritaskan untuk
bersaing dalam MEA. Sementara itu, Waluya (2012) sebagaimana dikutip dalam
Setiawan (2016: 7) mengungkapkan bahwa pendidikan matematika juga dapat
digunakan dalam mempersiapkan peserta didik sebagai calon insan cendikia dan
tenaga kerja terdidik dalam era MEA. Hal ini bisa dilihat dari nilai-nilai atau
karakter yang perlu dikembangkan berkaitan dengan matematika, salah satunya yaitu
berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Pembelajaran matematika yang melatih
berpikir kritis memberikan dampak positif bagi siswa baik selama proses
pembelajaran, maupun setelah proses pembelajaran berlangsung. Beberapa dampak
positif yang dialami siswa dari berpikir kritis dalam pembelajaran matematika,
diantaranya : (1) Melatih keterampilan dalam memecahkan masalah. Pembelajaran
matematika yang dirangkai sesuai tahap berpikir kritis akan melatih siswa untuk
terbiasa melakukan langkah-langkah kecil terlebih dahulu sebelum akhirnya terampil
dalam berpikir ketingkat yang lebih tinggi dalam menyelesaikan solusi suatu
permasalahan. Hal ini akan secara tidak langsung membekali siswa untuk mencari
tindakan terbaik yang harus dipilih dalam bersaing dengan negara-negara ASEAN.
(2) Munculnya pertanyaan inovatif, dan merancang solusi yang tepat.
Mengembangkan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika akan merangsang
rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari. Akibatnya siswa termotivasi
untuk bertanya, dan mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk menemukan
solusi dari permasalahan yang diajukan. Kaitan dampak positif ini dengan MEA
adalah dengan tumbuhnya rasa ingin tahu siswa, akan tergerak nurani untuk
mencoba hal-hal baru, menciptakan temuan-temuan baru untuk selanjutnya
digunakan sebagai alat dalam bersaing dengan negara-negara ASEAN. (3) Aktif
membangun argumen dengan menunjukkan bukti- bukti yang akurat dan logis.
Langkah-langkah berpikir kritis saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang
utuh. Pengaplikasian langkah tersebut dalam pembelajaran matematika
memungkinkan siswa untuk mengevaluasi pemikiran mereka sendiri maupun
pemikiran orang lain untuk kemudian merangkum hasil evaluasi tersebut sampai
pada kesimpulan, yang selanjutnya diungkapkan dalam bentuk argumen yang logis dan
kritis.

81. Secara umum, berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat melatih
siswa untuk berpartisipasi secara aktif untuk memperoleh dan merasakan
pengalamanpengalaman yang bermakna dalam proses pembelajaran. Akibatnya,
siswa terbiasa menghadapi tantangan dan memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah, hingga pada akhirnya tercipta sumber daya manusia Indonesia yang unggul
dan berkualitas serta siap bersaing menghadapi tantangan MEA.

82. Solso et al (2008: 402) mendefinisikan berpikir sebagai proses yang


membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi
kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan,
penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep,
kreativitas, dan kecerdasan.

83. Krulick dan Rudnick (Ismaimuza, 2010) mengemukakan bahwa berpikir kritis
merupakan suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi
semua aspek dari suatu situasi masalah, termasuk di dalamnya kemampuan untuk
mengumpulkan informasi, mengingat, menganalisis situasi, membaca serta
memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan.

84. Sedangkan Ennis (1995) menyatakan ada enam unsur dasar yang perlu
dipertimbangkan dalam berpikir kritis, yaitu: fokus, alasan, kesimpulan, situasi,
kejelasan dan pemeriksaan secara keseluruhan. Keseluruhan unsur ini dapat
membentuk suatu keputusan yang tepat jika dipertimbangkan dengan matang.
Facione (2010) mengemukakan juga keterampilan-keterampilan kognitif yang
merupakan inti dari berpikir kritis berupa interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan,
penjelasan, dan pengaturan diri sendiri.

85. Menurut Facione (2010) lagi, para ahli yakin bahwa berpikir kritis merupakan
fenomena dari tujuan hidup manusia. Pemikir kritis yang ideal memiliki ciri-ciri tidak
hanya oleh keterampilan kognitif mereka tetapi juga oleh bagaimana mereka
memiliki pendekatan hidup. Berpikir kritis ada jauh sebelum mengikuti sekolah,
yang terdapat pada bagian paling utama dari sebuah peradaban. Hal ini merupakan
suatu batu loncatan dalam perjalanan hidup umat manusia yang diambil dari
kebiadaban kepada rasa sensitivitas secara global.
86. Dengan demikian berpikir kritis merupakan suatu kebutuhan bagi manusia
untuk menelaah dan memilah segala kemungkinan hidup yang dihadapi demi
keselamatan dan kebaikan kehidupan. Setiap orang mesti mampu berpikir kritis, malah
mesti dibina agar kemampuan berpikir kritis tersebut terarah dan tersusun dengan
baik. Untuk melatih kebiasaan berpikir kritis ini mesti dimulai sejak mereka berada
di bangku sekolah sebagai tempat yang memang semestinya membina dan
memunculkan segala kemampuan yang mungkin muncul akibat dari proses
pendidikan.

87. Namun kebiasan berpikir kritis ini belum ditradisikan di sekolah-sekolah.


Seperti yang diungkapkan kritikus Jacqueline dan Brooks (Santrock, 2007), sedikit
sekolah yang mengajarkan siswanya berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa
memberi jawaban yang benar daripada mendorong mereka memunculkan ide-ide
baru atau memikirkan ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada. Terlalu sering
para guru meminta siswa untuk menceritakan kembali, mendefinisikan,
mendeskripsikan, menguraikan, dan mendaftar daripada menganalisis, menarik
kesimpulan, menghubungkan, mensintesakan, mengkritik, menciptakan,
mengevalusi, memikirkan dan memikirkan ulang. Akibatnya banyak sekolah
meluluskan siswa-siswa yang berpikir secara dangkal, hanya berdiri di permukaan
persoalan, bukannya siswa-siswa yang mampu berpikir secara mendalam.

88. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu yang secara jelas mengandalkan proses
berpikir dipandang sangat baik untuk diajarkan pada anak didik. Di dalamnya
terkandung berbagai aspek yang secara substansial menuntun murid untuk berpikir
logis menurut pola dan aturan yang telah tersusun secara baku. Sehingga seringkali
tujuan utama dari mengajarkan matematika tidak lain untuk membiasakan agar anak
didik mampu berpikir logis, kritis dan sistematis.

89. Berpikir kritis dalam belajar matematika sebenarnya telah terjadi secara tidak
langsung melalui proses pengerjaan tahap demi tahap analisis yang dilakukan. Untuk
menuju pada kesimpulan akhir dari proses pembuktian dan penyelesaian jawaban
dari suatu permasalahan matematika, dalam pikiran subjek yang menggelutinya telah
terjadi proses berpikir kritis.

90. Namun berpikir kritis yang demikian belum maksimal memunculkan daya pikir
kritis siswa, karena perannya belum dioptimalkan untuk membantu siswa melejitkan
kemampuan daya kritisnya. Perlu suatu upaya yang lebih kentara lagi dan lebih
berdaya guna agar kemampuan berpikir kritis mereka dapat diukur dan
dioptimalkan. Upaya tersebut yakni dengan mengembangkan suatu produk
pembelajaran yang memuat unsurunsur berpikir kritis, khususnya berpikir kritis
matematis.

91. Salah satu pendekatan yang diperkirakan baik untuk diterapkan dalam
pembelajaran matematika adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan
konteks kehidupan sehari-hari siswa. Dari ketujuh komponen utama pembelajaran
kontekstual, sangatlah sinkron dengan upaya memunculkan kemampuan berpikir
kritis siswa (Johnson, 2010), terutama pada komponen bertanya, menemukan, dan
refleksi. Bahkan menurut Johnson berpikir kritis merupakan salah satu karakteristik
dari pendekatan CTL.

92. Muslich (2007) mengemukakan kesadaran perlunya pendekatan kontekstual


dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak
mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana
pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Sehingga menurut Depdiknas (2007)
pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari
satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

93. Komponen pembelajaran kontekstual seperti yang dijelaskan Muslich (2007)


memuat tujuh hal pokok yakni konstruktivisme, bertanya, menyelidiki atau
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang
sebenarnya.

94. Berdasarkan Teori Perkembangan Kognitif Piaget, anak usia SMP (12-15 tahun)
belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak, dalam pembelajarannya kehadiran
bendabenda konkrit masih diperlukan. Meski begitu harus pula mulai dikenalkan
benda-benda semi konkrit. Namun pada level SMP ini, anak sudah mulai dapat
menangkap maksud dari suatu permasalahan secara lebih jelas, mempertimbangkan,
mengajukan dugaan, dan menganalisa secara sederhana keterkaitan antar subjek
permasalahan. Di sinilah peran berpikir kritis bagi anak usia SMP tersebut, yang
dalam hal ini mengacu pada pendapat Piaget (mengenai ciri-ciri kemampuan kognitif
anak pada level SMP), telah dapat diterapkan.

95. Sehingga untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa, pada
penelitian ini dikembangkan perangkat pembelajaran berbasis kontekstual pada
materi bangun ruang prisma dan limas untuk siswa kelas VIII SMP, yang meliputi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Soal tes
hasil belajar.

96. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menghasilkan perangkat pembelajaran


berbasis kontekstual yang valid, dan praktis untuk mengajarkan materi prisma dan
limas padasiswa SMP. (2) Mengetahui efek potensial yang muncul dari
pengembangan perangkat pembelajaran berbasis kontekstual terhadap kemampuan
berpikir kritis matematis siswa pada materi prisma dan limas.

97. Penelitian ini menggunakan metode penelitian development research tipe


formative research (Tessmer,1993; Zulkardi, 2006). Pengembangan dilakukan pada
perangkat pembelajaran yang berupa RPP berbasis kontekstual, LKS berbasis
kontekstual, dan soal-soal dengan indikator berpikir kritis yang valid, praktis dan
mempunyai potensial efek. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Maret
2011 di SMPN 1, SMPN 17, dan SMPN 18 Palembang.

98. Prosedur pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini terdiri


dari 3 tahapan yaitu : Self Evaluation, Prototyping (validasi, evaluasi dan revisi),
Field Test (Uji lapangan). Pada tahap Self Evaluation dilakukan analisis dan desain.
Peneliti menganalisis siswa, analisis kurikulum dan analisis materi apakah sesuai
dengan KTSP SMPN 1, SMPN 17, dan SMPN 18 Palembang. Kemudian desain
dilakukan pada perangkat pembelajaran yang dibuat, meliputi (1) RPP disusun dengan
memperhatikan tujuh komponen CTL, (2) LKS berbasis CTL yang digunakan untuk
membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya, (3) Soal tes hasil
belajar, dirancang sedemikian rupa untuk melihat ketercapaian standar kompetensi
dan kompetensi dasar dan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis
siswa.

99. Tahap Prototyping (validasi, evaluasi dan revisi) terbagi dua, yakni Expert
Review dan One- to-one serta Small Group. Hasil desain pada prototipe pertama yang
dikembangkan melalui self evaluation dari pakar (expert review) dan teman sejawat
untuk ditelaah content, konstruk dan bahasa. Secara paralel diberikan juga pada 6
orang siswa SMPN 17 Palembang (one-to-one) untuk mengamati, mengerjakan soal-
soal dan mengkomentarinya. Saran-saran mereka digunakan untuk merevisi desain
perangkat pembelajaran (RPP, LKS dan soal tes). Dari hasil keduanya dijadikan
bahan revisi. Hasil revisi perangkat pembelajaran dari pendapat expert dan dari
kesulitan yang dialami siswa saat uji coba one to one dinamakan prototipe kedua.
Kemudian hasil revisi ini diujicobakan pada siswa kelas VIII.6 SMPN 1 Palembang
(small group). Saran- saran serta hasil uji coba pada prototipe kedua dijadikan dasar
untuk merevisi instrumen prototipe kedua itu sehingga diperoleh prototipe ketiga.

100. Hasil revisi diujicobakan ke subjek penelitian pada field test. Field test
merupakan uji coba lapangan yang situasinya nyata. Pada tahap ini produk yang
telah direvisi tadi diujicobakan kepada siswa kelas VIII.1 dan VIII.2 (total 78 siswa)
SMPN 18 Palembang yang menjadi subjek penelitian. Produk yang diujicobakan
pada field test merupakan produk yang telah memenuhi standar validitas,
kepraktisan dan keefektifan.

Anda mungkin juga menyukai