OLEH:
MONALISA BURHAN
XI IPA 2
Saat ini kita seluruh masyarakat dunia sedang ditakuti dengan perkembangan dan
penyebaran virus Covid-19 yang begitu cepat menyebar ke berbagai negara di dunia.
Tidak bisa dipungkiri sampai sekarang jumlah angka yang meninggal akibat Covid-19
semakin bertambah, begitu juga halnya dengan jumlah yang positif Covid-19.
Wabah Covid-19 tidak hanya menimbulkan jatuhnya korban jiwa, tapi juga membawa
dampak buruk terhadap ekonomi di seluruh dunia. Setiap negara yang terjangkit Covid-
19 mengambil tindakan yang cepat untuk menangani Covid-19 dan mengurangi dampak
sosial ekonomi.
Wabah virus corona (Covid-19) berpeluang besar membawa resesi global tahun
ini. Meski di negara sumbernya, China, saat ini penyebarannya sudah menurun tajam dan
proses pemulihan ekonomi domestik di negara tersebut mulai berjalan, penyebaran wabah
Bahkan, Eropa dan Amerika saat ini menjadi episentrum baru penyebaran wabah
oleh berbagai negara seperti kebijakan lockdown membuat kegiatan ekonomi nyaris
lumpuh. Dengan tingkat penyebaran di banyak negara yang masih tinggi, probabilitas
kebijakan fiskal dan moneter dalam mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-
19. Menurut Samuelson (2009), kebijakan fiskal adalah proses penetapan pajak dan
bergejolak.
negara untuk mencapai beberapa tujuan ekonomi makro, seperti kesempatan kerja penuh,
pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan, dan stabilitas tingkat harga.
Dari beberapa definisi mengenai kebijakan fiskal dari para ahli, dapat diketahui beberapa
aspek penting yang lazimnya harus ada dalam sebuah kebijakan fiskal, yaitu: 1)
dan fungsi yang sudah semestinya dilakukan oleh sebuah negara (pemerintahan) dengan
rakyat sebagai target utama kebijakan tersebut. Dengan demikian kebijakan fiskal
merupakan instrumen penting bagi sebagian besar negara di dunia untuk melindungi dan
menyejahterakan rakyatnya. Mayoritas negara, baik itu negara maju maupun sedang
berkembang, lima aspek kebijakan fiskal tersebut di atas telah menjadi tugas rutin dengan
Di negara maju yang ekonomi dan sistem administrasinya telah mapan, kebijakan
fiskal menjadi instrumen utama untuk memobilisasi sumber daya dan peningkatan
stagnan (mature), ketimpangan pendapatan sudah dapat diatasi, dan gejolak harga hampir
tidak ada. Sedangkan di kelompok negara berkembang atau miskin, kebijakan fiskal
proyek implementasi kebijakan fiskal adalah anggaran negara (APBN). Bahkan bisa
dikatakan APBN adalah motor utama penggerak kebijakan fiskal. Tanpa APBN, negara
tidak bisa berbuat banyak untuk mencapai tujuan-tujuan di bidang fiskal. Semakin besar
kebijakan fiskalnya.
Stimulus fiskal dan kebijakan moneter seperti yang dilakukan di Indonesia yang
diharapkan dapat meredam efek corona meskipun tidak bisa mengatasi kerugian ekonomi
sangat ditentukan oleh pilihan kebijakan dan kesigapan pemerintah untuk mengatasi
wabah tersebut. Perbedaan tingkat fatality rate di berbagai negara juga menjadi pelajaran
berharga bahwa kebijakan pemerintah sangat menentukan dalam mengatasi pandemi ini,
refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu, Presiden RI, Joko Widodo, menerbitkan
mempercepat refocusing kegiatan, realokasi anggaran dan pengadaan barang jasa penanganan
Covid-19.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan merealokasi dana APBN sebesar Rp62,3
triliun. Dana tersebut diambil dari anggaran perjalanan dinas, belanja non operasional, honor-
honor, untuk penanganan/pengendalian Covid-19, perlindungan sosial (social safety net) dan
insentif dunia usaha. APBD juga diharapkan di-refocusing dan realokasi untuk 3 hal tersebut.
kesehatan, obat-obatan, insentif tim medis yang menangani pasien Covid-19 dan kebutuhan
lainnya. Social safety net diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui program
keluarga harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako dan beras sejahtera.
Desa. Sedangkan insentif dunia usaha dilakukan untuk membantu pelaku usaha khususnya
Kemenkeu juga menerbitkan PMK 23/2020 yang memberikan stimulus pajak untuk
karyawan dan dunia usaha yaitu pajak penghasilan karyawan ditangung Pemerintah, pembebasan
pajak penghasilan impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Disamping itu, pemberian
pembelian produk UMKM, mendorong BUMN memberdayakan UMKM dan produk UMKM
masuk e-catalog. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memberlakukan kebijakan yang
utang sektor swasta, selain untuk UMKM, juga untuk usaha-usaha yang menghadapi
Selain itu, Bank Indonesia (BI) dan OJK perlu merumuskan kebijakan yang
bersifat strategis untuk mengatasi tingginya tingkat suku bunga perbankan yang menjadi
salah satu beban pelaku ekonomi, khususnya di saat perlambatan ekonomi seperti saat ini.
Saat ini, meskipun BI telah melakukan pelonggaran moneter, tingkat suku bunga kredit
perbankan belum mengalami penurunan yang signifikan sebagaimana halnya suku bunga
simpanan.
Di bidang moneter, kebijakan moneter yang diambil harus selaras dengan kebijakan
fiskal dalam meminimalisir dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Oleh sebab itu
otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi dan memberikan
stimulus moneter untuk dunia usaha. Diharapkan ada relaksasi pemberian kredit perbankan dan
DAFTAR PUSTAKA