Anda di halaman 1dari 3

Pandemi Covid-19 berdampak parah pada perekonomian Indonesia sejak awal tahun 2020.

Hal ini
disebabkan adanya Undang-Undang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan
sejumlah kota dikunci untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Ini mengarah pada
amplifikasi regresi. Surat Pemberhentian (PHK) terjadi karena perusahaan tidak mampu membayar
upah yang seharusnya karena krisis ekonomi. Tidak hanya itu, penurunan ini membuat banyak
perusahaan memilih gulung tikar atau bangkrut.

penyusutan disebabkan oleh penurunan konsumsi. Selain untuk konsumsi untuk kebutuhan sehari-
hari. Pendapatan konsumsi dari sektor penerbangan akan berdampak signifikan terhadap kontraksi
yang dialami selama pandemi. Adanya aturan PSBB membuat masyarakat terbatas dapat melakukan
perjalanan melalui udara. Kita dapat melihat bahwa pendapatan dari sektor penerbangan telah
menurun melampaui Rp. 20 miliar. Pembatasan penggunaan transportasi udara membuat
wisatawan asing dan lokal tidak bisa berwisata ke Indonesia. Hal ini berdampak besar bagi Kota Bali.
Sebagian besar pendapatan Kota Bali berasal dari wisatawan, dengan pendapatan hotel dan restoran
turun sekitar 50% dari biasanya.

Para ekonom menilai situasi deflasi pada 2020 sangat wajar akibat pandemi Covid-19. Deflasi tidak
hanya disebabkan oleh turunnya indeks harga konsumen (IHK), tetapi juga oleh meningkatnya
pengangguran. Bahkan, Indonesia mengalami deflasi dengan tingkat inflasi 1,68%. Ini minimal dan
jauh dari target Pemerintah yang tertuang dalam PMK No. 124/PMK.010/2017

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perlambatan ekonomi dan aktivitas di berbagai sektor dan
wilayah di Indonesia. Guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 secara bertahap mereda seiring
stabilnya pasar keuangan domestik dan beberapa sektor ekonomi berkembang. Tetapi mengingat
sifat pukulan pada sisi penawaran dan permintaan ekonomi, pemulihan akan memakan waktu lebih
lama. Pada saat yang sama, penyebaran virus tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti karena tren
kasus dan kematian yang dikonfirmasi terus meningkat. Di satu sisi, seruan untuk dimulainya kembali
berbagai kegiatan sosial dan ekonomi semakin meningkat, yang ditandai dengan pelonggaran
pembatasan sosial di banyak daerah. Sementara itu, infrastruktur kesehatan masyarakat yang ada
masih belum memadai. Dengan demikian, risiko kembalinya ke normalitas untuk berbagai roda
aktivitas sosial ekonomi tinggi. Pembatasan ini membuat new normal menjadi wajib. Kenormalan
baru juga menjadi peluang penguatan ekonomi, asalkan dibarengi dengan prioritas yang transparan
serta koordinasi dan sinkronisasi kebijakan yang tepat.

Berbagai daerah di Indonesia pun terkena dampak pandemic Covid-19. Selain itu, dampak pandemi
ini pun dirasakan berbagai sektor. Stimulus diharapkan dapat meredakan dampak pandemi tersebut.

Adapun Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat meliputi kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter. Kebijakan ini tercapai ketika pemerintah daerah dan daerah berperan strategis dalam
kelancaran pelaksanaan

kebijakan yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi di Indonesia.

Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal dengan harapan dapat memitigasi dampak negatif pandemi
Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia.

Selain itu, kebijakan tersebut ditujukan untuk membuka kembali dunia usaha, termasuk UMKM.
Kebijakan fiskal memiliki tiga pendorong perubahan:
1. Mempercepat pengeluaran publik

Pemerintah akan mempercepat belanja modal, mempercepat pengangkatan staf perbendaharaan,


meluncurkan tender publik, dan meningkatkan belanja bantuan dan transfer sosial. Untuk dana lokal
dan desa. Tujuan dari percepatan ini adalah untuk mempercepat reformasi untuk secara bertahap
beradaptasi dengan penggunaan baru, menyelesaikan masalah pascapandemi

dan

keluar dari jebakan pendapatan menengah.

2. Pengurangan pajak penghasilan

Pemerintah mengendurkan jumlah pajak untuk PPh Pasal 21, pembebasan PPh Pasal 22,
pengurangan PPh Pasal 25 dan

pengembalian PPN. Selain mengurangi pajak penghasilan, pemerintah juga menyederhanakan dan
mempercepat proses ekspor-impor. Pedagang besar memprioritaskan percepatan impor dan ekspor
sebagai cara untuk menghindari pembatasan impor dan ekspor (produksi, makanan, bantuan medis)
dan menyederhanakan layanan impor dan ekspor melalui ekosistem. ratu logistik nasional.

3. Revitalisasi perekonomian nasional melalui implementasi kebijakan keuangan publik dengan


melonggarkan anggaran negara.

Pelonggaran anggaran negara menyiapkan defisit yang bisa melebihi 3% dengan target kembali
maksimal 3% pada 2023. Fleksibilitas akan melibatkan alokasi biaya antar organisasi, antar fungsi,
dan antar program dan biaya yang dibutuhkan. Pelonggaran atau realokasi belanja pemerintah
daerah, pinjaman LPS, penerbitan SUN dan SBSN akan dibeli oleh Bank Indonesia, BUMN, investor
swasta dan/atau investor swasta ritel. Penggunaan sumber anggaran alternatif meliputi SAL, dana
abadi pendidikan, dan dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum.

Kebijakan moneter yang dilakukan Pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) untuk turut
serta mengoptimalkan berbagai kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif dalam
rangka percepatan digitalisasi sistem pembayaran Indonesia untuk mendukung upaya pemulihan
ekonomi. Pemerintah menerapkan kebijakan moneter sebagai berikut: melanjutkan kebijakan nilai
tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar,
melanjutkan memperkuat strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas sikap kebijakan
moneter yang akomodatif, memperkuat transparansi kebijakan moneter. kebijakan suku bunga
dasar pinjaman (SBDK) dengan penekanan pada kenaikan suku bunga pinjaman baru, perpanjangan
kebijakan pengurangan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit sebesar 1 persen dari
outstanding, percepatan program pendalaman pasar uang melalui penguatan pasar uang kerangka
regulasi dan penerapan Electronic Trading Platform (ETP) Multimatching khususnya pasar uang
Rupiah dan valuta asing, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi
serta terus mensosialisasikan penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerjasama dengan
instansi terkait.

Kebijakan moneter bertujuan untuk meningkatkan kinerja perekonomian dunia sesuai prakiraan, di
tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun. Hal ini dikarenakan adanya pandemi
sehingga nilai tukar Indonesia mengalami penurunan drastis pada tahun 2020. Namun, kebijakan
moneter yang dilakukan pemerintah akan memperkuat nilai tukar rupiah seiring dengan kembalinya
aliran modal asing yang masuk. Seperti terlihat pada awal triwulan III 2021, nilai tukar rupiah
mengalami kenaikan rata-rata sebesar 0,49% dan 0,30% dibandingkan level Mei 2021

Anda mungkin juga menyukai