Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS EKSPEKTASI KEBIJAKAN MONETER TERHADAP NILAI

TUKAR, SUKU BUNGA, DAN INFLASI AKIBAT PANDEMI COVID-19 DI


INDONESIA

Asbi Syahbili, Dita As saqinah, Nurul Rezky Azizah, Muhammad Nurul


Jihad, Nurhanifah, Muhammad Yusuf Mustamin

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Makassar

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara berkembang menganut sistem perekonomian terbuka,
dimana perdagangan internasional berperan penting dalam menggerakkan roda
perekonomian negara. Pada awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan kemuculan virus
baru . Virus ini secara internasional oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO diberi
nama COVID-19 atau Corona Virus Disease 19 yang ditetapkan oleh negara Indonesia
sebagai pandemi pada tanggal 2 Maret 2020. Merebaknya pandemi ini tidak hanya
berdampak pada kesehatan, tetapi juga memberikan pengaruh yang besar bagi ekonomi
Indonesia yang sangat mengkhawatirkan dan menyebabkan kepanikan baik di kalangan
pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha.
Dalam era globalisasi sekarang ini dimana kegiatan perekonomian suatu negara
juga dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian negara lain sehingga pemerintah dalam
menetapkan kebijakan, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter akan
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Moneter merupakan bagian yang sangat penting
dalam sebuah perekonomian, pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa dianalisis tanpa
melibatkan persoalan moneter (Cioran, 2014). Terdapat beberapa indikator ekonomi
domestik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, antara lain
nilai tukar (kurs), Suku bunga, dan inflasi.
kurs (Nilai tukar)ndonesia bergantung pada kondisi ekonomi negara, sehingga
terus berfluktuasi setiap tahunnya. Penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai
pengaruh Covid-19 terhadap fluktuasi Rupiah diantaranya adalah Haryanto (2020)
dimana dalam penelitian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa penambahan kasus
Covid-19 berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah. Hubungan kasus
Covid-19 dan fluktuasi nilai tukar rupiah berpengaruh positif, artinya saat kasus Covid-
19 bertambah nilai tukar rupiah akan ikut melemah. Fluktuasi nilai tukar rupiah ini juga
dipengaruhi oleh fluktuasi saham di Indonesia yang melemah karena banyak investor
global yang melepaskan asetnya. Di Indonesia, lembaga yang mendapat tanggung
jawab sebagai bank sentral adalah Bank Indonesia sebagaimana amanat Pasal 23
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral,
mempunyai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Oleh karena itu Bank Indonesia (BI) terus menjaga nilai tukar Rupiah agar tetap
stabil. Bahkan, bisa menguat di tengah wabah Virus Covid-19 ini. Demi menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar USD serta menurunkan defisit neraca berjalan
yang semakin melebar. Pemerintah Pusat bersama dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dan beberapa instansi yang terkait terus berusaha bersama
membuat kebijakan.
Di jalur suku bunga, Bank Indonesia dapat memperketat kebijakan
moneter dengan menaikkan suku bunga, yang akan mempengaruhi permintaan
agregat sehingga mengurangi tekanan inflasi. Penetapan suku bunga rendah
sejalan dengan mulai pulihnya perekonomian global, yang diindikasikan oleh
membaiknya pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 di berbagai negara. Namun,
pemulihan ini masih dibayangi oleh risiko penyebaran varian baru Covid-19 yang
meluas. Selain itu, suku bunga rendah dipertahankan seiring dengan perkiraan inflasi
yang relatif lemah. Pada Juli 2021, inflasi tercatat hanya sebesar 0,08 persen (mtm) atau
1,52 persen (yoy). Bank Indonesia pada 17-18 Maret 2021 memutuskan untuk
mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga
Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dari
meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah prakiraan inflasi yang
tetap rendah, untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut. Disisi lain,
Pertumbuhan Ekonomi juga tidak terlepas dari pengaruh tingkat inflasi yang tinggi serta
menurunnya nilai mata uang rupiah, Pengendalian inflasi merupakan sasaran akhir
dari kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Ditengah masa
pandemi, inflasi Indonesia relatif terkendali dibandingkan dengan beberapa negara yang
terus mengalami peningkatan inflasi akibat supply-demand imbalance dan krisis energi.
Di tengah tekanan inflasi di berbagai negara maju tersebut, laju inflasi Indonesia pada
tahun 2021 masih terkendali pada level yang rendah dan stabile, serta berada di bawah
kisaran target sebesar 3,1% (yoy) yang telah ditetapkan. Realisasi inflasi pada tahun
2021 tercatat sebesar 1,87% (yoy) atau naik dari realisasi tahun 2020 yang sebesar
1,68% (yoy). Hasil pengendalian ini tidak terlepas dari koordinasi yang kuat antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
harga.
Dalam hal kebijakan moneter, bank sentral di dunia menurunkan suku bunga,
injeksi likuiditas dan langkah-langkah untuk mengurangi beban sektor ekonomi dan
keuangan.Bank Indonesia (BI) dinilai mampu menstabilkan nilai tukar rupiah setelah
sempat terjatuh saat periode awal merebaknya Covid-19 di Tanah Air pada 2020 lalu.
Tak hanya berhasil melewati krisis Covid-19, BI juga berhasil meningkatkan cadangan
devisa ke rekor tertinggi pada Januari 2021. Pandemic Covid-19 ini tidak sekadar
mempengaruhi sisi kesehatan warga dunia. Wabah ini ikut memperburuk perekonomian
global dan merembet hingga ke Indonesia. Selain berimbas kepada nilai tukar, Covid-19
juga berdampak kepada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan yang akhirnya terjun
bebas. Semua berada di luar prediksi dan bukan hal yang mudah untuk dikendalikan.
Sementara itu, Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat
(AS) ke Rp 14.375/US$, Penyebaran virus corona varian Omicron masih menjadi
penyebab utama pelemahan rupiah. Faktor yang sama masih akan mempengaruhi
pergerakan rupiah pada perdagangan, tetapi rupiah punya peluang untuk menguat
melihat indeks dolar AS yang melemah.
Maka Dalam hal ini kebijakan moneter, bank sentral di dunia menurunkan suku
bunga, injeksi likuiditas dan langkah-langkah untuk mengurangi beban sektor ekonomi
dan keuangan.. Oleh sebab itu otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar rupiah,
menurunkan suku bunga serta mengendalikan inflasi ,untuk itu cukup menarik untuk
dilakukan penelitian secara mendalam dampak pandemic covid-19 terhadap kebijakan
moneter .
TINJAUAN PUSTAKA

● Landasan Teori

1. Dampak COVID-19
COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis
coronavirus yang baru ditemukan (WHO, 2020). Virus baru ini ditemukan
pertama kali di Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019. Wabah ini telah
dikategorikan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) atau
badan kesehatan dunia karena peningkatan infeksi dari manusia ke manusia
telah menyebar secara luas di dunia (Qiu, Rutherford, Mao, & Chu, 2017).
WHO mendeklarasikan secara resmi COVID-19 sebagai pandemi pada
tanggal 9 Maret 2020. Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan
oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 (Ihsanudin, 2020).

Sampai pada saat ini Indonesia masuk gelombang ketiga Covid-19,


dimana tingkat penularan atau positivity rate serta keterisian rumah sakit kian
meninggi. Positivity rate harian untuk pemeriksaan PCR dan TCM mencapai
23,93%. Penularan Covid-19 Omicron disebut lebih cepat dibanding varian
terdahulu, hingga 30 Januari 2022 kasus positif terkonfirmasi sebanyak 12.422
orang dengan tingkat kesembuhan sebanyak 3.241 orang dan yang meninggal
sebanyak 18 orang.
Peningkatan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 yang semakin
meningkat menyebabkan banyak kerugian terhadap perekonomian di
Indonesia (Sihaloho, 2020). Salah satu indikator yang dapat memperburuk
perekonomian Indonesia adalah melemahnya Rupiah terhadap USD dan mata
uang asing lainnya. Sihaloho menjelaskan bahwa seiring bertambahnya kasus
terkonfirmasi positif COVID-19 pelemahan Rupiah terhadap USD dan mata
uang asing lainnya tidak dapat dihindarkan. Perlambatan kinerja industri
manufaktur dan melambatnya perekonomian secara global, mampu
mengakibatkan penurunan permintaan pada pasar.

2. Teori Ekspektasi Rasional


Teori ekspektasi rasional atau sering pula disebut sebagai teori ekonomi
klasik baru ini dikembangkan oleh Robert Lucas, Thomas Sargent, Neil
Wallace, dan Robert Barro. Para peneliti ini mengatakan bahwa harus lebih
ditekankan peranan ekspektasi dan fleksibilitas harga dan upah dalam
perekonomian makro. Teori ekspektasi rasional sangat mirip dengan
pendekatan klasik terhadap makro ekonomi. Teori ini menyatakan:
1. Masyarakat menggunakan seluruh informasi yang ada.
2. Harga dan upah bergerak secara fleksibel
Ekspektasi (dugaan/harapan) adalah hal penting dalam kehidupan
Ekonomi. Kedua pernyataan diatas merupakan inti revolusi dari teori
Ekspektasi rasional, dilihat bahwa hipotesis yang pertama menyatkan bahwa
Masyarakat menggunakan seluruh informasi yang ada, itu artinya pemerintah
tidak dapat membodohi Masyarakat karena masyarakat akan membentuk
pikiran mereka berdasarkan imformasi yang mereka dapatkan. Teori
ekspektasi rasional mengasumsikan bahwa masyarakat akan mengantisipasi
bentuk perilaku pemerintah dan bertindak dengan sesuai. Hipotesis kedua
menyatakan bahwa harga dan upah adalah fleksibel. Asumsi yang umum dapat
diartikan bahwa harga dan upah disesuaikan dengan cepat untuk mengimbangi
penawaran dan permintaan. Dengan kata lain, harga-harga yang fleksibel dan
seluruh pasar mengalami keseimbangan setiap waktu.
3. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan


oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar (JUB)
dan suku bunga (BI Rate/Repo Rate). (UU No.3 tahun 2004) (Indonesia, 2004)
Kebijakan moneter adalah semua tindakan atau upaya bank sentral untuk
mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga,
suku bunga kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan moneter adalah
untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain :
pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga, dan
keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan
tujuan akhir kebijakan moneter ( Natsir, 2011).
Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk
mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan
nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu (Litteboy and Taylor,
2006:198) dan Mishkin (2004: 457). Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi
makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai
sasaransasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan
lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran.
Stabilitas sistem perbankan dan stabilitas moneter merupakan dua aspek
yang saling terkait dan menentukan satu sama lain. Stabilnya sistem
perbankan secara umum dicerminkan dengan kondisi perbankan yang sehat
dan berjalannya fungsi intermediasi perbankan dalam memobilisasi simpanan
masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk kredit dan pembiayaan lain kepada
dunia usaha. Apabila kondisi seperti ini terpelihara, maka proses perputaran
uang dan mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam perekonomian yang
semakin besar berlangsung melalui sistem perbankan juga dapat berjalan baik.
Dengan demikian, stabilnya sistem perbankan akan menetukan efektivitas
pelaksanaan kebijakan moneter.di dalam jurnal (Warjiyo, 2016)
4. Nilai Tukar
Nilai tukar suatu mata uang atau kurs adalah perbandingan nilai mata
uang suatu negara terhadap mata uang negara asing lainnya. Definisi lain
mengenai nilai tukar mata uang (exchange rate) adalah pertukaran antara dua
mata uang yang berbeda, yaitu perbandingan nilai atau harga mata uang antara
kedua mata uang yang berbeda tersebut. Nilai tukar biasanya mengalami
perubahan, perubahannya dapat berupa depresiasi maupun apresiasi.
Depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS artinya terjadi penurunan
harga mata uang Rupiah terhadap Dollar AS, sedangkan apresiasi mata uang
Rupiah terhadap Dollar AS adalah kenaikan harga mata uang
Rupiah terhadap Dollar AS (Anwary, 2016:17)
Permintaan uang memegang peranan penting dalam perilaku kebjakan
moneter di setiap perekonomian. Banyak literatur yang menjelaskan baik
secarateoritis maupun empiris dari permintaan uang bagi negara negara maju
maupun negara-negara yang sedang berkembang.dalam jurnal (Sidiq, 2015).
Tidak dipungkiri bahwa kebijakan moneter telah banyak mencapai tujuan-
tujuan ekonomi. Friedman berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat
memberikan kontribusi dalam mencapai stabilitas ekonomi dengan
mengendalikan besaran besaran moneter yang bergerak tidak terkendali
sehingga menjadi penyebab ketidak stabilan ekonomi. dalam jurnal (Sidiq,
2015)
Pengaruh nilai tukar mata uang dunia ditentukan oleh sistem kurs apa
yang dipakai oleh suatu negara. Perubahan nilai tukar akan mempunyai
dampak bagi perekonomian domestik apabila sistem kurs yang digunakan
negara tersebut menggunakan sistem kurs mengambang. Indonesia umumnya
menggunakan system kurs mengambang.Menurut pendekatan moneter,
kenaikan tingkat pendapatan riil akan menyebabkan naiknya permintaan uang,
sehingga nilai mata uang domestik naik. Sedang menurut pendapatan "capital
account", kenaikan tingkat pendapatan riil akan mendorong kenaikan
permintaan barangbarang impor. Naiknya permintaan barang-barang impor ini
menyebabkan naiknya permintaan devisa. Dengan demikian, maka kenaikan
tingkat pendapatan riil justru akan menaikkan kurs devisa.
4. Sistem Nilai Tukar atau Kurs

Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut tingkat dimana nilai


tukar tersebut dikendalikan oleh pemerintah. Sistem nilai tukar biasanya jatuh
ke salah satu dari kategori berikut, yaitu fixed exchange rate, freely floating
exchange rate, managed float exchange rate, pegged exchange rate
(Madura,2010:171)

● Fixed Exchange Rate


Dalam sistem nilai tukar tetap, nilai tukar berada dalam keadaan konstan
atau dibiarkan berfluktuasi hanya dalam batas yang sangat sempit.
Sistem nilai tukar tetap membutuhkan banyak intervensi bank untuk
mempertahankan nilai mata uang dalam batas-batas tertentu.
Umumnya,bank sentral harus mengimbangi ketidakseimbangan kondisi
permintaan dan penawaran untuk mata uangnya agar nilai mata uang
tersebut tetap berada pada batasnya. Dalam beberapa situasi, bank sentral
dapat mengatur ulang nilai tukar tetap. Artinya, itu akan mendevaluasi
atau mengurangi nilai mata uangnya terhadap mata uang lainnya.
Tindakan bank sentral untuk mendevaluasi mata uang dalam pertukaran
tetap sistem tarif disebut sebagai devaluasi.

● Freely Floating Exchange Rate


Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan oleh
pasar tanpa intervensi oleh pemerintah. Berbeda dengan sistem nilai
tukar tetap yang tidak memungkinkan fleksibilitas untuk pergerakan nilai
tukar, sistem nilai tukar mengambang bebas memungkinkan fleksibilitas
lengkap. Sistem nilai tukar mengambang bebas menyesuaikan secara
terus mengikuti kondisi permintaan dan penawaran untuk mata uang itu.

● Managed Float Exchange Rate


Sistem nilai tukar yang beradadiantara sistem nilai tukar tetap dan sistem
nilai tukar mengambang bebas. Sistem nilai tukar ini menyerupai sistem
nilai tukar mengambang bebas yangmemungkinkan untuk berfluktuasi
setiap hari dan tidak ada batasan resmi, akan tetapi sistem nilai tukar ini
juga mirip dengan sistem nilai tukar tetap di mana pemerintah pada
kondisi-kondisi tertentu dapat melakukan intervensi untuk mencegahnya
mata uang mereka bergerak terlalu jauh ke arah tertentu. Jenis sistem ini
dikenal sebagai float yang dikelola.

● Pegged Exchange Rate


Beberapa negara menggunakan sistem nilai tukar yang dipatok, dimana
nilai mata uang asal mereka dipatok padanilai satu mata uang asing atau
pada indeks mata uang. Beberapa pemerintah menetapkan nilai mata
uang mereka dengan mata uang yang stabil, seperti Dollar, karena itu
membuat nilai mata uang mereka menjadi stabil. Karena dolar lebih
stabil dari sebagian besar mata uang, itu akan membuat mata uang
mereka lebih stabil daripada kebanyakan mata uang lain.
5. Teori – Teori Nilai Tukar
Teori nilai tukar secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu teori nilai
tukar tradisional yang didasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli
sekaligus menjelaskan pergerakan nilai tukar dalam jangka panjang dan teori
nilai tukar modern yang memusatkan perhatian pada pasar modal dan dan arus
permodalan internasional dan juga menjelaskan gejolak nilai tukar dalam
jangka pendek.
Keseimbangan nilai tukar mata uang akan mengalami perubahan setiap
waktu sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran mata uang
tersebut. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
permintaan dan penawaran mata uang tersebut akan berpengaruh pula pada
fluktuasi nilai tukar mata uang tersebut

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 (satu) semester, terhitung dari bulan


Februari sampai dengan Juni 2022.Lokasi peneitian dilaksanakan di negara Indonesia
yakni terhadap kebijakan moneter. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif karena menggunakan analisis data yang berbentuk
numerik/angka dan merupakan hasil dari perhitungan dan pengukuran. Berdasarkan
cara memperolehnya, data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang sudahdikumpulkan dan diolah oleh pihak lain dalam
bentuk sudah jadi. Pada penelitian inidata variabel, yaitu nilai tukar rupiah diperoleh
dari publikasi Bank Indonesia melalui laman http://www.bi.go.iddan publikasi Badan
Pusat Statistik (BPS) melalui laman http://www.bps.go.id. Data sekunder yang
digunakan menggunakan data Time-Series. Time-Series yaitu sebuah kumpulan
observasi terhadap nilai-nilai sebuah variabel dari beberapa periode waktu berbeda.

Menurut Sugiyono (2018:130) dalam Imron (2019) mengartikan populasi


sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Berdasarkan hal tersebut maka populasi yang digunakan pada
peneltian ini yaitu nilai tukar rupiah.Sugiyono (2018:131) dalam Imron (2019)
mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan sebanyak
60 bulan, yaitu terhitung dari tahun 2017 sampai tahun 2021.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitiandeskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif menurut
Sugiyono (2018:86) dalamFahrani (2018)adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabellain.

Adapun langkah-langkah atau teknik analisis data yang akan peneliti gunakan
dalam penelitian ini yaitu: pertama, pengumpulan data. Dalam penelitian ini, proses
pengumpulan data tidak memliki segmen dan waktu tersendiri, melainkan sepanjang
penelitian yang dilakukan proses pengumpulan data dapat dilakukan yaitu dengan
tujuan penelitian. Kedua, Reduksi data. Reduksi data merupakan proses penggabungan
dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan
(script) yang akan dianalisis. Hasil dari studi dokumentasi diubah menjadi bentuk
tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing. Ketiga, kesimpulan atau verifikasi
tahap akhir merupakan penarikan kesimpulan dan/atau verifikasi. Kesimpulan dalam
analisis data kualitatif menjurus pada jawaban dari pertanyaan penilitian yang diajukan
sebelumnya dan mengungkap “what” dari temuan penelitian tersebut.

HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Bank Indonesia
Alat pembayaran atau alat tukar merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk membeli dan menjual barang atau jasa. Alat tukar yang paling umum dalam
perekonomian modern adalah uang. Namun, komoditas lain jugadapat digunakan dan
bertindak sebagai alat pembayar dalam transaksi barter. Emas juga dahulu digunakan
sebagai alat tukar. Fungsi uang yang paling penting adalah sebagai alat tukar untuk
memfasilitasi transaksi. Uang secara efektif menghilangkan persyaratan keinginan
ganda sebagaimana dalam transaksi barter.
Bank sentral adalah suatu institusi nasional yang bertanggung jawab untuk
menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di suatu negara. Di
Indonesia sendiri, Bank Sentral dikenal dengan nama Bank Indonesia (BI). Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia
adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain. Dalam Pasal 7 UU tersebut,
tujuan didirikannya Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan
moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan
kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Hasil penelitian

Analisis nilai tukar Rupiah terhadap Dollar


Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder pada
runtun waktu atau data time series periode tahun 2017-2021. Pada penelitian ini, data
yang digunakan adalah nilai tukar rupiah yang diperoleh peneliti melalui wabsite yang
terkait dengan data penelitian tersebut untuk mengetahui kinerja dari Bank Indonesia.

Suku Bunga Nilai Tukar Inflasi

Jan 4.75 13.410,00 0,97


Feb 4.75 13.414,00 0,23
Mar 4.75 13.388,00 -0,02
Apr 4.75 13.394,00 0,09
Mei 4.75 13.388,00 0,39
Juni 4.75 13.386,00 0,69
2017
Juli 4.75 13.390,00 0,22
Ags 4.50 13.418,00 -0,07
Sep 4.25 13.559,00 0,13
Okt 4.25 13.640,00 0,01
Nov 4.25 13.582,00 0,2
Des 4.25 13.616,00 0,71
2018 Jan 4.25 13.480,00 0,62
Feb 4.25 13.776,00 0,17
Mar 4.25 13.825,00 0,20
Apr 4.25 13.946,00 0,10
Mei 4.75 14.021,00 0,21
Juni 5.25 14.476,00 0,59
Juli 5.25 14.485,00 0,28
Ags 5.50 14.785,00 -0,05
Sep 5.75 15.004,00 -0,18
Okt 5.75 15.303,00 0,28
Nov 6.00 14.411,00 0,27
Des 6.00 14.553,00 0,62
Jan 6.00 14.142,00 0,32
2019 Feb 6.00 14.132,00 -0,08
Mar 6.00 14.315,00 0,11
Apr 6.00 14.286,00 0,44
Mei 6.00 14.457,00 0,68
Juni 6.00 14.212,00 0,55
Juli 5.75 14.096,00 0,31
Ags 5.50 14.308,00 0,12
Sep 5.25 14.245,00 -0,27
Okt 5.00 14.078,04 0,02
Nov 5.00 14.172,51 0,14
Des 5.00 13.970,51 0,34
Jan 5.00 13.730,31 0,39
Feb 4.75 14.305,17 0,28
Mar 4.50 16.448,84 0,10
Apr 4.50 15.232,79 0,08
Mei 4.50 14.806,67 0,07
Juni 4.25 14.373,51 0,18
2020
Juli 4.00 14.726,27 -0,10
Ags 4.00 14.626,77 -0,05
Sep 4.00 14.992,59 -0,05
Okt 4.00 14.763,45 0,07
Nov 3.75 14.198,64 0,28
Des 3.75 14.175,53 0,45
2021 Jan 3.75 14.154,42 0,26
Feb 3.50 14.300,15 0,10
Mar 3.50 14.644,86 0,08
Apr 3.50 14.540,34 0,13
Mei 3.50 14.381,55 0,32
Juni 3.50 14.568,48 -0,16
Juli 3.50 14.563,46 0,08
Ags 3.50 14.445,87 0,03
Sep 3.50 14.378,54 -0,04
Okt 3.50 14.270,00 0,12
Nov 3.50 14.411,70 0,37
Des 3.50 14.340,35 0,57

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pada Berdasarkan tabel diatas nilai tukar
rupiah terhadap dolar di awal tahun 2017 berada di level Rp 13.4 10, 00 dan di bulan
Februari mengalami kenaikan dan berada di level Rp 13. 414, 00. Namun, pada bulan
April sampai bulan Agustus, nilai tukar rupiah terhadap dolar mengalami fluktuasi dan
berada di level Rp 13.418,00. Pada bulan September dan Oktober, nilai tukar rupiah
terhadap dolar mengalami kenaikan hingga Rp 13.640,00. Namun di akhir tahun, nilai
tukar rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai level Rp 13.616,00.
Pada tahun 2018, nilai tukar rupiah memiliki tekanan yang yang terbilang tinggi
dan itu hampir terjadi selama satu periode. Hal tersebut, diakibatkan oleh meningkatnya
ketidakpastian global akibat kenaikan federal funds rate serta ketidakpastian pasar
keuangan global yang tinggi. Pada bulan Oktober sampai dengan merupakan puncak
dari melemahnya rupiah terhadap dolar dan terjun di level Rp 15,303,00. Dalam kurun
November sampai dengan Desember tahun 2018, seiring dengan respon antisipatif
kebijakan moneter dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sehingga tekanan
terhadap rupiah cenderung menurun dan di akhir tahun nilai tukar rupiah ditutup pada
level 14.553,00.
Pada tahun 2019, nilai tukar rupiah terhadap dolar arti stabil dan beranjak
menguat meskipun hanya bertahan di level 14.000,00 selama 11 bulan. Namun di akhir
tahun 2019, rupiah ditutup menguat pada level Rp 13.970,00. Hal tersebut merupakan
dampak dari aliran masuk modal asing ke dalam Indonesia dan kondisi perekonomian
domestik yang yang tergolong kondusif sehingga ikut mendorong stabilitas nilai tukar
rupiah. Tidak hanya itu, Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang
didukung kebijakan nilai tukar, penguatan devisa, pengelolaan arus modal dan
penguatan operasi moneter serta mendukung upaya dalam pengembangan pasar
keuangan.
Pada awal tahun 2020 nilai tukar rupiah masih tergolong bagus karena berada di
angka Rp 13.730,31. Namun di bulan Maret rupiah terpuruk sehingga berada di level
16.448,00. Hal tersebut disebabkan oleh virus covid-19 yang mulai menyerang.
Ketidakpastian pasar keuangan global mendorong penyesuaian penempatan investasi
portofolio global dan penanaman modal di negara berkembang menurun termasuk di
Indonesia. Namun di sisi lain, di akhir tahun 2020 nilai tukar rupiah terhadap Dollar
menguat dan berada di angka Rp 14.175,53.
Pada tahun 2021, nilai tukar rupiah dibuka pada angka Rp 14.154,42. Tahun ini
merupakan tahun kedua covid-19 berada di Indonesia. Sehingga di tahun 2021, nilai
tukar rupiah cenderung stabil di angka 14.000,00. Pada akhir tahun nilai tukar rupiah
ditutup pada level 14.340,35.
Pembahasan

Instrumen Kebijakan Moneter dalam menstabilkan nilai tukar akibat Covid-19 di


Indonesia.
Salah satu kebijakan moneter yang dilakukan guna menstabilkan nilai tukar
adalah BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang berlaku efektif sejak 19 Agustus
2016, menggantikan BI Rate. Instrumen BI 7-Day (Reverse) Repo Rate digunakan
sebagai suku bunga kebijakan baru karena dapat secara cepat memengaruhi pasar uang,
perbankan dan sektor riil. Instrumen BI 7-Day (Reverse) Repo Rate sebagai acuan yang
baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya
transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar
keuangan, khususnya penggunaan instrumen repo. Dengan penggunaan instrumen BI 7-
Day (Reverse) Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan baru, diharapkan akan
memberikan dampak berupa meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter
melalui suku bunga pasar uang dan perbankan, terbentuknya pasar keuangan yang lebih
dalam, dan menguatnya sinyal BI7DRR sebagai acuan utama di pasar keuangan.

BI-7 Day ReverseRepo Rate (BI7DRR) 2017


NO Tanggal BI-7Day
1 14 Desember 2017 4.25 %
2 16 November 2017 4.25 %
3 19 Oktober 2017 4.25 %
4 22 September 2017 4.25 %
5 22 Agustus 2017 4.50 %
6 20 Juli 2017 4.75 %
7 15 Juni 2017 4.75 %
8 18 Mei 2017 4.75 %
9 20 April 2017 4.75 %
10 16 Maret 2017 4.75 %
11 16 Februari 2017 4.75 %
12 19 Januari 2017 4.75 %

Sumber Gambar : https://www.bi.go.id/

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Januari 2017
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate)
tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan
LendingFacility tetap sebesar 5,50%, berlaku efektif sejak 20 Januari 2017. Keputusan
tersebut sejalan dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan dengan tetap mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik di tengah
ketidakpastian pasar keuangan global.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 dan 16 Februari 2017
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate)
tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan
Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank
Indonesia menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap
mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik. Sejalan dengan membaiknya
perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dengan
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Meskipun demikian,
Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global
terutama terkait arah kebijakan AS dan risiko geopolitik di Eropa, maupun dari dalam
negeri terutama terkait dengan dampak penyesuaian administered prices terhadap
inflasi. Inflasi tetap terkendali, meskipun mengalami tekanan yang meningkat di awal
tahun 2017. Inflasi IHK Januari 2017 tercatat sebesar 0,97% (mtm), lebih tinggi dari
bulan sebelumnya sebesar 0,42% (mtm). Kenaikan inflasi tersebut terutama disumbang
oleh kelompok administered prices dan kelompok inti. Sementara itu, inflasi volatile
food relatif terkendali dan tercatat rendah sejalan dengan koreksi harga beberapa
komoditas pangan. Inflasi administered prices meningkat dari bulan sebelumnya
terutama didorong oleh kenaikan biaya administrasi perpanjangan STNK, tarif listrik,
dan Bahan Bakar Khusus (BBK). Inflasi inti mengalami peningkatan namun masih
terkendali yaitu sebesar 0,56% (mtm) atau 3,35% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi global 2017 diperkirakan lebih kuat dibandingkan 2016
dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata, baik dari negara maju maupun negara
berkembang. Pertumbuhan PDB AS membaik ditopang investasi yang meningkat dan
konsumsi yang stabil. Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan sekitar 5,10% (yoy),
dibandingkan 5,02% (yoy) pada 2016. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh
peningkatan ekspor komoditas yang selanjutnya mendorong peningkatan investasi
nonbangunan, khususnya pada korporasi yang berbasis komoditas. Stimulus fiskal oleh
pemerintah terkait pembangunan proyek infrastruktur juga mendorong investasi
bangunan.
Pertumbuhan kredit Oktober 2017 tercatat masih sebesar 8,16% (yoy), meski
membaik dibandingkan September sebesar 7,86% (yoy). Namun demikian, pembiayaan
ekonomi melalui pasar keuangan, seperti penerbitan saham, obligasi, dan medium term
notes (MTN), terus tumbuh tinggi hingga mencapai 45,5% (yoy) pada Oktober 2017.
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2017 tercatat
11,0% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya 11,7% (yoy). Untuk
keseluruhan 2017, DPK dan kredit diperkirakan tumbuh masing-masing sekitar 9,0%
(yoy) dan 8,0% (yoy).

BI-7 Day ReverseRepo Rate (BI7DRR) 2018


NO Tanggal BI-7Day
1 20 Desember 2018 6.00 %
2 15 November 2018 6.00 %
3 23 Oktober 2018 5.75 %
4 27 September 2018 5.75 %
5 15 Agustus 2018 5.50 %
6 19 Juli 2018 5.25 %
7 29 Juni 2018 5.25 %
8 30 Mei 2018 4.75 %
9 17 Mei 2018 4.50 %
10 19 April 2018 4.25 %
11 22 Maret 2018 4.25 %
12 15 Februari 2018 4.25 %
13 18 Januari 2018 4.25 %
Sumber Gambar : https://www.bi.go.id/

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Januari 2018
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 4,25%,
dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 3,50% dan Lending Facility tetap
sebesar 5,00%, berlaku efektif sejak 19 Januari 2018. Kebijakan tersebut konsisten
dengan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta turut mendukung
pemulihan ekonomi domestik.
Di samping keputusan suku bunga tersebut, RDG juga memutuskan untuk
mempercepat implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata sebagai kelanjutan
dari reformasi kerangka operasional kebijakan moneter dalam rangka meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter, mendukung fleksibilitas manajemen likuiditas
perbankan, dan sekaligus mempercepat pendalaman pasar keuangan (Lampiran 1). Dari
total GWM Rupiah bank umum konvensional sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga
(DPK), porsi GWM Rata-rata diperlonggar dari 1,5% menjadi 2% dari DPK.
Sementara, dari total GWM Valas bank umum konvensional sebesar 8% dari DPK,
porsi GWM Rata- rata mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK. Untuk bank umum
syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), dari total GWM Rupiah sebesar 5% dari DPK,
porsi GWM Rata-rata mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK.
Pertumbuhan ekonomi global 2018 diperkirakan meningkat, meski terdapat
beberapa risiko yang perlu dicermati. Peningkatan pertumbuhan ekonomi global
bersumber dari perbaikan ekonomi negara maju dan negara berkembang yang terus
berlanjut. Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS pada 2018 diprakirakan lebih
tinggi ditopang oleh investasi dan konsumsi yang menguat seiring dampak stimulus
fiskal. Kenaikan suku bunga FFR sebesar 25 bps pada 21 Maret 2018 sesuai dengan
perkiraan Bank Indonesia.
Inflasi pada Februari 2018 tetap terkendali dalam kisaran sasaran. Inflasi
IHK Februari 2018 tercatat 0,17% (mtm), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan
sebelumnya sebesar 0,62% (mtm). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 3,18% (yoy)
atau berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5±1% (yoy). Terkendalinya
inflasi dipengaruhi oleh inflasi inti yang menurun seiring dengan ekspektasi inflasi yang
terjaga. Nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan mekanisme pasar dan konsisten
mendukung penyesuaian sektor eksternal. Rupiah pada November 2018 menguat
sebesar 6,29% secara point to point dibandingkan level bulan sebelumnya, dipengaruhi
aliran masuk modal asing yang cukup besar akibat dampak positif perekonomian
domestik yang tetap kondusif dan eskalasi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok
yang sempat mereda. Pada Desember 2018, Rupiah mendapat tekanan dipengaruhi
kembali meningkatnya ketidakpastian global serta meningkatnya permintaan valuta
asing musiman untuk kebutuhan akhir tahun. Ke depan, Bank Indonesia terus
mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan
langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, dengan tetap
mendorong berjalannya mekanisme pasar dan mendukung upaya-upaya pengembangan
pasar keuangan.
Inflasi tetap rendah dan stabil berada dalam sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5±1%.
Inflasi IHK pada November 2018 tercatat 0,27% (mtm) atau 3,23% (yoy), tidak banyak
berbeda dibandingkan dengan inflasi bulan Oktober 2018 sebesar 0,28%
(mtm) atau 3,16% (yoy). Inflasi yang terkendali dipengaruhi inflasi inti sebesar 3,03%
(yoy), relatif
stabil dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya ditopang konsistensi kebijakan
Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga
pergerakan nilai tukar sesuai fundamentalnya.

BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)2019


NO Tanggal BI-7Day
1 19 Desember 2019 5.00 %
2 21 November 2019 5.00 %
3 24 Oktober 2019 5.00 %
4 19 September 2019 5.25 %
5 22 Agustus 2019 5.50 %
6 18 Juli 2019 5.75 %
7 20 Juni 2019 6.00 %
8 16 Mei 2019 6.00 %
9 25 April 2019 6.00 %
10 21 Maret 2019 6.00 %
11 21 Februari 2019 6.00 %
12 17 Januari 2019 6.00 %
Sumber Gambar : https://www.bi.go.id/

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Januari 2019
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar
6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 6,75%. Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menurunkan defisit
transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset
keuangan domestik. Bank Indonesia juga terus menempuh strategi operasi moneter
untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar Rupiah maupun pasar valas sehingga
dapat mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Nilai tukar Rupiah dalam tren menguat sehingga mendukung stabilitas harga.
Rupiah pada Desember 2018 secara rerata menguat sebesar 1,16%, meskipun secara
point to point sedikit melemah sebesar 0,54%. Tren penguatan Rupiah berlanjut pada
Januari 2019. Penguatan Rupiah antara lain dipengaruhi aliran masuk modal asing
akibat perekonomian domestik yang kondusif dan imbal hasil domestik yang tetap
menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda. Dengan
perkembangan yang cenderung menguat menjelang akhir tahun 2018, Rupiah secara
rerata keseluruhan tahun 2018 tercatat mengalami depresiasi sebesar 6,05%, atau secara
point to point sebesar 5,65% dibandingkan dengan level tahun sebelumnya.
Nilai tukar Rupiah menguat didukung kinerja Neraca Pembayaran Indonesia
yang membaik. Pada 18 Desember 2019, Rupiah menguat 0,93% (ptp) dibandingkan
dengan level November 2019 sehingga sejak awal tahun menguat 2,90% (ytd).
Penguatan Rupiah didukung oleh pasokan valas dari para eksportir dan aliran masuk
modal asing yang tetap berlanjut sejalan prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga,
daya tarik pasar keuangan domestik yang tetap besar, serta ketidakpastian pasar
keuangan global yang mereda.
Inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil. Inflasi IHK pada
November 2019 tercatat 0,14% (mtm) sehingga secara tahunan tercatat 3,00% (yoy),
menurun dibandingkan dengan level Oktober 2019 sebesar 3,13% (yoy). Meskipun
lebih tinggi dari bulan November 2019, inflasi IHK pada bulan Desember 2019
diperkirakan akan lebih rendah dari pola historisnya.

BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 2020


NO Tanggal BI-7Day
1 17 Desember 2020 3.75 %
2 19 November 2020 3.75 %
3 13 Oktober 2020 4.00 %
4 17 September 2020 4.00 %
5 19 Agustus 2020 4.00 %
6 16 Juli 2020 4.00 %
7 18 Juni 2020 4.25 %
8 19 Mei 2020 4.50 %
9 14 April 2020 4.50 %
10 19 Maret 2020 4.50 %
11 20 Februari 2020 4.75 %
12 23 Januari 2020 5.00 %

Sumber Gambar : https://www.bi.go.id/

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 Januari 2020
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar
5,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,25%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 5,75%. Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan
inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang terjaga, serta
upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Strategi operasi
moneter terus ditujukan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi
bauran kebijakan yang akomodatif. Sementara itu, kebijakan makroprudensial yang
akomodatif
ditempuh untuk mendorong pembiayaan ekonomi sejalan dengan siklus finansial yang
di bawah optimal dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian. Kebijakan sistem
pembayaran dan kebijakan pendalaman pasar keuangan terus diperkuat guna
mendukung pertumbuhan ekonomi.
Nilai tukar Rupiah terjaga didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia
dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai tukar
Rupiah pada 16 Desember menguat 0,63% secara rerata, meskipun melemah terbatas
0,04% secara point to point dibandingkan dengan level November 2020. Perkembangan
nilai tukar Rupiah yang terjaga didorong peningkatan aliran masuk modal asing ke
pasar keuangan domestik seiring dengan menurunnya ketidakpastian pasar keuangan
global dan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian
domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 16 Desember 2020
mencatat depresiasi sekitar 1,72% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2019.
Inflasi tercatat rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang
memadai. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2020 tercatat 0,28%
(mtm), sehingga secara tahunan inflasi mencapai 1,59% (yoy). Inflasi inti tetap rendah
sejalan dengan pengaruh permintaan domestik yang belum kuat, konsistensi kebijakan
Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target, dan stabilitas
nilai tukar yang terjaga.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari berlanjutnya
dampak covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan
modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Oktober 2020 tetap tinggi yakni
23,70%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni
3,15% (bruto) dan 1,03% (neto). Namun demikian, fungsi intermediasi dari sektor
keuangan masih lemah tercermin dari pertumbuhan kredit pada November 2020 yang
masih terkontraksi 1,39% (yoy), sedangkan DPK tumbuh 11,55% (yoy).

BI-7 Day ReverseRepo Rate (BI7DRR) 2021


NO Tanggal BI-7Day
1 16 Desember 2021 3.50 %
2 18 November 2021 3.50 %
3 19 Oktober 2021 3.50 %
4 21 September 2021 3.50 %
5 19 Agustus 2021 3.50 %
6 22 Juli 2021 3.50 %
7 17 Juni 2021 3.50 %
8 25 Mei 2021 3.50 %
9 20 April 2021 3.50 %
10 18 Maret 2021 3.50 %
11 18 Februari 2021 3.50 %
12 21 Januari 2021 3.75 %
Sumber Gambar : https://www.bi.go.id/

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Januari 2021
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar
3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,00%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 4,50%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan
stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Ekonomi global tumbuh sesuai prakiraan pada 2021 dan berlanjut pada 2022,
meski masih dibayangi gangguan rantai pasok dan kenaikan kasus Covid-19.
Pertumbuhan ekonomi global diprakirakan akan berlangsung lebih seimbang, tidak
hanya bertumpu pada pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, namun
juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India. Perkembangan
tersebut didorong oleh akselerasi tingkat vaksinasi, stimulus kebijakan, dan pemulihan
kegiatan usaha secara bertahap. Berbagai indikator ekonomi pada November 2021,
antara lain Purchasing Managers’ Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan
ritel, menunjukkan pemulihan yang terus berlangsung, di tengah indikator waktu
transportasi (PMI Suppliers’ Delivery Times Index) barang global yang masih tertahan.
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan ekonomi dunia
tumbuh sesuai proyeksi sekitar 5,7% pada 2021 dan 4,4% pada 2022.
Proses pemulihan ekonomi domestik diprakirakan terus berlanjut dan akan
meningkat lebih tinggi pada 2022. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan membaik pada
triwulan IV 2021 sejalan dengan meningkatnya mobilitas pasca langkah-langkah
penanganan yang ditempuh Pemerintah dalam pengendalian Covid-19 varian Delta.
Kinerja konsumsi swasta, investasi, serta konsumsi Pemerintah diprakirakan terus
meningkat, di tengah tetap terjaganya kinerja ekspor. Pertumbuhan ekonomi juga
didukung oleh kinerja Lapangan Usaha utama, antara lain Industri Pengolahan,
Perdagangan, dan Pertambangan yang diprakirakan tetap baik. Sejumlah indikator
hingga Desember 2021 menunjukkan proses pemulihan yang berlanjut, seperti
peningkatan
mobilitas masyarakat di berbagai daerah, kenaikan penjualan eceran, penguatan
keyakinan konsumen, serta ekspansi PMI Manufaktur.
Nilai tukar Rupiah terjaga didukung oleh ketahanan sektor eksternal Indonesia
dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, di tengah ketidakpastian di pasar
keuangan global yang meningkat. Nilai tukar Rupiah pada 15 Desember 2021 melemah
terbatas 0,07% secara point to point dan 0,70% secara rerata dibandingkan dengan level
November 2021. Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut disebabkan oleh aliran
modal keluar dari negara berkembang di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan
persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Dengan perkembangan ini,
Rupiah sampai dengan 15 Desember 2021 mencatat depresiasi sekitar 1,97% (ytd)
dibandingkan dengan level akhir 2020, lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang
sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India (3,93%, ytd), Filipina (4,51%, ytd),
dan Malaysia (4,94%, ytd). Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai
tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui
efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada November 2021 tercatat inflasi 0,37% (mtm) sehingga inflasi
IHK sampai November 2021 mencapai 1,30% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK
tercatat 1,75% (yoy), meningkat dari inflasi Oktober 2021 sebesar 1,66% (yoy). Inflasi
inti tetap rendah sebesar 1,44% (yoy) di tengah permintaan domestik yang mulai
meningkat, didukung oleh pasokan yang terkendali, nilai tukar yang stabil, dan
ekspektasi inflasi yang terjaga. Inflasi kelompok volatile food melambat didukung
pasokan barang yang memadai.

KESIMPUAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisa ekspektasi
kebijakan moneter dalam menstabilkan nilai tukar akibat covid 19 di Indonesia, maka
dari itu kami dapat menuliskan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut sebagai
berikut:
1. Pada tahun 20 17 kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar berada pada nilai positif
dimana nilainya sekitar Rp 13.000,00. Namun, sempat anjlok pada tahun 2018 sampai
dengan tahun 2019 sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di angka Rp
14.000,00- Rp 15.000,00. Pada awal tahun 2020 tepatnya di bulan Maret nilai tukar
rupiah terhadap dolar semakin terpuruk hal tersebut diakibatkan oleh munculnya dan
mewabahnya virus covit 19. Namun di tahun 2021, nilai tukar rupiah terhadap dolar
berada di sekitaran Rp 14.000,00.
2. Melalui kebijakan acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate telah memberikan dampak
positif dalam membantu menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Namun di sisi
lain covid 19 menjadi faktor eksternal atau menjadi ketidakpastian pasar sehingga
menimbulkan pelemahan nilai tukar.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan dari penelitian
diatas, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut :
1. Bank Indonesia sebagai Bank sentral harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan
moneter agar dapat mengatasi permasalahan perekonomian dan menstabilkan kondisi
perekonomian terutama dalam masa pandemi covid 19
2. Bank Indonesia dengan pemerintah harus membangun kerjasama yang baik dalam
mengatasi dan memulihkan perekonomian karena covid 19
3. Dalam penelitian berikutnya, diharapkan menentukan variabel penelitian yang
relevan serta menggunakan data terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Jurnal Perencanaan Pembangunan: The
Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 152
Fahrani, M. Rifky. “Artikel Ilmiah Artikel Ilmiah.” STIE Perbanas Surabaya, 2018, pp.
0–16.
Imron, Imron. “Analisa Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan Konsumen
Menggunakan Metode Kuantitatif Pada CV. Meubele Berkah Tangerang.”
Indonesian Journal on Software Engineering (IJSE), vol. 5, no. 1, 2019, pp. 19–
28, doi:10.31294/ijse.v5i1.5861.
Karnila Ali, Dick Ratna Sari, R. P. (2019). Inflasi Dan Nilai Tukar. Pengaruh Inflasi
Nilai Tukar Rupiah Dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Harga Saham
Pertambangan PadaBursa Efek Indonesia (Periode Tahun 2016-2018), Vol. 05. N.

https://journal.bappenas.go.id/index.php/jpp/article/download/114/8
https://www.bi.go.id
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/bi-7day-rr/default.aspx

Anda mungkin juga menyukai