INDONESIA
Kelompok 6 :
Nasrullah : 170801024
Muhanis : 170801133
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Koronavirus atau Coronavirus (virus korona atau virus Corona) adalah sekumpulan
virus dari subfamili Orthocoronavirinae dalam keluarga Coronaviridae dan ordo Nidovirales.
Kelompok virus ini yang dapat menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia (termasuk
manusia). Pada manusia, Coronavirus menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang
umumnya ringan, seperti pilek, meskipun beberapa bentuk penyakit seperti SARS, MERS,
dan Covid-19 sifatnya lebih mematikan.
Manifestasi klinis yang muncul cukup beragam pada spesies lain: pada ayam,
koronavirus menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas, sedangkan pada sapi dan babi
menyebabkan diare. Belum ada vaksin atau obat antivirus untuk mencegah atau mengobati
infeksi koronavirus pada manusia.
Mulai penyebaran virus Corona atau Covid-19 yang berasal dari Wuhan, Provinsi
Hubei, China. Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia,
termasuk Indonesia yang sejak awal bulan ini telah mewabah. Penyebaran virus Corona
berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 dan berdampak pada perekonomian
dunia dari perdagangan, investasi dan pariwisata.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebutkan ekonomi Indonesia bisa hanya
tumbuh 2,5 persen atau bahkan 0 persen jika pandemi Corona di RI tak segera diatasi.
Dengan adanya corona virus pertumbuhan ekonomi Indonesia pasti berada di bawah 5
persen. Kondisi ekonomi juga diperburuk dengan harga minyak dan gas yang turun di
Kisaran USD 30 per barel. Padahal perekonomian Indonesia bergantung pada harga
komoditas.
Pertumbuhan ekonomi juga berdampak pada ketidakpastian yang sangat tinggi dan
menurunkan kinerja pasar keuangan global. Ekonom Institute for Development of Economics
and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, Indonesia rentan terhadap
krisis ekonomi. Apalagi kini sedang merebaknya Covid-19 di Indonesia yang berdampak
terhadap perekonomian. Ia pun menjelaskan beberaap alasan Indonesia rentan masuk dalam
krisis ekonomi.
Menurut menteri Sri Mulyani mengatakan bahwa wa penyesalan virus Corona yang
terjadi di Indonesia mengakibatkan menurunnya pada kegiatan ekonomi. Yaitu pada berbagai
sektor keuangan Indonesia seperti perbankan hingga konsumsi rumah tangga yang menurun.
Pemerintah dalam hal ini bersama Bank Indonesia dan otoritas terkait berkomitmen
akan terus memperkuat Sinergi kebijakan untuk memonitor dinamika penyebaran COVID-19
termasuk dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu. Berbagai
langkah kebijakan akan ditempuh guna menjaga tetap kondusifnya aktivitas perekonomian
sehingga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga sehingga momentum
pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan.
Hal ini sejalan dengan adanya larangan penerbangan antar negara yang mulai
diberlakukan pada pertengahan Februari lalu. Jumlah penumpang angkutan rel dan udara juga
tumbuh negative seiring dengan diberlakukannya PSBB. Idul Fitri yang biasanya mempunyai
pengaruh cukup besar untuk menggerakkan perekonomian, akan menjadi sebaliknya
dikarenakan adanya PSBB. Sisi baiknya, bila bulan Juni aktivitas sudah berjalan maka
perusahaan dan pengusaha masih mempunyai waktu untuk langsung operasional.
Dari sisi makro ekonomi, dengan adanya stimulus fiskal yang disertai dengan
realokasi anggaran untuk kesehatan, perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi nasional
dari sektor keuangan, diharapkan akan dapat meningkatkan perekonomian secara perlahan di
kuartal ketiga. Dengan menggunakan model Input-Output (IO), Tim Riset Ekonomi PT
Sarana Multi Infrastruktur memperkirakan bahwa stimulus fiskal oleh pemerintah sebesar
Rp405,1 triliun akan tercipta output dalam perekonomian sebesar Rp649,3 triliun. Sementara
itu, nilai tambah dan pendapatan pekerja akan meningkat masing-masing sebesar Rp355
triliun dan Rp146,9 triliun.
Penurunan tingkat bunga acuan ini diharapkan akan diikuti dengan penurunan tingkat
bunga pasar sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pandemi Covid-
19 ini juga telah memberikan nuansa baru pada rantai pasokan dunia (global supply
chain).Sumber pasokan dunia yang tadinya dikuasai kurang lebih 20 persen oleh negara
China, telah bergeser ke beberapa negara lain karena adanya pandemi ini. Tentu saja untuk
dapat merebut kue pada global supply chain, Indonesia harus berbenah diri agar lebih
menarik investor.
Penurunan tarif pajak penghasilan perusahaan yang telah dikeluarkan dalam Perppu
I/2020 perlu diikuti oleh pembenahan dari sisi kepastian hukum investasi, reformasi birokrasi
dan iklim ketenagakerjaan yang sehat. Segala daya upaya perlu dikerahkan secara bersinergi
agar Indonesia dapat bangkit dari kondisi yang disebabkan dari dampak pandemi Covid-19
saat ini.
Saat ini Indonesia cukup terhantam keras dengan penyebaran virus Corona. Tidak
hanya kesehatan manusia, virus ini juga mengganggu kesehatan ekonomi di seluruh dunia.
Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam skenario terburuk bisa minus 0,4 persen.“Pertumbuhan ekonomi kita
berdasarkan assessment yang tadi kita lihat, BI, OJK, LPS, dan kami memperkirakan bahwa
pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan dalam skenarionya yang lebih buruk,
bisa mencapai negatif 0,4 persen,kondisi sekarang ini akan berimbas pada menurunnya
konsumsi rumah tangga yang diperkirakan 3,2 persen hingga 1,2 persen. Lebih dari itu,
investasi pun akan merosot tajam. Sebelumnya, pemerintah cukup optimistis bahwa investasi
akan tumbuh enam persen. Namun, dengan adanya COVID-19, diprediksi investasi akan
merosot ke level satu persen atau terburuk bisa mencapai minus empat persen.
Ekspor pun diperkirakan terkoreksi lebih dalam, mengingat sudah satu tahun
belakangan ini pertumbuhannya negatif. Begitu juga dengan impor yang, menurut Ani, juga
akan tetap negatif pertumbuhannya.Sektor UMKM, adalah sektor yang paling pertama
terdampak wabah COVID-19. Berkaca pada krisis tahun 1998, sektor ini cenderung aman.
Namun, sekarang situasinya berbeda. Sektor UMKM adalah sektor yang juga terpukul.
Padahal, selama ini biasanya menjadi safety net. Sekarang mengalami pukulan yang sangat
besar, karena adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial yang memengaruhi kemampuan
UMKM, yang biasanya resilient, bisa menghadapi kondisi. Tahun 97-98, justru UMKM
masih resilience. Sekarang ini dalam COVID ini, UMKM terpukul paling depan karena
ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat.
Oleh karena itu kita di Indonesia, harus memusatkan perhatian pada tiga hal. Pertama,
kesehatan dan masalah kemanusiaan harus ditangani. Kedua, menjamin kondisi masyarakat
terutama jaring pengaman sosial kepada masyarakat terbawah dan bagaimana kita melindungi
sedapat mungkin sektor usaha ekonomi supaya mereka tidak mengalami damage atau bisa
bertahan dalam situasi sulit. Dan dalam hal ini kita juga melindungi stabilitas sektor
keuangan.
Dalam situasi sekarang nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)
berpotensi melemah hingga Rp20.000 per dolar AS akibat wabah COVID-19. Untuk
perkiraan moderatnya berada di kisaran Rp17.500 per dolar AS. Hal ini menjadi bagian dari
salah satu skenario asumsi makro 2020 yang seluruhnya mengalami perubahan, seperti
pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 2,3 persen hingga minus 0,4 persen. Selain itu,
inflasi 5,1 persen serta harga minyak mentah Indonesia yang anjlok menjadi USD 31 per
barel.
Meskipun asumsi makro kali ini begitu menakutkan, pemerintah tidak akan membuat
hal itu terlaksana. Justru, hal ini dijadikan patokan jangan sampai skenario terburuk itu
terjadi. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, pihaknya tidak akan
membiarkan skenario nilai tukar rupiah Rp20.000 per dolar AS terjadi. Bahkan, ia
menyatakan, nilai tukar rupiah saat ini, yang berada pada kisaran Rp16.000 per dolar AS,
sudah cukup stabil. Skenario terberat kurs Rp17.500 per dolar AS atau yang sangat berat
Rp20.000 itu akan kita anitisipasi supaya tidak terjadi. Dalam hal ini saya sebagai Gubernur
BI menyatakan bahwa tingkat rupiah saat ini sudah memadai. Yang tadi saya sampaikan
skenario adalah sebagai forward looking yang kita akan cegah supaya tidak akan terjadi. Oleh
karena itu BI akan terus berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Penyebab melemahnya rupiah karena investor panik sehingga terjadi apa yang disebut
pembalikan modal atau capital outflow. Selama periode terjadinya pandemi ini antara Januari
dan Maret 2020 telah terjadi capital outflow dalam portofolio investasi Indonesia, yang
jumlahnya mencapai Rp167,9 triliun. Capital outflow ini yang kemudian terjadi di seluruh
dunia termasuk di Indonesia, yang juga menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah,
didorong oleh kepanikan global akibatnya cepat menyebarnya wabah COVID-19 di berbagai
dunia. Dalam konteks ini, kami menyediakan dolar, baik di spot dan juga di domestic non
delivery forward maupun pembelian SBN di pasar sekunder. Sejauh ini kami sudah membeli
SBN dari pasar sekunder sejumlah Rp166 triliun.
Namun, hal ini diyakini belum menandakan stabilisasi dalam kegiatan ekonomi.
Pasalnya, di tengah biaya produksi yang makin tinggi karena terganggunya jalur distribusi,
permintaan pasar juga belum sembuh sepenuhnya. Apalagi, ada penurunan permintaan impor
dari negara lain, termasuk Indonesia.“Namun jika masa pemulihan yang dialami China lebih
lama lagi, asumsi China baru berproduksi kembali, artinya proses impor baru bisa dilakukan .
Dengan begitu, dampak resesi yang dihadapi Indonesia akan lebih dalam lagi, Selain dialami
industri mamin, lanjutnya, gangguan lebih dalam juga bakal dialami industri manufaktur lain.
Dampak dari kelangkaan bahan baku ini akan membawa inflasi yang lebih tinggi karena
industri manufaktur tidak mampu memenuhi permintaan dan memicu terjadinya shortage.Di
sisi lain, dengan inflasi yang tinggi, tentu rumah tangga akan menurunkan konsumsinya.
Padahal kontribusi terbesar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini adalah konsumsi
rumah tangga. Dengan tingkat inflasi tinggi, konsumsi rumah tangga juga turun sejalan
dengan daya beli yang juga menurun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi pun dapat terpuruk
lebih jauh.
Pandemi Covid-19 akan berimplikasi buruk bagi perekonomian dunia dan Indonesia
pada tahun ini, karena terjadi bersamaan dengan menurunnya harga komoditas dan gejolak
pasar keuangan. Inflasi yang terjadi ditahun ini pun diproyeksi akan mengalami peningkatan
ke level 3 persen, karena ketatnya pasokan pangan dan depresiasi mata uang yang
diperkirakan dapat diimbangi sebagian oleh penurunan harga bahan bakar non-subsidi, serta
subsidi tambahan untuk listrik dan pangan. Namun, pada tahun 2021 inflasi diyakini kembali
ke level normal, yakni 2,8 persen.
Sementara itu, berbeda halnya dengan inflasi, segi pendapatan ekspor pariwisata dan
komoditas, diperkirakan terjadi penurunan yang menyebabkan defisit transaksi berjalan
mencapai 2,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2020. Seperti pada
laporan World Bank yang bertajuk East Asia and The Pacific in The Time of COVID-19
pada hari Selasa tanggal 31 Maret 2020 lalu, menyatakan meski sempat tertekan di tahun ini
pertumbuhan ekonomi RI akan kembali rebound di kisaran 5,4 persen pada 2021 mendatang.
Hal ini seiring dengan tingkat permintaan agregat yang kian stabil. "Kerugian yang
berdampak pada Outlook pertumbuhan tahun ini cukup parah," menurut World Bank dalam
laporannya tersebut. Lebih lanjut, Wold Bank menyebut berbagai upaya yang dilakukan
dalam mencegah persebaran virus baik secara global maupun domestik akan mengurangi
tekanan terhadap permintaan global, harga komoditas, perdagangan internasional hingga
pariwisata dan sentimen bisnis global serta pertumbuhan investasi.
Mereka menilai pertumbuhan investasi akan melambat akibat adanya fluktuasi pada
perdagangan yang menyebabkan kepercayaan investor menjadi lebih rendah. Namun kendati
demikian, ongkos kredit yang lebih murah serta usulan reformasi ekonomi diharapkan bisa
mendukung proses pemulihan dalam beberapa waktu ke depan. Adapun pertumbuhan belanja
pemerintah diproyeksi bakal menguat, dengan besarnya paket stimulus fiskal yang
digelontorkan dalam meredam dampak virus corona. "Di tengah penurunan tajam
pertumbuhan dan perdagangan global, ekspor dan impor Indonesia diperkirakan akan
terkontraksi untuk kedua kalinya tahun ini.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, pulihnya perekonomian Indonesia pada tahun
depan dipengaruhi oleh upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi melalui
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpajakan. Sebelumnya,
Perrymenjelaskan kondisi Covid-19 terhadap perekonomian global menyebabkan
ketidakpastian yang sangat tinggi dan menurunkan kinerja pasar keuangan global, menekan
banyak mata uang dunia, serta memicu pembalikan modal kepada aset keuangan yang
dianggap aman.
Semoga pandemi ini dapat segera berakhir agar segala sektor dapat berjalan kembali seperti
semula.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wabah Covid-19 berpotensi mengubah tatanan ekonomi dunia yang ditandai dengan
berubahnya peta perdagangan dunia, selain mengakibatkan mandegnya berbagai bidang
usaha. Kinerja perdagangan global dipastikan akan terganggu akibat lambatnya perbaikan
kinerja manufaktur, khususnya di China hingga menjelang semester pertama tahun ini. Di
tambah dengan jalur distribusi logistik yang juga terganggu, dampak negatif mau tak mau
akan menerpa ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.