Anda di halaman 1dari 9

DASAR EKONOMI KESEHATAN

DISUSUN OLEH :
Kelompok 8
Nadhira Ghassani (K011191074)
Fatimah Azzahrah Zainuddin (K011191180)
A. Muh. Faudzul Adziim (K011191174)
Khotifah Amalia Syaputri (K011191152)
Ainun Mardiyah (K011191050)

KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
Nama : Nadhira Ghassani
NIM : K011191074
Dalam ekonomi, resesi adalah kontraksi siklus bisnis ketika ada penurunan umum
dalam kegiatan ekonomi. Resesi umumnya terjadi ketika ada penurunan belanja yang meluas.
Ini dapat dipicu oleh berbagai peristiwa, seperti krisis keuangan, goncangan perdagangan
eksternal, guncangan pasokan yang merugikan, pandemi, atau contohnya saat ini adalah
pandemic covid-19. Di Amerika Serikat, ini didefinisikan sebagai "penurunan signifikan
dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di pasar, yang berlangsung lebih dari beberapa bulan,
biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan
penjualan grosir-eceran". Di Inggris, ini didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi negatif
selama dua kuartal berturut-turut. Pemerintah biasanya merespons resesi dengan mengadopsi
kebijakan ekonomi makro yang ekspansif, seperti meningkatkan pasokan uang atau
meningkatkan pengeluaran pemerintah dan mengurangi pajak. Lalu selain resesi yang sangat
terpapar akibat virus covid-19 ini adalah nilai eksport yang turun 11,63% dan impornya
turun 49,63%. Ekonomi Indonesia tahun ini bisa hancur karena pandemi COVID-19 yang
membebani anggaran negara dan neraca berjalan dan membatasi ruang moneter Bank
Indonesia untuk mendukung pelemahan rupiah.
Daya beli masyarakat yang lemah juga mempengaruhi nilai rupiah terhadap dolar.
Rupiah terus mengalami depresiasi yang mendalam dan mencapai Rp. 16.650. tentu pengaruh
pandemi covid-19 ini sangat mendukung akan jatuhnya nilai rupiah. Pemerintah memiliki
peranan aktif untuk menghadapi situasi seperti ini, beberapa kebijaka yang di lakukan oleh
pemerintah pusat seperti buyback SBN, dan menurunkan Giro wajib Minimum (GWM)
perbankan juga nampaknya tidak beritu berpengaruh. Selain peran pemerintah, masyarakat
memiliki andil untuk menanggapi hal ini.
Nama : Fatimah Azzahrah Zainuddin
NIM : K011191180

Center Of Reform On Economics (CORE) membuat laporan tentang kondisi ekonomi


di saat pandemi COVID-19. Lonjakan jumlah penderita dengan fatality rate yang tinggi
dalam sebulan terakhir sangat mengkhawatirkan.
Respons pemerintah dan masyarakat yang melakukan upaya pencegahan, seperti
penutupan sekolah, work from home khususnya pekerja sektor formal, penundaan dan
pembatalan berbagai event-event pemerintah dan swasta, membuat roda perputaran ekonomi
melambat. Tak hanya itu, meluasnya kekhawatiran masyarakat dan investor terhadap Covid-
19, menyebabkan minat investasi juga akan turun signifikan, sehingga pertumbuhan investasi
baru akan melambat. Proyek-proyek investasi yang dikelola pemerintah dan BUMN akan
tetap berlangsung, meskipun juga akan turun sejalan dengan himbauan social distancing bagi
para pekerja. Melihat kondisi tersebut, CORE memastikan prospek pertumbuhan ekonomi
tahun ini akan jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Jika pemerintah melakukan
langkah-langkah yang lebih 'ketat' untuk menekan penularan wabah ini, sebagaimana yang
dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, maka puncak tekanan ekonomi diperkirakan akan
terjadi pada kuartal kedua, dan setelahnya (kuartal ketiga dan keempat) akan masuk masa
pemulihan.
Dengan skenario paling optimis tersebut, CORE Indonesia memprediksikan ekonomi
Indonesia secara kumulatif tumbuh di kisaran -2% hingga 2%. Akan tetapi, kondisi yang
lebih buruk dapat terjadi jika penyebaran Covid-19 di Indonesia berlangsung lebih dari dua
kuartal dan negara-negara yang menjadi mitra utama ekspor Indonesia juga mengalami hal
serupa. Dalam kondisi tersebut, tekanan permintaan domestik dan global akan lebih lama,
sehingga sangat kecil peluang ekonomi akan tumbuh positif.
Indonesia perlu bergegas mengantisipasi potensi resesi ekonomi yang sudah di
depan mata. Alarm resensi itu antara lain didorong melambatnya ekonomi nasional
sebagai dampak dari penyebaran virus corona (Covid-19). Bila kebijakan karantina
wilayah atau lockdown diambil pemerintah yang akan menimbulkan beberapa dampak di
antaranya pertama, menghentikan pekerja untuk bekerja dan kedua, memperlambat
konsumsi untuk mengonsumsi.
Sementara itu, Kepala Centre of Macroeconomics and Finance Indef, Rizal
Taufikurohman, menambahkan, pandemi Covid-19 berdampak menurunkan terhadap
indikator ekonomi makro nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang pada
berbagai skenario. Indikator yang terbesar menurun pada semua kemungkinan adalah
indikator konsumsi rumah tangga. Di mana skenario paling besar penurunannya terjadi
pada skenario penanganan wabah Covid-19 selama 6 bulan lamanya.
Dalam riset bertajuk “The Global Macroeconomic Impacts of Covid-19” ekonom
Australian National University, Warwick McKibbin dan Roshen Fernando meramalkan
kegawatan luar biasa. Keduanya menyebutkan dampak virus corona jauh lebih buruk
ketimbang Flu Spanyol yang pada 1918-1919 menjadi pandemi paling mematikan sepanjang
sejarah dengan menelan 40 juta korban jiwa.
Dampak ekonomi Covid-19 diperkirakan bisa mencapai US$ 2,4 triliun atau sekitar
Rp 39.304 triliun. Jauh lebih besar ketimbang penyakit pernapasan akut SARS yang pada
2003 memangkas ekonomi dunia sebesar US$ 40 miliar atau Rp 656,72 triliun. Kedua
ekonom itu membuat tujuh skenario berdasarkan tingkat sebaran virus corona, kasus, dan
jumlah korban tewas. Skenario satu sampai tiga jika corona hanya terjadi di Tiongkok dan
bersifat sementara. Skenario empat hingga enam jika corona menyebar ke seluruh dunia dan
bersifat sementara. Sedangkan pada skenario tujuh yaitu ketika wabah corona meluas ke
seluruh dunia dan skala ringan, namun berulang pada tahun-tahun mendatang.
Mereka membuat prognosis berdasarkan lima faktor guncangan (shock). Yang
pertama adalah equity risk premium atau guncangan pasar modal. Kemudian ada suplai
tenaga kerja, biaya produksi, permintaan konsumsi, dan belanja pemerintah. Secara garis
besar, Indonesia menghadapi risiko kenaikan equity risk premium, penurunan suplai tenaga
kerja, kenaikan biaya produksi, penurunan permintaan, dan kenaikan anggaran belanja.
Berdasarkan simulasi itu, keduanya memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
2020 akan terkoreksi 1,3 % pada skenario empat; 2,8 % pada skenario lima; 4,7 % pada
skenario enam, dan 1,3 % pada skenario tujuh. Dengan skenario empat saja, pendapatan
domestik bruto (PDB) Indonesia akan jatuh di kisaran 4 %. Hingga Selasa (24/3), jumlah
pasien positif Covid-19 di Indonesia sebanyak 686 orang, 55 di antaranya meninggal dunia.
Meski masih jauh dari angka 647 korban pada skenario empat, pemerintah harus berusaha
keras untuk menekan korban. McKibbin dan Fernando menyebutkan dampak terjadinya
wabah penyakit terhadap pasokan tenaga kerja tak sebatas kematian. Sebab, selain penderita
menjadi tak produktif, kinerja anggota keluarga yang merawat mereka akan terdampak.
Apalagi, sekitar 70 % pekerja perempuan juga bertanggung jawab atas kelangsungan rumah
tangga, termasuk kesehatan anggota keluarganya.
Dalam kasus Covid-19, masa karantina yang disarankan adalah selama 14 hari, lebih
dari jatah cuti tahunan karyawan. Semakin banyak pekerja yang terinfeksi, semakin tinggi
pula biaya produksi yang ditanggung perusahaan. Kondisi tersebut diperparah dengan
kendala impor bahan baku dan barang modal dari Tiongkok yang menjadi epicentrum
pandemi. Ujung-ujungnya, harga barang pun naik. Kenaikan harga barang, ditambah
penghasilan yang menurun akibat penyakit (jika tidak di-PHK) adalah kombinasi fatal
pemukul daya beli. Pemerintah harus mengantisipasi merosotnya konsumsi yang selama ini
jadi penyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kuncinya saat ini adalah realokasi anggaran. Pemerintah perlu mempercepat
pengajuan rancangan APBN Perubahan 2020 dan mendorong pemerintah daerah melakukan
hal yang sama. Jika itu tak dilakukan, praktis pemerintah hanya bisa memakai dana tanggap
darurat sebesar Rp 5 triliun. Melihat berbagai skenario tersebut, ekonomi Indonesia pada
2020 dan tahun-tahun mendatang akan sangat bergantung pada penanganan pandemi virus
corona. Makin buruk penanganan, korban akan terus berjatuhan dan sulit membendung
dampak ekonominya.
Nama : A. Muh. Faudzul Adziim
NIM : K011191174

Virus korona benar-benar telah membuat dunia gempar dan kewalahan. Negara
berkembang sampai negara maju sekalipun telah dimasuki, tak pandang bulu. Virus ini
tentunya telah memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, tidak
terkecuali dalam sektor ekonomi, bisnis, dan keuangan. Untuk itu, diperlukan kebijakan
strategis dan sasaran yang tepat untuk meminimalisir kekacauan yang terjadi di pasar
ekonomi global maupun pasar ekonomi Indonesia.
Di Indonesia sendiri, pertumbuhan ekonomi diprediksi akan menurun bahkan kata
menteri keuangan bisa tidak terjadi pertumbuhan ekonomi alias tumbuh nol persen. Belum
lagi dengan kabar mengejutkan terkait semakin melemahnya nilai rupiah terhadap dolar yang
kini mencapai Rp16.354 per dolar. Padahal Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya,
salah satunya dengan kebijakan rebuy back SBN. Beberapa otoritas terkait juga telah
membuat kebijakan sesuai tupoksinya masing-masing.
Terkait penanganan pandemik virus korona sendiri, otoritas telah membuat suatu
kebijakan yang kita kenal dengan nama lockdown. Kebijakan ini merupakan kebijakan
nasional tetapi masih miris dalam pengaplikasiannya. Masih ada beberapa daerah di
Indonesia yang belum memberlakukan lockdown di daerahnya. Publik yang merasa khawatir
dan cemas akhirnya mengambil sikap melakukan sendiri upayanya dalam melindungi diri
masing-masing. Dampaknya tentu saja tidak optimal. Ini dibuktikan dengan kecepatan
penyebaran, akibat kematian, dan kesulitan para tim medis dalam menghadapi dan mengatasi
virus korona menunjukkan hasil yang lambat dan belum sesuai dengan harapan.
Pertanyaannya sekarang adalah langkah apa yang harus diambil oleh pihak otoritas
dalam menyelesaikan seluruh rangkaian permasalahan ini? Perlu diketahui bahwa sehebat
dan secemerlang apapun langkah dan strategi yang diambil oleh pihak otoritas tetapi tidak
melibatkan publik di dalamnya maka semua itu hanya akan menjadi sia-sia belaka.
Keberhasilan hanya akan terwujud jika dalam mengantisipasi, menghindari, dan menghadapi
pandemik ini dilibatkan publik sehingga akan tumbuh rasa saling percaya dan lahir dukungan
nyata dari masyarakat secara optimal.
Ini tentu menjadi sebuah pembelajaran bagi kita semua bahwa waktu dan kesempatan
sangatlah berharga. Saya berharap semoga pandemik virus korona ini cepat berakhir dan
masyarakat dapat kembali beraktivitas seperti biasanya. Mari kita saling bahu membahu
bersama dengan pihak otoritas dalam menyelesaikan permasalahan pandemik yang terjadi
saat ini!

Nama : Khotifah Amalia Syaputri


NIM : K011191152

Pendemik virus corona dalam presvektif ekonomi dan bisnis, memicu kondisi dimana
penurunan seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, ekonomi global yang menurun,
krisis keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi akan menurun drastis
yang melemahnya mata uang rupiah. Penurunan drastis tingkat ekonomi Indonesia
diakibatkan mewabahnya virus corona di berbagai belahan Negara di dunia. Ancaman resesi
global yang akan menurun dalam kisaran 0,5 – 1,5 persen dari target yang hanya dalam
kisaran rata-rata antara 2-3 persen. Terlebih melihat kondisi keuangan dunia yang sudah
terguncang hebat diantaranya Amerika,Inggris,Kanada, dan Australia. Dinegara maju nilai
tukar melemah terhadap dolar Amerika. Australia dan Kanada masing-masing melemah
sebesar 0,85 persen dan 0,45 persen dan diikut ih inggris sebesar 0,04 persen. Dalam hal ini
mata rupian Indonesia terhadap dolar mencapai Rp 16.354 per dolar. Jika tak segera diatasi,
resesi akan berlangsung dalam jangka waktu lama sehingga menjadi depresi ekonomi.
Dalam stuasi krisis yang parah di Indonesia perlu disadari bahwa keberhasilan
mengantisipasi, dan menghadapi pandemik pada prinsipnya jika hanya dilakukan pihak
otoritas saja, tanpa kepercayaan dan dukungan dari masyarakat. Bahkan jika otoritas
mengambil kebijakan publik tidak mengambil langkah strategis, maka akan menimbulkan
persoalan yang lebih berat, sehingga manfaat kebijakan tersebut bisa dirasakn langsung oleh
masyarakat sehingga bisa merendam gejolak sosial yang terjadi.
Nama : Ainun Mardhiyah Abdillah

NIM : K011191050

Virus yang berasal dari China dan menyebar luas ke berbagai negara ini berhasil
memporak-porandakan ekonomi dunia dan memicu munculnya krisis baru. Berbeda dengan
krisis tahun 2009 yang bersumber dari keruntuhan sektor keuangan, kali ini krisis datang dari
sektor kesehatan dan keamanan masyarakat akibat adanya pandemi virus corona yang hingga
Sabtu (28/3) sudah menginfeksi 615.519 orang di seluruh dunia, dengan total kematian
28.717 orang dan 135.735 orang sembuh.

Di Indonesia, data hingga Sabtu (28/3) jumlah orang yang terinfeksi mencapai 1.115
orang, 102 orang meninggal dan 59 orang sembuh. Semakin banyaknya jumlah orang yang
terinfeksi virus corona membuat pemerintah menerapkan berbagai himbauan untuk menjaga
jarak antara masyarakat alias social distancing. Mulai dari imbauan bekerja di rumah bagi
pekerja dan karyawan yang memungkinkan, meliburkan sekolah hingga membatasi kegiatan
yang melibatkan banyak orang. Kondisi ini tentu berdampak pada perputaran roda
perekonomian di dalam negeri. Tak hanya itu, perekonomian secara global otomatis juga
terganggu. Berbagai lembaga internasional bahkan telah merevisi turun proyeksi
pertumbuhan ekonomi global tahun ini. International Monetary Fund (IMF) misalnya,
menyebutkan penyebaran virus corona yang terbilang cepat akan menghapus harapan
pertumbuhan ekonomi tahun 2020.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, akibat virus ini, sepertiga
dari 189 negara anggota IMF akan terimbas.Georgieva mengatakan IMF saat ini memprediksi
pertumbuhan ekonomi global 2020 akan berada di bawah level 2,9% dan perkiraan revisi
akan dikeluarkan dalam beberapa minggu mendatang. Perubahan pandangan ini akan
merepresentasikan lebih dari penurunan 0,4 poin persentase dari tingkat pertumbuhan 3,3%
2020 yang IMF perkirakan pada Januari berdasarkan meredanya ketegangan perdagangan
AS-China. "Pertumbuhan tahun ini akan jatuh di bawah level tahun lalu," kata Georgieva.
Dia menolak untuk mengatakan apakah krisis kesehatan yang meningkat dapat mendorong
ekonomi dunia ke dalam resesi.
Georgieva dan Presiden Bank Dunia David Malpass menggarisbawahi pentingnya
tindakan terkoordinasi untuk membatasi dampak ekonomi dan manusia dari virus.
Reuters menyebut, IMF menyediakan dana senilai US$ 50 miliar dalam dana darurat untuk
anggota yang mencakup pinjaman berbunga sangat rendah, sehingga dapat membantu
negara-negara miskin dalam menghadapi pandemi corona. "Ini adalah durasi wabah yang saat
ini sulit untuk diprediksi," katanya kepada Reuters. Dia menambahkan bahwa efektivitas
langkah-langkah mitigasi akan memainkan peran kunci dalam menentukan dampak ekonomi.
Melambatnya ekonomi global tentu akan berdampak pada ekonomi di dalam negeri. Di
Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan telah menyusun berbagai
skenario pertumbuhan ekonomi tahun ini di tengah ancaman virus corona.

Anda mungkin juga menyukai