Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ceisar Octaviani Efendi Nasution

NIM. : 7183210025

Kelas. : Manajemen A 2018

Matkul: Ekonomi Moneter

Analisis dampak Pandemi terhadap permintaan dan penawaran

Pandemi corona (Covid-19) telah menimbulkan berbagai dampak penurunan pada


perekonomian negara secara global. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi harus terkoreksi dalam
karena anggaran dialokasikan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat hingga
pengusaha agar tetap bertahan di tengah situasi sulit saat ini.

Saat ini ekonomi global mengalami krisis akibat pandemi Covid-19, indeks bursa saham rontok.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar USA melemah hal ini diakibatkan banyaknya investor asing
meninggalkan pasar keuangan Indonesia, pasar saham anjlok, mempengaruhi perekonomian
dalam negeri.

Penguatan dollar USA ini terjadi karena kepanikan di pasar global akibat Covid-19 serta
bergejolaknya pasar minyak. Kemungkinan rupiah akan melemah terus terhadap nilai tukar
dollar AS.

Wabah Covid-19 ini bukan hanya sekadar penyakit yang mempengaruhi kesehatan, namun juga
dampak secara ekonomi, karena ketika semakin banyak pekerja yang terinfeksi maka semakin
banyak pula biaya untuk perawatan dan juga biaya produksi yang ditanggung oleh negara.

Resiko terhadap kesehatan semakin tinggi dan secara ekonomi akan mempengaruhi pada
tingkat produktivitas biaya perawatan yang tinggi akibat banyaknya yang terdampak.
Dibutuhkan penanganan yang serius dan kebijakan yang tegas dan tepat sasaran untuk
menyelesaikan krisis ekonomi tersebut.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam laporannya
menyebutkan, sampai saat ini berbagai negara telah berupaya menangani penyebaran Covid-
19. Beberapa upaya dilakukan seperti penghentian aktivitas ekonomi domestik maupun non
domestik hingga memberlakukan lockdown yang ketat.

OECD juga menyebutkan, ada perbedaan krisis pandemi Covid-19 saat ini dibandingkan dengan
krisis ekonomi lainnya. Yakni, terdapat guncangan pada penawaran dan permintaan secara
bersamaan yang berpengaruh terhadap lingkup domestik, regional, dan global. Sehingga,
aktivitas ekonomi saat ini harus menurun lebih tajam dibandingkan dalam beberapa dekade.

Tak hanya itu, banyak kegiatan ekonomi yang terdampak Covid-19. Yang paling terpukul
diantaranya sektor jasa dari manufaktur, sementara sektor pertanian relatif tetap tangguh.
Kebijakan lockdown di beberapa negara juga telah menyusutkan permintaan, menyebabkan
karyawan kehilangan pekerjaan terutama yang bekerja di bidang transportasi, makanan dan
akomodasi, konstruksi dan lainnya.

Di tengah pandemi Covid-19, perekonomian dunia mengalami tekanan, tidak terkecuali


Indonesia. Terjadinya inflasi beberapa bulan terakhir menjadi bukti bahwa adanya pandemi
Covid-19 ikut berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia Inflasi kecenderungan naiknya
harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus.

Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai mata uang Pandemi
Covid-19 ini berdampak pada kondisi perekonomian Indonesia, khususnya pada sektor
perdagangan yang meliputi kegiatan ekspor impor bahan baku, dan barang modal. Kegiatan
produksi yang menurun, langkanya barang, dan juga kenaikan harga di pasaran menyebabkan
terjadinya inflasi.

Perkembangan inflasi selama masa pandemic covid 19 sampai dengan new normal tetap
menjadi perhatian banyak kalangan. Sebab, permintaan dan penawaran terhadap suatu
barang mengalami penurunan secara signifikan.

Dampak sektor perdagangan, khususunya ekspor dan impor, bahan baku dan barang modal.
Produksi turun, barang langka dan harga barang terus meningkat sehingga menimbulkan inflasi.
Kenaikan harga barang yang disertai penghasilan yang menurun merupakan kondisi fatal daya
beli masyarakat. Sebagian bahan baku untuk industri di Indonesia sendiri masih dipasok dari
China yang mengalami kendala produksi akibat karantina di sejumlah daerah untuk
membendung pandemi Covid- 19.

Ini menjadi sesuatu yang luar biasa tidak terlepas dari peran teknologi komunikasi. Tingkat
persebaran informasi yang cepat menimbulkan kepanikan yang dahsyat di masyarakat.
Implikasinya membuat perilaku masyarakat berubah. Kepanikan tersebut salah satunya
mengakibatkan ketimpangan antara permintaan dan penawaran.

Seruan untuk pemberlakuan social distancing mempunyai dampak yang tidak sekadar
menjauhkan hubungan fisik manusia namun juga mengganggu perilaku ekonomi masyarakat.
Namun, pilihan untuk social distancing dinilai lebih baik daripada keputusan untuk lockdown
dan kebijakan herd immunity.

Wacana lockdown dapat membuat laju perekonomian semakin berat. Tingkat konsumsi
melemah yang mempengaruhi beberapa indikator penopang ekonomi. Pasokan bahan pangan
dan kebutuhan yang menurun mengakibatkan harga naik. Hal ini akan menimbulkan
kelangkaan barang yang akhirnya akan memicu keresahan sosial.

Selain itu di awal munculnya Pandemi covid-19 terjadi fenomena penimbunan barang yang
dilakukan oleh konsumen atau masyarakat ketika ada situasi tertentu yang dipandang gawat
atau darurat kerap dikenal dengan istilah panic buying. Perilaku panic buying ini menurut Enny
Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya terjadi karena informasi tidak sempurna atau
menyeluruh yang diterima oleh masyarakat. Akibatnya, timbul kekhawatiran di masyarakat
sehingga menimbulkan respons tindakan belanja secara masif sebagai upaya penyelamatan diri.

Dalam ekonomi, maraknya orang yang memburu suatu barang, seperti masker, memengaruhi
sisi permintaan. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi berlaku
yaitu: jika terjadi permintaan tinggi karena tidak jumlah barang yang sedikit, maka harga barang
akan semakin mahal.
Faktor inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemburu rente atau pencari keuntungan.
Sebab, di tengah kondisi panic buying, masyarakat cenderung membeli barang lebih dari yang
dibutuhkan. Jika hal ini dilakukan oleh banyak orang, maka akibatnya adalah terjadi kelangkaan
barang yang disebabkan ketidakseimbangan antara demand dan supply. Dus, kelangkaan akibat
tidak seimbangnya permintaan dan penawaran ini berujung pada kenaikan harga.

“Yang terjadi setelah kenaikan harga adalah penurunan daya beli masyarakat. Karena misal
uang Rp10 ribu yang tadinya cukup untuk beli masker, sekarang tidak cukup lagi karena
harganya dua kali lipat bahkan lebih. Artinya, masyarakat harus menyiapkan uang berkali-kali
lipat untuk membeli barang yang jumlahnya sama. Ini tentu bisa mengurangi daya beli
masyarakat," jelas Enny.

Untuk mengantisipasi dan memitigasi terulangnya panic buying, maka diperlukan kejelasan
informasi dari otoritas yang berwenang, sebut Enny. Selain itu, informasi yang disajikan
pemerintah, idealnya tidak tumpang tindih. Jelasnya informasi yang diterima oleh masyarakat,
lanjutnya, dapat meredam tekanan psikologis masyarakat termasuk dari berbagai macam berita
hoaks.

Langkah konkret lain yang juga bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membagikan
masker secara cuma-cuma atau gratis kepada masyarakat. Hal ini seperti yang pernah
pemerintah RI lakukan saat mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan. Distribusi
pembagian masker ini pun bisa dilakukan secara fleksibel, seperti di pusat keramaian umum,
perkantoran, sekolah-sekolah, dan sebagainya.

Krisis ekonomi global akibat wabah virus Corona atau pandemi Covid-19, kegiatan logistik,
pariwisata dan perdagangan merupakan sektor yang memperoleh dampak besar dari wabah
virus Corona. Hal ini diakibatkan larangan sejumlah pemerintah untuk melakukan perjalanan ke
luar negeri dan penutupan beberapa sektor pariwisata akibat dari kurangnya wisatawan
mancanegara.

Sumber:
https://www.google.com/amp/s/amp.sukabumiupdate.com/detail/bale-warga/opini/77928-
Pengaruh-Inflasi-Dimasa-Pandemi-Covid-19-Terhadap-Perekonomian-Indonesia

https://www.google.com/amp/s/amp.kontan.co.id/news/oecd-krisis-corona-lebih-parah-
karena-permintaan-dan-penawaran-anjlok-bersamaan

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/panic-buying-dan-dampaknya-terhadap-
ekonomi-eDDT

Anda mungkin juga menyukai