Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU

EKONOMI KESEHATAN
Demand dan Supply pada Wabah Covid-19

Oleh :
Al Aaqhidul Fadhli (1920322023)

Dosen :
Yurniwati

PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
Demand dan Supply pada Wabah Covid 19 di Indonesia

Panic Buying dan Ekonomi

Penimbunan barang yang dilakukan oleh konsumen atau masyarakat ketika ada situasi
tertentu yang dipandang gawat atau darurat kerap dikenal dengan istilah panic buying.
Perilaku panic buying ini menurut Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for
Development of Economics and Finance (INDEF) dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya
terjadi karena informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat.
Akibatnya, timbul kekhawatiran di masyarakat sehingga menimbulkan respons tindakan belanja
secara masif sebagai upaya penyelamatan diri.

Terdapat dua bentuk kekhawatiran yang terjadi di masyarakat. Pertama adalah khawatir
kalau tidak belanja sekarang, bisa saja besok harga barang naik. Kedua, jika tidak belanja
sekarang, maka esok hari barangnya sudah tidak ada. Seperti inilah kondisi panic buying yang
sekarang ini terjadi, terutama untuk masker.

Dalam ekonomi, maraknya orang yang memburu suatu barang, seperti masker,
memengaruhi sisi permintaan. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi
berlaku yaitu: jika terjadi permintaan tinggi karena tidak jumlah barang yang sedikit, maka harga
barang akan semakin mahal.

Faktor inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemburu rente atau pencari
keuntungan. Sebab, di tengah kondisi panic buying, masyarakat cenderung membeli barang lebih
dari yang dibutuhkan. Jika hal ini dilakukan oleh banyak orang, maka akibatnya adalah terjadi
kelangkaan barang yang disebabkan ketidakseimbangan antara demand dan supply. Dus,
kelangkaan akibat tidak seimbangnya permintaan dan penawaran ini berujung pada kenaikan
harga.

Yang terjadi setelah kenaikan harga adalah penurunan daya beli masyarakat. Karena
misal uang Rp10 ribu yang tadinya cukup untuk beli masker, sekarang tidak cukup lagi karena
harganya dua kali lipat bahkan lebih. Artinya, masyarakat harus menyiapkan uang berkali-kali
lipat untuk membeli barang yang jumlahnya sama. Ini tentu bisa mengurangi daya beli
masyarakat.

Untuk mengantisipasi dan memitigasi terulangnya panic buying, maka diperlukan


kejelasan informasi dari otoritas yang berwenang, Selain itu, informasi yang disajikan
pemerintah, idealnya tidak tumpang tindih. Jelasnya informasi yang diterima oleh masyarakat,
lanjutnya, dapat meredam tekanan psikologis masyarakat termasuk dari berbagai macam berita
hoaks.

Langkah konkret lain yang juga bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
membagikan masker secara cuma-cuma atau gratis kepada masyarakat. Distribusi pembagian
masker ini pun bisa dilakukan secara fleksibel, seperti di pusat keramaian umum, perkantoran,
sekolah-sekolah, dan sebagainya. Sehingga masyarakat tidak merasa khawatir untuk membeli
masker di pasaran dan tidak dimanfaatkan oleh para pemburu rente yang menjual dengan harga
yang amat mahal.

Melambatnya sektor usaha dan produksi

Setidaknya guncangan ekonomi yang terjadi akibat COVID-19 memengaruhi sisi


penawaran (supply side shock) dan sisi permintaan (demand side shock). Dari sisi penawaran,
penyebaran COVID-19 jelas akan memberikan dampak pada kesehatan tenaga kerja dan akan
secara langsung menurunkan tingkat produktivitas tenaga kerja. Selain itu dalam rangka
mencegah penularan virus yang semakin luas dengan melakukan pembatasan mobilitas, secara
ekonomi hal tersebut akan membuat produktivitas menurun.

Bahwa penurunan produktivitas tersebut mirip dengan penurunan sementara dalam jumlah
tenaga kerja. Sedangkan dari sisi permintaan, COVID-19 memiliki pengaruh terhadap permintaan
agregat melalui dua aspek, yaitu aspek praktis dan psikologis.

Pada aspek praktis, COVID-19 membuat pergerakan konsumen semakin jarang untuk
keluar rumah, sehingga frekuensi transaksi akan relatif lebih rendah dan tingkat konsumsi
menjadi menurun. Sedangkan dari aspek psikologis, COVID-19 membuat agen ekonomi
menghadapi ketidakpastian, sehingga konsumen dan perusahaan akan cenderung melakukan
“wait and see” dalam keputusan ekonominya, atau dengan kata lain menahan kegiatan konsumsi
dan investasinya. Hal tersebut akan membuat permintaan secara agregat akan menurun.

Guncangan (Shock) yang Terjadi Akibat COVID-19 Tidak Hanya Dari Sisi Konsumsi (Demand)
Tetapi Juga Produksi (Supply)

1. Praktik social distancing membuat shock pada sisi produksi (supply) yang terlihat dari
penutupan pabrik dan kegiatan produksi. PHK tidak terelakan dan akan menurunkan daya beli
masyarakat, akibatnya konsumsi barang menurun.

2. Jika shock berasal dari sisi konsumsi (demand) maka praktik social distancing membuat
keleluasaan untuk mengonsumsi barang akan menurun yang berimplikasi pada menurunnya
permintaan barang tersebut. Akibatnya, perusahaan tidak mendapatkan pendapatan yang
maksimal dan cenderung menurun. Akibatnya, perusahaan menurunkan biaya produksinya dan
gelombang PHK terjadi.

Melesunya Sektor Bisnis dan Perdagangan

Virus Korona atau Covid-19 benar-benar membuat sektor bisnis lesu. Salah satunya
kuliner. Menurunnya ‘selera makan’ di restoran ini, bikin para pengusaha merugi. pemilik rumah
makan mengaku beberapa hari belakangan omset penjualan menurun. Hal ini terjadi pasca isu
Korona mulai masuk di Indonesia. “Pengunjung sepi. Omset pun menurun. Jika tadinya bisa
jutaan per hari. Sekarang hanya berkisar Rp600 hingga Rp700 ribu. Dia yang ditemui kemarin
menceritakan, sejak awal dibuka kedai miliknya sudah ramai dari pagi hari. Karena biasanya
banyak pengunjung yang datang untuk sarapan atau nongkrong sebelum berangkat kerja. “Tapi
sudah sore, pengunjung masih sepi. Ini sudah diprediksi, karena tempat-tempat umum juga sepi,”
tuturnya.

Ini dipicu oleh faktor psikologis masyarakat yang biasanya terjadi karena informasi yang
membuat panik. Menurutnya, jika hal itu dilakukan oleh banyak orang, maka akibatnya akan
terjadi kelangkaan barang yang disebabkan ketidakseimbangan antara demand dan supply.
Akibat akan terjadi kelangkaan akibat tidak seimbangnya permintaan dan penawaran ini
berujung pada kenaikan harga.
Penurunan sektor Pariwisata, berkurangnya Wisatawan Mancanegara

Salah satu penyebab virus Corona mudah menyebar di Indonesia adalah karena Indonesia
merupakan negara dengan sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu faktor yang
berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia dan memiliki kontribusi devisa
terbesar kedua di Indonesia setelah devisa hasil ekspor kelapa sawit.

Sektor pariwisata memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang pada
perekonomian Indonesia. Dampak jangka pendek dapat di rasakan secara langsung, sedangkan
dampak jangka panjang dapat dilihat dengan bertambahnya pendapatan nasional, namun dengan
adanya Covid-19 semuanya tidak lagi sama.

Sektor pariwisata yang sekarang mengalami kelesuan sehingga daya beli menurun secara
drastis karena berkurangnya pengunjung baik turis lokal maupun turis mancanegara, yang secara
otomatis pendapatan devisa yang di hasilkan dari sektor pariwisata semakin menurun.

Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan pemerintah pada 18 Maret 2020, segala kegiatan di
dalam dan di luar ruangan di semua sektor yang terkait pariwisata dan ekonomi kreatif ditunda
sementara waktu demi mengurangi penyebaran Corona.

Hal ini mengakibatkan sektor pariwisata menjadi lumpuh sementara, sehingga


pengangguran semakin bertambah karena pariwisata merupakan salah satu wadah yang
memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar tempat wisata maupun masyarakat dari
luar. Contohnya, Aston Bogor Hotel & Resort melakukan penutupan yang dimulai pada tanggal
22 Maret 2020 serta 120 karyawan dipulangkan karena adanya penurunan bisnis yang di
akibatkan oleh pandemi dari virus Corona ini.

Bukan hanya sektor pariwisata yang mengalami kelumpuhan sementara, tetapi para
karyawan dari jenis perusahaan lainnya ikut merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Yang
dimana pekerjaan atau kegiatan yang biasanya dilakukan di luar rumah secara langsung sekarang
terpaksa harus dilakukan di dalam rumah.

Intelectual Capital Pada Wabah Covid 19

Keputusan pemerintah dalam menangani Covid-19 tetap pada penerapan pembatasan


sosial berskala besar (PSBB). Dengan demikian, kata dia, belum ada arahan perubahan
keputusan yang mengarah pada kekarantinaan yang cakupannya lebih ketat dari PSBB, misalnya
mengkarantina wilayah. "Sampai hari ini belum sampai ke sana, tetapi tidak menutup
kemungkinan itu terjadi, tergantung dari situasi perkembangan yang akan terjadi.

Adapun pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB dalam penanganan Covid-19 dengan


menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 11 Tahun 2020. Saat ini sudah ada beberapa daerah yang menerapkan PSBB di
wilayahnya dengan membatasi berbagai aktivitas masyarakat. Mulai dari sekolah, bekerja, dan
beribadah yang dilakukan di rumah serta melarang masyarakat berkerumun.

Opsi yang bisa diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya adalah work from
home  atau bekerja di rumah. Work from home menjadi salah satu solusi mencegah percepatan
penularan penyakit COVID-19, sekaligus tetap bisa menjalankan bisnis meskipun bekerja di
rumah. 

Cara kerja dengan model ini sebenarnya tidak sulit dilakukan. Bahkan dinilai sangat
membantu untuk memberikan keseimbangan kehidupan kerja kepada karyawan, sambil menjaga
perusahaan tetap produktif.

Melakukan work from home sebenarnya tidak sulit untuk dilakukan oleh perusahaan jika
paham prinsip-prinsipnya. Prinsip yang paling utama adalah perusahaan harus memastikan
kehadiran karyawan tetap terkontrol meski menerapkan work from home. Salah satu caranya
adalah dengan menggunakan aplikasi HRIS yang memiliki fitur absensi dari mobile seperti
Talenta.

Fitur absensi mobile atau Live Attendance dapat membantu perusahaan untuk memantau


langsung kehadiran karyawan yang bekerja dari rumah. Prinsipnya adalah melalui check–
in dan check–out yang dapat dilakukan langsung dari ponsel karyawan. Setiap kali karyawan
bekerja, mereka dapat melakukan check–in. Begitu pun setelah selesai bekerja, mereka dapat
melakukan check–out. 

Kementerian Pendidikan memberikan sejumlah acuan untuk pelaksanaan belajar dari


rumah selama masa pandemi ini.  Tidak ada batasan spesifik materi belajar apa saja yang harus
dilakukan oleh siswa di rumah. Hal ini karena akses atau fasilitas belajar yang dimiliki masing-
masing siswa di rumah tidak lah sama. 

Untuk menunjang proses kegiatan belajar dari rumah ini kemendikbud sudah melakukan
kerja sama dengan beberapa provider telekomunikasi seperti, Indosat, Telkomsel dan XL untuk
memberikan kuota edukasi untuk mengakses aplikasi ataupun website belajar.

Terkait dukungan terhadap bidang kesehatan, anggaran Rp75 triliun itu akan digunakan
untuk perlindungan kepada tenaga kesehatan, seperti pengadaan alat pelindung diri (APD).
Anggaran juga akan digunakan untuk pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti alat
uji coba, reagen, ventilator, hand sanitizer, dan lainnya.

Selain itu anggaran bidang kesehatan juga akan dialokasikan untuk memperbarui rumah
sakit rujukan Covid-19, termasuk Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. “Insentif dokter, santunan
kematian tenaga medis sebesar Rp300 juta, dukungan tenaga medis, serta penangan kesehatan
lainnya. Selain memberikan santunan kematian kepada perangkat medis, pemerintah juga akan
memberikan insentif lainnya. "Insentif dokter spesialis Rp15 juta/bulan, dokter umum Rp10
juta/bulan, perawat Rp7,5 juta/bulan, dan tenaga kesehatan lainnya Rp5 juta/bulan.

Pemerintah menyatakan akan mulai menindak tegas siapapun yang masih berkumpul


dengan kontak langsung. Tindakan ini akan diputuskan dan dilaksanakan oleh Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Kebijakan jaga jarak yang dipilih pemerintah bukanlah tanpa risiko. Perintah kebijakan
jaga jarak dalam jangka panjang dapat memperlambat kegiatan produksi ekonomi (supply
shock). Pembatasan interaksi sosial dapat mengurangi jumlah produksi barang yang krusial. Hal
ini berlaku untuk produksi baik di dalam maupun luar negeri. Akibatnya, tingkat kegiatan dan
permintaan ekonomi secara keseluruhan juga akan terganggu. Perkiraan kerugian ekonomi
global dari gangguan ini juga tidak main-main jumlahnya. 

Upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah dengan memberikan
Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan
mengalami Pemutusan Hubungan Kerja, perlu didukung oleh kebijakan untuk menjamin
kelancaran pasokan dan distribusi barang khususnya pangan.

Penyaluran BLT juga perlu diikuti dengan ketepatan data penerima bantuan dan
perbaikan mekanisme dan kelembagaan dalam penyalurannya sehingga dana BLT tidak salah
sasaran dan diterima oleh seluruh masyarakat yang semestinya mendapatkannya. Ini belajar dari
pengalaman penyaluran bantuan sosial selama ini yang belum terdistribusi secara merata
khususnya bagi masyarakat yang justru membutuhkan.

Industri-industri yang mengalami tekanan karena wabah ini agar industrinya bisa
beraktifitas senormal mungkin meskipun pasarnya down dan supply-nya sulit. Pada saat
yang sama, perlu ada kontrol terhadap stabilitas makro ekonomi nasional, kontrol terhadap 
permintaan pasar domestik dan pengamanan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat
dengan kelas pendapatan rendah dan menengah-bawah.

Respon kebijakan stimulus Pemerintah Indonesia sudah baik dan terarah pada kebutuhan-
kebutuhan survival perusahaan-perusahaan yang terkena dampak negatif wabah sejauh ini.
Respon kebijakan untuk mengantisipasi penurunan daya beli juga sudah baik dengan
mempercepat pengeluaran bantuan sosial kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Langkah ke depannya, pemerintah harus memastikan stimulus-stimulus ini sudah tepat


guna dan dipakai oleh masyarakat dan pelaku industri yang membutuhkan agar pergerakan
ekonomi nasional tetap berjalan senormal mungkin dan tidak berhenti.

Permasalahan terbesar pelaku usaha saat ini  pada tekanan cash-flows perusahaan.


Disrupsi supply chain dan  produksi ini menyebabkan perusahaan tidak punya cukup cash
flow untuk melakukan aktifitas usaha normal seperti membiayai supply bahan baku,
menggaji karyawan, membiayai fixed cost produksi, bayar cicilan utang usaha, pajak, dan
lain-lain.

Hal yang urgent untuk dilakukan saat ini untuk menjaga iklim usaha bisa difokuskan.
Pertama, kontrol stabilitas supply bahan baku industri dan bahan pangan di pasar domestik.
Dibutuhkan relaksasi kebijakan-kebijakan atas impor bahan baku dan bahan penolong
industri di Kemendag dan  kementerian-kementerian terkait yang memberikan rekomendasi
impor kepada Kemendag. Serta percepatan inspeksi dan release barang impor oleh otoritas
bea cukai.

Kedua, Kontrol stabilitas demand dan inflasi pasar domestic. Dibutuhkan kebijakan dari


pemerintah (Permendag) untuk membatasi pembelian komoditas tertentu (sembako,
masker, dan sebagainya) guna mencegah panic buying selama 1-3 bulan ke depan. Ini bisa
dikerjasamakan pelaksanaannya dengan industri retail. Kontrol pelaksanaannya sebaiknya
dilakukan dengan inspeksi pasar agar intervensi pasar bisa dilakukan secara cepat dan tepat.

Ketiga, kontrol stabilitas makro ekonomi. Instrumen yang dibutuhkan adalah kebijakan
intervensi BI, OJK dan Kemenkeu terhadap nilai tukar, fluktuasi pasar saham & pasar uang,
dan defisit neraca perdagangan & current account.

Keempat, relaksasi kredit dan percepatan penyaluran kredit usaha. Hal ini dilakukan
melalui peraturan BI & OJK terkait likuiditas perbankan, relaksasi ketentuan kredit terkait
kualitas jaminan kredit perbankan, dan relaksasi aturan restrukturisasi utang/kredit usaha.
Kebijakan ini perlu disupport dengan aturan perbankan atau monitoring dari pemerintah
yang menargetkan adanya peningkatan pencairan kredit usaha dalam 3 bulan ke depan.

Kelima, untuk stimulus jangka waktu yang lebih panjang (kurang dari 1 tahun) harus ada
perbaikan iklim usaha yang lebih permanen. Instrumennya pengesahan omnibus law,
perubahan aturan pemerintah, kementerian dan daerah terkait ijin-ijin serta rekomendasi-
rekomendasi usaha dan  investasi agar menjadi pro-bisnis dan investasi.
Penurunan Penumpang Transportasi akibat Covid-19

Transportasi adalah titik yang paling krusial dalam penyebaran Covid-19. Menjelang Lebaran,
pergerakan orang diprediksi tidak bisa dikendalikan. Usulan untuk tidak menyerahkan
sepenuhnya kontrol transportasi kepada swasta mengemuka. Sebab, dari pengalaman selama
ini, masih ada celah bagi pengelola transportasi melanggar ketentuan pembatasan kapasitas.

Tren penularan di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Kebijakan larangan mudik harus
ditegakkan secara maksimal. Selama transportasi tidak kita kontrol, maka virus akan sulit kita
kendalikan. Di negara maju, angkutan transportasi bisa dikontrol dengan baik karena mereka
semua dikelola oleh pemerintah. Di Indonesia, angkutan umum tidak semua dikelola
pemerintah.

Permintaan terhadap transportasi masih ada karena pemerintah mengecualikan sejumlah


sektor tetap bisa beroperasi di saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kalau demand enggak ada, supply pun tidak akan muncul.

Antisipasi yang sudah dilakukan pemerintah di antaranya memperketat izin bagi penumpang
moda transportasi, manajemen lalu lintas untuk arus balik, serta melakukan tes Covid-19 bagi
masyarakat yang melakukan perjalanan balik.

Anda mungkin juga menyukai