Anda di halaman 1dari 21

KEBIJAKAN EKONOMI DI TENGAH PANDEMI COVID-19 :

SELAMATKAN NYAWA, MINIMALISASI RESESI

JUDUL

DISUSUN OLEH :
1. ARELLA JOANNA MICHAEL (2205421047)
2. ERICA ADELIA GUNAWAN (2205421059)
3. LUTHFIAH KHAIRUNISA (2205421056)
4. MEDINA AULIA ZAHRA (2205421040)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS TERAPAN


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah Ekonomi Manajerial dengan judul
“Kebijakan Ekonomi ditengah Covid-19 : Selamatkan Nyawa, Minimalisai Resei”
dengan tepat waktu. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Azwar selaku
dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Manajerial serta pihak terkait yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Dengan makalah ini, kami berharap dapat memberikan informasi berharga


kepada pembaca tentang kompleksitas dan tantangan Covid-19. Selain itu, kami
membahas pengaruh dalam bidang Ekonomi, yaitu resesi yang mana harus
diminimalisasi agar Negara ini tetap bisa bertahan dan berkelanjutan.

Akhir kata, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menjadi sumbangan yang
berharga bagi pemahaman kita tentang masalah ekonomi dalam kasus covid-19.

2
ABSTRAK

Pandemi COVID-19 telah menghadirkan tantangan serius terhadap


kesehatan masyarakat dan stabilitas ekonomi global. Di tengah upaya untuk
menyelamatkan nyawa, pemerintah di berbagai negara dihadapkan pada dilema
kompleks terkait kebijakan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pendekatan kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
sekaligus minimalisasi resesi selama pandemi COVID-19.

Studi ini menggunakan metode analisis kebijakan untuk mengevaluasi


langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam merespons krisis kesehatan
dan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi. Pendekatan utama yang diambil
adalah strategi keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan
dukungan ekonomi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan kebijakan lockdown,


pembatasan sosial, dan pengalokasian sumber daya untuk sektor kesehatan
menjadi langkah utama dalam menyelamatkan nyawa. Sementara itu, untuk
meminimalkan dampak resesi, pemerintah telah menerapkan berbagai stimulus
ekonomi, bantuan keuangan kepada pelaku usaha, dan program perlindungan
sosial.

Studi ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan dalam implementasi


kebijakan tersebut, seperti keterbatasan sumber daya dan ketidakpastian mengenai
durasi pandemi. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang efektif antara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mencapai keseimbangan optimal
antara upaya menyelamatkan nyawa dan menjaga stabilitas ekonomi.

Penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang


kompleksitas kebijakan ekonomi di tengah pandemi COVID-19 dan menyoroti
pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mencapai hasil yang optimal.

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

ABSTRAK...............................................................................................................3

DAFTAR ISI............................................................................................................4

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................5

BAB 2 ISI.................................................................................................................8

2.1 Paradigma Kebijakan.....................................................................................8

2.2 Review Kebijakan Menekan Sebaran Infeksi................................................9

2.3 Skema Stimulus Kesehatan dan Bantuan Kesejahteraan.............................11

2.4 Sumber Pembiayaan.....................................................................................13

2.5 Kebijakan Jangka Menengah: Minimize Recession.....................................14

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................18

3.1 Kesimpulan...................................................................................................18

3.2 Saran.............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini memberikan dampak


terhadap berbagai sektor. Pada tataran ekonomi global, pandemi COVID-
19 memberikan dampak yang sangat signifikan pada perekonomian dan
perdagangan. Laporan Organisation for economic Co-operation and
Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi
terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya
aktivitas produksi di banyak negara, jatuhnya tingkat konsumsi
masyarakat, hilangnya kepercayaan konsumen, jatuhnya bursa saham yang
pada akhirnya mengarah kepada ketidakpastian. Aknolt Kristian Pakpahan
menyebutkan ada tiga implikasi bagi Indonesia terkait pandemi COVID-
19 ini yakni sektor pariwisata, perdagangan, dan investasi.
Virus COVID-19 berjalan ke rumah kita melalui pintu depan
sebagai monster yang tidak asing, monster yang tidak asing itu adalah
wabah yang merupakan hasil dari cara kerja sistem ekonomi kita saat ini.
Itu mengapa, monster tersebut tampak akrab, mereka berjalan melalui
pintu depan layaknya para tamu yang hendak singgah kerumah kita. Alih-
alih membawa kabar gembira, para tamu itu justru membawa kabar buruk
bagi masa depan umat manusia. Kabar buruk yang dibawa ada dua hal,
pertama bahwa cara kerja sistem ekonomi kita ini mendororng semakin
dekatnya wabah ke kehidupan manusia; kedua, sistem berbasis pada
dorongan akumulasi ini telah merusak kekebalan tubuh sosial (dampaknya
ke kebalan tubuh individual), sehingga menjadikan keberadaan wabah
semakin berbahaya.
Kajian yang dibuat oleh Kementerian Keuangan menunjukkan
bahwa pandemi COVID-19 memberikan implikasi negatif bagi
perekonomian domestik seperti penurunan konsumsi dan daya beli

5
masyarakat, penurunan kinerja perusahaan, ancaman pada sektor
perbankan dan keuangan, serta eksistensi UMKM.4 Pada aspek konsumsi
dan daya beli masyarakat, pandemi ini menyebabkan banyak tenaga kerja
berkurang atau bahkan kehilangan pendapatannya sehingga berpengaruh
pada tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat terutama mereka yang
ada dalam kategori pekerja informal dan pekerja harian. Sebagian besar
masyarakat sangat berhati-hati mengatur pengeluaran keuangannya karena
ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir. Hal ini menyebabkan
turunnya daya beli masyarakat akan barang- barang konsumsi dan
memberikan tekanan pada sisi produsen dan penjual. Pada aspek
perusahaan, pandemi ini telah mengganggu kinerja perusahaan-
perusahaan terutama yang bergerak dalam sektor perdagangan,
transportasi, dan pariwisata. Kebijakan social distancing yang kemudian
diubah menjadi physical distancing dan bekerja dari atau di rumah
berdampak pada penurunan kinerja perusahaan yang kemudian diikuti oleh
pemutusan hubungan kerja. Bahkan ada beberapa perusahaan yang
mengalami kebangkrutan dan akhirnya memilih untuk menutup usahanya.
Dalam situasi pandemi ini, masalah-masalah juga semakin meluas jika
dikaitkan dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia. Dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19, PSBB meliputi pembatasan kegiatan
tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19
termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk
satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran
COVID- 19. Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui
peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan,
dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Ditakutkan
dengan adanya PSBB, aktivitas ekonomi terutama produksi, distribusi, dan
penjualan akan mengalami gangguan yang pada akhirnya berkontribusi
semakin dalam pada kinerja pelaku usaha dan perekonomian nasional.

6
Pengaruh yang paling dirasakan oleh pengusaha kuliner di Surakarta
adalah pemberlakuannya kebijakan social distancing yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Indonesia. Akibatnya beberapa pedagang kebingungan
dan pemasukan terancam defisit parah. Kebijakan pembatasan sosial yang
dipilih dengan pertimbangan ekonomi masyarakat bukan berarti tidak ada
masalah. Social distancing tetap berdampak pada perekonomian
masyarakat. Salah satu kalangan masyarakat yang terdampak adalah
pedagang. Meskipun para pelaku usaha tetap berjualan ditengah anjuran
pemerintah untuk social distancing.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi
makanan di kedai selama masa pandemi Covid-19?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan penelitian ditujukan untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan
dalam rumusan masalah.7 Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian
ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum terhadap konsumen makanan
di Kedai selama masa pandemi Covid 19 di Solo.

7
1.4 Manfaat Makalah
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan
pemikiran dalam ilmu pengetahuan dibidang perlindungan konsumen
dari virus COVID-19 disebuah kedai makanan.
b. Manfaat Praktis
1) Menjadi dasar acuan data untuk penelitian yang lebih lanjut
dalam permasalahan mengenai perlindungan hukum pada
situasi pandemic COVID-19.
2) Memberikan sumbangan informasi bagi masyarakat dalam
memahami pengetahuan hukum terkait perlindungan hukum.

8
BAB 2
ISI
2.1 Paradigma Kebijakan

Covid-19 telah menjadi fokus perhatian dunia sejak World Health


Organizations (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi sejak Maret 2020.
Pada 15 April 2020. terdapat hampir dua juta kasus positif dengan korban
meninggal sebesar 123 ribu di seluruh dunia. Indonesia mengumumkan kasus
positif pertama kali pada awal Maret 2020. Hingga 15 April 2020, lebih dari lima
ribu kasus positif kasus Indonesia dengan fatality rate mencapai 9 persen1.
Dibutuhkan sebuah kebijakan komprehensif dalam menangani pandemi ini yang
menyentuh berbagai aspek, sehingga proses mitigasi dapat berjalan dengan baik.

Kebijakan ekonomi hendaknya selalui dilandasi asumsi untuk mencari


keseimbangan antara keselamatan dan kesehatan masyarakat dengan ekonomi,
tanpa memprioritaskan antara satu dengan lainnya. Perekonomian yang terdampak
akibat pandemi Covid-19 ini akan berakibat lebih jauh terhadap keberlangsungan
kehidupan rakyat Indonesia. Namun demikian, mengingat korban jiwa yang terus
bertambah, maka perlu kiranya upaya dalam usaha penyelamatan jiwa
dankesehatan untuk dikedepankan khususnya dalam jangka pendek. Dengan
demikian, paket kebijakan disusun hendaknya dapat selaras dengan containment
strategy yang dipilih sehingga dapat meminimalkan korban, stimulus diberikan
dengan kerangka pikir (i) disaster relief dalam jangka pendek, dan (ii)
menghindari resesi di jangka menengah (Gambar 1). Upaya utama untuk
menekan kerusakan ekonomi dari krisis kesehatan Covid-19 bertumpu pada upaya
menekan penyebaran infeksi dengan konsekuensi sosial dan ekonomi besar dan
berat bagi masyarakat. Bentuknya beragam, mulai dari penutupan perbatasan
untuk kedatangan warga negara asing, upaya mitigasi pembatasan sosial seperti
penutupan sekolah, sampai surpresi dalam bentuk karantina wilayah secara total.

9
2.2 Review Kebijakan Menekan Sebaran Infeksi
Indonesia memiliki tiga tantangan besar dalam menekan sebaran infeksi:
sektor kesehatan yang lemah, kapasitas fiskal yang terbatas, dan disiplin
masyarakat yang rendah. Keberhasilan menekan sebaran wabah akan bepengaruh
terhadap jumlah korban jiwa. Dan kemampuan ini juga ditentukan oleh kapasitas
sektor kesehatan, baik tenaga maupun fasilitas kesehatan. Penguasaan teknologi
untuk melakukan tes Indonesia juga terbatas. Kemampuan anggaran pemerintah
pusat dan daerah terbatas untuk memperbesar kemampuan sektor kesehatan. Di
samping itu, kemampuan serap sektor kesehatan untuk alokasi anggaran yang
lebih besar pun juga terbatas. Untuk menekan sebaran infeksi, diperlukan disiplin
masyarakat yang tinggi. Namun dengan belum terbangunnya kesadaran bahaya
infeksi Covid-19, harapan untuk kedisiplinan ini akan sulit.

Gambar 1. Relasi Proses Mitigasi Penyebaran Dan Kebijakan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi global di tahun 2020 ini telah diprediksi akan mengalami
kontraksi yang signifikan. Tingkat ketidakpastian yang tinggi menunjukkan
masih adanya risiko downside pada proyeksi. Meskipun berbagai lembaga
(seperti IMF, ADB dan World Bank) memprediksi pertumbuhan Indonesia akan
tetap positif meskipun berkurang signifikan, namun proyeksi pertumbuhan oleh

10
berbagai lembaga internasional tersebut menunjukkan divergensi di tengah
ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19. Di samping itu, resesi atau
perlambatan ekonomi juga terjadi secara luas, dimana mitra dagang utama
Indonesia pun akan mengalami kontraksi.

Dari sisi fiskal, penerimaan akan mengalami risiko revisi yang diprediksi akan
cukup signifikan. Ketidaksepakatan negara-negara OPEC mengenai pengurangan
produksi minyak berdampak terhadap rendahnya komoditas minyak. Proyeksi
akan lemahnya harga komoditas ke depan dapat menyebabkan eksportir
komoditas mengalami tekanan dari sisi pembiayaan dan aktivitas usahanya. Porsi
pendapatan negara yang masih cukup didominasi dari sektor migas sekiranya
perlu mendapatkan perhatian utama dari Pemerintah terkait proyeksi penurunan
harga komoditas ini. Di tingkat global, kebijakan surpresi menjadi pilihan utama
melalui upaya menekan sebaran infeksi dengan penerapan jaga jarak yang sangat
ketat skala besar, hingga penerapan karantina wilayah. Para peneliti dan ahli
epidemiologi sangat menekankan penerapan surpresi karena dua resiko besar jika
upaya ini tidak dilakukan. Pertama adalah, jangka waktu untuk ditemukannya
vaksin masih cukup lama. Kedua, tidak semua negara memiliki sistem layanan
kesehatan yang kuat. Sebaliknya, kebijakan mitigasi dalam menekan sebaran
infeksi tanpa melakukan upaya keras untuk memutus rantai penyebaran
berimplikasi pada jumlah kematian yang cukup tinggi secara akumulatif. Dalam
konteks ekonomi, ini merupakan hilangnya human capital—investasi yang cukup
mahal dan perlu waktu lama.

Rendahnya kasus terkonfirmasi di negara-negara dengan kemampuan tes atau


deteksi Covid-19 yang rendah, termasuk Indonesia menjadi krusial perlu untuk
direspon dengan cepat. Rendahnya kemampuan tes berimplikasi pada dua hal.
Pertama jumlah kasus terkonfirmasi seolaholah rendah. Kedua, tingkat kesadaran
publik untuk melakukan pembatasan sosial menjadi lebih rendah. Selain itu,
secara praktis, tes yang rendah juga menyulitkan tenaga kesehatan untuk
melakukan antisipasi dan perencanaan penanganan kasus positif dengan baik dan

11
efisien. Peningkatan kapasitas tes, khususnya PCR (Polymerase Chain Reaction)
sangat mendesak dan penting untuk dilakukan.

2.3 Skema Stimulus Kesehatan dan Bantuan Kesejahteraan


Kebijakan jangka pendek beriorientasi pada disaster relief process dengan
titik tekan pada stimulus sektor kesehatan dan bantuan kesejahteraan bagi rakyat
yang terdampak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, antara lain: meningkatkan
jumlah tempat tidur, jumlah staf medis, ventilators, alat pelindung diri (APD),
peningkatan jumlah dan skala tes Covid-19, memberikan insentif untuk
pengembangan vaksin atau alat-alat kesehatan mutlak dilakukan di atas segala-
galanya. Tanpa memprioritaskan sektor kesehatan, kebijakan ekonomi tidak akan
berarti terlalu banyak.

Dari sisi ekonomi, Pemerintah diharapkan dapat segera melakukan berbagai


emergency responses dalam rangka menangani dampak yang ditimbulkan dalam
jangka pendek, melalui 3 (tiga) hal utama sebagai berikut: 1) mengurangi dampak
ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat karena Covid-19, 2) menjaga
perekonomian untuk tetap berjalan, dan 3) mengupayakan agar perekonomian bisa
bergerak cepat ketika krisis ini telah usai. Ada dua pihak yang perlu diperhatikan
oleh pemerintah. Pertama adalah pekerja atau rumah tangga dan kedua adalah
perusahaan atau industri. Dalam rangka mengurangi dampak ekonomi yang
dihadapi oleh masyarakat, pemerintah dapat fokus kepadamasyarakat yang akan
terkena dampak paling besar. Seperti pekerja kerah biru, pekerja dengan upah
harian atau upah sangat rendah, pekerja usia muda, pekerja di sektor informal,
para pengangguran, para pencari kerja, dan juga orang-orang yang bekerja sendiri
(self-employed). Pekerja-pekerja ini membutuhkan dukungan finansial karena
ketidakpastian ekonomi yang mereka hadapi. Lebih dari itu, pekerja sektor
informal ini merupakan mayoritas dari total pekerja di Indonesia dan yang akan
merasakan dampak paling besar.

Penyediakan kebijakan asuransi sosial (social insurance) untuk kelompok yang


paling rentan atau untuk semua masyarakat (universal coverage) perlu

12
dipertimbangkan. Pandemi ini berpotensi dapat menambah 1 juta orang miskin
baru (SMERU, 2020). Pilihan kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah
adalah menggunakan program yang telah dimiliki sebelumnya (e.g. Program
Keluarga Harapan, Bantuan Program Pangan Non Tunai, etc.) atau memberikan
transfer uang tanpa syarat (unconditional cash transfer). Trade-off kebijakan yang
terjadi adalah antara membuat program yang lebih targeted atau memberikan
universal check ke semua masyarakat Indonesia (non-targeted) atau dikenal
sebagai helicopter money. Tentunya jika memilih kebijakan yang non-targeted
dibutuhkan biaya dan proses birokrasi yang tinggi. Bauran kebijakan distribusi
bantuan perlu dipertimbangkan untuk mempercepat proses dan kualitas
disbursement, termasuk pelibatan e-wallet, delivery berbasis komunitas, dan
penggabungan NIK antar database.

Kelompok kelas menengah yang vulnerable perlu mendapat perhatian khusus


setelah kelompok paling rentan karena akan mulai terdampak jika pandemi terjadi
semakin panjang. Modifikasi Proxy Mean Test (PMT) perlu bergeser dari aset
fisik menjadi aset finansial (liquiditas) untuk mengidentifkasi kelompok ini.
Social safety net serupa dengan kelompok rentan dapat diberikan kepada
kelompok ini bila kondisi semakin genting.

Perhatian khusus kepada industri yang memiliki kesulitan untuk membayar


kredit/cicilan (credit constraint) khususnya UMKM dan industri yang terkena
dampak paling besar dari tidak berjalannya perekonomian dalam beberapa waktu
terakhir (kerajinan tangan, tekstil, restoran, hotel, industri hiburan, e-commerce,
gig-economy). Kita sudah mendengar banyak perusahaan e-commerce yang telah
melakukan layoff karyawan sebagai imbas dari wabah Covid-19. Hal utama yang
harus diperhatikan oleh pemerintah adalah memastikan sektor-sektor ini tidak
gulung tikar ketika ekonomi sudah bisa berjalan seperti semula. Bantuan untuk
sektor industri bisa berupa utang atau hibah. Jika memilih untuk memberikan
utang, pemerintah bisa menagih utang tersebut ketika perusahaan telah mampu
membayarnya. Jika memilih memberikan hibah, tentunya harus melihat seberapa
besar kemampuan pemerintah.Sektor perbankan juga akan menghadapi masalah

13
likuiditas (liquidity constraints) dan kredit macet (Non Performing Loan). Bank
Sentral bisa membeli surat utang pemerintah (government bonds) yang
dapatmenurunkan suku bunga. Selain itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa
memberikan kelonggaran waktu bagi pembayaran cicilan utang jatuh tempo. Di
samping itu, likuiditas dari lembaga keuangan non-perbankan, terutama asuransi
dan dana pensiun perlu juga mendapatkan perhatian. Pemerintah diharapkan dapat
mengantisipasi misalnya tekanan likuiditas dari sisi dana pensiun sebagai akibat
dari penarikan JHT para pekerja yang mengalami PHK.

Ketergantungan Indonesia yang sangat tinggi terhadap barang impor dari China
tentunya akan berpengaruh terhadap proses produksi dalam negeri dan
memberikan disrupsi terhadap supply chain dalam negeri. Negara dan perusahaan-
perusahaan nasional mungkin bisa mulai melakukan penjajakan dan diversifikasi
terhadap barang impor yang diproduksi oleh negara-negara selain dari China.
Pemerintah juga bisa mulai melihat kemungkinan perubahan supply chain di
dalam negeri dengan melihat production network yang telah ada.

1.1. Pembiayaan

Pembiayaan kegiatan fiskal ini bisa dilakukan dengan menggunakan jurus


keberlangsungan utang (debt sustainability). Utang pemerintah akan meningkat
karena biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani Covid-19 akan sangat
besar. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan terus melambat disertai dengan
rendahnya suku bunga. Implikasinya adalah konsumen melakukan precautionary
saving, dimana masyarakat akan mengurangi konsumsi dan meningkatkan
simpanan karena adanya ketidakpastian terhadap pendapatan di masa yang akan
datang ditambah investasi juga akan rendah. Sehingga peningkatan utang untuk
saat ini tidak akan memberikan dampak yang terlalu besar, dengan catatan tidak
ada efek eksternal yang bakal mempengaruhi utang negara.

Pemerintah diharapkan dapat memberikan tekanan yang cukup kepada para


lembaga donor internasional untuk membuka berbagai keran pembiayaan, baik
yang bersifat normal maupun mendesak. Salah satu hal penting terkait debt

14
sustainability ini adalah Pemerintah dapat melakukan negosiasi untuk
mendapatkan fleksibilitas, baik dari sisi pencairan pendanaan maupunskema
pengembalian.

Realokasi dan penambahan anggaran secara umumdiharapkan agar dapat lebih


menitikberatkan, dalam jangka pendek, kepada intervensi penanggulangan Covid-
19 dari sektor kesehatan. Meskipun saat ini Pemerintah telah melakukan
penambahan APBN, namun perlu dipertimbangkan kembali alokasi dari
penambahan anggaran dimaksud. Salah satu hal yang cukup penting untuk
mendapatkan perhatian adalah upaya untuk meningkatkan proporsi relokasi dan
penambahan anggaran pada sisi intervensi kesehatan, terutama dalam jangka
pendek jika dibandingkan dengan pemulihan ekonomi.

Selain itu pemerintah juga dapat merelokasi anggaran yang sebelumnya


dipersiapkan untuk pembangunan ibukota negara yang akan memakan biaya yang
sangat besar. Cara yang lain dan telah dilakukan oleh Bank Sentral adalah dengan
melakukan debt monetization(kegiatan pemerintah dibiayai oleh Bank Sentral
dengan membeli surat utang pemerintah). Tapi implikasi bisa ke tingkat inflasi
dan tentunya akan berdampak padamasyarakat miskin. Terakhir, pemerintah telah
mengeluarkan Coronabonds, kita belum bisa melihat implikasinya untuk saat ini,
tetapi sepertinya respons pasar terhadap penerbitan surat utang pemerintah ini
relatif baik.

1.1. Kebijakan Jangka Menengah: Minimize Recession

Kebijakan jangka menengah berpusat pada proses meminimalkan resesi


pasca pandemi dimana perekonomian mengalami “double hit” dari dalam dan luar
negeri, tidak hanya di sisi fiskal. Kebijakan yang sama/mirip yang dilakukan di
jangka pendek berpotensi dilanjukan di jangka menengah, tapi dengan ukuran
yang berbeda. Penghapusan atau penundaan pembayaran pajak hanya membantu
dalam jangka pendek untuk meringankan biaya kapital (cost of capital) dan biaya
tetap (fixed cost), maupun likuiditas rumah tangga. Pemerintah diharapkan dapat

15
mengambil langkah-langkah sebagaimana berikut dalam rangka mendukung
pemulihan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.

Mempertahankan perusahaan untuk hanya berhenti beroperasi namun tetap hidup


(keep the light bulbs) atau yang dikenal dengan shutdown. Dalam arti jika
pandemi selesai perusahaan bisa langsung berproduksi. Shutdown dalam teori
dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar dengan perusahaan hanya
menanggung biaya dari kapital (cost of capital). Untuk itu paket kebijakan dalam
mengurangi biaya kapital ini adalah esensial bagi kelangsungan hidup. Yang
kedua adalah operasi kembali bisa dilakukan dengan kecepatan menarik kembali
tenaga kerja. Kebijakan job retention scheme perlu dipertimbangkan untuk
menjamin pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk
diprioritaskan oleh pemberi kerja sebelumnya, supaya bisa bekerja kembali di
tempat semula. Sehingga waktu mencari pekerjaan (job search period) akan
menjadi singkat dan tentunya mempercepat pemulihan kegiatan ekonomi. Untuk
itu pada saat pandemi diharapkan adanya tanggung renteng beban antara
perusahaan, pemerintah, dan pekerja dalam skema gaji masa shutdown. Jika
pemutusan kerja tidak bisa dihindarkan, social safety net untuk pekerja perlu
diperpanjang.

Sustaianabilitas sektor pangan dan makanan dan minuman jadi adalah kunci dari
sustainabilitas perekonomian. Sektor pangan mengalami penurunan permintaan
yang signifikan oleh karena penurunan permintaan dari agen ekonomi berskala
besar. Dengan turunnya permintaan, harga akan cenderung turun (telah terjadi
untuk kasus daging ayam dan telur) dibawah biaya produksi untuk itu, pemerintah
harus mensubsidi biaya input atau melakukan mekanisme harga batas bawah atau
masuk ke pasar untuk melakukan pembelian. Sektor pangan juga memerlukan
perhatian dengan semakin terbatasnya jumlah yang diperdagangkan dalam
perdagangan internasional terutama beras.

Penguatan industri dalam negeri terutama industri alat kesehatan perlu dipastikan
sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa yang akan datang. Kemandirian

16
industri terutama alat kesehatan perlu digaungkan. Ketergantungan impor yang
relatif tinggi atas alat kesehatan menyebabkan antisipasi yang lamban terhadap
COVID-19 di masa-masa awal penyebaran, bahkan membuat kelangkaan.
Memastikan pasokan alat kesehatan yang memadai dan bekerja sama dengan
produsen dan rumah sakit swasta dalam menjaga pasokan alat kesehatan sangat
penting untuk diperhatikan.

Dikarenakan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, maka Pemerintah


diharapkan dapat melakukan kebijakan stimulus secara selektif kepada berbagai
perusahaan. Adapun dalam rangka menerapkan kebijakan stimulus yang selektif
dimaksud, Pemerintah dapat menggunakan indikator-indikator, antara lain sebagai
berikut:

1. Merupakan sektor esensial


2. Memiliki kontribusi besar dalam Produk Domestik Bruto
3. Memiliki pekerja yang relatif besar
4. Rutin membayar pajak (mengalami keuntungan yang sustainable)

Jika kebijakan dari sisi penawaran telah diambil maka fokus kebijakan jangka
menengah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah upaya-upaya
pemulihan agregate demand. Penghapusan pajak seperti PPN dan PPh setelah
pandemi akan membantu mendorong permintaan. Selain itu, pemerintah harus
memberi stimulus kepada rumah tangga untuk konsumsi barang manufaktur, dan
sektor jasa seperti restoran, hotel dan pariwisata serta angkutan dan penerbangan.
Perhatian khusus perlu diberikan kepada sektor pariwisata dan penerbangan udara
yang paling terdampak oleh pandemi ini (LPEM, 2020)4. Dengan adanya mitigasi
terhadap credit crunch yang terjadi sehingga investasi akan bergerak seiring
permintaan yang mulai tumbuh. Pemerintah juga bisa mendorong investasi
melalui BUMN dan pembangunan infrastruktur kesehatan dan ekonomi digital.
Untuk itu, dari sisi kebijakan moneter, suku bunga dan inflasi rendah merupakan
prasyarat pemulihan ekonomi di jangka menengah dan panjang.

17
Fleksibilitas atas batas defisit sangat perlu dipertimbangkan kembali mengingat
paket kebijakan memberi beban yang lebih besar kepada anggaran pemerintah.
Tekanan akan lebih besar di tengah ketidakpastian pada durasi dari pandemi ini.

Semakin panjang pandemi berlangsung semakin penting kebijakan yang diambil


pada saat pandemi dan semakin terbatas opsi yang dimiliki untuk kebijakan
jangka menengah dan panjang. Diperlukan kebijakan untuk menarik dana dari luar
negeri dan memanfaatkan dana yang dimiliki oleh Bank Indonesia serta dana yang
selama ini parkir pada akun pemerintah daerah.

Suku bunga dan inflasi rendah merupakan prasyarat pemulihan ekonomi di jangka
menengah dan panjang. Hal ini diperlukan untuk mendorong peningkatan
permintaan rumah tangga dan perusahaan. Suku bunga rendah akan menurunkan
biaya kapital dan mendorong investasi baru. Inflasi yang rendah dan stabil juga
akan memberikan kepercayaan kepada agen ekonomi untuk melakukan investasi
dan konsumsi.

18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penanganan pandemi COVID-19 Indonesia diibaratkan sebuah marathon dengan


sprint pada 1-5 kilometer pertama. Penanganan ini diharapkan agar
mengedepankan penyelamatan nyawa sebanyak-banyaknya pada jangka pendek
dengan paradigma disaster relief, dan kemudian pemulihan ekonomi dan
kesejahteraan dalam jangka menengah dan panjang. Social safety net selama
disaster relief diperlukan tidak hanya bagi kelompok miskin tetapi juga
masyarakat menengah vulnerable. Bauran kebijakan distribusi diperlukan untuk
mempercepat proses dan kualitas disbursement. Kebijakan untuk UKM dan
perbankan diarahkan untuk meringankan likuiditas. Dalam proses recovery jangka
menengah, fokus kebijakan ada pada pengurangan tekanan dari sisi penawaran.
Memastikan dunia usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan
sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci.

3.2 Saran
Wabah virus corona memberikan dampak yang cukup besar bagi
perekonomian Indonesia. Dampak itu bisa saja diminimalisir, namun hal itu
tergantung dari kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengatasinya. untuk
mempercepat pengobatan dan pencegahan penularan yang lebih luas, pemerintah
harus menerapkan kebijakan at all cost seperti pengadaan alat kesehatan
penunjang pemeriksaan, ruang isolasi, dan Alat Pelindung Diri (APD),
menggratiskan biaya pemeriksaan baik yang terbukti maupun tidak, ataupun hal-
hal yang bersifat pencegahan seperti pembagian masker murah dan sebagainya.
Konsekuensi pembengkakan defisit anggaran, sejalan dengan pendapatan APBN
yang juga turun tajam, memang akan membebani pemerintah. Namun,
perhitungan kemanusiaan semestinya harus lebih dikedepankan dibandingkan

19
dengan kalkulasi ekonomi yang masih dapat ditanggulangi sejalan dengan
pulihnya ekonomi masyarakat. kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi
Pajak Penghasilan baik pekerja industri manufaktur (penghapusan PPh 21 selama
enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan PPh
Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) semestinya diperluas. Pasalnya,
perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri
manufaktur, tetapi juga sektor-sektor lainnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Carvalho, V. M., Nirei, M., Saito, Y., & Tahbaz-Salehi, A. (2016). Supply
chain disruptions: Evidence from the great East Japan earthquake. Columbia
Business School Research Paper, (17-5).

Gourinchas, Pierr-Olivier. (2020) Flattening the pandemic and recession


curves. dalam Mitigating the COVID Economic Crisis: Act Fast and Do
Whatever It Takes. Eds. Richard Baldwin dan Beatrice Weder di Mauro.
VoxEU.org.

Suryahadi, A., Izzati, R.A., & Suryadarma, D. (2020). The impact of COVID-
19 Outbreak on Poverty: An estimation for Indonesia. SMERU Working
Paper.

21

Anda mungkin juga menyukai