Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PANCASILA

PERUBAHAN/SULITNYA KESEMPATAN KERJA DENGAN MUNCULNYA

“ COVID19 ”

Dosen Pembimbing

Syahrial Syarbaini, Dr. MA

Disusun Oleh

Sifa Rahmadhona

211231115

UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA FAKULTAS

ILMU SOSIAL DAN BISNIS

PRODI ILMU KOMUNIKASI

(Tahun 2023)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
petunjuk, dan kesempatan yang diberikan-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini merupakan upaya kami
dalam memahami dan mendalami perubahan/sulitnya kesempatan kerja dengan
munculnya”covid19”.

Munculnya pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang signifikan


terhadap berbag ai aspek kehidupan, termasuk kesempatan kerja. Pandemi ini telah
menyebabkan terjadinya perubahan/sulitnya kesempatan kerja di berbagai sektor.
Sektor-sektor yang terdampak pandemi, seperti pariwisata dan transportasi,
cenderung membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit. Sebaliknya, sektor-sektor
yang tidak terdampak pandemi, seperti kesehatan, teknologi, dan logistik,
cenderung membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.

Perubahan pola permintaan tenaga kerja ini telah membuat sulit bagi para pencari
kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini telah menimbulkan berbagai masalah
sosial, seperti meningkatnya pengangguran dan ketimpangan pendapatan.

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dampak pandemi COVID-19 terhadap


kesempatan kerja. Makalah ini akan membahas faktor-faktor yang menyebabkan
sulitnya kesempatan kerja dengan munculnya COVID-19, serta upaya-upaya yang
dapat dilakukan untuk mengatasinya.

Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi dan pemahaman
yang lebih baik tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap kesempatan kerja.
Makalah ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah, swasta,
dan masyarakat untuk mengatasi sulitnya kesempatan kerja dengan munculnya
COVID-19.

Bekasi,4 Desember 2023

Sifa Rahmadhona

ii
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................


1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 2

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

1.4 Manfaat ........................................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN MASALAH ....................................................................


4

1. Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Tenaga Kerja ........................................... 5

2. Coping Strategy Tenaga Kerja Pasca Pemutusan Hubungan Kerja .............


8

3. Diversifikasi Usaha - Strategi Aktif Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan


Hubungan Kerja ......................................................................................... 10

4. Hidup Hemat - Strategi Pasif Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan Hubungan


Kerja ........................................................................................................... 11

5. Pemanfaatan Relasi - Strategi Jaringan Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan


Hubungan Kerja ......................................................................................... 11

6. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Sulitnya Kesempatan Kerja ................ 13

BAB 3 PENUTUP .................................................................................................


14

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................


15

3.2 Saran ............................................................................................................


15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 1


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi


juga memengaruhi kondisi perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial
masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), jumlah pasien positif terinfeksi COVID-19 di Indonesia mencapai 6.575
orang per 19 April 2020. Pandemi ini menyebabkan beberapa pemerintah daerah
menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berimplikasi
terhadap pembatasan aktivitas masyarakat, termasuk aktivitas ekonomi, aktivitas
pendidikan, dan aktivitas sosial lainnya.
Menurunnya berbagai aktivitas ini berdampak pada kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, khususnya masyarakat rentan dan miskin. Oleh sebab itu, pemerintah,
baik di tingkat pusat maupun daerah, mengeluarkan berbagai kebijakan untuk
menanggulangi penyebaran COVID-19 serta kebijakan-kebijakan yang bersifat
penanggulangan dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi ini. Kendati demikian,
pelaksanaan berbagai kebijakan ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk
mengetahui efektivitasnya.
The SMERU Research Institute, sebagai lembaga penelitian yang fokus mengkaji
isuisu sosial-ekonomi, berinisiatif melakukan beberapa kegiatan penelitian di bidang
sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kebijakan terkait dengan pandemi
COVID-19, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

1.2 Rumusan Masalah


a. Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Tenaga Kerja
b. Coping Strategy Tenaga Kerja Pasca Pemutusan Hubungan Kerja
c. Diversifikasi Usaha - Strategi Aktif Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan Hubungan
Kerja
d. Hidup Hemat - Strategi Pasif Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan Hubungan Kerja
e. Pemanfaatan Relasi - Strategi Jaringan Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan
Hubungan Kerja
f. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Sulitnya Kesempatan Kerja

1
1.3 Tujuan
1.Memantau dampak krisis akibat pandemi COVID-19 terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat, khususnya terkait kemiskinan dan pembangunan manusia

2.Mengkaji efektivitas berbagai kebijakan/program pemerintah di bidang


perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan

1.4 Manfaat
Makalah ini dapat memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik
tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap kesempatan kerja. Makalah ini akan
membahas faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya kesempatan kerja dengan
munculnya COVID-19, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya.

1
BAB 2 PEMBAHASAN MASALAH

2.1 Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Tenaga Kerja

Pandemi Covid-19 telah ditetapkan oleh World Health Organization sejak 11 Maret
2020 sebagai pandemi global. Setiap bulan jumlah orang terkontaminasi Covid-19 ini
mengalami peningkatan. Dampak dari pandemi Covid-19 ini tidak hanya mengancam
kesehatan masyarakat, tetapi juga mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan
manusia, termasuk sektor perindustrian. Pandemi Covid-19 mendorong penerapan
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah se-Indonesia.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan pembatasan kegiatan tertentu yang
dilakukan oleh penduduk dalam suatu wilayah yang terinfeksi Covid-19. Selama
diberlakukannya peraturan tersebut, banyak perusahaan dan instansi yang menerapkan
work from home (WFH) atau bekerja dari rumah masing-masing yang berdampak pada
kemerosotan produktivitas perekonomian. Pada masa pandemi Covid-19 banyak
perusahaan yang tidak sanggup untuk meneruskan produktivitas usahanya sehingga harus
memberlakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berdasarkan data dari Kementerian
Tenaga Kerja RI, selama masa pandemi Covid-19 tercatat bahwa sebanyak 3,5juta tenaga
kerja korban PHK. Sejumlah perusahaan membuat berbagai kebijakan untuk dapat
mempertahankan bisnisnya. Mulai dari tidak melakukan produksi, menutup sementara
usahanya, bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) beberapa karyawan karena kesulitan
dalam cash flow. Setiap perusahaan memiliki kemampuan bertahan menghadapi situasi
saat ini. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh informan dalam penelitian ini,
perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikarenakan adanya penurunan
jumlah produksi perusahaan yang disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat
sehingga berpengaruh kepada pendapatan perusahaan. Untuk dapat mengurangi beban
perusahaan maka perusahaan memilih untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) kepada karyawan. Biasanya perusahaan melakukan PHK kepada karyawan yang
terbilang baru bekerja di perusahaan tersebut, hal ini selaras dengan informasi dari
infoman dalam penelitian ini dimana informan yang terkena PHK selama masa pandemi
Covid-19 ini baru bekerja di perusahaan kurang dari tiga tahun.

1
Dampak dari adanya PHK dapat menyebabkan meningkatnya tingkat kriminalitas akibat
adanya desakan ekonomi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak perusahaan maupun
pemerintah untuk dapat meminimalisir hal tersebut. Sehubung dengan adanya hal tersebut,
dikeluarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 104 Tahun 2021 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19), dalam pedoman ini membahas tentang pelaksanaan sistem kerja dari rumah/
WFH dan bekerja di kantor/ WFO, pelaksanaan upah, dan hak-hak pekerja serta langkah
pencegahan pemutusan hubungan kerja. Sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh
pemerintah, seharunya pihak perusahaan ketika ingin melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) kepada karyawan harus mengupayakan adanya dialog untuk dapat mencari
solusi terbaik dalam menjaga keberlangsungan berusaha dan bekerja. PHK merupakan
keputusan terakhir yang dapat ditempuh setelah melalui berbagai upaya dalam menyikapi
permasalahan hubungan industrial akibat pandemi Covid-19. Namun, berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah satu informan, menyebutkan
bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan tanpa adanya
pemberitahuan kepada karyawan. Karyawan secara bergilir namanya sudah terdaftar
didalam list yang dibuat oleh perusahaan untuk dapat melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja dengan alasan adanya dampak dari pandemi Covid-19. Namun, itikad baik dari
perusahaan yang memberlakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memberikan
pesangon/ sisa gaji kepada karyawan yang terkena PHK. Sesuai dengan pedoman yang
dikeluarkan pemerintah, penyesuaian upah yang dilakukan oleh perusahaan dalam masa
pandemi Covid-19 dilakukan berdasarkan kesepakatan yang merupakan hasil dialog antara
pekerja dengan pihak perusahaan. Dialog tersebut dilakukan secara musyawarah dengan
dilandasi kekeluargaan, transparansi, dan adanya itikad baik. Setelah perusahaan
melakukan PHK kepada karyawan, berdasarkan informasi dari informan pada penelitian
ini perusahaan memberikan pesangon/sisa gaji sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan
antara tenaga kerja dan juga pihak perusahaan. Selain dari adanya keputusan menteri
ketenagakerjaan berbagai upaya juga dilakukan oleh pemerintah dalam membantu tenaga
kerja korban PHK salah satunya melalui adanya program kartu pra kerja dari pemerintah
dan bantuan paket sembako. Dari pesangon/sisa gaji yang diberikan dan bantuan melalui
kartu pra kerja dan sembako itulah, para informan berusaha untuk tetap bertahan hidup

1
2.2 Coping Strategy Tenaga Kerja Pasca Pemutusan Hubungan Kerja

Coping Strategy merupakan kemampuan seseorang dalam menerapkan berbagai cara


untuk dapat mengatasi permasalahan dalam kehidupannya, termasuk dalam mengatasi
situasi pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah pandemi Covid-19.
Berdasarkan kualifikasi yang dikemukakan oleh Suharno, (2003) maka coping strategy
yang dapat dilakukan dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu: strategi aktif, pasif, dan jaringan. Coping strategy tenaga kerja yang
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama pandemi Covid-19 tentunya berbeda-
beda. Kehidupan tenaga kerja pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengalami
penurunan yang sangat berdampak pada kehidupan sehari-harinya, mulai dari pendapatan
keluarga yang tentunya berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-
harinya. Key informan 1 berjenis kelamin laki-laki, dan berusia 35 tahun. Ia pernah bekerja
disebuah perusahaan swasta yang memproduksi karet ban dalam mulai dari 2011. Alasan
Informan 1 bekerja dikarenakan ia merupakan kepala keluarga. “Ya, karena saya sebagai
kepala keluarga jadi saya harus bekerja. Kebutuhan keluargakan saya yang cukupi, dan
menjadi tanggung jawab saya untuk bekerja dan bisa memenuhi kebutuhan keluarga.”
Namun, ketika masa pandemi Covid-19 Informan 1 terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) yang dilakukan oleh perusahaan tempat ia bekerja dikarenakan adanya pergantian
sturktur manajemen perusahaan. “Ketika awal pandemi Covid-19, perusahaan sudah
mulai goyang. Pertama karyawan itu ditawari dan dijanjikan sesuatu namun kami
(karyawan) selalu menolak. Namun ketika bulan November, 2021 ada perubahaan sturktur
manajemen perusahaan sehingga berdampak pada karyawan. Lalu, setiap bulannya ada
sekitar 20 orang karyawan yang di PHK secara langsung tanpa adanya pemberitahuan
terlebih dahulu. Namun, pihak perusahaan memberikan kami pesangon sesuai dengan
kesepakatan dan undang-undang yang berlaku”

Sedangkan Key Informan 2 berjenis kelamin laki-laki dan berusia 23 tahun, pernah bekerja
disebuah perusahaan manufaktur kabel. Informan 2 sudah bekerja di perusahaan tersebut
sekitar 1,5tahun. Alasan informan 2 bekerja karena ia harus memenuhi kebutuhan
keluarganya. “Alasan saya bekerja, karena banyak kebutuhan keluarga yang harus saya
penuhi” Namun ketika masa pandemi Covid-19, ia terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) oleh perusahaan karena adanya penurunan jumlah produksi barang. “Iya di PHK,
akibat pandemi Covid-19 ada pengurangan barang yang diproduksi perusahaan sehingga
mengakibatkan pendapatan perusahaan otomatis juga menurun secara signifikan, ini juga

1
merupakan imbas dari turunnya daya beli masyarakat” Key Informan 3 berjenis kelamin
perempuan dan berusia 33 tahun, pernah bekerja di sebuah perusahaan yang memproduksi
mainan anak-anak. Ia sudah bekerja di perusahaan tersebut selama 3 tahun. Alasan
informan 3 bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. “Alasan saya
bekerja ya untuk membantu suami saya memenuhi kebutuhan keluarga.” Dan ketika
pandemi Covid19 informan 3 terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan
dikarenakan penurunan jumlah produksi barang.“Kemarin saya di PHK karena Pandemi
Covid-19, perusahaan juga pasti bingung di satu sisi produksi jumlahnya menurun banget
dan jumlah karyawan juga banya. Mau tidak mau pasti ada yang di PHK, rata-rata
karyawan yang terkena PHK ya karyawan yang masih kontrak dan masih bekerja di
bawah 5 tahun.” Informan 4, berjenis kelamin perempuan dan berusia 23 tahun, semulanya
bekerja di sebuah perusahaan komponen-komponen otomotif, dan sudah bekerja di
perusahaan tersebut selama 3bulan. Alasan informan 4 bekerja untuk membantu
perekonomian keluarga. “Ya, saya bekerja untuk bisa membantu ekonomi keluarga” Ketika
pandemi Covid-19, informan 4 terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun tidak
lama kemudian perusahaan memanggilnya kembali untuk bekerja.

“Kemarin sempat di PHK oleh perusahaan selama 3 bulan, namun dipanggil kembali
untuk bekerja. Alasan perusaaan PHK karena jumlah produksinya lagi menurun” Key
Informan 5 berjenis kelamin perempuan dan berusia 40 tahun, semulanya bekerja di
sebuah perusahaan yang memproduksi komponen elektronik. Ia sudah bekerja di
perusahaan tersebut sejak 2015. Alasan informan 5 bekerja untuk bisa membantu
memenuhi kebutuhan keluarga. “Alasan saya bekerja untuk bisa membantu suami dalam
memenuhi kebutuhan keluarga.” Namun, ketika pandemi Covid-19, informan 5 mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dikarenakan jumlah produksi perusahaan
menurun. “Alasan perusahaan melakukan PHK karena jumlah produksi menurun, terus
juga komponen datengnya lama dari vendornya jadi tidak ada pekerjaan di perusahaan.
Akhirnya kebijakan perusahaan untuk melakukan PHK, ada sekitar 20% karyawan yang
di PHK.” Berdasarkan hasil wawancara oleh ke-lima informan rata-rata perusahaan
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan dikarenakan adanya
penurunan jumlah produksi perusahaan yang berimbas kepada pendapatan perusahaan
(revenue). Untuk dapat meminimalisir pengeluaran di tengah pandemi Covid-19,
perusahaan membuat kebijakan dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Oleh

1
sebab itu, untuk mencukupi kebutuhan sehariharinya strategi bertahan hidup yang
dilakukan oleh tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja adalah sebagai
berikut

2.3 Diversifikasi Usaha - Strategi Aktif Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan Hubungan

Kerja

Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tenaga kerja melakukan berbagai macam cara
berbeda untuk dapat bertahan hidup. Informan 1, melakukan strategi aktif yaitu
mengoptimalkan segala potensi di dalam keluarga. Setelah terkena PHK, informan 1 yang
juga merupakan kepala keluarga tentunya tidak dapat berdiam saja, informan 1
menjalankan sebuah usaha/bisnis kecilkecilan dengan modal dari sisa pesangon/gaji yang
diberikan kepadanya ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Cara bertahan hidup yang saya lakukan karena masih ada sisa pesangon dari
perusahaan, jadi saya mencoba membuka usaha. Saya mendirikan usaha peminjaman
uang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya. Bisnis ini sudah saya rintis
sejak saya menjadi karyawan.” Usaha yang ia jalani merupakan usaha sejenis peminjaman
uang, usaha ini dirintis semenjak ia masih menjadi karyawan di salah satu perusahaan.
Alasan informan 1 untuk menjalani strategi bertahan hidup ini karena menurut pandangan
dari informan 1 untuk kembali bekerja ke sebuah perusahaan masih sedikit trauma karena
ia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan secara
sepihak tanpa adanya pemberitahuan kepadanya dan strategi bertahan hidup yang
dipilihnya dapat mencukupi kebutuhan keluarganya sampai saat ini. “Selama menjalani ini
ya saya berysukur, dan masih bisa terpenuhi kebutuhan hidup keluarga saya dari usaha
koperasi ini. Walaupun kemungkinan resikonya juga cukup besar dari usaha koperasi ini.
Tapi untuk kembali menjadi karyawan lagi pada saat pandemi Covid-19 bukan merupakan
keputusan yang tepat.” Sama halnya dengan informan 1, informan 2 melakukan strategi
aktif dalam bertahan hidup. Setelah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
informan 2 memilih untuk membuka usaha. Informan 2 membuka usaha di bidang
permusikan yang juga merupakan salah satu hobinya, dari sisa gaji/pesangon yang
diberikan oleh perusahaan digunakan sebagai modal untuk bisa membeli CD, kaset,
ataupun merchandise band-band yang sedang naik daun. “Sisa gaji yang diberikan saya
gunakan untuk membeli barang yang bisa di jual kembali seperti cd kaset, merchandise
band-band, alat musik, dll. Sekalian menjalankan hobi saya di dunia permusikan saya

1
coba buka usaha juga.” Namun, jika hanya berpatok kepada hasil usaha yang dilakukan
menurut informan 2 belum mencukupi untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya,
sehingga selain membuka usaha untuk dapat menambah pendapatannya informan 2 juga
berinisiatif untuk menjadi pengemudi ojek online. Walaupun ada regulasi yang dikeluarkan
pemerintah juga terkait tentang operasional transportasi online, itu tidak menjadi suatu
hambatan bagi informan 2 untuk tetap bekerja. Ketika menjadi pengemudi online,
informan 2 tidak hanya mengangkut penumpang tetapi juga menerima orderan pengantaran
barang, menerima pesanan makanan dan minumandari konsumen. Hasil pendapatan dari
informan 2 membuka usaha dan menjadi pengemudi ojek online dapat membantu informan
2 untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Selain itu juga, karena dari usaha musik ini
tidak terlalu mencukupi ya. Kadang saya juga menjadi pengemudi ojek online. Dari dua
pekerjaan itu cukup membantu saya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.” Sedangkan
coping strategy yang dilakukan oleh dan informan 5 serupa, yaitu strategi aktif. Strategi
aktif yang dilakukan oleh informan 5 ini memanfaakan potensi berjualan di rumah
miliknya. “Selama saya di PHK kemarin saya jadi berjualan di rumah. Saya menjual
gorengan, minuman anak-anak seperti itu.” Menurut informan 5, kenapa memilih strategi
aktif bertahan hidup dengan membuka usaha/berjualan karena menurutnya waktu untuk
berjualan lebih bebas dan tidak secapek menjadi tenaga kerja di perusahaan. Walaupun
pendapatan yang dihasilkan tidak sebanyak dengan upah yang diterima saat menjadi
tenaga kerja di perusahaan. Dengan strategi yang mereka lakukan dapat memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Selain itu juga dengan berjualan informan 5 bisa memiliki waktu
yang fleksibel sehingga bisa memanfaatkannya dengan mengasah skill yang bisa
menunjang berjualan.“Saya lebih memilih berjualan ya karena itu bisa saya lakukan
kapan saja. Lebih fleksibel pendapatannya juga ga sebanyak dari gaji sebagai karyawan.
Tapi bisa membantu untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga.” Informan 1, informan 2,
dan informan 5 melakukan strategi aktif untuk dapat bertahan hidup pasca Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Dalam hal ini, hasil penelitian yang selaras dimana strategi aktif
dilakukan untuk bertahan hidup pernah dilakukan oleh (Rizal, 2016) ; (Fitria, 2019) ;
(Winarno, 2016) yang menunjukkan bahwa strategi aktif yang dilakukan ialah melakukan
diversifikasi usaha dimana tenaga kerja pasca PHK melakukan penganekaragaman
pekerjaan atau mencari pekerjaan lain untuk mendapatkan penghasilan. Lalu penelitian
yang dilakukan oleh (Oktorini et al., 2018) menunjukkan bahwa strategi aktif yang
dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi atau sumber daya yang ada disekitar tempat
tinggal mereka

1
2.4 Hidup Hemat - Strategi Pasif Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan Hubungan Kerja

Pasca pemutusan hubungan kerja ada juga para tenaga kerja yang melakukan strategi
pasif. Strategi pasif merupakan sebuah teknik dimana seseorang melakukan penghematan
demi bertahan hidup. Dalam hal ini informan 3 yang menjadi Ibu Rumah Tangga
melakukan hidup hemat sebagai cara informan 3 bertahan hidup. Pilihan menjadi Ibu
Rumah Tangga juga dipilih informan 3 karena informan 3 memiliki suami yang dalam
kehidupan sosial memiliki tanggung jawab menafkahi keluarga, hal ini membuat informan
3 menjadi seseorang ibu rumah tangga karena sebelumnya sosok ibu dirasa kurang ada di
keluarga informan 3. “Karena saya di PHK kemarin, jadi saya memutuskan untuk tidak
bekerja dulu lagi. Jadi ibu rumah tangga aja, biarin suami saya yang kerja. Kenapa saya
lebih memilih tidak kerja lagi, karena saya butuh waktu istirahat dan juga ada anak yang
harus saya urus” Namun disisi lain informan 3 juga membuat adanya perubahan gaya
hidup keluarga yang diakibatkan dari strategi yang dipilihnya. Dimana gaya hidup
keluarga mungkin akan menjadi berubah secara signifikan karena adanya penghematan
pengeluaran keluarga. Penghematan keluarga yang dilakukan oleh informan 3 dengan cara
memotong pengeluaran yang menurutnya tidak terlalu penting dan mendesak. Selain
menghemat juga informan 3 terkadang meminta bantuan kepada saudara terdekatnya.
Informan 3 juga sebagai ibu yang biasanya dalam kehidupan bermasyarakat sering
berperan sebagai seseorang yang mengelola keuangan keluarga tentu menjadi sangat
berkaitan dengan strategi pasif. “Iya, saya menerapkan pola hidup hemat. Jadi
penghasilan dari suami langsung saya bagi ke masing-masing keperluan. Misalkan untuk
listri, air, dll itu Rp 100.000, terus untuk biaya sekolah anak Rp 200.000 seperti itu.”
Untuk dapat bertahan hidup pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), informan 3
melakukan strategi pasif. Dalam hal ini, hasil penelitian yang selaras dimana strategi pasif
dilakukan untuk bertahan hidup pernah dilakukan oleh (Rizal, 2016) ; (Winarno, 2016) ;
(Oktorini et al., 2018) ; (Nur Hidayah, 2008) ; (Irwan, 2015) yang menunjukkan bahwa
strategi pasif yang dilakukan dengan cara menerapkan pola hidup hemat dan
mengutamakan keperluan yang penting.

1
2.5 Pemanfaatan Relasi - Strategi Jaringan Tenaga Kerja Pasca Pemutusuan

Hubungan Kerja

Relasi dalam sebuah hubungan sangat berkaitan dengan hal dimana seseorang
melakukan cara - cara bertahan hidup, hal ini dikenal sebagai strategi jaringan. Dalam
penelitian ini, strategi jaringan yang dilakukan oleh Informan 4 pasca Pemutusan
Hubungan Kerja dengan melakukan strategi jaringan dimana informan 4 melanjutkan
untuk membantu usaha keluarga. Karena memiliki relasi keluarga informan 4
memaksimalkan hal tersebut. Hal ini juga terjadi karena menurut informan 4, pada saat
pandemi covid-19 yang dimana terjadi PHK massal tentu membuat kesempatan
mendapatkan pekerjaan menjadi lebih kecil dan cenderung sulit sehingga membuat
informan 4 mengambil keputusan untuk membantu usaha keluarga. Keluarga juga sebagai
relasi terdekat dari informan 4 juga bisa mendapatkan keuntungan lain karena informan 4
memiliki kemampuan yang berguna untuk usaha keluarga tersebut. “Kemarin selama saya
di PHK saya jadinya cuman membantu keluarga saya jualan, sambil cari cari kerja lagi.”
“Karena lagi pandemi, banyak juga karyawan yang di PHK dan juga ada perusahaan
yang gulung tikar jadi kalau langsung lamar pekerjaan takutnya sama aja. Jadi lebih baik
bantu keluarga jualan dulu.” Namun berbeda halnya dengan strategi bertahan hidup yang
dilakukan oleh informan 3, informan 3 melakukan strategi jaringan yang dikombinasikan
dengan strategi pasif. Informan 3 merupakan tenaga kerja wanita yang terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) pada masa pandemi Covid-19, alasan informan 3 bekerja untuk
dapat membantu suami dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, namun setelah
terkena PHK informan 3 memutuskan untuk tidak bekerja terlebih dahulu karena informan
3 merasa waktunya bersama keluarga dan anaknya jadi berkurang apabila ia bekerja
sehingga memanfaatkan hal tersebut untuk bisa menghabiskan banyak waktu bersama
keluarganya. Namun, keputusan yang diambil oleh informan 3 yaitu untuk menjadi ibu
rumah tangga saja dan menghabiskan waktu bersama anaknya. Dan untuk tetap bertahan
hidup Informan 3 meminta bantuan kepada sanak-saudaranya dan tentunya juga
mengurangi pengeluaran keluarga. Untuk dapat bertahan hidup pasca Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), informan 3 melakukan strategi pasif yang dikombinasikan oleh
strategi jaringan. Hal ini berbeda dengan

1
informan 4 yang hanya melakukan strategi jaringan. Dalam hal ini, hasil penelitian yang
selaras dimana strategi jaringan dilakukan untuk bertahan hidup pernah dilakukan oleh
(Rizal, 2016 ; Winarno, 2016 ; Fitria, 2019) yang menunjukkan bahwa strategi jaringan
yang dilakukan oleh tenaga kerja pasca pemutusan hubungan kerja dengan cara
memanfaaatkan jaringan sosial yang mereka miliki. Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Oktorini et al., 2018) menunjukkan bahwa strategi
jaringan yang dilakukan dengan cara berhutang di warung atau kepada kerabatnya

2.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Sulitnya Kesempatan Kerja

Ada beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya kesempatan kerja dengan munculnya
COVID-19, antara lain:

• Pembatasan mobilitas masyarakat

Pembatasan mobilitas masyarakat yang dilakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19


telah berdampak pada berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor pariwisata, transportasi,
dan perdagangan. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang membutuhkan banyak
tenaga kerja.

• Penutupan tempat usaha

Penutupan tempat usaha yang dilakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19 juga
telah berdampak pada banyaknya tenaga kerja yang dirumahkan atau diberhentikan.

• Perubahan perilaku konsumen

Perubahan perilaku konsumen akibat pandemi COVID-19 juga telah berdampak pada
permintaan tenaga kerja. Konsumen cenderung lebih memilih untuk membeli produk atau
jasa secara online, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang berbeda dari tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk penjualan secara offline.

• Persaingan yang semakin ketat

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan meningkatnya jumlah pencari kerja, sehingga


persaingan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat.

1
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

• Pandemi COVID-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan/sulitnya kesempatan


kerja di berbagai sektor.
• Sektor-sektor yang terdampak pandemi, seperti pariwisata dan transportasi,
cenderung membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit.
• Sebaliknya, sektor-sektor yang tidak terdampak pandemi, seperti kesehatan,
teknologi, dan logistik, cenderung membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
• Perubahan pola permintaan tenaga kerja ini telah membuat sulit bagi para pencari
kerja untuk mendapatkan pekerjaan.

3.2 Saran

• Pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan untuk mendukung pemulihan


ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat
berupa pemberian stimulus ekonomi, pelatihan dan sertifikasi keterampilan, serta
insentif kepada perusahaan untuk menciptakan lapangan kerja baru.
• Swasta perlu berinvestasi dalam pengembangan teknologi untuk meningkatkan
produktivitas. Pengembangan teknologi dapat membantu perusahaan untuk
menghasilkan lebih banyak produk atau jasa dengan menggunakan tenaga kerja
yang lebih sedikit.
• Selain itu, masyarakat juga perlu meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Masyarakat dapat mengikuti pelatihan atau
kursus untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Martanti, D. M., Magdalena, F., Ariska, N. P. D., Setiyawati, N., & Rumboirusi, W.
C. (2021). Dampak pandemi Covid-19 terhadap tenaga kerja formal di
Indonesia. Populasi, 28(2), 52-69.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat. (2023). Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja. Bandung: Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai