Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ANALISIS DAMPAK FENOMENA PANDEMI COVID-19 TERHADAP


KINERJA PERBANKAN SYARIAH

DISUSUN OLEH :

Melatie Noer Rahmat


43120010414

Dosen Pengampu:
Dr. Sudjono, M.Acc

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya serta shalawat dan salam
juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai dari mata kuliah Perbankan
Syariah pada program Studi Manajemen di Univeritas Mercu Buana dengan ini penulis
mengangkat judul “DAMPAK FENOMENA PANDEMI COVID-19 TERHADAP KINERJA
PERBANKAN SYARIAH”
Dengan ini sangat diharap semoga mahasiswa mampu untuk mengenal dan memahami
mengenai Kepemimpinan dalam organisasi/bisnis. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar kami bisa
menjadi lebih baik lagi.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................4
BAB III...............................................................................................................................................12
BAB IV...............................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Virus 2019-nCoV atau Covid-19 (istilah terbaru) novel coronavirus yang berasal dari
Wuhan, China telah menjadi isu kesehatan global. Novel coronavirus Covid-19 pertama kali
dilaporkan pada 31 Desember 2019 di Wuhan, Cina, sebuah kota dengan populasi lebih dari
11 juta. Virus itu terus menyebar ke hampir setiap negara di dunia. Pada 1 Mei 2020, penyakit
ini menginfeksi setidaknya 3.175.207 orang dengan kematian lebih banyak, Covid-19 ini
berawal dari laporan kasus radang paru-paru (pneumonia) yang tidak diketahui penyebabnya
di Wuhan, China pada akhir bulan Desember 2019 lalu.
Di Indonesia kasus pertama Covid-19 dimumumkan pada tanggal 2 Maret 2020
terkonfirmasi positif Covid-19 pada dua warga depok, Jawa Barat, yang berawal dari suatu
acara di Jakarta dimana penderita kontak langsung dengan seorang warga negara asing
(WNA) asal jepang yang tinggal di malaysia. Setelah pertemuan tersebut penderita
mengeluhkan demam, batuk dan sesak napas.
Serangan Covid-19 pada awal maret 2020 tentu sangat terasa dampaknya, menyikapi
pandemi Covid-19 kebijakan mulai dimunculkan, mulai penerapan Work From Home (WFH)
diantara bentuk upaya yang diserukan dan dilakukan oleh dunia untuk mengurangi
penyebaran Covid-19 ini adalah dengan social atau Physical Distancing, sampai diberlakukan
Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) namun sayangnya, gerakan tersebut berpengaruh
pada penurunan aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan dampak pada perekonomian, tak terkecuali
sektor perbankan. Dampak epidemi ini menyebabkan beberapa negara mengalami krisis
ekonomi bahkan resesi (Wu & Olson, 2020). Pandemi Covid-19 telah menyebabkan
kepanikan dalam sektor ekonomi dan keuangan. Dilansir dari situs BPS (Badan Pusat
Statistik), PDB Indonesia pada kuartal III minus 3,49 % (year on year/yoy). Hal ini
diakibatkan diberlakukannya pembatasan sosial dan penerapan subsidi atau bantuan langsung
tunai yang menyebabkan anggaran yang dikeluarkan lebih banyak dibandingkan pemasukan,
yang akhirnya akan memperbesar hutang negara seperti mengeluarkan obligasi global demi
menstabilkan perekonomian Indonesia (Syukra, Ridho, 2020).
Berdasarkan Laporan Bank Indonesia dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha. Kondisi
kegiatan usaha pada masa awal pandemi Covid-19 menunjukkan penurunan yang curam.
Pada triwulan II-2020 terindikasi dari Saldo bersih Tertimbang (SBT) di angka -33,75%,
turun lebih dalam dibandingkan triwulan I-2020 yaitu -5,56%. Penurunan terjadi pada seluruh
sektor ekonomi yang didominasi oleh sektor hotel dan restoran, sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa. Melandanya pandemi Covid-19 menyebabkan
penurunan permintaan dan gangguan pasokan.

1
Memasuki tahun 2020 tren Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus mengalami
penurunan hingga jatuh drastis, memasuki zona pesimis pada bulan April, 2020. Namun
seiring berjalannya waktu IKK mengalami kenaikan kembali, seperti pada bulan Desember
2020, indeks mengalami perbaikan menuju zona optimis. Hal ini ditengarai oleh kelancaran
program pemulihan ekonomi nasional dan pengadaan vaksinasi Covid-19 yang semakin
mendorong optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Dalam sektor perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah, sama-sama
menghadapi tantangan pandemi covid-19 ini (Disemadi & Shaleh, 2020; Labonte & Scott,
2020; dan Mardhiyaturrositaningsih & Mahfudz, 2020). Hadirnya pandemi Covid-19 telah
menjadi ancaman dan peluang bagi kinerja perbankan Indonesia. Pandemi Covid-19 menjadi
ancaman karena sektor perbankan akan mengalami beberapa kemungkinan risiko yang
muncul, seperti risiko kredit macet, risiko penurunan aset, risiko pasar dan sebagainya yang
kemudian risiko tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja dan profitabilitas
perbankan (Wahyudi, 2020).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memberlakukan dual system banking, yang
mana bank dengan sistem konvensional dan syariah beroperasi bersama-sama. Di Indonesia
bank konvensional menjadi penguasa dalam pemberian layanan perbankan kepada
masyarakat. Berdasarkan OJK (2020) perbankan umum konvensional di Indonesia berjumlah
109 bank. Namun bank umum konvensional di Indonesia mengalami penurunan jumlah dari
tahun ke tahun, dimana pada tahun 2018 berjumlah 115 bank dan tahun 2019 berjumlah 110
bank. Sedangkan pada perbankan syariah, sejak rilisnya bank syariah pertama di Indonesia
pada tahun 1998, yaitu Bank Muamalat, jumlah bank umum syariah di Indonesia telah
mengalami peningkatan. Tercatat sampai tahun 2020 jumlah bank umum syariah berjumlah
14 bank (OJK, 2020).
Hadirnya perbankan dengan sistem syariah beriringan dengan berjalannya perbankan
dengan sistem konvensional selalu menarik untuk dikomparasikan. Adanya target yang besar
dan alternatif yang ditawarkan membuat perbankan dengan sistem syariah menjadi salah satu
sektor industri keuangan global yang tumbuh paling pesat di beberapa negara, hal ini menjadi
penting secara sistemik dan di banyak negara lainnya karena terlalu besar untuk diabaikan
(Hasan dan Dridi, 2010)
Industri Perbankan Syariah memiliki peran yang strategis dalar pembangunan ekonomi
rakyat, berkontribusi dalam melakukan transformasi perekonomian pada aktivitas ekonomi
produktif, bernila tambah dan inklusif tetapi di masa Pandemi Covid-19 ini industri
Perbankan Syariah harus bergerak cepat untuk beradaptasi dengan membuat strategi, inovasi
baru serta mitigasi risiko yang tepat dan cermat serta menggunakan strategi kreatif untuk
bertahan dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang membuat kondisi perekonomian tak
menentu. Artinya industri Perbankan Syariah mempunyai tantangan yang cukup signifikan,
namun Industri Perbankan Syariah harus melihat permasalahan penyebaran virus ini sebagai
tantangan yang harus dirubah menjadi sebuah kesempatan untuk bisa lebih baik. Maka dari
itu, sudah saatnya Perbankan Syariah mulai merevisi kembali strategi, mengingat tidak ada
yang mengetahui kapan Covid-19 akan berakhir. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk memaparkan Tantangan Perbankan Syariah dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19 di Indonesia.

2
1.2 Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu, cakupan dan aktifitas, penelitian ini hanya membatasi
mengenai:
1. Dampak serta fenomena apa saja yang terjadai saat Pandemi Covid-19 terhadap
Perbankan Syariah.
2. Aspek penilian kinerja keuangan dengan membahas rasio CAR, ROA, NPF, FDR,
BOPO, dan NOM.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka dirumuskan
permasalahnnya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kinerja keuangan perbankan syariah tetap bertahan ditengah Pandemi
Covid-19 yang sedang terjadi?

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan perbankan syariah
untuk tetap bertahan ditengah Pandemi COVID-19
1.5 Manfaat

1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan acuan mengenai
analisis fenomena pandemi Covid-19 terhadap perbankan syariah.

2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi bank syariah dalam
menghadapi dampak yang ditimbulkan oleh adanya pandemi Covid-19

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Grand Theory


Grand theory pada umumnya adalah teori-teori makro yang mendasari berbagai teori di
bawahnya. Disebut grand theory karena teori tersebut menjadi dasar lahirnya teori-teori lain
dalam berbagai level. Grand Theory disebut juga teori makro karena teori-teori ini berada di
level makro, bicara tentang struktur dan tidak berbicara fenomena-fenomena mikro. Dengan
demikian grand theory dapat disebut sebagai teori keseluruhan atau teori secara garis besar
yang menjelaskan suau permasalahan atau kasus. Adapun grand theory dalam penelitian ini
adalah:
a. Kinerja dan Kesehatan Bank Syariah
Industri perbankan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, secara formal
dimulai sekitar tahun 1992 dan terus berkembang pesat hingga saat ini. Perkembangan
tersebut secara langsung juga menambah marak kegiatan usaha yang ada di Indonesia.
Namun demikian, walaupun perkembangannya sudah mencapai lebih dari satu dasawarsa,
industri perbankan syariah masih dianggap sebagai kegiatan usaha yang relatif baru di
Indonesia dan masih terus melakukan penyempurnaan dalam infrastuktur pendukungnya.
Salah satu bentuk infrastruktur yang terus disempurnakan adalah ketentuan yang terkait
dengan akuntansi.
Dalam peraturan kesehatan bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2al007 tanggal 24 Januari 2007
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah (lembar
negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 31, tambahan lembar negara Republik
Indonesia Nomor 4699). Dengan meningkatnya jenis produk dan juga perbankan syariah
memberikan pengaruh terhadap kompleksitas usaha dan profil risiko bank berdasarkan
prinsip syariah, agar bank dapat mengelola risiko bank secara efektif maka diperlukan
metodologi penilaian tingkat kesehatan bank yang memenuhi standar internasional
Penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian aspek permodalan,
kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar, kondisi
industri perbankan dan juga perekonomian nasional.
Perbankan harus selalu dinilai kesehatannya agar prima dalam melayani nasabah. kesehatan
atau kondisi keuangan dan nonkeuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait,
baik pemilik, manajemen bank, bank pemerintah (melalui Bank Indonesia) dan pengguna jasa
bank. Dengan diketahuinya kondisi suatu bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut
untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan
terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Penilaian kesehatan bank adalah muara akhir atau hasil dari aspek pengaturan dan
pengawasan perbankan yang menunjukkan kinerja perbankan nasional. Berorientasi risiko,
proporsionalitas, materialitas dan signifikansi serta komprehensif dan terstruktur merupakan
prinsip-prinsip umum yang harus diperhatikan manajemen bank dalam menilai tingkat

4
kesehatan bank. Bagi investor penilaian dan informasi kesehatan bank menjadi bagian
penting yang menggambarkan kondisi kesehatan bank tersebut. Jika bank tersebut baik maka
akan memberi sinyal positif, namun jika kondisinya tidak baik akan memberi sinyal negatif.
Sinyal negatif jelas akan menurunkan reputasi bank tersebut di mata investor.
b. Perekonomian
Pandemi COVID-19 yang telah menyebar pada akhirnya membawa risiko yang sangat
buruk bagi perekonomian dunia termasuk Indonesia khususnya dari sisi pariwisata,
perdagangan serta investasi. Indonesia sendiri telah membuat aturan kebijakan pembatasan
untuk bepergian ke dan dari negara-negara yang masuk dalam zona merah penularan selama
pandemi COVID-19 dengan tujuan untuk memutus mata rantai penularan COVID-19,
langkah ini mengikuti kebijakan yang telah lebih dulu dilaksanakan oleh beberapa negara.
Berdasarkan Laporan Bank Indonesia dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha. Kondisi
kegiatan usaha pada masa awal pandemi Covid-19 menunjukkan penurunan yang curam.
Pada triwulan II-2020 terindikasi dari Saldo bersih Tertimbang (SBT) di angka -33,75%,
turun lebih dalam dibandingkan triwulan I-2020 yaitu -5,56%. Penurunan terjadi pada seluruh
sektor ekonomi yang didominasi oleh sektor hotel dan restoran, sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa. Melandanya pandemi Covid-19 menyebabkan
penurunan permintaan dan gangguan pasokan.
Gubernur Bank Indonesia menyatakan Indonesia sangat mendukung penuh agenda
Presidensi G20 Arab Saudi khususnya terkait transisi London Interbank Offered Rate dan
cross borde payments. Beberapa langkah dalam mengurangi efek dari pandemi COVID-19
diantaranya adalah melakukan penurunan atas BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps
menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku bunga
Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Langkah ini diterapkan guna menstimulus
pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global
akibat pandemi COVID-19. Sehingga peneliti tertarik untuk mencari informasi lebih dalam
terkait dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia
dan diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada investor, perusahaan
dan pemerintah sehingga dapat mengantisipasi dampak pandemi COVID19 terhadap
perekonomian Indonesia agar kedepannya dapat dilakukan kebijakan-kebijakan yang dapat
meminimalisir terjadinya resesi ekonomi lebih dalam akibat dampak pandemi COVID-19.

2.2 Middle Theory


Middle-range theory adalah teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
proposisi-proposisi. Middle theory adalah dimana teori tersebut berada 24 pada level mezzo
atau level menengah yang fokus kajiannya makro dan juga mikro. Dengan demikian middle
theory merupakan pembahasan yang lebih fokus dan mendetail atas suatu grand theory.
Middle theory dalam penelitian ini adalah:
2.1 Resiko Pembayaran Bank Syariah
Risiko pembiayaan merupakan risiko yang terjadi oleh ketidakmampuan para nasabah dalam
memenuhi kewajibannya sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pihak bank. Risiko

5
pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau laba
dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Suatu pembiayaan
dinyatakan bermasalah jika bank benarbenar tidak mampu menghadapi risiko yang
dtimbulkan oleh pembiayaan. Risiko pembiayaan didefinisikan sebagai risiko kerugian
sehubungan dengan pihak peminjam tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk
membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau
sesudahnya.
Risiko dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis (systematic
risk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat
makro, seperti perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahn
situasi pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi
ekonomi. secara umum dan Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) yaitu risiko yang
unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja. Bank sangat
memperhatikan risiko ini, mengingat sebagian besar bank melakukan pemberian pembiayaan
sebagai bisnis utamanya. Indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko pembiayaan
adalah tercermin dari besarnya non performing financing (NPF).
Kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang timbul karena faktor manajerial dapat
diketahui dari kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan
biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan
pada aktiva tetap dan permodalan yang tidak cukup.
Menurut Bank Indonesia faktor internal yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah
adalah adanya self dealing atau tindak kecurangan dari aparat pengelola kredit atau
pembiayaan, bank terlalu mengejar target, sehingga melupakan kaidah-kaidah kehati hatian
(prudential banking), petugas bank terlalu memfokuskan terhadap jaminan sehingga tidak
memperhatikan kemampuan debitur, petugas bank merasa berhutang budi kepada debitur,
karena memperoleh imbalan atau hadiah dari debitur atas persetujuan pembiayaanya, bank
terlambat mencairkan pinjaman, sehingga kredit yang dicairkan tepat waktu penggunaanya,
nominal pinjaman tidak sesuai kebutuhan debitur (terlalu besar atau terlalu kecil), debitur
mendapat surat peringatan dari pejabat yang lebih tinggi baik dari top manajemen bank itu
sendiri atau dari pejabat pemerintah yang berkuasa
2.2 Resiko Keadaan Perekonomian
Resesi yang terjadi akibat pandemi covid-19 dapat mengakibatkan melemahnya permintaan
akan produk-produk yang ada di pasar (terlihat dari penurunan GDP). Akibatnya adalah
pengurangan produksi oleh perusahaan yang menyebabkan berkurangnya pendapatan
perusahaan. Dan untuk mengimbanginya perusahaan melakukan penghematan di sektor biaya
atau melakukan penjualan aset guna meningkatkan pendapatan agar segala kegiatan
perusahaan dapat dipertahankan. Penghematan biaya dapat dilakukan dengan cara
pemberhentian hubungan kerja yang dianggap tidak diperlukan, karena kewajiban hutang
terhadap bank tidak dapat dikurangi kecuali adanya negosiasi dengan bank. Jika pengaruh
resesi berlanjut hingga perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya
karena input dan output yang tidak seimbang, maka hal ini juga akan menjadi pembiayaan
bermasalah

6
Penurunan kegiatan ekonomi dapat disebabkan oleh adanya kebijakan penyejukan ekonomi
atau akibat kebijakan pengetatan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang
menyebabkan tingkat bunga naik dan pada gilirannya debitur tidak lagi mampu membayar
kewajibannya. Dalam kondisi persaingan yang tajam, sering bank menjadi tidak rasional
dalam pemberian pembiayaan dan akan diperburuk dengan keterbatasan kemampuan teknis
dan pengalaman petugas bank dalam pengelolaan pembiayaan
Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap suatu sektor ekonomi atau industri akan
berdampak menguntungkan atau merugikan bagi perusahaan yang terkait. Jika kebijakan atau
peraturan yang dikeluarkan tersebut merugikan terhadap perusahaan dan jika usaha tersebut
sangat sensitif terhadap perubahan eksternal, misalnya kegagalan dalam pemasaran produk
karena perubahan harga di pasar/ inflasi, adanya perubahan pola konsumen, dan pengaruh
perekonomian nasional maka akan berdampak pada kesulitan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban hutangnya pada bank.
Hal lain yang dapat mempengaruhi nasabah dalam kewajiban pengembalian pinjamannya
antara lain adalah bidang usaha debitur yang telah jenuh, struktur permodalan yang “highly
leveraged” (debt to equity ratio sangat tinggi), sektor usaha yang tidak dikuasai oleh debitur,
kurang antisipatif terhadap perkembangan pasar, sehingga produk yang dihasilkan kalah
bersaing. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa banyak aspek yang dapat mempengaruhi
tingkat kredit atau pembiayaan bermasalah pada lembaga keuangan.

2.3 Applied Theory


Applied theory adalah teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan konsep-konsep.
Teori ini yang berada di level mikro dan siap untuk diaplikasikan dalam konseptualisasi.
Apllied theory dalam penelitian ini adalah:
a. Kebijakan Mikroprudensial (CAR, ROA, NPF, FDR, BOPO)
Stabilitas sistem keuangan berperan penting dalam perekonomian suatu negara. Sistem
keuangan berfungsi untuk mengalokasikan dana dari pihak yang kelebihan dana (deposan)
kepada pihak yang mengalami kekurangan dana (investor). Suatu sistem yang baik akan
menyebabkan pengalokasian dana berjalan dengan lancar dan sebaliknya apabila terjadi
sistem keuangan yang buruk menghambat pertumbuhan ekonomi. Suatu sistem keuangan
dikatakan tidak stabil adalah pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat
kegiatan ekonomi (Budisantoso,2014). Ketidakstabilan sistem keuangan juga bisa
mengakibatkan hal yang lebih parah yaitu terjadinya krisis ekonomi. Sistem keuangan yang
tidak stabil disebabkan oleh beberapa hal yaitu kombinasi kegagalan pasar, baik karena faktor
struktural maupun faktor perilaku. Kegagalan pasar dapat bersumber dari internal misalnya,
kondisi perekonomian dan kondisi politik yang tidak stabil (Budisantoso, 2014).
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang lingkup pengaturan dan
pengawasan mikroprudensial yang menjadi tugas dan wewenang OJK, mengenai ruang
lingkup pengaturan dan Pengawasan yang di lakukan OJK yaitu meliputi pengaturan
pengawasan kelembagaan bank, kesehatan bank , aspek kehatihatian bank, pemeriksaan bank.
Pemahaman tentang mikroprudensial merupakan upaya untuk mencegah terjadinya krisis

7
pada individu lembaga keuangan yang dapat merugikan nasabah atau investor lembaga
keuangan dengan mengabaikan dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Kebijakan mikroprudensial adalah kebijakan dalam mengawas dan menjaga individual
institusi keuangan dari risiko sistematik dan mencegah timbulnya risiko yang lainnya
(Review Stabilitas Keuangan, 2014). Kebijakan mikroprudensial mengukur, menilai dan
mengatasi risiko dengan melihat tingkat kesehatan individu bank (sebagai pelaku ekonomi)
dan kinerja dari setiap institusi keuangan. Dengan tingkat kesehatan bank dan kinerja institusi
keuangan yang baik, akan berdampak baik dalam stablitas sistem keuangan. Pendapat lain
mengenai mikroprudential datang dari John Loxley merupakan Professor of Economics
University of Manitoba Canada memberikan definisi mengenai mikroprudential yaitu
“Microprudential regulation focuses on the stability of the component parts of a financial
system Concerned with sound banking practice and the protection of depositors at the level of
the individual bank”, mengenai Peraturan mikroprudensial berfokus pada stabilitas bagian
komponen dari sistem keuangan, ini lebih mengarah kepada praktik perbankan yang sehat
dan perlindungan deposan pada tingkat bank individu. Instrumen mikroprudensial yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu antara lain CAR, ROA, NPF, FDR, dan BOPO.

b. Kebijakan makroekonomi (INF, GDP)


Kebijakan makroekonomi adalah bentuk kebijakan yang diambil pemerinta suatu negara yang
pada prinsipnya bertujuan untuk menstabilkan perekonomian dan menciptakan pertumbuhan
ekonomi ke arah yang positif. Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah-
masalah ekonomi yang dihadapi. Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro dapat dibedakan
kepada beberapa aspek yaitu menstabilkan kegiatan ekonomi, mencapai tingkat penggunaan
tenaga kerja penuh tanpa inflasi, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh, Kestabilan
nilai tukar
Menurut Djamil, Ekonomi makro menganalisa keadaan seluruh kegiatan perekonomian.
Ekonomi makro tidak membahas kegiatan yang dilakukan oleh seorang produsen, seorang
konsumen, atau seorang pemilik faktor produksi, tetapi pada keseluruhan tindakan para
konsumen, para pengusaha pemerintah, lembaga-lembaga keuangan dan negara-negara lain
serta bagaimana pengaruh tindakan-tindakan tersebut terhadap perekonomian secara
keseluruhan. Instrumen makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu inflasi dan
GDP.
a. Inflasi
Inflasi merupakan peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang
berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu. Samuelson dan Nordhaus (2001)
menggambarkan inflasi sebagai sebuah penyakit dan musuh nomor satu dalam
perekonomian. Setidaknya terdapat dua efek utama yang disebabkan oleh inflasi, yaitu
redistribusi dan distorsi. Inflasi mengakibatkan efek distribusi pendapatan dan kemakmuran
karena terjadinya perbedaan pada aset dan utang yang dipegang masyarakat. Inflasi
mengakibatkan efek distorsi karena perekonomian mengalami masalah efisiensi dan masalah
penilaian total output. Masalah efisiensi ekonomi terjadi karena adanya distorsi pada harga
dan penggunaan uang, sedangkan masalah penilaian total output terjadi karena adanya inflasi

8
mendorong pelaku ekonomi menyesuaikan penilaian terhadap harga-harga dan adanya
penyesuaian itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Jika inflasi mendepresiasi nilai kekayaan dan pendapatan riil masyarakat sehingga terjadi
penurunan daya beli. Dalam kondisi demikian perusahaan dililit oleh biaya – biaya produksi
dan pemasaran yang makin naik. Sehingga pendapatan perusahaan makin menurun dan akan
berakibat pada terganggunya kelancaran pengembalian pinjaman perusahaan ke bank.

2. Gross Domestic Product


Gross domestic product (GDP) digunakan untuk mengukur semua barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu. Komponen yang ada dalam GDP yaitu
pendapatan, pengeluaran/investasi, pengeluaran pemerintah dan selisih ekspor – import.
Dalam Stiglitz dan Walsh (2006) menjelaskan bahwa GDP menyediakan penilaian terbaik
untuk mengukur tingkat produksi. Akan tetapi perubahan sifat dasar produksi dari bentuk
pertumbuhan dalam underground economy menjadi bentuk inovasi teknologi baru bisa
memengaruhi kemampuan GDP untuk menyediakan gambaran yang akurat mengenai kinerja
ekonomi. Lebih jauh GDP menggambarkan keseluruhan tingkat aktivitas ekonomi dalam
sebuah negara, yaitu jumlah barang dan jasa yang diproduksi untuk sebuah pasar. Hal itu
menunjukkan bahwa GDP adalah indikator dari pertumbuhan ekonomi yang merupakan
ukuran penting dalam menjelaskan kinerja ekonomi yang secara langsung merupakan kinerja
dari pelaku ekonomi yang menyediakan barang dan jasa termasuk industri perbankan.
Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan cash flow bank dengan cara meningkatkan
permintaan pembiayaan oleh perusahaan dan rumah tangga. Selama periode pertumbuhan
ekonomi yang kuat permintaan pembiayaan cenderung meningkat. Karena pembiayaan
cederung menghasilkan keuntungan lebih baik dari pada investasi surat-surat berharga, maka
expected cash flow akan lebih tinggi.

2.4 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian
sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan. Penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya
bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut tabel ringkasan atas penelitian-penelitian
sebelumnya.

No Nama Judul Variabel Hasil Penelitian


(Tahun)
1 Dedi Hutoro Pengaruh Faktor Car, Fdr, Car tidak berpengaruh terhadap npf,
(2019) Internal Dan Bopo, fdr tidak berpengaruh terhadap npf,
Eksternal Inflasi, Bi bopo berpengaruh positif terhadap
Terhadap Risiko Rate, Npf npf, inflasi tidak berpengaruh
Kredit (Studi terhadap npf, dan bi rate tidak
Empiris Pada berpengaruh terhadap npf.
Bank

9
Pembiayaan
Rakyat Syariah
Yang Terdaftar
Di Ojk
Periode(2014-
2018)
2 Yulia, Khofid Pengaruh Dana Dana Hasil penelitian ini menunjukkan
Ramdan i Pihak Ketiga, Pihak variabel dana pihak ketiga (dpk) dan
(2020) Financing To Ketiga financing to deposit ratio (fdr)
Deposit Ratio, (Dpk), berpengaruh positif terhadap
Non Performing Financing peningkatan penyaluran pembiayaan
Financing Dan To Depositoleh bank syariah. Sementara
Tingkat Suku Ratio(Fdr variabel non performing financing
Bunga Terhadap ), Non(npf) dan suku bunga (bi rate) Tidak
Penyaluran Performin berpengaruh signifikan terhadap
Pembiayaan g peningkatan penyaluran pembiayaan
Financing bank syariah. Secara simultan dpk,
(Npf) Dan fdr, npf dan bi rate berpengaruh
Suku signifikan terhadap penyaluran
Bunga Pembiayaan bank syariah di
indonesia
3 Abdul Karim, Analisis Car, Roa, Car, Car tidak berpengaruh terhadap roa
Fifi Hanafia Bopo, Npf, Fdr, Bopo, pada bus, car berpengaruh positif
(2020) Nom, Dan Dpk Npf, Fdr, terhadap roa pada bprs, bopo
Terhadap Nom, Dan berpengaruh negatif terhadaproa
Profitabilitas Dpk pada bus dan bprs, npf berpengaruh
(Roa) Pada positif terhadap roa pada bus, npf
Bank Syariah Di berpengaruh negatif terhadap roa
Indonesia pada bprs, fdr tidak berpengaruh
terhadap roa pada bus, fdr
Berpengaruh negatif terhadap roa
pada bprs, nom berpengaruh positif
terhadap roa pada bus,nom tidak
berpengaruh terhadap roa , dpk tidak
berpengaruh terhadap roa pada bus
4 Ita Darsita Analisis Car, Car,Npf,B Rasio car dengan kriteria sangat
(2020) Npf, Bopo Dan opo,Fdr, sehat, rasio fdr dengan kriteria sehat,
Fdr Untuk Roa. rasio roa dan npf dengan kriteria
Mengukur cukup sehat dan rasio bopo dengan
Tingkat kriteria kurang sehat,serta hasil
Kesehatan, Serta penelitianuji-t/parsial menunjukkan
Pengaruhnya bahwa car tidak berpengaruh negatif
Terhadap Roa terhadap roa dan tidak signifikan, npf
tidak berpengaruh negatif terhadap
roa dan tidak signifikan, bopo
berpengaruh negatif terhadap roa dan
signifikan, fdr berpengaruh positif
terhadap roa dan signifikan.
Sedangkan penelitian ujif/simultan
car, npf, bopo dan fdr bersama-sama

10
berpengaruh terhadap roa dan
signifikan. Kemampuan prediksi dari
keempat variabel tersebut terhadap
roa sebesar 75,26% sedangkan
sisanya 24,74% Dipengaruhi oleh
faktor lain di luar model penelitian.
5 Nabila Rifda The Bopo, Variabel bopo, pdb, inflasi, car, fdr,
Darma wanti, Determinants Of Pdb, dan ukuran bank memiliki korelasi
Noven NonPerforming Inflasi, yang signifikan dengan
Suprayo gi Financing Of Fdr, Car, nonperforming financing bank
(2020) Sharia Banking Far, Sbis, syariah di indonesia. Sementara itu,
In Indonesia: Dan fdr dan sbis tidak memiliki korelasi
The Study Of Ukuran yang signifikan dengan
MetaAnalysis1 Bank nonperforming financing bank
syariah di indonesia.
6 Wuland ari Non Performing Fdr, Car, Variabel fdr, nom dan roe memiliki
Kuswah Financing Roe,Nom, pengaruh signfikan negatif terhadap
ariani, Analysis With Inflasi, npf secara umum. Pada npf segmen
Herman to Regard To A Nilai mikro, variabel car, roa dan bopo
Siregar, Dan General And Tukar Dan memiliki pengaruh positif dan
Ferry Syarifu Micro Segment Gdp signifikan, sedangkan variabel nom
ddin (2018) On Three dan gdp memiliki pengaruh negatif
National Sharia dan signifikan.
Banks In
Indonesia

2.5 Hipotesis
Hipotesis dirumuskan sesuai dengan teori konseptual serta dilandasi oleh hasil empiris dari
kajian terdahulu. Hipotesis yang bakal dijalankan pengujian pada kajian ini ialah seperti
berikut:
A. Perbedaan Rasio ROA diantara Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Menurut Lukman Hakim et. al (2023) ROA merupakan rasio yang mewakili aktivitas dalam
sebuah perusahaan, ROA juga digunakan sebagai alat yang dipakai untuk mengukur
keuntungan dalam sebuah perusahaan. Teori sinyal, sebuah perusahaan harus memperlihatkan
apakah ia memiliki profitabilitas yang kuat ataupun tidak kepada kliennya dengan memakai
rasio profitabilitas ROA. yang bisa memperlihatkan kepada mereka bagaimana sebuah
perusahaan menghasilkan keuntungan. Kajian ini mendukung Marettha & Kristianto (2019)
yang memaparkan jika rasio ROA diantara bank konvensional serta bank syariah berbeda
dengan signifikan.
H1 terdapat perbedaan rasio ROA bank Konvensional dengan Bank Syariah

B. Perbedaan Rasio ROE diantara Bank Konvensional dengan Bank Syariah


Menurut Wahyuni & Rahayu (2020) Kemampuan bank untuk memberi penghargaan kepada
pihak yang memegang saham dengan membuat laba bersih bisa diakses guna modal pihak

11
yang memegang saham yang sudah di investasikan dalam bisnis ditunjukkan oleh rasio ROE.
Menurut Theory Signal Perusahaan harus memberi tahu pemegang saham mereka tentang
hasil keuangan mereka. ROE bank konvensional serta bank syariah berbeda dengan
signifikan, menurut penelitian Cliff & Aba (2022).
H2. Terdapat perbedaan rasio ROE bank Konvensional dengan Bank Syariah

C. Perbedaan Rasio Badan Operasiona dan Pendapatan Operasional diantara Bank


Konvensional dengan Bank Syariah
Menurut Suwarno & Muthohar (2018) Rasio BOPO dipergunakan dalam menilai kemampuan
manajemen dalam mengelola biaya operasional sehubungan dengan pendapatan operasional.
Setiap kenaikan biaya operasional akan berdampak buruk pada laba atau profitabilitas (ROA)
bank, serta kemampuannya untuk menghasilkan laba sebelum pajak. Perusahaan diharuskan
untuk mendidik pelanggan tentang kapasitas manajemen mereka untuk mengendalikan biaya
operasi dan pendapatan berdasarkan teori sinyal. Berdasarkan penelitian Rachman et.al
(2019) ada perbedaan yang signifikan diantara BOPO bank konvensional serta bank syariah.
H3 terdapat perbedaan rasio BOPO bank Konvensional dengan Bank Syariah

D. Perbedaan Rasio Capital Adequency Ratio diantara Bank Konvensional dengan Bank
Syariah
Menurut Aulia Hasanah et al (2023) Rasio CAR dipergunakan dalam menjalankan
pengukuran kemampuan perusahaan untuk menyerap potensi kerugian dalam operasi
perdagangan kredit dan sekuritasnya. Permodalan memperlihatkan kapasitas tim manajemen
untuk memantau dan mengelola risiko, yang mungkin berdampak pada posisi permodalan
bank. Menurut signal theory yang bisa mengedukasi nasabah atau pemegang saham, semakin
besar CAR suatu bank sehingga bertambah baik potensi bank tersebut untuk memperoleh
keuntungan begitu pula sebaliknya bagi nasabah atau pemegang saham. Perusahaan
diwajibkan untuk memberi tahu konsumen atau pemegang saham tentang kredit atau risiko
yang dimiliki oleh Bank sesuai dengan teori sinyal. Menurut kajian yang dijalankan oleh
Nanda et al (2019), tidak terdapat perbedaan yang mencolok diantara bank konvensional serta
bank syariah. Penelitian Shintia & Sugeng (2022) memaparkan jika ada perbedaan diantara
bank konvensional serta bank syariah, yang bertentangan dengan apa yang dikemukakan di
sini.
H4 terdapat perbedaan rasio CAR bank Konvensional dengan Bank Syariah

e. Perbedaan Rasio NPL atau NPF diantara Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Menurut Khamisah et.al (2020) Rasio kredit bermasalah terhadap semua kredit dikenal
sebagai NPL/NPF. NPL/NPF menjalankan pengukuran risiko kredit; semakin rendah
NPL/NPF, semakin rendah risiko yang dimiliki bank. NPL/NPF yang baik ialah yang nilainya
di bawah 5%. Biaya pembangkitan cadangan aset dan biaya lainnya akan lebih tinggi jika
bank memiliki NPL/NPF yang tinggi, yang bisa mengakibatkan kerugian bagi bank.

12
Perusahaan diharuskan untuk memberi informasi kredit berdasarkan teori sinyal. Menurut
penelitian oleh Prihatin (2019), ada perbedaan yang mencolok diantara NPL/NPF Bank
Konvensional dan Bank Syariah
H5 terdapat perbedaan rasio NPL/NPF bank Konvensional dengan Bank Syariah

13
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penerapan
Hal yang diterapkan untuk meningkatkan prospek perbankan syariah di Indonesia dapat
dilakukan dengan beberapa alternatif pengembangan bak syariah, yaitu:
A. Penetrasi Pasar
Penetrasi pasar dilakukan dengan memperluas pasar yang ada baik pasar dalam
penghimpunan dana maupun pasar penyaluran dana. Penetrasi pasar dapat dilakukan ke
segmen-segmen yang belum tersentuh oleh bank syariah yaitu kepada kelompok kelompok
yang peduli pada halal-haram, tetapi belum tahu atau belum terjamah oleh bank syariah,
kelompok yang ragu-ragu pada bank syariah dan kelompok yang tidak peduli pada halal-
haram (lebih peduli pada pelayanan dan return, baik itu pasar muslim maupun non muslim),
tetapi belum terjamah oleh bank Syariah.
B. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Pada tahun 2006 diperkirakan hampir semua bank sudah punya divisi syariah. Karena itu,
pada tahun 2006 pengembangan bank syariah di Indonesia sudah mengarah pada organik atau
peningkatan aset. Pada saat itu juga yang terjadi adalah persaingan, di mana bank yang
menjadi pilihan nasabah adalah yang memiliki servis baik dan memberikan kenyamanan
tertinggi. Tidak ada yang lebih penting dalam dunia bisnis selain memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, dalam dunia digital, bank syariah harus memberikan
pelayanan yang terbaik kepada nasabah. Jika dapat memanfaatkan kesempatan tersebut, bank
syariah dapat memberikan layanan pelanggan yang dengan harga yang terjangkau melalui
media sosial.

C. Peningkatan Promosi Dan Sosialisasi Terhadap Produk-Produk Bank Syariah Secara


Efektif
Promosi dilakukan dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada secara efektif, baik secara
perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi unsur alim ulama, penguasa
negara/pemerintahan, cendekiawan dan lain-lain, yang memiliki kemampuan dan akses yang
besar dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas. Promosi dapat dilakukan
dengan meningkatkan layanan digital, mempromosikan iklan, dan melakukan inovasi produk
milik bank syariah yang berbeda. Dengan meningstatnya kinerja perbankan digital, tujuan
bank syariah adalah untuk mempermudah dalam menyetor dana dan menganalisis informasi
nasabah. Melalui promosi dan sosialisasi digital dapat meningkatkan promosi dan sosialisasi
bank syariah dapat diketahui oleh setiap orang, sehingga produk-produk bank syariah
bisadengan mudah untuk dikenal oleh nasabah, dan dapat meningkatan daya tarik masyarakat
terhadap bank syariah. Hasil survei BI yang dilakukan di Jawa Barat mengungkapkan bahwa
masyarakat yang belum menjadi nasabah bank syarih, kemudian diberi penjelasan tentang
produk/jasa bank syariah mempunyai kecenderungan yang kuat untuk memilih bank syariah.

14
D. Peningkatan Kerjasama Dengan Institusi Lain

Kerjasama dengan institusi lain dapat dilakukan dengan institusi pendidikan dan perusahaan
sejenis. Kerjasama dengan institusi pendidikan dimaksudkan untuk memberikan pelatihan
karyawan bank syariah, mencari lulusan terbaik dari lembaga tersebut yang ahli dalam
perbankan syariah, ataupun bank syariah bisa berperan sebagai sponsor sosialisasi perbankan
syariah dalam rangka edukasi bank syariah ke masyarakat.

E. Peningkatan Jaringan Kantor Bank Syariah


Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan
pelayanan kepada masyarakat, peningkatan kerjasama antar bank syariah, peningkatan
efisiensi usaha serta peningkatan kompetisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan.

F. Peningkatan Cakupan Pasar Melalui Aliansi Strategis


Untuk memperluas cakupan pasar dapat dilakukan melalui aliansi strategi dengan melakukan
kerjasama dengan perusahaan lain. Aliansi strategis dilakukan sebagai upaya untuk
menambah jaringan pemasaran baru tanpa banyak mengeluarkan modal, penambahan fasilitas
seperti ATM yang bisa diakses di ATM semua bank, penambahan fasilitas ATM untuk
belanja, dan sebagainya.

G. Peningkatan Kualitas SDM


Keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas
manajemen dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola bank. Oleh karena itu,
kualitas sumber daya manusia harus terus ditingkatkan baik pengetahuan tentang manajemen
perbankan maupun pengetahun tentang syariah perbankan melalui pelatiha. Pelatihan ini,
tidak hanya diberikan kepada level pimpinan saja, tetapi juga semua orang di lingkungan
bank syariah mulai dari operator, customer service, direksi sampai pemilik, sehingga mereka
lebih ahli dan bisa berfungsi sebagai sosialisator ataupun edukator yang baik tentang
perbankan syariah di masyarakat.

H. Peningkatan Efisiensi Internal


Efisiensi internal dapat dilakukan dengan meningkatkan cakupan pasar, menambah
kelengkapan instrumen transaksi syariah (termasuk dengan memanfaatkan kemajuan dalam
bidang teknologi informasi) sehingga lebih dapat meningkatkan fleksibilitas penerapan jasa
keuangan syariah bagi masyarakat, dan sebagainya.

15
3.2 PERBANDINGAN ANTAR TEORI, PENELITIAN TERDAHULU, DAN PRAKTEK

Pada masa pandemi Covid-19 bank syariah mengalami dampak penurunan seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh (Aprilliyanti, 2022) dengan judul, Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dampak covid-19 terhadap perekonomian di Indonesia, pada dampak
Covid-19 terhadap sektor Bank Syariah seperti penyaluran kredit (pembiayaan), penurunan
kualitas aset, dan pengetatan margin bunga bersih. Perbankan syariah harus terus
bertransformasi untuk menjadi perbankan yang kuat dan stabil, namun begitu lembaga
keuangan termasuk perbankan syariah di berbagai Negara mengalami hambatan dan
tantangan dalam perkembangannya yakni adanya pandemi Covid 19.
Hal tersebut juga dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh (Iswahyuni, 2021; Safitri,
Fasa, & Suharto, 2021) yang menyatakan bahwa Perbankan syariah harus bisa menghadapi
dampak dari Covid-19 terhadap perkembangan dan prospek perbankan syariah ini dalam
dampaknya bagi perkembangan perbankan syariah yakni : Penyaluran kredit (pembiayaan),
penurunan kualitas asset, pengetatan margin bunga bersih. Dalam prospek dan strategi
perbankan syariah yakni : Mendorong inovasi produk perbankan syariah yang kreatif dan
efisien, penyiapan SDM dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, perbaikan kualitas
layanan prima bagi nasabah agar kompetitif dengan perbankan lainnya, pemanfaatan IT
secara optimal untuk mendorong penciptaan produk-produk unggulan, pelayanan pembiayaan
sektor UMKM dan sektor produktif lainnya guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja, Sosialisasi, edukasi dan diseminasi gagasan ekonomi kepada
masyarakat secara lebih intensif dan massif, dan peningkatan jumlah penyertaan modal
sendiri untuk memenuhi ketentuan aturan dari Bank Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh (Azizah, Azhari, & Wahyudi, 2020) dengan hasil yang
menyatakan bahwa selama masa pandemi Covid-19 Bank Syariah mengalami tantangan
berupa penurunan keuntungan, digitalisasi pelayanan, dan peran pemerintah dalam
mengangkat industri perbankan syariah di masa pandemi Covid-19.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wijayanti, Afifi, Kudus, & Kudus, 2020)
dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa bank syariah yang sebelumnya termasuk
dalam kategori sehat sebelum pandemi Covid-19 adalah Bank Panin Dubai Syariah dan bank-
bank syariah yang berada yang termasuk dalam kategori sangat sehat adalah Bank Rakyat
Indonesia Syariah dan Bank Tabungan Pensiun Syariah. Di masa pandemi Covid-19,
ketiganya bank syariah berada pada kategori sangat sehat. Secara keseluruhan bank syariah
mampu tumbuh dengan baik bahkan dalam situasi pandemi Covid-19.

3.3 Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai kinerja keuangan perbankan syariah pada masa
pandemi Covid-19, peran dan strategi perbankan syariah pada masa pandemi Covid-19, dan
industri keuangan syariah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional
A. Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Pada Masa Pandemi

16
Pandemi Covid – 19 pertama kali mewabah di Wuhan Cina pada November 2019, setelah itu
menyebar masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020. Covid - 19 menimbulkan dampak pada
hampir semua lini kehidupan di Indonesia sampai sekarang (triwulan III tahun 2021).
Imbasnya juga sangat terasa pada perekonomian di Indonesia, termasuk perbankan syariah
(Muhyiddin, 2020). Perusahaan – perusahaan baik skala besar, UMKM maupun sektor
informal juga sangat terdampak. Banyak pelaku sektor riil tersebut yang mengurangi
karyawan bahkan menutup usaha mereka karena operasional dan omset usaha yang terus
menurun (Pakpahan, 2020).
Industri jasa keuangan syariah, khususnya perbankan syariah merupakan salah satu lini yang
berperan dalam kemajuan perekonomian Indonesia beriringan dengan sektor rill karena
perbankan sebagai lembaga intermediasi. Namun akibat pandemi ini, bank syariah merasakan
tantangan untuk bertahan yang sangat signifikan dikarenakan pergeseran pola konsumsi, pola
hidup, dan kebijakan.
Kebijakan pemerintah dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan
per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota berdasarkan tingkat keparahan wabah yang
penilaiannya ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan. (Albanjari,
Prihatin, & Suprianto, 2021). Hingga kini kebijakan baru membagi zona kerawanan Covid-19
dengan zona merah dan zona hijau, dan PPKM dengan pembagian Level 1 sampai dengan
Level 4 membuat Sektor perbankan kewalahan untuk bertahan, karena adanya pembatasan
jam operasional dan belum lagi permasalahan pembiayaan yang macet. PSBB dan PPKM
membuat beberapa kantor bank Syariah terdampak karena jumlah yang kantor terbanyak
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sedangkan, Pulau Jawa didominasi oleh PPKM level 3 dan 4
sehingga mempenagruhi operasional mereka. (Ningsih & Mahfudz, 2021)
Permasalahan operasional dan macetnya pembiayaan yang dialami oleh bank syariah saat ini
berdampak pada kinerja keuangan syariah. Penelitian yang dilakukan oleh (Azhari &
Wahyudi, 2020), Pandemi Covid-19 mempengaruhi kinerja perbankan syariah yang
ditunjukkan dengan gejolak fluktuasi terutama diawal masa pandemi Covid-19. Kinerja pada
bank syariah mengalami fluktuasi pada sisi DPK dan pembiayaan. Pada sisi pembiayaan
sewa mengalami penurunan yang cukup konstan pada masa pandemi. Sedangkan pada sisi
equity financing mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dan stabil. Hal ini semakin
memperkuat teori bahwa sistem bagi hasil yang digunakan pada produk bank syariah; equity
financing mampu bertahan terhadap kondisi gejolak ekonomi domestik dan internasional.
Kinerja keuangan dikemukakan oleh (Sundjaja & Barlian, 2003) adalah kemampuan
perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumber daya yang dimilikinya. Tujuannya
adalah untuk mengetahui tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas, tingkat rentablitas dan tingkat
stabilitas. Menurut Ilhami, kinerja keuangan bank adalah gambaran kondisi keuangan bank
suatu, dilihat dari aspek penghimpunan (funding) maupun penyaluran dana (lending) pada
periode tertentu (Ilhami & Thamrin, 2021)
Menurut salah satu lembaga yang mengatur keuangan menjelaskan bahwa kinerja keuangan
perbankan syariah di masa pandemi Covid – 19 lebih baik jika dibandingkan dengan
perbankan konvensional. Penyaluran pembiayaan perbankan syariah Mencapai Rp 394,6
triliun atau naik 8,08% sepanjang tahun 2020. Sementara pembiayaan yang disalurkan
industri perbankan pada periode yang sama sebanyak Rp5.482,5 triliun atau terkontraksi
sebesar minus 2,7%. Pembiayaan perbankan syariah tumbuh lebih pesat dibanding

17
pertumbuhan kredit perbankan umum, ini didukung pertumbuhan DPK yang tinggi.
Walaupun tidak semua indikator kinerja keuangan bank syariah baik, namun kinerja dan
performanya di Indonesia menunjukan sentimen positif dan optimistis (Puspaningtyas, 2020).
OJK meyakini bahwa industri perbankan syariah akan terus tumbuh untuk beberapa tahun
kedepan, selama masa pandemi Covid – 19 pun perbankan syariah bisa dikatakan sangat
stabil, antara lain dengan ditinjau dari aset, pembiayaan yang diberikan dan DPK. Berikut
datanya dari OJK aset di perbankan syariah pada tahun 2020 mencapai Rp 594,- T naik
dibanding tahun 2019 mencapai Rp 525,- T, sedangkan perbankan konvensional pada tahun
2020 mencapai Rp 9.178,- T pada tahun 2019 sebesar Rp 8.563,- T. Kemudian dari segi
pembiayaan pada akhir tahun 2020 perbankan syariah mencapai Rp 386,- T sedangkan tahun
2019 mencapai Rp 357,- T, pada perbankan konvensional masing-masing sebesar Rp 5.548,-
T dan sebesar Rp 5.684,- T. Pada perbankan konvensional pertumbuhan pembiayaannya
menurun. Dilihat dari DPK, pada perbankan syariah masing-masing mencapai Rp 466 T,-
naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 417 T,-. Di satu sisi pada perbankan konvensional
sebesar Rp 5.999 T,- dan Rp 6.665 T,- , masih dibawah pertumbuhan DPK dibanding
perbankan syariah. (Otoritas Jasa Keuangan, 2021)
Dilihat dari besar nominal, aset dan DPK pada perbankan syariah masih kecil, namun
pertumbuhan keduanya lebih besar daripada perbankan konvensional. Pada perbankan
konvensional rasio intermediasi mengalami penurunan karena Covid-19, ini bisa dilihat
pertumbuhan pembiayaan (kredit) menurun. Namun secara umum resiko kredit masih dapat
terkendali dengan baik dibanding pada tahun 2019. Perbankan syariah pun dapat mencapai
hasil yang positif dan pembiayaannya masih tumbuh sekira 8,8 persen ( Santia, 2021)
Kinerja keuangan perbankan syariah dapat dilihat melalui tingkat rasio yang dimiliki bank.
Kinerja keuangan yang berupa rasio keuangan bank terutama bank syariah akan memberikan
informasi kepada pemerintah, investor dan nasabah bank syariah tentang kondisi keuangan
yang terjadi selama satu periode tertentu. Rasio-rasio keuangan yang dapat mencerminkan
kinerja bank meliputi rasio likuiditas, rasio asset management, rasio solvabilitas dan rasio
profitabilitas. (Permatasari & Yulianto, 2018)

18
Berdasarkan pada data statistik perbankan syariah yang dirilis pada website Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dapat dilihat kinerja keuangan selama masa pandemi setahun terakhir.
Peneliti mencoba menganalisisnya beberapa indikator kinerja keuangan tersebut dengan
metode RGEC. Pada data CAR, yang mengukur rasio kecukupan modal yang dimiliki dapat
dilihat bahwa CAR pada BUS dan UUS pada tahun 2020 adalah 21,64% dan 1,81%. Ini
masuk pada kategori sangat sehat karena berada pada kriteria <94%.
Kemudian, kesehatan ROA pada BUS dan UUS berada pada kriteria sehat dan sangat sehat,
karena pada BUS diperoleh 1,25% < 1,40%< 1,50%, sedangkan ROA pada UUS diperoleh
1,81 > 1,50%. Hasil ini didukung oleh penelitian (Effendi & Hariani RS, 2020), bahwa ROA
dalam kondisi krisis yang diakibatkan pandemic Covid-19 ROA bank umum syariah dan unit
usaha syariah mengalami penurunan secara signifikan. Namun posisi bank syariah ROA
masih positif dan masih jauh dari masalah yang mengkhawatirkan.
Selanjutnya, kriteria NPF pada bank syariah ini adalah sangat sehat karena baik BUS maupun
UUS, NPF yang diperoleh adalah <2%. Hasil ini didukung oleh penelitian (Effendi & Hariani
RS, 2020) NPF bank umum syariah sama sekali tidak terganggu sedangkan NPF unit usaha
syariah mengalami kenaikan yang cukup signifikan namun kedua-dua masih dalam batas
aman diaman NPF-nya masih dibawah 5%. Dengan demikian dari sisi NPF menunjukkan
bank syariah masih tahan terhadap gelombang covid-19.
Pada rasio FDR, di mana Likuiditas yang tersedia pada bank syariah harus berada pada
kecukupan yang stabil, tidak boleh berada terlalu tinggi atau terlalu rendah, karena
ketidakstabilan tersebut akan mengganggu pada pemenuhan kebutuhan operasional dan
menurunkan efisiensi sehingga berdampak pada profitabilitas (Effendi & Hariani RS, 2020).
FDR pada BUS adalah 75%≤ 76,36% < 85% yaitu pada kategori sehat, dan FDR pada UUS
adalah 85%≤ 96,01 < 100% berada pada kategori cukup sehat.
Lalu BOPO, pada BOPO yang rendah mengindikasikan bahwa bank semakin efisien dalam
menekan beban operasionalnya (Rivai & Ismail, 2013). BOPO yang diperoleh
BUS adalah 85,55% dimana <94% dan berada pada kategori sangat sehat, begitupula pada
UUS diperoleh BOPO 78,96 < 94% sehingga berada pada kategori sangat sehat.
Dengan demikian, sampai pada temuan akhir bahwa pada dasarnya selama Covid-19 tahun
2019 dan 2020 bank syariah khususnya BUS dan UUS mendapatkan kinerja keuangan yang
baik. Namun jika dibandingkan dengan kinerja perbankan konvensional, bank syariah masih
perlu melakukan peningkatan kinerja, karena dari sisi total aset, market share, DPK, dan rasio
keuangan lainnya masih jauh di bawah bank konvensional.

B. Peran, Tantangan dan Strategi Perbankan Syariah pada Masa Pandemi


Sektor perbakan memiliki peran yang strategi untuk memajukan perekonomian masyarakat.
Melalui pembiayaan dari perbankan Syariah maka akan membantu masyraat untuk lebih
produktif karena mendapat bantuan modal dari perbankan. Sayangnya, diera pandemi ini
semua hal harus diadaptasi dengan cara baru termasuk operasional perbankan Syariah. Bank
Syariah harus menciptakan strategi baru yang lebih inovatif dan dapat memitigasi risiko yang
sudah dihadapi oleh bank Syariah sekarang ini dan kondisi ekonomi dan lingkungan yang
tidak menentu saat ini. Hal ini menunjukkan perbankan syarih menghadapi tantangan yang

19
lebih besar untuk dapat memajukan perbankan Syariah. Maka dari itu, sudah saatnya
Perbankan Syariah mulai merevisi kembali strategi, mengingat tidak ada yang mengetahui
kapan Covid-19 akan berakhir. (Tahliani, 2020)
1) Tantangan Peningkatan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah
Kondisi pandemi saat ini memberikan tantangan terhadap perbankan syariah seperti pada
pola transaksi fisik menjadi virtual. Alhasil, bank syariah harus segera beradaptasi dengan
kondisi pandemi virus Korona dengan menerapkan strategi baru, dan kembali pada jalur
kinerja yang good performance. Harapannya, fungsi intermediary bank berjalan smooth dan
mampu menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia di era new normal.
(Habibah, 2020).
Tantangan perbankan syariah bukan hanya berubahnya transaksi fisik menjadi nonfisik tetapi
ada juga tantangan lainya seperti masalah permodalan, daya saing layanan dan produk
perbankan syariah, minimnya SDM perbankan syariah (Bank Indonesia, 2021). Kemudian,
ada beberapa kendala yang harus diselesaikan diantaranya market share keuagan syariah yang
masih rendah dari total aset nasional, juga dalam hal indeks inklusi, keuangan syariah masih
jauh tertinggal dari indeks nasional. Hal lainnya adalah model bisnis syariah yang masih
minim, maka diperlukan inovasi-inovasi dari para pelaku di industri keuangan syariah
(perbankan syariah), juga dibutuhkan teknologi yang mumpuni mengingat jaman sekarang
teknologi semakin canggih, juga hal penting lainnya sumber daya insani atau manusia (SDM)
yang mempunyai keahlian dibidang keuangan syariah baik secara kuantitas maupun kualitas
(Bank Indonesia, 2021)
Salah satu kelebihan industri perbankan syariah terletak pada basis pembiayaan yang
dilakukan. Salah satunya adalah underlying asset, atau model kontrak dengan real economy
seperti yang dilakukan oleh perbankan syariah pemerintah yang melakukan merger bulan-
bulan yang lalu (menjadi Bank Syariah Indonesia). Hal ini bisa menjadi pilihan bagi
masyarakat untuk menyimpan dana, juga dari sisi fee based income, perbankan syariah
terutama BSI (Bank Syariah Indonesia) mengalami peningkatan selama masa pandemi
Covid-19. Peningkatan ini bersumber dari biaya transaksi digital dan bisnis emas baik
tabungan maupun gadai (Wulandhari, 2021)
Pada Juni 2020, total aset perbankan syariah tumbuh 9,22 persen secara tahunan menjadi Rp
545,4 triliun. Realisasi itu lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional yang hanya
tumbuh 4,89 persen. Menurutnya, pertumbuhan kinerja perbankan syariah di tengah pandemi
Covid – 19 utamanya didorong oleh 3 hal. Pertama, meningkatnya kesadaran gaya hidup
halal. Ini ditunjukan oleh munculnya beberapa komunitas. Kemudian, adanya dukungan dari
pemerintah terhadap keuangan syariah, yang terefleksikan dengan pembentukan Komite
Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) hingga pembangunan infrastruktur
penunjang industri halal (Ramli, 2020).
Sektor perbankan syariah yang menguasai porsi terbesar keuangan syariah, mengalami
dampak dari pandemi Covid – 19. Sebagai lembaga perantara keuangan, ditinjau dari NPF
(Non Performing Finance) atau pembiayaan bermasalah, bank mengalami peningkatan.
Lembaga Keuangan Syariah mengalami peningkatan resiko baik resiko operasional, resiko
pembiayaan, resiko pasar, dan seterusnya. Demikian pula di pasar modal, saham di pasar
bursa, termasuk saham syariah mengalami koreksi sebesar 20-30 persen. Sebagai akibatnya,

20
banyak investor yang melepas sahamnya dan terjadi capital outflow besar-besaran karena
meningkatkan resiko investasi Indonesia.
Bank Indonesia (BI) menilai kinerja perbankan syariah melemah dalam beberapa waktu
terakhir. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Yuda Agung Asisten Gubernur Bank
Indonesia - Bidang Stabilitas sistem keuangan dan kebijakan Makroprudensial- , bahwa
perbankan syariah perlu mewaspadai beberapa hal di tengah pandemi Covid-19. (Bank
Indonesia, 2021). Likuiditas juga menurun dari sebelumnya posisi alat likuid per dana DPK
sebesar 26 persen menjadi 20 persen. Namun demikian, sistem keuangan secara makro
agregat tidak ada masalah, dan secara umum keuangan syariah tumbuh relatif baik (Azizah,
2020)

2) Strategi Perbankan Syariah pada Masa Covid-19


Menurut Heru, untuk menyelesaikan tantangan yang dialami perbankan syariah pada masa
pandemi ini yaitu dengan cara berkolaborasi dengan berbagai pihak. Sementara itu ada tiga
pilar agar market share bank syariah bisa mendominasi. Pertama, penguatan identitas
perbankan syariah, sinergi ekosistem ekonomi syariah, dan penguatan proses, pengaturan dan
pengawasan. (Hasibuan, 2021)
Dalam rangka meminimalisir dampak Covid-19, termasuk di sektor industri perbankan,
pemerintah, melalui Otoritas Jasa Perbankan (OJK) mengeluarkan kebijakan stimulus
perekonomian Nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran corona virus
disease 2019 penerbitan POJK No. 11/POJK.03/2020. Kebijakan ini mengatur bank untuk
mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi debitur yang terkena dampak
pandemi Covid-19 termasuk debitur UMKM, namun tetap memperhatikan prudential banking
principle. Salah salah satunya memuat tentang restrukturisasi pembiayaan atau kredit.
Restrukturisasi menjadi salah satu strategi bank syariah untuk dapat memberikan sedikit
kemudahan bagi masyarakat, juga tetap menjaga income bagi bank syariah dari segi
pembiayaan. Selain itu strategi lain ialah meninjau kembali jangka waktu pelunasan atau
pembayaran angsuran dari pembiayaan menjadi tiga sampai dengan enam bulan ke depan.
Kebijakan restrukturisasi merupakan bagian dari kebijakan makroprudensial. (BI, 2020)
Maka dari itu, bank syariah ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan
perekonomian yang dialami oleh nasabah.
Restrukturisasi pembiayaan merupakan kemudahan yang diberikan oleh bank syariah untuk
melakukan pembayaran angsuran dengan meninjau kembali seperti mem-perpanjang jangka
waktu pembiayaan, memperkecil nominal angsuran, intinya bukan berarti menghapus
kewajiban angsuran. Kebijakan ini sudah berlaku sejak awal pandemi, yang mana
kebijakannya diberikan kepada bank syariah. Dengan begitu diharapkan bank syariah dapat
memperbaiki kinerjanya.
Kemudian karena pandemi masih berlangsung, POJK tersebut diperpanjang melalui POJK
Nomor 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Perubahan atas POJK
Stimulus Covid-19) yang berlaku 31 Maret 2022.

21
Untuk mengantisipasi potensi masalah di sisi mikro ini, BI berupaya melalui penyempurnaan
regulasi. Seperti kebijakan untuk pinjaman likuiditas jangka pendek (PJLP) dan pinjaman
likuiditas khusus (PLK) terbaru. Mempertimbangkan bahwa tidak semua indikator kinerja
keuangan sehat, dan begitu dahsyatnya dampak pandemi ini. Maka pada masa pandemi
Covid-19 ini, perlu adanya strategi untuk menjaga pertumbuhan perbankan syariah. Strategi
ini adalah rencana aksi organisasi (perbankan syariah) untuk mencapai misi. Setiap bidang
fungsional sebaiknya memiliki strategi untuk mencapai misi bank untuk membantu organisasi
untuk mencapai seluruh misinya (Ningsih & Mahfudz, 2021)
Strategi yang diterapkan terkait kebijakan pemerintah di atas, pihak bank tinggal
menindaklanjuti. Kemudian, Michael Porter dalam (Ronde & Heizen, 2001) menegaskan,
bahwa perusahaan mencapai misi melalui tiga cara konsep: (1) Diferensiasi, (2) Kepeloporan
biaya, (3) Respon yang cepat. Penerapan pada bank syariah yaitu diferensiasi, yakni bank
membuat diferiansi produk atau layanan terutama berbasis digital (Mawarni, Fasa’ , &
Suharto, 2021) yang masa ini sedang sangat dibutuhkan masyarakat. Kepeloporan biaya,
bagaimana biaya bersaing dengan bank konvensional, dan respon yang cepat baik dalam
pelayanan mesin (digital) maupun pelayanan non mesin (on the counter).
Sebagai entitas bisnis tentunya tidak bisa hanya memandang Covid-19 sebagai sebuah
bencana, namun juga harus bisa menangkap ini sebagai tantangan yang mana mendorong
bank syariah keluar dari zona nyamannya dan menjadikannya peluang. Peluang tersebut
dapat dioptimalkan dengan ekspansi bisnis, peningkatan layanan digital, dan lain sebagainya.
Dengan layanan digital akan memperluas jangkauan bisnis dari bank syariah. Maka sudah
seharusnya bagi bank syariah mengimplementasikan lebih masif layanan digital yang terdapat
dalam satu aplikasi canggih. (Habibah, 2020).
OJK menyebutkan bahwa layanan perbankan digital adalah aktivitas dan transaksi pada
perbankan dengan menggunakan sarana electronik atau digital milik bank, dan/atau melalui
media digital milik calon nasabah dan/atau nasabah bank, yang dilakukan secara mandiri.
Digitalisasi layanan bank memungkinkan bagi nasabah dan calon nasabah untuk memperoleh
layanan perbankan secara mandiri(self service) tanpa harus datang langsung ke bank
(Puspaningtyas, 2020).
Tantangan transformasi pemanfaatan teknologi digital lebih dari sekedar menyediakan
layanan online dan mobile banking, perlu berinovasi dalam menggabungkan teknologi digital
dengan interaksi nasabah, dalam hal ini temuan-temuan teknologi baru tersebut haruslah
mempermudah dan memberikan kenyamanan bagi pengguna dalam mengakses layanan
perbankan syariah. ini juga berdampak bagi citra perusahaan. Apabila layanan digital tidak
mampu memberikan kemudahan dan kenyamanan penggunanya maka bank syariah gagal
dalam menciptakan inovasi teknologi. Maka dari itu peralihan dari tradisional ke transaksi
yang serba digital harus mempertimbangkan banyak hal.
Digitalisasi akan berdampak positif pada pertumbuhan bisnis secara umum. Maka di era
technology disruption saat ini, setiap industri harus siap bergerak menghadapi perubahan-
perubahan dinamis. Industri perbankan syariah pun mau tidak mau harus menyesuaikan diri
dengan perkembangan teknologi yang ada, digitaliasi mengharuskan bank syariah melakukan
pembaharuan layanan, mengingat peralihan dunia perbankan konvensional menjadi digital
dapat meningkatkan efesiensi proses kerja dan meningkatkan kualitas layanan nasabah,
dengan melakukan digitalisasi, bank sudah melakukan investasi jangka panjang untuk masa

22
depan, dan diproyeksikan layanan digital menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan
industri perbankan secara berkelanjutan. (Sumadi, 2020).

3) Industri Keuangan Syariah dalam mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional


Meskipun ditengah tingginya ketidakpastian dalam sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19
tapi keuangan syariah dapat tumbuh baik. Indonesia merupakan negara yang mayoritas
penduduknya muslim, sehingga berpotensi besar bagi industri keuangan syariah dalam
mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia. Apalagi terkini sedang marak dengan adanya
halal style. Hal ini menyebabkan keuangan syariah dapat berperan penting dalam pemulihan
ekonomi nasional. Selain itu, pertumbuhan juga didukung oleh perkembangan aset keuangan
syariah dimana semakin banyaknya lembaga jasa keuangan syariah di Indonesia. Saat ini
terdapat 14 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, dan 162 BPR syariah. Di sektor pasar
modal memiliki 464 saham syariah, 145 sukuk korporasi, dan 282 reksadana syariah, dan 66
sukuk negara, dan 215 lembaga jasa keuangan syariah non bank (Azizah, 2020)
Menurut ketua umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) untuk memulihkan ekonomi saat
ini peran semua sektor ekonomi sangat dibutuhkan termasuk keuangan syariah. Di masa
pandemi ini, keuangan syariah tumbuh cukup tinggi sebesar 21,58 persen, dibanding tahun
2019 mencapai 13,84 persen. Bahkan pembiayaan bank umum syariah mencatatkan
pertumbuhan 9,5 persen di tengah kontraksi kredit perbankan nasional sebesar -2,41 persen.
Sepanjang tahun 2020, Indonesia diakui sebagai negara terbaik ke-2 dalam bidang ekonomi
dan keuangan syariah yaitu dalam Refinitiv Islamic Finance Development Report 2020 dan
mendapat ranking ke-4 untuk sektor ekonomi syariah, serta peringkat ke-6 untuk keuangan
syariah, sehingga Indonesia diapresiasi dunia internasional.
Gerakan lain dalam rangka inovasi atau difersifikasi produk, salah satunya adalah untuk
pemberdayaan ummat dalam pendirian dan pengembangan Bank Wakaf Mikro (BWM),
peningkatan kapasitas lembaga keuangan syariah. Untuk itu MES harus berkontribusi
langsung dan mendorong perkembangan ekonomi digital dan financial technology (fintech)
(Rasidi, Budi, & Hatmoko, 2021). Dengan demikian dengan program-program tersebut
diharapkan dapat membantu dalam pemberdayaan ummat terutama pelaku UMKM. Dalam
SDM ekonomi dan keuangan syariah antara lain melalui pelatihan dan sertifikasi profesi, E-
Learning Ekonomi Syariah, serta pemberian beasiswa Ekonomi Syariah bisa dilakukan juga
oleh MES (Sitanggang, 2021).
Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menyatakan, bahwa pemulihan ekonomi di
Indonesia yang terdampak akibat pandemi ini, bisa diatasi dengan berkontribusinya lembaga
keuangan syariah terutama perbankan syariah. (Handoyo, 2021) Industri perbankan memiliki
peran sangat penting bagi perekonomian global. Dalam konteks ekonomi, lembaga keuangan
berperan dalam memobilisasi simpanan untuk investasi produktif serta memfasilitasi arus
modal pada berbagai sektor, sehingga dapat merangsang pertumbuhan investasi dan
meningingkatkan produktivitas. Disisi lain, pertumbuhan perbankan syariah juga
menunjukkan trend positif. (Diana, Sulastiningsih, Sulistya, & Purwati, 2021).
Hal ini bisa dilihat dari kondisi keuangan syariah saat ini sangat baik seperti dalam aset,
pembiayaan maupun DPKnya. Dalam sebuah riset disebutkan memang perkembangan bank
syariah di Indonesia telah menjadi sorotan dunia, seperti dalam majalah Forbes ada 3 yang

23
menjadi bank terbaik dunia tahun 2021 yaitu Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), BCA
syariah dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Handoyo, 2021). Ada 3 cara yang menjadi
acuan Asbisindo pada perbankan syariah diantaranya: (a) Menghimpun semua potensi pada
bank syariah di Indonesia. Sehingga siar ekonomi syariah sebagai dakwah bilhal akan
meningkatkan kesejahteraan umat; (b) Membina dan mengembangkan bank syariah sehingga
diharapkan menjadi bank yang sehat, berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat;
(c) Menjadi mitra utama bagi pemerintah dan regulator dalam mengembangkan perbankan
syariah di Indonesia.
Kemudian, menyumbangkan modal risiko dalam krisis. Oleh karena itu, penyediaan modal
komersial merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak krisis. Beberapa cara
kebijakan lain yang dapat digunakan untuk penyediaan modal ini, seperti lebih mendorong
relaksasi bank syariah, restrukturisasi atau menunda pemberian kredit syariah atau
pembayaran keuangan dalam beberapa bulan ke depan. Agar lebih kuat, diperlukan
pembinaan untuk mendukung dan memperkuat permodalan yang diberikan oleh bank syariah
atau lembaga keuangan syariah agar dapat mempertanggungjawabkan mereka. Modal
komersial dapat diikuti dengan pinjaman qard al-hasan. Dalam terminologi ekonomi atau
keuangan hukum Islam, qard al-hasan adalah pembiayaan yang termasuk dalam akad tabarru’
atau pinjaman yang tidak menerima pendapatan (keuntungan) tetapi selalu menekankan pada
pengembalian. (Azhari & Wahyudi, 2020).
Keuangan syariah saat pandemi Covid-19 ini sangat baik sehingga dapat mendukung dalam
pemulihan ekonomi nasional, salah satunya melalaui pemberdayaan ummat. Memang
pandemi ini sangat berdampak terhadap ekonomi namun untuk keuangan syariah ternyata
tumbuh baik dibanding dengan konvensional. Untuk itu industri keuangan syariah harus
menghadirkan produk syariah yang sesuai dengan keinginan ummat, sehingga pemasaran
keuangan syariah akan semakin meningkat juga berdampak pada pemulihan ekonomi
nasional dan pemberdayaan UMKM. Seperti dengan adanya produk murah, pelayanan bagus
dan aksesnya mudah.
Untuk mendukung semua itu, OJK mengeluarkan roadmap untuk peningkatan literasi
keuangan syariah berbasis digital yang sesuai pada saat pandemi ini. Dengan strategi yang
ini, maka peran keuangan syariah dapat lebih memulihkan dan meningkatkan ekonomi
nasional. Strategi ini didukung oleh BI dengan mengeluarkan stimulus kebijakan dalam hal
percepatan digitalisasi pada perbankan, misalnya digitalisasi sistem pembayaran (BI: 2020).
Dalam berperan program pemulihan ekonomi nasional, salah satunya BSI menyalurkan
pembiayaan ke sektor UMKM atau non UMKM dengan leverage yang telah ditentukan.
Dengan cara memberikan pembiayaan 2 kali pada periode 1 dan periode kedua 1,5 kali dari
penempatan dana (Putri, 2021)
Finansial teknologi syariah dapat mempermudah para pelaku pasar dalam bertransaksi. Selain
itu juga, kemajuan Fintek akan meningkatkan kesejahteraan umat karena dapat digunakan
pula untuk kepentingan penghimpunan social finance, seperti zakat, waqaf, infaq, dan
shadaqah. Bagi UMKM, kehadiran Fintek ini akan mengembang market share melalui
kehadiran market place dan keikutsertaan UMKM tersebut untuk terjun ke dunia market
place. Market place notabenenya menggunakan Fintek sebagai system pembayarannya,
sehingga ini akan mempermudah juga bagi UMKM untuk penjualan dan pembayaran.
(Hiyanti & dkk, 2020).

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penelitian ini menemukan kesimpulan akhir bahwa pertama, kinerja keuangan perbankan
syariah di masa pandemi Covid-19 masih menunjukkan tren yang positif, hanya saja jika
dibandingkan dengan perbankan konvensional, perbankan syariah masih harus meningkatkan
kinerja keuangannya. Kedua, Industri Perbankan Syariah memiliki peran yang strategis dalam
pembangunan ekonomi rakyat, berkontribusi dalam melakukan transformasi perekonomian
pada aktivitas ekonomi produktif, bernilai tambah dan inklusif. Namun bank syariah juga
memiliki tantangan yang harus dihadapi yaitu, Tantangan perbankan syariah bukan hanya
berubahnya transaksi fisik menjadi nonfisik tetapi ada juga tantangan lainya seperti masalah
permodalan, daya saing layanan dan produk perbankan syariah, minimnya SDM perbankan
syariah. Maka dari itu, diperlukan strategi diantaranya, restrukturisasi pembiayaan,
penambahan jangka waktu pembiayaan, atau dengan cara memberikan kelonggaran masa
tenggang 3 - 6 bulan kedepan, penyempurnaan regulasi, dan digitalisasi layanan bank.
Industri perbankan memiliki peran sangat penting bagi perekonomian global. Ketiga, dalam
konteks ekonomi, lembaga keuangan berperan dalam memulihkan ekonomi nasional dengan
memobilisasi simpanan untuk investasi produktif serta memfasilitasi arus modal pada
berbagai sektor, menyumbangkan modal risiko dalam krisis, dan mengembangkan Fintech
Syariah yang mendukung UMKM serta memberdayakan umat lainnya

4.2 Saran
Berdasarkan fakta pada situasi ditengah pandemi ini penyusun menyarankan untuk pelaku
bank syariah harus jeli untuk menentukan strategi di tengah pandemi Covid-19. Melakukan
ekspansi serta terobosan yang terukur ke segmendigital yang bisa diambil oleh bank Syariah.
Serta bank syariah harus jeli untuk melakukan ekspansi serta terobosan yang terukur ke
segmen digital dalam mengembangkan produk-produk yang bisa diambil oleh bank syariah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Santia, T. (2021, Februari 25). OJK Sebut Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Lebih Kinclong
Dibanding Konvensional. Retrieved from Merdeka: https://www.merdeka.com/uang/ojk-
sebut-kinerja-keuangan-perbankan-syariah-lebih-kinclong-dibanding-konvensional.html
Albanjari, F. R., Prihatin, R., & Suprianto. (2021). Analisa Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap
Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia Pada Era Pandemi Corona Virus
Disease-19. MUSYARAKAH: Journal of Sharia Economics (MJSE), Vol.1, No.1, 9-19.
Azhari, A. R., & Wahyudi, R. (2020). Analisis Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia : Studi Masa
Pandemi Covid-19, Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia. Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia
Vol. X No. 2.
Azizah, A. N. (2020). Bos OJK: Sektor Keuangan Syariah Siap Dukung Pemulihan Ekonomi
Nasional. Retrieved Agustus 12, 2021, from Bisnis ID:
https://finansial.bisnis.com/read/20200921/231/1294349/bos-ojk-sektor-keuangan-syariah-
siap-dukung-pemulihan-ekonomi-nasional
Bank Indonesia. (2021, Maret 23). Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah. Retrieved from Bank
Indonesia: https://www.bi.go.id/id/LEKSI-2020/default.aspx
Diana, S., Sulastiningsih, Sulistya, E., & Purwati. (2021). Analisis Kinerja Keuangan Perbankan
Syariah Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Indonesia, Vol 1, No. 1.
Disemadi, H. S., & Shaleh, A. I. (2020). Banking credit restructuring policy amid COVID-19
pandemic in Indonesia. Jurnal Inovasi Ekonomi, 5(02).
Effendi, I., & Hariani RS, P. (2020). Dampak Covid 19 Terhadap Bank Syariah. Ekonomikawan:
Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembagunan, Vol. 20, No. 2.
Elena, M. (2020, Desember 2020). Sri Mulyani Ungkap Kinerja Bank Syariah Lebih Oke dari Bank
Konvensional. Retrieved Agustus 12, 2021, from
https://finansial.bisnis.com/read/20201229/231/1336389/sri-mulyani-ungkap-kinerja-bank-
syariah-lebih-oke-dari-bank-konvensional
Habibah, N. F. (2020). TANTANGAN DAN STRATEGI PERBANKAN SYARIAH DALAM
MENGHADAPI COVID-19. I q t i s h o d i a h V o l 2 N o 1.
Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Baskara: Journal of
Business and Entrepreneurship, 2(2), 83-92.
Handoyo. (2021, Mei 29). Asbisindo: Bank syariah harus berperan mendorong pemulihan ekonomi
nasional. Retrieved Agustus 2021, 2021, from Kontan.co.id:
https://keuangan.kontan.co.id/news/asbisindo-bank-syariah-harus-berperan-mendorong-
pemulihan-ekonomi-nasional
Hasibuan, L. (2021, Februari 25). OJK: Kinerja Perbankan Syariah Lebih Baik dari Konvensional.
Retrieved from CNBC Indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/syariah/20210225150734-
29-226150/ojk-kinerja-perbankan-syariah-lebih-baik-dari-konvensional

26
Hasiholan, T. P., Pratami, R., & Wahid, U. (2020). Pemanfaatan Media Sosial Tik Tok sebagai Media
Kampanye Gerakan Cuci Tangan di Indonesia untuk Mencegah Covid-19. Communiverse:
Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2), 70-80.
Hiyanti, H., & dkk. (2020). Peluang dan Tantangan Fintech (Financial Technology) Syariah di
Indonesia. urnal Ilmiah Ekonomi Islam, Volume 5, Nomor 3.
Huberman, A. M., & Miles, M. B. (2000). Métodos para el manejo y el análisis de datos. Denman CA,
Haro JA (comp.). Por los rincones. Antología de métodos cualitativos en la investigación
social. Hermosillo: El Colegio de Sonora, 253-300.
Ilhami, & Thamrin, H. (2021). ANALISIS DAMPAK COVID 19 TERHADAP KINERJA
KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA. JURNAL TABARRU' :
ISLAMIC BANGKING AND FINANCE, VOL. 4, NO. 1.
Malik, A. (2020, September 23). OJK : Aset & Market Share Perbankan Syariah Meningkat di Masa
Pandemi, Ini Datanya. Retrieved from Bareksa: https://www.bareksa.com/berita/pasar-
modal/2020-09-23/ojk-aset-market-share-perbankan-syariah-meningkat-di-masa-pandemi-ini-
datanya,
Mawarni, R., Fasa’ , M. I., & Suharto. (2021). Penerapan Digital Banking Bank Syariah Sebagai
Upaya Customer Retantion Pada Masa Covid-19 . AL-IQTISHOD: Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Ekonomi Islam, Volume 9 Issue 2.
Muhyiddin. (2020). Covid-19, New Normal dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. The
Indonesian Journal of Development Planning, Volume IV No. 2.
Ningsih, M. R., & Mahfudz, M. S. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Manajemen Industri
Perbankan Syariah: Analisis Komparatif. POINT: Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 2(1).
Ningsih, M. R., & Mahfudz, M. S. (2021). DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
MANAJEMEN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH: ANALISIS KOMPARATIF. POINT:
Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 2(1).
Otoritas Jasa Keuangan. (2021, Februari 25). Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020 -
2025. Retrieved from https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/-
Roadmap-Pengembangan-Perbankan-Indonesia-2020---2025.aspx
Pakpahan, A. K. (2020). COVID-19 dan Implikasi Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jurnal
Ilmiah Hubungan Internasional: Edisi Khusus .
Permatasari, D., & Yulianto, A. R. (2018). ANALISIS KINERJA KEUANGAN : KEMAMPUAN
BANK SYARIAH DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN. Jurnal Akuntansi Indonesia,
Vol 7, No 1.
Puspaningtyas, L. (2020, September 27). Ekonom: Kondisi Perbankan Syariah Lebih Baik Saat
Pandemi. Retrieved Agustus 13, 2021, from Republika:
https://www.republika.co.id/berita/qhb6pz370/ekonom-kondisi-perbankan-syariah-lebih-baik-
saat-pandemi
Putri, I. (2021, Mei 5). Industri Keuangan Syariah Tumbuh di Tengah Pandemi, Ini Strategi OJK.
Retrieved Agustus 14, 2021, from Detikfinance: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/d-5559455/industri-keuangan-syariah-tumbuh-di-tengah-pandemi-ini-strategi-ojk
Ramli, R. R. (2020, September 29). Kinerja Perbankan Syariah Dinilai Lebih Baik Dibandingkan
Bank Konvensional. Retrieved from Kompas.com:

27
https://money.kompas.com/read/2020/09/29/141908026/kinerja-perbankan-syariah-dinilai-
lebih-baik-dibandingkan-bank-konvensional
Rasidi, Y. S., Budi, C. S., & Hatmoko, P. A. (2021). FINTECH SYARIAH ALTERNATIF
PENDANAAN UMKM PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA. Finansha-
Journal of Sharia Financial Management, 2(1), 1-10.
Rivai, V., & Ismail, R. (2013). Islamic Risk Management for Islamic Bank . Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ronde, B., & Heizen, J. (2001). Competitive Strategy: Techniques for Analizing Industries &
Competitors. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Sitanggang, L. (2021, Januari 24). MES tingkatkan kontribusi keuangan syariah untuk pemulihan
ekonomi. Retrieved from Keuangan Kontan: https://keuangan.kontan.co.id/news/mes-
tingkatkan-kontribusi-keuangan-syariah-untuk-pemulihan-ekonomi
Sumadi. (2020). Menakar Dampak Fenomena Pandemi Covid-19 Terhadap Perbankan Syariah. Jurnal
HES, Volume 3, Nomor 2, 145-162.
Sundjaja, R. S., & Barlian, I. (2003). Manajemen Keuangan Satu. Edisi Kelima. Jakarta: Literata
Lintas Media.
Tahliani, H. (2020). TANTANGAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENGHADAPI PANDEMI
COVID-19. Madani Syariah, Vol. 3 No.2.
The Conversation. (2020). Bagaimana Pandemi COVID-19 Bisa Memicu Krisis Perbankan di
Indonesia. Retrieved Agustus 12, 2021, from https://theconversation.com
Wulandhari, R. (2021, Mei 28). Kinerja Perbankan Syariah Lebih Baik Dibanding Konvensional.
Retrieved from Republika: https://republika.co.id/berita/qtsm7r383/kinerja-perbankan-
syariah-lebih-baik-dibanding-konvensiona

28

Anda mungkin juga menyukai