Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PENYEBAB PERUSAHAAN MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN

KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK DI MASA PANDEMI COVID-19


(Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis)

BALQIS (091911006)
GADIS AVRILIA (091911002)
RICKY WIJAYA (092121001)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS BISNIS DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
APRIL 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan waktu, kesehatan dan
pemikiran yang baik sehingga kami dapat menyelesaikan tugas untuk mata kuliah Business Etchis
ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Makalah berjudul “ANALISIS PENYEBAB PERUSAHAAN MELAKUKAN PEMUTUSAN


HUBUNGAN KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK” ini sisusun sebagai tugas mata kuliah Etika
Bisnis. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pembaca yang berkaitan
dengan etika bisnis.

Penyusunan makalah ini tidak akan berhasil tanpa ada bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ervina Maulida, MBA, selaku dosen mata kuliah Etika Bisnis sekaligus pembimbing
dalam penyusunan makalah ini.
2. Rekan-rekan semua yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.

Atas bantuan semua pihak tersebut, akhirnya makalah ini bisa tersusun dengan baik. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan balasan atas dukungan kepada penulis.

Melalui analisis ini, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk perkembangan dunia
pendidikan, khususnya di bidang ilmu manajemen.

Jakarta, 17 April 2022


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
1. LATAR BELAKANG MASALAH............................................................................................. 4
2. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... 5
3. TUJUAN PENULISAN MAKALAH .......................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
1. DAMPAK COVID-19 BAGI PARA PEKERJA DI INDONESIA .................................................. 6
2. UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH UNTUK MEMINIMALISIR DAMPAK PANDEMI
COVID-19 .................................................................................................................................... 6
3. ANALISIS PRAKTIK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) BERDASARKAN ATURAN
YANG TERTERA PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN ................................................................................................................... 7
4. ALASAN UTAMA PERUSAHAAN MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
TERHADAP KARYAWAN DI MASA PANDEMI COVID-19 ........................................................... 10
BAB III......................................................................................................................................... 12
PENUTUP.................................................................................................................................... 12
1. KESIMPULAN ..................................................................................................................... 12
2. SARAN ................................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Semenjak terjadinya pandemi Covid-19 sejak tahun 2019 silam, banyak perusahaan yang
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak terhadap karyawannya. Banyak
orang beranggapan bahwa PHK terjadi karena perusahaan mengalami masalah terhadap finansial
sehingga tidak mampu memenuhi gaji karyawan.
Pasalnya ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pada Bab XII Pasal 152 UU
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa permohonan pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan
dengan cara melakukan permohonan tertulis yang disertai dengan alasan dan dasar kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial menerima dan memberikan penetapan terhadap permohonan tersebut (UU RI
NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN).
Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa dimana menyebarnya penyakit koronavirus 2019
(Coronavirus disease 2019). Pada 30 Januari 2020, WHO mendeklarasikan status wabah 2019-
nCoV sebagai Darurat Kesehatan Global untuk keenam kalinya sejak Wabah flu babi 2009. Ini
diakibatkan karena risiko penyebaran global, terutama ke negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah tanpa sistem kesehatan yang kuat yang mampu melakukan pengawasan setelah
kemungkinan penularan dari manusia ke manusia terkonfirmasi (Saputro, 2020).
Beberapa perusahaan pada umumnya yang melakukan pemutusan hubungan kerja di masa
pandemi Covid-19 ini seringkali menggunakan alasan force majeure, padahal perusahaan tersebut
masih berproduksi seperti biasanya. Hal penting yang menjadi syarat pemutusan hubungan kerja
perusahaan kepada para pekerja yaitu, perusahaan terbilang mengalami penurunan atau kerugian
selama 2 Tahun. Sedangkan pandemi Covid-19 saat ini belum mencapai atau terbilang 2 Tahun.
Kejelasan force majeure yang masih menjadi pertanyaan memasuki klasifikasi dalam bencana
alam atau tidak perlu diperhatikan. Karena alasan force majeure yang dipakai perusahaan untuk
memutus hubungan kerja tidak dapat dibenarkan. Melihat gangguan ekonomi yang massif
diakibatkan oleh Covid-19 telah mempengaruhi banyak para pekerja yang kehilangan
pekerjaannya harus mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang jelas
(Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Era Pandemi Perspektif Hukum: Tak Mudah Perusahaan
Lakukan PHK! - UTA'45 Jakarta, 2020).
Ketidakjelasan terkait pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan di masa pandemi Covid-19
menjadi titik fokus penulis untuk membahas dan menganalisis penyebabnya lebih komprehensif
terkait bagaimana pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan yang ada di Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diperoleh adalah:
1. Apa saja dampak yang diterima pekerja di Indonesia semenjak pandemi Covid-19?
2. Apa saja upaya pemerintah untuk meminimalisir dampak Covid-19 bagi
pekerja/masyarakat?
3. Apakah praktik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama pandemi Covid-19 telah sesuai
dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan?
4. Apakah Covid-19 merupakan alasan utama perusahaan dalam melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan?

3. Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah
untuk: (1) Mengetahui dampak apa saja yang diterima pekerja di Indonesia semenjak Pandemi
Covid-19; (2) Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam meminimalisir
dampak Covid-19 bagi pekerja/buruh; (3) Menganalisis apakah ada kesesuaian Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) selama pandemi dengan aturan yang ada di dalam UU No 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan; (4) Kemudian untuk mengetahui alasan sebenarnya perusahaan yang
melakukan PHK terhadap karyawannya.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Dampak Covid-19 Bagi Para Pekerja di Indonesia

Pandemi Covid-19 yang memaksa diambilnya kebijakan pembatasan sosial telah menghambat
aktivitas perekonomian menyebabkan berbagai masalah, mulai dari banyaknya usaha yang
mengalami penurunan hingga bangkrut yang kemudian disusul banyaknya pekerja yang
diberhentikan (PHK) sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran (Badan
Kebijakan Fiskal - Detail Kajian, 2021).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia jumlah
pengangguran di Indonesia jelas meningkat cukup drastis pada masa pandemi, pada tahun 2021.
Penyebab utamanya adalah ketidakmampuan perusahaan mempertahankan karyawannya dalam
penurunan perekonomian akibat pembatasan sosial yang diberlakukan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada bulan
Februari 2019 sebanyak 4,98%. Angka tersebut adalah yang terendah dari tahun 2015 sampai
2019. Artinya, dari tahun 2015 persentase pengangguran di Indonesia terus mengalami penurunan.
Lalu pada tahun 2020 BPS mencatat ada kenaikan persentase menjadi 4,94 pada bulan Februari.
Angka tersebut Kembali bertambah drastis pada bulan Agustus di tahun yang sama menjadi 7,07%.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi lonjakan tingkat pengangguran terjadi di awal
tahun 2020 dan terus bertambah hingga pertengahan tahun. Penyebab terjadinya lonjakan tingkat
pengangguran tersebut adalah menyebarnya Covid-19 di Indonesia (Febrian G, 2021).

2. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Untuk Meminimalisir Dampak Pandemi Covid-19

Untuk menangani permasalahan yang sedang dihadapi saat ini Kementerian Keuangan
Republik Indonesia membentuk sebuah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Yang
mana program PEN merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-
19 terhadap perekonomian. Selain penanganan krisis kesehatan, Pemerintah juga menjalankan
program PEN sebagai respon atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi,
khususnya sektor informal atau UMKM.
Tujuan dari dibentuknya PEN adalah untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan
kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19.
Untuk UMKM, program PEN diharapkan dapat 'memperpanjang nafas' UMKM dan meningkatkan
kinerja UMKM yang berkontribusi pada perekonomian Indonesia.
Pemerintah mengeluarkan program PEN berupa perlindungan sosial sebesar Rp 203,9T
disiapkan pemerintah untuk program perlindungan sosial dan Rp 1,3T untuk insentif perumahan
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan rincian: (1) Program Keluarga Harapan
dengan anggaran sebesar Rp 37,4T; (2) Kartu Sembako dengan anggaran sebesar Rp 43,6T; (3)
Diskon Listrik dengan anggaran sebesar Rp 6,9T; (4) Bansos Tunai Non-Jabodetabek dengan
anggaran sebesar Rp 32,4 T; (5) Bansos Sembako Jabodetabek dengan anggaran sebesar Rp 6,8T;
(6) BLT Dana Desa dengan anggaran sebesar Rp 31,8T; (7) Kartu Pra Kerja dengan anggaran
sebesar Rp 20T; (7) Logistik/Pangan/Sembako dengan anggaran sebesar Rp 25T.
Diharapkan dengan program PEN ini perekonomian Indonesia dapat pulih dengan dasar bahwa
konsumsi rumah tangga merupakan penopang terbesar pertumbuhan perekonomian indonesia,
maka daya beli masyarakat harus dijaga agar perekonomian membaik (Program Pemulihan
Ekonomi Nasional PP 23/2020, n.d.).

3. Analisis Praktik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Berdasarkan Aturan yang Tertera
Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan perusahaan membawa dampak semakin
meningkatnya pengangguran yang ada di Indonesia (Kennedy, 2020). Pemutusan hubungan kerja
massal yang dilakukan di tengah pandemi tanpa adanya pesangon kepada pekerja mencerminkan
adanya pelanggaran hak asasi manusia (Mardiansyah, 2020).
Perusahaan yang mengambil tindakan berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) demi
mengurangi kerugian perusahaan di tengah pemerosotan ekonomi akibat pandemi dapat diterima
dengan akal sehat, namun memang perlu adanya kejelasan dalam hukum dan etika, apakah
tindakan tersebut memang berdasarkan aturan dan hukum atau keputusan sepihak yang merugikan
pihaklain. Sebagai perusahaan, mereka berhak untuk mempertahankan kelangsungan bisnis
mereka, namun di sisi lain karyawan juga berhak untuk menuntut hak mereka yang telah tertulis
dalam kontrak kerja yang dibuat dengan perusahaan. Dengan alasan tersebut, perusahaan
diharapkan dapat lebih memikirkan situasi karyawan berdasarkan etika dan situasinya. Di sisi
karyawan, mereka harus memperjuangkan hak mereka, namun juga harus berlapang dada jika ia
perlu di PHK demi kelangsungan perusahaan, dengan dasar loyalitas kepada perusahaan.

Dalam Undang-Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003 dengan jelas disebutkan bahwa
sebab- sebab Pemutusan hubungan kerja antara lain:

1. Adanya kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja berupa pencurian, penipuan,
penggelapan barang, narkotika, mabuk, minum minuman keras, bertindak tidak baik
terhadap sesama pekerja, membujuk sesama pekerja untuk melakukan suatu hal yang
bertentangan terhadap undang-undang, sengaja merusak barang perusahaan sehingga
menimbulkan kerugian (Pasal 158);
2. Pekerja melanggar kesepakatan pada perjanjian kerja (Pasal 161);
3. Pekerja mengundurkan diri dari suatu perusahaan (Pasal 162);
4. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja ketika
perusahaan mengalami kerugian selama 2 tahun berturut-turut hingga menyebabkan harus
ditutupnya perusahaan (Pasal 164);
5. Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja ketika
perusahaan mengalami pailit (Pasal 165);
6. Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan ketika pekerja telah meninggal dunia (Pasal
166);
7. Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan ketika pekerja telah memasuki usia pensiun.
(Pasal 167); dan
8. Mangkirnya pekerja selama 5 tahun (Pasal 168).

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan survei dengan 2.160 responden
periode 24 April- 2 Mei 2020, sebanyak 3,8% tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja
tanpa mendapatkan pesangon. Dalam hal ini pemutusan hubungan kerja massal tanpa adanya
pesangon melanggar hak untuk bekerja dan mendapat upah yang telah diatur dalam Pasal 28D
Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi ILO Nomor
100 serta Pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Dalam UU Ketenagakerjaan, ketika seorang pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja


terhadap karyawannya maka pengusaha wajib memenuhi hak-hak karyawan yang menjadi korban
pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 156 yakni:

1. Uang Pesangon, yakni pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat
dari berakhirnya hubungan kerja. Penghitungan besaran uang pesangon didasarkan pada:
pertama, masa kerja kurang dari 1 tahun, satu bulan upah. Kedua, masa kerja 1 tahun atau lebih
tapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah. Ketiga, masa kerja 2 tahun atau lebih tapi kurang dari
3 tahun, 3 bulan upah. Keempat, masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4
bulan upah. Kelima, masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.
Keenam, masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah. Ketujuh, masa
kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah. Kedelapan, masa kerja 7
(tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah. Terakhir, masa kerja 8 tahun
atau lebih, 9 bulan upah;
2. Uang Penghargaan Masa Kerja, yakni uang yang diberikan kepada pekerja sebagai apresiasi
terhadap pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja pekerja (Khakim, 2014).
Perhitungan upah penghargaan masa kerja didasarkan pada: pertama, masa kerja 3 tahun atau
lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah. Kedua, masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah. Ketiga, masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12
tahun, 4 bulan upah. Keempat, masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5
bulan upah. Kelima, masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah.
Keenam, masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah. Ketujuh,
masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah. Kedelapan, masa
kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah; dan
3. Uang Penggantian Hak Yang Seharusnya Diterima, yakni uang pembayaran dari
pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti waktu istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya
perjalanan dari tempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas
perumahan, dan lainnya sebagai akibat dari penghentian hubungan kerja (Khakim, 2014). Hal
yang perlu diperhatikan dalam pemberian uang penggantian hak yang seharusnya diterima
adalah: pertama. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. Kedua, biaya atau ongkos
pulang untuk pekerja dan keluarganya ketempat dimana pekerja diterima bekerja. Ketiga,
penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan 15% dari uang pesangon dan/atau
uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. Keempat, hal-hal yang lain yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Tanpa terpenuhinya persyaratan pemutusan hubungan kerja secara massal maka pemutusan
hubungan kerja tidak dapat dilakukan, ditambah perusahaan yang tidak membayarkan hak-hak
pekerja yang di pemutusan hubungan kerja maka perusahaan telah melakukan beberapa
pelanggaran (Inayah & Surisman, 2020).

4. Alasan Utama Perusahaan Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Terhadap


Karyawan di Masa Pandemi Covid-19

Sejak masuknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada awal Maret 2020, perekonomian di
Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Pertumbuhan negatif perekonomian berdampak pada
pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di banyak perusahaan. PHK yang dilakukan oleh
banyak perusahaan memberikan dampak negatif bagi para pekerja (Taniady et al., 2020).
Pada umumnya, perusahaan memiliki ketahanan finansial yang berbeda-beda. Perusahaan
yang cash flow atau likuiditasnya (terancam) kronis akibat Covid-19 akan berdampak pada kinerja
keuangan perusahaan dan berpeluang untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Perusahaan dapat saja menganggap Covid-19 sebagai force majeure dengan alasan telah
ditetapkannya situasi Covid-19 sebagai bencana nasional (Sihombing, 2020).
Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memang memungkinkan pengusaha untuk melakukan
PHK terhadap pekerjanya. Namun pada dasarnya UU Ketenagakerjaan tidak secara spesifik
mengatur mengenai kondisi apa saja yang dapat dikategorikan force majeure dalam bidang
ketenagakerjaan.
Banyaknya perusahaan-perusahaan yang memutuskan untuk melakukan PHK dikarenakan
tidak memiliki pemasukan yang cukup untuk membayar gaji para pekerjanya, dengan adanya
imbauan dari pemerintah untuk work from home (WFH) (Xaverius, 2020).
Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap karyawannya
dalam situasi pandemik Covid-19 sah secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 164 ayat 1
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Pasal 164 ayat 1: "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeure), dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)".
Berdasarkan Pasal 164 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, dapat dikaitkan bahwa pandemik Covid-
19 ini merupakan force majeure (keadaan kahar) di mana situasi ini berada di luar kendali atau di
luar kemampuan si pengusaha, sehingga kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan ekonomi si
Pengusaha dalam membayar gaji para pekerjanya.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai macam masalah yang timbul, terutama pada
masalah perekonomian. Pandemi Covid-19 juga menimbulkan banyak usaha yang mengalami
penurunan hingga bangkrut yang disusul dengan banyaknya pekerja yang di PHK akibat
permasalahan tersebut sehingga jumlah pengangguran di Indonesia melonjak secara drastis.
Untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, pemerintah membentuk sebuah Program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk
mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Yang bertujuan agar dapat melindungi,
mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya selama pandemi Covid-19. Dana sebesar Rp 203,9T disiapkan pemerintah untuk
program perlindungan sosial dan Rp 1,3T untuk insentif perumahan bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR).
Berdasarkan aturan yang telah ditetapkan pada UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan dengan praktik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diketahui bahwa PHK
membawa dampak terhadap pengangguran di Indonesia. PHK massal yang dilakukan di tengah
pandemi tanpa adanya pesangon kepada pekerja mencerminkan adanya pelanggaran hak asasi
manusia (HAM).
Alasan perusahaan melakukan PHK terhadap karyawan di masa pandemi Covid-19 karena
perusahaan memiliki ketahanan finansial yang berbeda-beda, kemudian perusahaan yang cash flow
atau likuiditasnya (terancam) kronis akibat Covid-19 yang menyebabkan perusahaan melakukan
PHK, selain itu PHK juga dilakukan karena perusahaan tidak memiliki pemasukan yang cukup
untuk membayar gaji para pekerjanya.
2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah pemerintah
perlu memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan yang telah ditetapkan
pemerintah sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Meskipun PHK yang
dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap karyawannya dalam situasi pandemik Covid-19 sah
secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 164 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Perlu diingat kembali bahwa perusahaan wajib memberi pesangon
kepada karyawan yang di PHK sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Republik Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279.Pdf

Karya Ilmiah:
Inayah, & Surisman. (2020). Work Termination During The Covid-19 Pandemic in The
Perspective of Positive Law in Indonesia. LEGAL STANDING JURNAL ILMU HUKUM,
4(1), 247-254.
Kennedy, R. (2020). Legal Discourse on Manpower During COVID-19 Outbreak. Law Reform,
16(1), 70-86.
Mardiansyah, D. (2020). Mardiansyah, D. (2020). The Corona Virus and Labor Rights Issues:
How Do Workers Get Their Rights? The Indonesian Journal of International Clinical
Legal Education, 2(2), 129-146.
Taniady, V., Riwayanti, N. W., Anggraeni, R. P., Sulthony Ananda, A. A., & Disemadi, H. S.
(2020, Oktober). PHK dan Pandemi COVID-19: Suatu Tinjauan Hukum Berdasarkan
Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan di Indonesia. Jurnal Yustisiabel, 4(2), 97-117.

Sumber Lainnya:
Badan Kebijakan Fiskal - Detail Kajian. (2021, August 18). Retrieved April 17, 2022, from Badan
Kebijakan Fiskal - Detail Kajian: https://fiskal.kemenkeu.go.id/kajian/2021/08/18/2433-
kajian-dampak-covid-19-terhadap-pasar-tenaga-kerja-dan-respons-kebijakan-di-kawasan-
asia-dan-pasifik
Febrian G, S. I. (2021, October 29). Peningkatan Jumlah Pengangguran Dampak Pandemi
COVID-19 di Indonesia. Retrieved April 17, 2022, from Kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/sativaismail/617b9a4e06310e28d77f6142/peningkatan-
jumlah-pengangguran-dampak-pandemi-covid-19-di-indonesia
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Era Pandemi Perspektif Hukum: Tak Mudah Perusahaan
Lakukan PHK! - UTA'45 Jakarta. (2020, September 25). Retrieved April 2022, from
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta: https://www.uta45jakarta.ac.id/pemutusan-
hubungan-kerja-phk-di-era-pandemi-perspektif-hukum-tak-mudah-perusahaan-lakukan-
phk/
Program Pemulihan Ekonomi Nasional PP 23/2020. (n.d.). Retrieved April 17, 2022, from
Program Pemulihan Ekonomi Nasional:
https://www.kemenkeu.go.id/media/15149/program-pemulihan-ekonomi-nasional.pdf
Saputro, I. (2020, Januari 31). WHO: Wabah Corona Jadi Darurat Kesehatan Global, Jadi Yang
Keenam Sejak 2009. Retrieved April 17, 2022, from Tribunnews.com:
https://www.tribunnews.com/internasional/2020/01/31/who-wabah-corona-jadi-darurat-
kesehatan-global-jadi-yang-keenam-sejak-2009
Sihombing, I. (2020, May 12). Pandemi, "Force Majeure", dan PHK. Retrieved April 17, 2022,
from detikNews: https://news.detik.com/kolom/d-5011359/pandemi-force-majeure-dan-
phk
Xaverius, J. (2020, April 14). PHK Akibat COVID-19, Apakah Sah secara Hukum? Retrieved
April 17, 2020, from Kumparan.com: https://kumparan.com/james-xaverius/phk-akibat-
covid-19-apakah-sah-secara-hukum-1tDkK3Ce38f/full

Anda mungkin juga menyukai