Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH INSENTIF PAJAK TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI INDONESIA PADA


MASA PANDEMI COVID-19

INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19

Oleh:
Emir Gibran Beka
43121010035

Pembimbing
Dr. Sudjono, M.Acc.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2022
2

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang


berkat rahmat, ridho, dan karunianya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Mata Kuliah Perpajakan untuk memenuhi Tugas Besar 2 dalam Mata Kuliah
Perpajakan ini dengan judul : "PENGARUH INSENTIF PAJAK TERHADAP
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI INDONESIA DI MASA PANDEMI COVID-
19".

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan-kekurangan yang ada baik itu dari segi teknis ataupun isi materi yang
saya ambil dikarenakan kemampuan pengalaman yang saya miliki. Dalam penulisan
makalah ini juga tak lepas dari bantuan berbagai pihak yang terus memberikan
dukungan, doa, kritik, maupun saran sehingga makalah ini dapat selesai.

Oleh karena itu, saya sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak dalam penulisan makalah ini. Akhirnya saya
berharap semoga Allah SWT melimpahkan dan memberikan imbalan yang setara
kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini
dan dapat dinilai sebagai ibadah oleh-Nya.

Tangerang Selatan, 5 Mei 2022

Emir Gibran Beka

43121010035
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................2

BAB I........................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN....................................................................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH...............................................................................................4


1.2 BATASAN MASALAH................................................................................................................5
1.3 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................................5
1.4 TUJUAN........................................................................................................................................6
1.5 MANFAAT PENELITIAN............................................................................................................6

BAB II.......................................................................................................................................................7

LANDASAN TEORI................................................................................................................................7

2.1 GRAND THEORY, MIDDLE THEORY, DAN OPERATIONAL THEORY.............................7


2.1.1 PENGERTIAN PAJAK..........................................................................................................7
2.1.2 INSENTIF PAJAK...............................................................................................................11
2.1.3 TEORI KEPATUHAN.........................................................................................................12
2.2 STUDI PENELITIAN TERDAHULU........................................................................................13
2.3 HIPOTESIS..................................................................................................................................15

BAB III....................................................................................................................................................17

PEMBAHASAN.....................................................................................................................................17

3.1 PENERAPAN..............................................................................................................................17
3.2 PERBANDINGAN ANTARA TEORI/PENELITIAN TERDAHULU DAN PRAKTEK.........18
3.3 PEMBAHASAN..........................................................................................................................20

BAB IV...................................................................................................................................................22

PENUTUP...............................................................................................................................................22

4.1 KESIMPULAN............................................................................................................................22
4.2 SARAN........................................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................24
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Di Indonesia, pajak adalah sumber pemasukan negara terbesar. Pada tahun
2017, sebesar 85,6% dari pemasukan negara Indonesia bersumber dari pajak.
Menjadikan pajak sebagai sumber dana pemasukan dari dalam negeri merupakan
salah satu bentuk dan upaya untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara. Pajak
juga dapat meningkatkan produktivitas dalam pembangunan serta tumbuh kembang
sebuah negara. Kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak merupakan faktor yang
sangat penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya pemungutan pajak oleh
negara. Bentuk kepatuhan pajak salah satunya adalah kesadaran masyarakat untuk
memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan perpajakan tanpa harus diperiksa
ataupun dilayangkan sanksi. Menurut IBDF (International Bureau of Fiscal
Documentation), kepatuhan pajak didefinisikan sebagai tindakan prosedural dan
adminsitratif yang dibutuhkan dalam pemenuhan kewajiban Wajib Pajak yang
berdasarkan serta sesuai dengan aturan pajak yang berlaku.

Pada pertengahan Maret tahun 2020, dunia dihadapi peristiwa yang tidak
biasa, munculnya virus corona yang sangat berbahaya. Penyebarannya tidak hanya
berdampak pada kesehatan tetapi juga perekonomian negara-negara seperti Indonesia.
Usaha kecil dan menengah (UMKM) juga menjadi salah satu perusahaan yang
merasakan dampak ekonomi dari krisis Corona. Mereka mengatakan mereka
kehilangan hingga 50% lebih banyak pelanggan karena mereka merekomendasikan
tinggal di rumah secara fisik. Ini mengurangi penjualan karena orang tidak pergi
keluar dan berbelanja.

Kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu kunci keberhasilan pemerintah


dalam mengumpulkan penerimaan pajak, tidak hanya menekankan pada aspek
5

“esensial” pemungutan pajak, tetapi juga mengikuti seperangkat peraturan, prosedur,


dan layanan manajemen yang jelas. Pencapaian tujuan perpajakan memerlukan
kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (Listiyowati, 2021). Hal ini merupakan faktor
penting dalam meningkatkan penerimaan pajak dan harus ditinjau secara berkala
untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak adalah sosialisasi


perpajakan. Jika Wajib Pajak diberikan pemahaman yang cukup baik melalui
sosialisasi, mereka dapat memahami pentingnya pembayaran pajak dan dengan
demikian meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Andriani (2016) yang menemukan bahwa sosialisasi perpajakan
berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Menurut survei yang
dilakukan oleh Suardana (2020), sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap
kepatuhan pajak mahasiswa UMKM, sehingga semakin sering mahasiswa menerima
informasi dari sosialisasi pajak maka semakin baik kepatuhan pajaknya.

1.2 BATASAN MASALAH


Agar penelitian lebih terfokus kepada pokok permasalahannya guna
mencegah terlalu besarnya jangkauan materi yang dibahas dan dampaknya dapat
mengakibatkan adanya kekeliruan terhadap kesimpulan yang dijabarkan, saya
membatasi penelitian dalam makalah ini hanya kepada data yang sesuai dengan topik
yang dibahas yaitu berkenaan dengan pengaruh insentif pajak terhadap kepatuhan
Wajib Pajak di Indonesia pada masa Pandemi Covid-19.

1.3 RUMUSAN MASALAH


Dari pemaparan latar belakang yang telah dituliskan sebelumnya, rumusan
masalah yang saya ajukan adalah:

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar
pajak?
6

2. Bagaimana kebijakan insentif pajak di Indonesia pada masa Pandemi Covid-


19?
1.4 TUJUAN
Melihat latar belakang serta rumusan masalah yang tertulis sebelumnya,
tujuan yang saya ingin capai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam


membayar pajak.
2. Mengetahui bagaimana kebijakan insentif pajak pada masa Pandemi Covid-
19.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Saya berharap, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
yang memiliki kepentingan. Manfaat yang diharapkan adalah:

1. Bagi Penulis
Saya pribadi sebagai penulis berharap dengan penelitian ini membawa
manfaat untuk memperluas wawasan serta memperkaya pengetahuan yang
lebih luas lagi tentang pengaruh insentif pajak terhadap kepatuhan Wajib
Pajak di Indonesia pada masa Pandemi Covid-19, serta menumbuhkan
kepedulian bagi saya secara khusus terhadap kewajiban membayar pajak.

2. Bagi Universitas
Memiliki manfaat sebagai tambahan referensi dan gambaran terhadap topik
penelitian "pengaruh insentif pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak di
Indonesia pada masa Pandemi Covid-19" kedepannya agar digunakan sebagai
bahan penelitian dan pertimbangan.

3. Bagi Wajib Pajak


Penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak tepat pada
waktunya.
7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 GRAND THEORY, MIDDLE THEORY, DAN OPERATIONAL THEORY


Dalam landasan teori ini, penulis menerangkan tentang beberapa teori yang
dilakukan dalam penulisan makalah yang berjudul "PENGARUH INSENTIF PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI INDONESIA DI MASA
PANDEMI COVID-19". Teori-teori yang digunakan ini berkenaan dengan variabel
ataupun pengertian dari pajak secara umum, kepatuhan pajak, serta insentif pajak.

2.1.1 Pengertian Pajak


Pajak merupakan suatu pengalihan sumber ke sektor pemerintah yang
awalnya dari sektor swasta, penyebabnya bukan dari pelanggaran hukum, akan tetapi
wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku serta tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan profesional, dengan tujuan pemerintah dapat
melaksanakan tugasnya untuk menjalanan pemerintahan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak adalah kewajiban yang wajib dibayarkan
masyarakat kepada pemerintah yang akan digunakan untuk kepentingan umum dan
pembangunan. Sedangkan retribusi adalah iuran ataupun pembayaran perorangan
ataupun badan perusahaan atas jasa izin tertentu yang telah disediakan oleh negara
atau pemda. Keduanya memiliki persamaan yaitu sama-sama merupakan bayaran
atau pungutan yang diwajibkan pemerintah kepada masyarakat dan keduanya bersifat
paksaan.

Pajak juga dapat didefinisikan sebagai iuran rakyat sebagai warga negara dan
wajib pajak kepada Kas Negara yang berdasarkan kepada undang-undang dengan
tidak mendapat jasa kontra prestasi yang langung dapat ditujnukkan dan dipakai
untuk pembayaran pengeluaran umum, atau dapat dibilang pajak adalah iuran dalam
periode tertentu yang dipaksakan oleh pemerintah kepada wajib pajak yang sifatnya
8

wajib dan harus dibayar oleh wajib pajak kepada negara sebagai balas jasa tidak
langsung.

Pajak merupakan sumber utama pemasukan dari suatu negara. Sebab itu,
tanpa pajak, sebagian besar kewajiban ataupun kegiatan negara sangat sulit untuk
dilaksanakan. Contohnya adalah seperti membayar gaji pegawai, membangun
insfrastruktur, ataupun memperbarui alat alat militer.

Pajak di negara Indonesia diatur dalam Pasal 23 A UUD 1945 yang isinya
menyatakan bahwa "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang". Kemudian pengertian pajak juga tertulis pada
pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 yang bunyinya adalah bahwa "Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat."

Di Indonesia sendiri, terdapat banyak jenis pajak yang wajib untuk dibayarkan
dan disetorkan oleh wajib pajak, seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai
atas barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan,
dan pajak-pajak lainnya. Semua ini telah diatur dalam undang-undang tersendiri yang
mana di Indonesia ini memiliki 7 asas pemungutan pajak yang selalu dijadikan acuan.
Ketujuh asas tersebut ialah :

1. Asas finansial

Dalam asas finansial, pemungutan pajak dilakukan menyesuaikan kondisi


keuangan atau finansial ataupun besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.
Jadi apabila seseorang yang memiliki pendapatan misalkan Rp 20.000.000 per tahun,
jumlah pajak yang wajib disetorkan berbeda dengan orang yang memiliki gaji
5.000.000.000 per tahunnya. Oleh karena itulah Asas ini mengatur pajak yang harus
dibayarkan menyesuaikan kepada pendapatan dari seseorang.
9

2. Asas ekonomis

Asas ekonomis yaitu asas pajak yang mengatur bahwa hasil pemungutan
pajak di Indonesia wajib digunakan untuk kepentingan umum ataupun kepentingan
masyarakat dan rakyat secara utuh. Pajak juga tidak boleh menyebabkan
perekonomian rakyat menjadi merosot. Justru dengan hadirnya pajak ini, pemerintah
diharapkan dapat membangun negara secara maksimal tanpa harus memikirkan dan
mencari biaya lain seperti hutang kepada negara lain.

3. Asas yuridis

Asas yuridis merupakan asas pemungutan pajak yang berdasarkan kepada


Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2. Selain itu, pemungutan pajak
berdasarkan asas yuridis juga diatur dalam beberapa undang-undang, di anaranya
adalah :

 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajakan (KUP).
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB).
 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang
Berlaku di Indonesia.
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
10

4. Asas umum

Kemudian ada juga asas umum. Asas umum merupakan asas yang
manyatakan bahwa pemungutan pajak di Indonesia haruslah didasarkan kepada
keadilan umum yang maksudnya adalah pemungutan ataupun penggunaan pajak telah
dirancang dari serta untuk rakyat dan masyarakat Indonesia.

5. Asas kebangsaan

Asas kebangsaan perihal pajak di Indonesia mengatur jika setiap orang yang
lahir serta tinggal di Indonesia wajib membayarkan dan menyetorkan pajak sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan dan berlaku di negara Indonesia. Berdasarkan
asas ini juga, warga negara asing yang berada di Indonesia selama lebih dari satu
tahun tanpa sekalipun meninggalkan Indonesia wajib dikenai pajak apabila
penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.

6. Asas sumber

Selanjutnya adalah asas sumber, asaa sumber adalah dasar pemungutan pajak
sesuai dengan di mana letak suatu perusahaan berdiri ataupun di mana letak tempat
tinggal wajib pajak. Jadi menurut asas sumber, pajak yang wajib disetorkan ataupun
dibayarkan Indonesia hanya dikhususkan untuk badan ataupun orang yang tinggal
serta bekerja ataupun berada di Indonesia saja.

7. Asas wilayah

Menurut asas wilayah, pajak berlaku sesuai wilayah tempat tinggal wajib
pajak. Sebagai contohnya apabila seseorang warga negara Indonesia tinggal di luar
negeri, maka sesuai dengan asas wilayah, rumah ataupun barang yang dipakai dan
digunakan oleh seseorang tersebut tidak wajib dikenai pajak oleh pemerintah
Indonesia sebab seseorang tersebut tinggal di luar negeri. Namun apabila jika ada
11

warga negara asing yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, maka
warga negara asing tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan peraturan yang berlaku.

2.1.2 Insentif Pajak


Dalam masa pandemi seperti Pandemi Covid-19 ini, banyak istilah yang
muncul yang berkaitan dengan perpajakan salah satunya adalah insentif pajak.
Insentif pajak sendiri dapat didefinsikan dari banyak pemikiran dan sudut pandang,
tak terkecuali para ahli. Beberapa ahli mendefinisikan insenftif pajak dari pendapat,
pemikiran, dan sudut pandangnya masing-masing.

Misalnya, Zolt (2015) mengemukakan bahwa insentif pajak dapat


didefinisikan sebagai aturan khusus yang dapat muncul keungkinan terjadinya
pembebasan hingga penangguhan kewajiban pajak. Insentif pajak sendiri memiliki
banyak bentuk yang berbeda-beda, contohnya adalah pembebasan pajak terbatas.
Lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam edarannya yang berjudul “Tax Incentives
and Foreign Direct Investment” (2000), menjabarkan tentang insentif pajak yang
dapat diartikan segala bentuk insentif yang dirancang untuk mengurangi beban pajak
perusahaan, dengan tujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan untuk
menanamkan modalnya pada bidang-bidang tertentu. proyek atau departemen.

Insentif pajak ini adalah bentuk pengecualian dari sistem pajak umum. Ini
dapat mengambil banyak bentuk, seperti tarif pajak laba yang lebih rendah,
pembebasan pajak ataupun ketentuan akuntansi yang memiliki potensi terjadinya
penyusutan dan kerugian yang dipercepat pajak. PBB menyebutkan dalam publikasi
mereka bahwa insentif pajak juga dapat berupa bea masuk yang lebih rendah atas
alat-alat, komponen, serta bahan belum jadi yang dilakukan pengiriman ke luar
negeri. Kenaikan bea masuk yang bertujuan melindungi pasar domestik dari produk
impor substitusi dapat juga dilakukan sebagai alternatif cara dari pengurangan.

Secara ringkas, menurut definisi yang telah dijelaskan, manfaat pajak adalah
ketentuan pajak khusus yang berbeda dari ketentuan yang berlaku umum. Manfaat
12

pajak hanya dapat digunakan oleh pihak yang memenuhi kriteria atau ketentuan yang
telah ditentukan. Manfaat pajak datang dalam berbagai bentuk. Misalnya,
pengurangan bea masuk, cuti pajak dan keringanan pajak. Bentuk-bentuk insentif
perpajakan tujuan utamanya adalah untuk membantu penggapaian tujuan maupun
target yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pemerintah.

2.1.3 Teori Kepatuhan


Kata "kepatuhan" asal mulanya yaitu dari kata ketaatan, dan marujuk kepada
pengertian dari KBBI, ketaatan berarti menyukai atau menaati suatu perintah atau
aturan dan tidak melanggar aturan yang diberikan. Taat berarti mentaati, mentaati,
mentaati suatu ajaran atau peraturan. Teori ini sudah berkembang dan pada awal
mulanya dipelajari dalam ilmu yang berkaitan dengan sosial, atau lebih spesifiknya
lagi dalam bidang sosiologi, yang mana dalam bidang tersebut tujuan utamanya yaitu
menekankan pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan
individu. Kepatuhan dalam membayar pajak adalah suatu kewajiban kepada
pemerintah, serta masyarakat sebagai Wajib Pajak bertanggung jawab atas segala
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak yang mereka dapat tersebut. Terdapat
dua sudut pandang yang berkenaan dengan dasar kepatuhan hukum dalam literatur
sosiologis yaitu perspektif instrumental dan perspektif normatif. Individu dapat
dilihat lebih terdorong untuk mematuhi hukum yang pada dasarnya dianggap tepat
serta sejalan dengan norma yang ada dalam diri dan pikiran mereka.

Kemudian, muncul yang namanya komitmen normatif di mana hal ini


berdasarkan legalitas menyiratkan kepatuhan terhadap aturan. Umumnya terjadi
dikarenakan oleh otoritas legislatif yang memiliki kekuasaan untuk mengatur
perbuatan orang. Lalu ada juga komitmen yang dinamakan komitmen normatif, di
mana hal ini didasari oleh etika pribadi (komitmen normatif melalui etika) yang dapat
diartikan sebagai kepatuhan terhadap hukum, karena hukum dinilai sangat penting.
Kepatuhan wajib pajak didasarkan pada persepsi wajib pajak terhadap kewajiban
perpajakannya, dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
13

telah berlaku. Rasa sadar tersebut muncul dan merupakan sebuah dorongan motivasi
intrinsik, atau sebuah motivasi yang berasal dari kemauan individu. Sedangkan
motivasi ekstrinsik merupakan sebuah dorongan dari luar pribadi seseorang, sebagai
contohnya adalah pegawai pajak yang mendorong peningkatan kepatuhan pajak.

2.2 STUDI PENELITIAN TERDAHULU


Dalam penelitian ini tentunya tidak lepas dari penelitian-penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti lain. Saya sebagai penulis dan juga peneliti
membutuhkan sejumlah referensi untuk membandingkan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dengan penelitian saat ini. Penelitian-penelitian sebelumnya
dapat dilihat sebagai berikut:
1. Ratih Kumala, Ahmad Junaidi (2020)
Yang pertama adalah penelitian yang dikaji dilakukan Ratih Kumala dan
Ahmad Junaidi (2019). Penelitian tersebut mengarah untuk mengeksplorasi
penggunaan strategi bisnis dan insentif pajak di masa pandemi COVID 19 di era new
normal (studi kasus pelaku pasar Usaha Kecil Menengah pada Marketplace). Variabel
yang digunakan dalam penelitian oleh Ratih Kumala dan Ahmad Junaidi adalah
variabel bebas tarif pajak, pengetahuan wajib pajak, serta sanksi perpajakan.
Kemudian, variabel terikatnya adalah kepatuhan wajib pajak UMKM pada masa
pandemi COVID 19 pada era New Normal. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pelaku UMKM di bidang Marketplace. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data kuantitatif sebagai metode penelitiannya.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner, analisis
data, dan terakhir adalah penarikan kesimpulan data dengan menggunakan data
primer. Hasil survei yang dilakukan oleh Ratih Kumala dan Ahmad Junaidi
didasarkan pada hasil wawancara rinci dan mendetail dengan tiga responden yang
mengevaluasi strategi bisnis Usaha Kecil Menengah dalam hal inovasi produk Usaha
Kecil Menengah. Perusahaan menekankan insentif pajak, dan Usaha Kecil Menengah
14

menggunakan insentif pajak untuk menunjukkan bahwa mereka terus meningkatkan


kepatuhan pajak.

2. Dwi Ariyanto (2020)

Penelitian yang diteliti oleh Dwi Ariyanto (2020) menguji Kepatuhan Wajib
Pajak UMKM di Kabupaten Kudus Selama Pandemi COVID-19. variabel yang
digunakan yaitu variabel independen persepsi tarif pajak, kualitas layanan dan
pengetahuan perpajakan, sosialisasi fiskus pajak dan variabel dependen yaitu
Kepatuhan Wajib Pajak UMKM atas pemberian Insentif Pajak, Metode penelitian
menggunakan metode kuantitatif dengan data primer.
Lalu, teknik pengumpulan data yang dipakai yaitu dengan instrumen
penelitian. Instrumen penelitian dapat didefinisikan sebagai instrumen ataupun alat
yang dipergunakan guna pengukuran fenomena alam ataupun sosial yang diamati.
Sampel penelitian ini 158 Wajib Pajak di Wilayah Kabupaten Kudus. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Dwi Ariyanto meliputi tuga aspek, yaitu penelitian persepsi tarif
pajak, kemudian penelitian kualitas layanan, serta penelitian pengetahuan perpajakan
yang ternyata memiliki pengaruh terhadap adanya kelancaran pemberian insentif
pajak dari pemerintah yang bertujuan untuk menstabilkan penerimaan negara di masa
pandemi Covid-19.
Kesamaan antara penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya adalah
yang pertama penelitiannya sama-sama menggunakan metode penelitian kuantitatif
serta menggunakan data mentah atau data primer. Lalu, kedua penelitiannya juga
mempelajari serta meninjau kepatuhan pajak di sektor UMKM. Kemudian, penelitian
ini sama-sama mempelajari tentang kebijakan pajak preferensial pemerintah. Yang
terakhit, terdapat variabel bebas yang sama pada penelitian sebelumnya dan
penelitian saat ini yaitu pengetahuan perpajakan dan sosialisasi perpajakan.
15

Penelitian saat ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, perbedaannya


adalah seperti di mana penelitian sebelum ini menggunakan sampel 158 wajib pajak
UMKM di Kabupaten Kudus, namun penelitian kali ini menggunakan sampel wajib
pajak UMKM yang mengajukan insentif pajak. Lalu, variabel bebas penelitian
terdahulu adalah persepsi tarif pajak, kualitas pelayanan dan pengetahuan perpajakan,
dan sosialisasi perpajakan, sedangkan variabel bebas penelitian ini adalah persepsi
wajib pajak terhadap insentif PMK.44/2020, pengetahuan perpajakan, dan sosialisasi
perpajakan. Kemudian, populasi penelitian sebelumnya menggunakan wajib pajak
UMKM di wilayah Jawa Tengah, sedangkan populasi penelitian saat ini
menggunakan wilayah Bojonegoro. Terakhir, teknik analisis yang digunakan oleh
peneliti sebelumnya adalah pemodelan persamaan struktural menggunakan kuadrat
terkecil parsial terdistorsi, sedangkan peneliti saat ini menggunakan regresi linier
berganda.

2.3 HIPOTESIS
2.3.1 Faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayar pajak?
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak adalah sosialisasi
perpajakan. Jika Wajib Pajak diberikan pemahaman yang cukup baik melalui
sosialisasi, mereka dapat memahami pentingnya pembayaran pajak dan dengan
demikian meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Andriani (2016) yang menemukan bahwa sosialisasi perpajakan
berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Menurut survei yang
dilakukan oleh Suardana (2020), sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap
kepatuhan pajak mahasiswa UMKM, sehingga semakin sering mahasiswa menerima
informasi dari sosialisasi pajak maka semakin baik kepatuhan pajaknya. Kemudian
ada juga beberapa faktor yang nyatanya mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayar pajak seperti faktor insentif pajak, tarif pajak, sanksi pajak, dan pelayanan
16

pajak membawa pengaruh yang positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayar pajak selama Pandemi Covid-19.

2.3.2 Bagaimana kebijakan insentif pajak di Indonesia pada masa Pandemi


Covid-19?
Dalam masa Pandemi Covid-19, Pemerintah indonesia menerbitkan peraturan
tentang insentif pajak yang bertujuan untuk memulihkan kondisi perekonomian
negara dan juga untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melunasi
kewajibannya dalam membayar pajak. Pemberlakuan insentif pajak sementara
pemerintah selama pandemi memberikan insentif untuk pajak pertambahan nilai tidak
dikenakan dan pajak pertambahan nilai atau PPN nantinya akan ditanggung
pemerintah. Dengan diberlakukannya hal ini, pemerintah berharap dapat memberikan
stimulus bagi dunia usaha yang terkena dampak pandemi. Kemudian beberapa pihak
mengecualikan Pajak Penghasilan yang diatur pada Pasal 22 atas impor atau
pembelian barang untuk penanganan Covid-19. Kemudian, wajib pajak entitas darat
dan bentuk usaha tetap atau BUT, dibebaskan dari pajak penghasilan Bagian 23.
Pasal 21 PPh kemudian akan dibebaskan untuk wajib pajak orang pribadi dalam
negeri yang diberikan kompensasi dalam beberapa cara untuk layanan yang
diperlukan untuk memberikan layanan dalam konteks pandemi Covid-19. Insentif ini
hanya berlaku bagi Wajib Pajak dengan Klasifikasi Wilayah Usaha tertentu atau
bertanda Kemudahan Impor di Tujuan Ekspor.
17

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENERAPAN
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020 diterbitkan oleh
pemerintah yang mana peraturan tersebut memuat tentang Insentif Pajak Bagi Wajib
Pajak yang terkena dampak wabah virus Covid-19. Pemberian insentif tersebut
merupakan respon pemerintah terhadap data yang menampilkan turunnya
produktivitas para pelaku usaha. Sebelumnya, ada pembicaraan di antara wajib pajak
tentang menawarkan insentif pajak karena penurunan tajam ekonomi wajib pajak
akibat wabah. Covid-19 sendiri telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana
tidak alami yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan pendapatan nasional.
Penerapan insentif ini tidak berlaku sama untuk semua jenis pajak, disesuaikan
dengan konsep masing-masing pajak yang berlaku. Penting untuk ditegaskan bahwa
tidak semua jenis pajak penghasilan memenuhi syarat untuk konsesi, juga tidak
semua wajib pajak berhak mendapatkan konsesi dalam PMK ini. Seperti halnya Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), di mana dalam kenyataannya tidak seluruh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dapat mengakses fasilitas ini.

Pemberlakuan insentif pajak sementara pemerintah selama pandemi


memberikan insentif untuk pajak pertambahan nilai tidak dikenakan dan pajak
pertambahan nilai atau PPN nantinya akan ditanggung pemerintah. Dengan
18

diberlakukannya hal ini, pemerintah berharap dapat memberikan stimulus bagi dunia
usaha yang terkena dampak pandemi. Kemudian beberapa pihak mengecualikan
Pajak Penghasilan yang diatur pada Pasal 22 atas impor atau pembelian barang untuk
penanganan Covid-19. Kemudian, wajib pajak entitas darat dan bentuk usaha tetap
atau BUT, dibebaskan dari pajak penghasilan Bagian 23. Pasal 21 PPh kemudian
akan dibebaskan untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang diberikan
kompensasi dalam beberapa cara untuk layanan yang diperlukan untuk memberikan
layanan dalam konteks pandemi Covid-19. Insentif ini hanya berlaku bagi Wajib
Pajak dengan Klasifikasi Wilayah Usaha tertentu atau bertanda Kemudahan Impor di
Tujuan Ekspor.

Seiring berkembang dan menyebarnya virus Covid-19 ke Usaha Mikro Kecil


Menengah, PMK Nomor 23 Tahun 2020 dirvisi. PMK tersebut diganti dengan PMK
yang baru yang mengatur tentang insentif PPh final untuk Usaha Mikro Kecil
Menengah yaitu PMK Nomor 44 tahun 2020. Insentif yang ditanggung oleh
pemerintah akan berlanjut pada tahun berikutnya yang mana insentif tersebut
sebelumnya telah diterapkan pada tahun 2020 melalui program Pemulihan Ekonomi
Nasional. Harapannya, dengan adanya insenfit pajak tersebut, sektor Usaha Mikro
Kecil Menengah dapat pulih setelah Pandemi Covid-19, serta juga meningkatkan
kesadaran Wajib Pajak dalam menunaikan kewajibannya membayar pajak.

Pemerintah Indonesia sangat berharap dengan diambilnya beberapa keputusan


dala hal memberikan insentif di bidang perpajakan, kondisi perekonomian
masyarakat dapat segera pulih dan roda perekonomian dapat kembali berputar.
Harapan lainnya juga tentu masyarakat dapat terbentuk kesadarannya untuk
membayar pajak. Walapun dalam penerapannya terdapat kemungkinan adanya
penurunan pendapatan negara sebagai efek sampingnya, namun yang diutamakan
dalam kondisi ini adalah kondisi kesehatan masyarakat. Berbagai ide dan terobosan
baru terus dilakukan pemerintah demi tercapainya target penerimaan pajak pada
tahun berikutnya. Karena dalam kondisi saat ini, jumlah total Anggaran Pembiayaan
19

Belanja Negara (APBN) masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah total
penerimaan negara.

3.2 PERBANDINGAN ANTARA TEORI/PENELITIAN TERDAHULU DAN


PRAKTEK
Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kesamaan maupun perbedaan
dari segi objek secara mendetailnya, variabel yang digunakan, data yang dipakai, dan
lain sebagainya. Perbedaan ini juga dapat terjadi karena tanggal penelitian yang
dilakukan tidaklah sama. Oleh karena itu, penelitian terdahulu biasanya diambil
sebagai bahan referensi untuk penelitian yang dilakukan pada masa sekarang ataupun
sebagai prakteknya. Perbedaan maupun persamaan yang ada meliputi :

Kesamaan antara penelitian saat ini (praktek) dengan penelitian sebelumnya


adalah:
1. Penelitian tentang kebijakan pajak preferensial untuk usaha kecil, menengah dan
mikro.
2. Terdapat persamaan antara variabel bebas penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang yaitu kepatuhan wajib pajak.
3. Variabel bebas penelitian sebelumnya memiliki kesamaan dengan penelitian ini
yaitu pengetahuan wajib pajak.
4. Keduanya menggunakan data mentah dan metode penelitian kuantitatift yang
terletak pada kajian sebelumnya. Yang mana kajian sebelumnya mengkaji
pemanfaatan strategi bisnis dan kebijakan perpajakan pada masa pandemi COVID-19
di bawah normal baru (studi kasus pelaku pasar UKM), namun kajian kali ini
mengkaji penerapan PMK No.44/2020 Pajak Penghasilan insentif bagi UMKM yang
dilakukan pemerintah selama masa pandemi Covid-19 (UMKM peserta Kabupaten
Bojonegoro).
Lalu, variabel bebas yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah tarif
pajak, pengetahuan wajib pajak dan sanksi perpajakan, sedangkan variabel bebas
penelitian ini adalah pandangan wajib pajak terhadap penerapan PMK No. 44,
20

pengetahuan wajib pajak dan sosialisasi perpajakan. Kemudian, sampel penelitian


sebelumnya adalah UKM di pasar, sedangkan sampel penelitian saat ini adalah UKM
di wilayah Bojonegoro
Terdapat perbedaan antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu,
antara lain :
1. Penelitian sebelumnya menggunakan sampel 158 wajib pajak UMKM di
Kabupaten Kudus, namun penelitian kali ini menggunakan sampel wajib pajak
UMKM yang mengajukan insentif pajak.

2. Variabel bebas penelitian sebelumnya adalah persepsi tarif pajak, kualitas


pelayanan dan pengetahuan perpajakan, dan sosialisasi perpajakan, sedangkan
variabel bebas penelitian ini adalah persepsi wajib pajak terhadap insentif
PMK.44/2020, pengetahuan perpajakan, dan sosialisasi perpajakan. .

3. Populasi penelitian sebelumnya menggunakan wajib pajak UMKM di wilayah


Jawa Tengah, sedangkan populasi penelitian saat ini menggunakan wilayah
Bojonegoro.

4. Teknik analisis yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah pemodelan


persamaan struktural menggunakan kuadrat terkecil parsial terdistorsi, sedangkan
peneliti saat ini menggunakan regresi linier berganda.

3.3 PEMBAHASAN
Pembahasan insentif pajak penghasilan final dalam peraturan Kementerian
Keuangan yang dikeluarkan akibat pandemi Covid-19, menjadi penting untuk
memahami definisi UMKM. Pasalnya, dalam undang-undang tersebut, manfaat pajak
penghasilan final merupakan salah satu manfaat yang diberikan kepada wajib pajak
dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. Oleh karena itu, sebelum membahas tentang
penawaran itu sendiri, akan dijelaskan definisi UMKM.

Dalam PP Nomor 23 Tahun 2018, juga dijelaskan pembatasan wajib pajak


yang boleh menggunakan skema tarif 0,5% ini. Dalam Pasal 2(3) sampai dengan ayat
21

(4), ada beberapa jenis penghasilan yang tidak boleh menggunakan tarif 0,5% ini.
Sedikitnya ada tiga kategori penghasilan yang dikecualikan, yaitu penghasilan yang
berkaitan dengan pekerjaan mandiri, penghasilan dari luar negeri dan penghasilan
yang telah dibayar pajak penghasilan final lainnya. Insentif pajak yang dikeluarkan
selama masa pandemi Covid-19 dimulai dengan PMK Nomor 23 Tahun 2020 dan
terus direvisi atau diperbarui. Lulus PMK No 44 Tahun 2020, PMK No 86 Tahun
2020, PMK No 110 Tahun 2020, dan yang terakhir PMK No 9 Tahun 2021. Salah
satu insentif yang diberikan pemerintah dalam regulasi tersebut adalah insentif pajak
penghasilan (DTP) final ditanggung pemerintah bagi wajib pajak dalam Standar PP
Nomor 23 Tahun 2018.

Skema pertama sesuai dengan PMK Nomor 23 Tahun 2020 stdd PMK Nomor
44 Tahun 2020. Dalam skema ini, wajib pajak didasarkan pada kriteria dalam PP.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5(3) Perpres-UU No. 23 Tahun 2018, sertifikat
harus diserahkan pada saat melakukan pemotongan/pemungutan atau transaksi impor
oleh pemotong/pengumpul atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai
mitra dagang. Selain itu pada ayat (4), pemotong/pemungut pajak dan DJBC perlu
melakukan konfirmasi terhadap surat pernyataan tersebut, dan apabila konfirmasi
tersebut benar maka PPh yang terutang tidak perlu dipotong/dipungut. Karena
ditanggung oleh pemerintah. Begitu pula dengan penghasilan yang diperoleh Wajib
Pajak berdasarkan Skala PP Nomor 23 Tahun 2018, jika pajak penghasilan final
dibayar sendiri, karena termasuk dalam skema DTP, tidak perlu menyetor pajak.
22

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pemerintah memberikan insentif pajak kepada warganya hanya selama
pandemi 2020, dan tidak akan ada draf atau peraturan baru tentang fasilitasi pajak
tahun depan. Hal inilah yang membuat variabel insentif pajak tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak di bidang perpajakan. Ada insentif pajak, daya beli
masyarakat juga berkurang karena pendapatan warganya juga lebih rendah, dan juga
banyak orang yang kehilangan pekerjaan karena PHK dan lebih sedikit karyawan
yang bekerja dari rumah. Dengan cara ini pendapatan yang mereka peroleh dipotong
dari perusahaan tempat mereka bekerja. Adapun variabel tarif pajak dan sanksi pajak
yang berdampak signifikan terhadap kepatuhan, hal ini disebabkan tarif pajak
pemerintah yang lebih rendah dan pencabutan sanksi administrasi selama pandemi,
yang dapat meningkatkan kepatuhan pajak bulanan.

Di masa pandemi, dengan banyaknya pegawai pajak yang bekerja dari rumah,
banyak layanan perpajakan yang ditutup selama PSBB, sehingga pembayaran dan
pelaporan dilakukan secara online. Namun semua itu memiliki banyak kendala,
seperti jaringan internet yang buruk, tidak banyak petugas pajak yang datang ke
kantor, sehingga banyak pelayanan administrasi yang tertunda. Hal ini membuat
variabel pelayanan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak.
23

4.2 SARAN
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel lain yang
dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, seperti contohnya motivasi wajib pajak,
kemudian tingkat ekonomi wajib pajak, ataupun sikap wajib pajak.

Kemudian untuk penelitian selanjutnya disarankan juga untuk melakukan


penelitian di daerah lain selain daerah yang sudah pernah dilakukan penelitian.
Diharapkan dapat memperluas informasi dan wawasan serta memperluas jangkauan
referensi penelitian yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.

Lalu yang terakhir, penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan variabel


lain yang berbeda untuk data yang menunjukkan dampak manfaat pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak selama dan sebelum pandemi.
24

DAFTAR PUSTAKA

https://repo.undiksha.ac.id/9219/3/1717051404%20-BAB
%201%20PENDAHULUAN.pdf
http://scholar.unand.ac.id/75656/2/BAB%20I%20SKRIPSI.pdf
http://eprints.perbanas.ac.id/7632/21/BAB%20II.pdf
https://stia-binataruna.e-journal.id/PUBLIK/article/view/235/141
https://satvika.co.id/news/pemberian-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19.html

Anda mungkin juga menyukai