Anda di halaman 1dari 7

JIPPK, Volume 3, Nomor 1, Halaman 1-7

ISSN: 2528-0767 (p) dan 2527-8495 (e)


http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk

PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN


DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI LEMBAGA
PERBANKAN

Adi Widjaja, A. Rachmad Budiono, Bambang Winarno


Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya
Jl. M.T Hariyono No.169 Malang
Email: rachmad_budiono@ub.ac.id

Abstract: This article described the execution of the institution’s deposit rights to bad debts and the
constraints of the execution of the object of liability. The approach used in analyzing problems was
a sociological juridical approach, namely by looking at the practice of implementing regulations in
society. The results of the study showed that the execution of the mortgage rights was a deposit of
a credit carried out with parate execution, execution with an executorial title, and under-sale sales.
The most often used by the bank as the institution holding the deposit rights through under-sale
sales with the reason to get the highest price. Constraints faced in the execution of object liability
rights are the emergence of certain legal problems, namely the existence of confiscation, disputes or
lawsuits.

Keywords: Deposit Rights, Banking Institution, Execution

Abstrak: Artikel ini mendeskripsikan pelaksanaan eksekusi lembaga hak jaminan terhadap hutang
macet dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi obyek hak tanggungan. Pendekatan
yang digunakan dalam menganalisis permasalahan dengan menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis, yaitu dengan melihat praktek pelaksanaan peraturan di dalam masyarakat. Hasil kajian
menunjukkan bahwa pelaksanaan ekseskusi hak tanggungan yang merupakan jaminan suatu kredit
dilaksanakan dengan parate eksekusi, eksekusi dengan titel eksekutorial, dan penjualan di bawah
tangan. Ekseskusi yang paling sering digunakan oleh pihak bank sebagai lembaga pemegang hak
jaminan adalah melalui penjualan di bawah tangan dengan alasan untuk mendapatkan harga tertinggi.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi obyek hak tanggungan adalah timbulnya
beberapa permasalahan hukum tertentu, yaitu adanya sita, sengketa atau gugatan hukum.

Kata Kunci: Hak tanggungan, Lembaga Perbankan, Eksekusi.

Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya menjadi titik berat pembangunan jangka panjang
masyarakat adil dan makmur yang merata baik dengan sasaran utama mencapai keseimbangan
materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila antara bidang pertanian dan industri serta
dan Undang- Undang Dasar 1945. Indonesia terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, sedangkan
sebagai Negara berkembang senantiasa berupaya pembangunan di bidang lainnya seimbang dan
membangun masyarakat adil dan makmur dengan serasi dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai
melaksanakan pembangunan nasional yang dalam bidang ekonomi, memerlukan dana dan
berkesinambungan, serta adanya peningkatan daya yang dihimpun dari masyarakat, yang dicapai
taraf hidup rakyat dari segi materiil dan sprirituil, melalui lembaga keuangan, termasuk lembaga
dan diikuti dengan pembangunan di bidang ekonomi, perbankan, yang pada pokoknya bertujuan untuk
keuangan dan hukum. meningkatkan sumber dana pembangunan.
Dewasa ini pembangunan di bidang ekonomi Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peranan
menjadi salah satu sektor penting dari tujuan Bank adalah sebagai alat pemerintah untuk
pembangunan. Pembangunan di bidang ekonomi memantapkan ekonomi dan moneter.

1
2 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018

Sektor perbankan telah menunjukkan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk


peranannya yang semakin penting dalam kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
menunjang pembagunan ekonomi nasional, baik rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
melalui fungsinya sebagai penghimpun dana Guna mencapai tujuan tersebut, dalam
maupun sebagai lembaga yang dapat menyalurkan melaksanakan pembangunan harus senantiasa
kembali dana yang berhasil dihimpun tersebut memperhatikan keserasian, keselarasan dan
kepada berbagai pihak untuk kegiatan yang keseimbangan berbagai unsur pembangunan
produktif. Peranan lembaga perbankan yang termasuk di dalam bidang ekonomi dan keuangan.
penting ini diatur dalam Undang-Undang Nomor Dalam pelaksanaan pembangunan di Indo-
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian nesia terdapat hambatan-hambatan yang salah
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 satunya adalah penyediaan dana. Untuk
Tahun 1998. mengatasi hal ini maka perbankan hendaknya lebih
Bank juga mempunyai fungsi yang di arahkan meningkatkan fungsi dan peranannya dalam
sebagai agen pembangunan (agent of develop- menyediakan modal dan kemudian memberikan
ment), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan guna kemudahan dalam mengeluarkan kredit bank untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan nasional masyarakat yang membutuhkan.
dalam rangka meningkatkan pemerataan Dana masyarakat yang terkumpul dalam
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan jumlah besar merupakan sumber utama bagi bank
ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah dalam menyalurkan kembali dana tersebut dalam
peningkatan taraf hidup rakyat banyak (Djumhana, bentuk kredit kepada masyarakat yang
2006). Fungsi tersebut sebagai penjabaran dari memerlukan. Jadi bank adalah lembaga yang
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menjalankan fungsi intermediasi, yaitu lembaga
tentang Perbankan, yaitu: yang menjembatani antara masyarakat kelebihan
“Perbankan Indonesia bertujuan dana (surplus spending unit) dengan masyarakat
menunjang pelaksanaan pembangunan yang membutuhkan (defisit spending unit).
nasional dalam rangka meningkatkan Sesuai dengan fungsi perbankan sebagai penyalur
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan dana dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat,
stabilitas nasional kearah peningkatan di dalam kenyataannya penyaluran pinjaman
kesejahteraan rakyat banyak” tersebut mengandung resiko yang cukup besar,
Pemerintah terus mengadakan pembinaan karenanya apabila hasil dari analisa bank
dan penyempurnaan terhadap lembaga perbankan menyetujui suatu permohonan fasilitas pinjaman
melalui kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Salah dalam bentuk kredit, maka atas kredit yang
satunya ditujukan untuk menumbuhkan gairah diberikan oleh bank dituangkan dalam suatu
masyarakat agar menggunakan lembaga perjanjian tertulis antara bank dan pemohon (calon
perbankan untuk mendapatkan fasilitas kredit bank debitur) yang dinamakan dengan perjanjian kredit.
sebagai modal usaha. Perbankan merupakan salah Segala bentuk pemberian kredit dari bank
satu sumber dana dalam masyarakat, diantaranya kepada debitur, pada hakikatnya yang terjadi
dalam bentuk pemberian kredit untuk adalah suatu perjanjian pinjam meminjam
perseorangan atau badan hukum, dengan tujuan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, atau Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Burgerlijk
untuk meningkatkan kegiatan usaha/bisnisnya. Wetboek, Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769
Dengan demikian istilah kredit dalam kehidupan BW. Dengan adanya penyaluran dana kepada
masyarakat saat ini bukanlah suatu istilah yang masyarakat dalam bentuk kredit yang disertai
asing, mengingat mulai dari petani, nelayan hingga dengan resiko dalam hal pengembalian kredit oleh
pedagang, dan lain-lain sudah mengenal istilah debitur, itu menunjukkan betapa pentingnya fungsi
kredit. Dalam menjalankan usaha, baik perjanjian kredit untuk menunjang pembangunan
perseorangan maupun badan hukum, dapat dan karena itu mendorong kita untuk menilai
menggunakan fasilitas dari Bank yang berupa apakah perjanjian kredit itu dari segi hukumnya
kredit, baik dari Bank Pemerintah maupun Bank memenuhi unsur-unsur yang diperlukan sehingga
Swasta. mampu menjamin agar kredit itu dapat
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dikembalikan kepada Bank setelah jangka waktu
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan yang diperjanjikan. Pengertian kredit dapat kita
Adi Widjaja dkk, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan... 3

lihat pada pasal 1, angka 12 Undang-Undang ini disebabkan jika kredit dibayar oleh peminjam
Nomor 7. Tahun 1992 tentang Perbankan. secara tepat dan lunas maka bank dapat
Kredit adalah penyediaan uang atau menyalurkan kembali kepada para calon peminjam
tagihan yang dapat dipersamakan dengan yang lain. Apabila peminjam tidak mengembalikan
itu, berdasarkan persetujuan atau tepat waktu, maka perputaran kredit akan macet.
kesepakatan pinjam meminjam antara Kredit macet ini menjadi kendala yang signifikan
bank dengan pihak lain yang mewajibkan dalam lembaga perbankan, karenanya salah satu
pihak peminjam untuk melunasi materi yang diatur ketentuan perbankan yang
hutangnya setelah jangka waktu tertentu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
dengan jumlah bunga, imbalan atau 1992 yang mengalami perubahan melalui Undang-
pembagian hasil keuntungan. Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Kredit itu diberikan atas dasar suatu atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang
kepercayaan namun faktor jaminan kredit atau mengatur penanganan terhadap kredit macet oleh
agunan merupakan hal yang dominan di dalam hal lembaga khusus (Unit Pengelola Aset/Asset Man-
memperoleh kredit. Kredit yang diberikan oleh agement Unit).
bank perlu diamankan. Tanpa adanya Lembaga jaminan hak tanggungan dapat
pengamanan, bank sulit mengelakkan resiko yang memberikan suatu kepastian hukum tentang
datang, sebagai akibat wanprestasinya debitur. pengikatan jaminan dengan tanah dan benda-benda
Bank melakukan tindakan pengamanan dan yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan atau
meminta kepada debitur agar mengikatkan suatu agunan dalam Lembaga Perbankan sejak
barang tertentu sebagai jaminan atau agunan diundangkannya Undang-Undang tentang “Hak
dalam kreditnya untuk mendapatkan kepastian dan tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
keamanan dari kreditnya. berkaitan dengan tanah”. Sehingga bilamana
Pada umumnya jaminan atau agunan dalam terjadi kredit macet maka Lembaga Jaminan Hak
lembaga perbankan dapat dibedakan menjadi tanggungan diharapkan mampu memberikan solusi
jaminan kebendaan (zakelijk zekerheid) dan penyelesaian kredit macet bagi Lembaga
jaminan perorangan (personlijk zekerheid). Perbankan.
Pada perbankan posisi Jaminan kebendaan adalah Apabila debitur wanprestasi atau ingkar janji
jaminan yang mempunyai posisi strategis, hal ini dalam memenuhi kewajiban pengembalian kredit
didasarkan pada kenyataan bahwa dalam sesuai dengan perjanjian kredit, dan menimbulkan
pemberian fasilitas kredit dalam jumlah besar kredit macet, maka bank dapat melakukan upaya
maka jaminan berupa tanah dan/atau bangunan penyelesaian kredit macet dengan menggunakan
mempunyai kedudukan yang dominan karena Lembaga Jaminan Hak tanggungan atas tanah
jaminan kebendaan berupa tanah memberikan yang dimiliki oleh bank sebagai penerima jaminan.
perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga
serta mempunyai nilai ekonomis yang memberikan kredit kepada para nasabahnya
menguntungkan pihak Bank bila terjadi kredit dengan jaminan berupa tanah dan/atau bangunan
macet. yang diikat dengan menggunakan Hak tanggungan.
Penyaluran dana kepada masyarakat yang Kredit kepada para nasabahnya dengan jaminan
berupa kredit ini tidak selamanya dikembalikan oleh berupa tanah dan/atau bangunan yang diikat
peminjam tepat waktu atau sesuai dengan yang dengan menggunakan Hak tanggungan juga
telah diperjanjikan. Ada yang tidak tepat waktu, dilaksanakan di Bank Perkreditan Rakyat
ada yang mengulur-ulur dan bahkan ada yang Puridana Arthamas di Kabupaten Sidoarjo dan
memang tidak mampu lagi mengembalikan Bank Perkreditan Rakyat Armindo Kencana di
pinjaman tersebut. Kredit yang tidak dibayar pada Kota Malang.
waktunya atau menunggak ini dapat dikatakan BPR Puridana Arthamas maupun pada BPR
sebagai kredit macet, oleh karena dana yang Armindo Kencana juga terjadi beberapa debitur
semula oleh bank disediakan untuk digunakan yang melakukan wanprestasi sehingga
secara merata oleh masyarakat menjadi terhenti mengakibatkan kualitas kredit atau kualitas aktiva
perputarannya. Kemacetan kredit ini tidak saja produktif menjadi kredit macet. Sebagaimana
mempengaruhi usaha bank sendiri dalam memutar diketahui kualitas aktiva produktif untuk BPR
modalnya, tetapi juga merugikan pihak lain. Hal ditetapkan dalam 4 (empat) golongan yaitu: lancar,
4 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018

kurang lancar, diragukan dan macet. Dengan yaitu: (a) menjual obyek hak tanggungan melalui
adanya kredit macet tersebut maka pihak Bank pelelangan umum atas kekuasaan sendiri dari
atau BPR mengupayakan pengembalian atas pemegang hak tanggungan pertama (Pasal 6
kredit yang telah disalurkan kepada debitur dengan UUHT); (b) menjual obyek hak tanggungan
cara melaksanakan eksekusi hak tanggungan melalui pelelangan umum berdasarkan titel
terhadap obyek jaminan atau agunan yang telah eksekutorial (Pasal 14 ayat 2 UUHT); dan (c)
diikat dan dibebani hak tanggungan oleh pihak menjual hak tanggungan secara di bawah tangan
BPR. Dalam kasus ini, penulis tertarik untuk berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima
mengetahui bagaimana pelaksanaan ekekusi hak tanggungan (Pasal 20 ayat 2 UUHT).
Lembaga Hak Tanggungan dan kendala yang Dari ketiga alternatif tersebut, dalam
menjadi penghambat dalam pelaksanaan eksekusi prakteknya pihak bank selalu lebih mengutamakan
obyek hak tanggungan, dan paling sering melaksanakan eksekusi penjualan
di bawah tangan sesuai Pasal 20 ayat (2) UUHT
untuk dilaksanakan terlebih dahulu. Penjualan
METODE obyek hak tanggungan dengan cara penjualan di
bawah tangan dapat terjadi apabila ada
Metode yang digunakan dalam kajian ini kesepakatan antara pemberi hak tanggungan dan
adalah yuridis sosiologis yaitu kajian hukum yang pemegang hak tanggungan, dengan tujuan agar
didasarkan pada observasi di lapangan dengan dapat diperoleh hasil penjualan obyek jaminan
mengumpulkan data berupa peristiwa hukum dengan harga tertinggi yang menguntungkan
tertentu yang terjadi dalam masyarakat terkait semua pihak baik kreditor maupun debitur, dan dari
dengan lembaga jaminan Hak tanggungan sebagai sisi hukum atas penjualan di bawah tangan ini
upaya penyelesaian kredit macet di lembaga adalah prosedur hukum yang paling mudah dan
perbankan. Pengumpulan data dilakukan dengan sederhana.
wawancara dan dokumentasi. Lokasi yang menjadi Prakteknya, proses penjualan obyek hak
obyek kajian adalah Bank Perkreditan Rakyat tanggungan tersebut tidak melalui proses
Puridana Arthamas di Kabupaten Sidoarjo dan pengumuman di media massa sebagaimana
Bank Perkreditan Rakyat Armindo Kencana di dipersyaratkan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT.
Kota Malang. Apabila ternyata penjualan di bawah tangan tidak
dapat terlaksana, barulah pihak bank memilih
HASIL DAN PEMBAHASAN alternatif eksekusi yang lain, yaitu dengan cara
parate eksekusi atau berdasarkan titel
Pelaksanaan Eksekusi Lembaga Hak eksekutorial dari sertifikat hak tanggungan dan
Tanggungan ini yang selalu dipilih oleh bank sebagai cara
eksekusi.
Debitur yang melakukan wanprestasi dan Parate Eksekusi dilakukan dengan cara
tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar bank langsung melakukan eksekusi obyek Hak
hutang sesuai dengan jangka waktu yang telah tanggungan tanpa melewati meminta fiat atau
disepakati dalam perjanjian kredit dan menjadi penetapan dari ketua pengadilan negeri. Dengan
kredit macet, maka pihak BPR atau pihak bank demikian pihak bank dapat melaksanakan eksekusi
selaku kreditor berhak untuk memperoleh kembali obyek hak tanggungan dengan waktu yang lebih
piutangnya dengan jalan melaksanakan eksekusi cepat, biaya lebih ekonomis, dan prosedur hukum
atas benda jaminan yang telah dibebani dengan yang lebih sederhana, dibandingkan dengan
hak tanggungan. Pelaksanaan eksekusi hak eksekusi berdasarkan titel eksekutorial dari
tanggungan ini dilaksanakan berdasarkan Undang- sertifikat hak tanggungan yang membutuhkan fiat
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak dari pengadilan negeri dan membutuhkan waktu
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang relatif lebih panjang, biaya lebih mahal dan
yang Berkaitan Dengan Tanah. prosedur hukum lebih komplek.
Pihak BPR atau pihak bank melaksanakan Parate eksekusi tidak dapat dilaksanakan,
eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 20 bilamana ternyata timbul sita, sengketa atau
Undang-Undang No.4 Tahun 1996 (UUHT), yang gugatan hukum yang diajukan oleh pihak ketiga
menentukan tiga cara eksekusi Hak tanggungan, (dalam arti bukan gugatan hukum yang diajukan
Adi Widjaja dkk, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan... 5

oleh debitur sendiri, suami atau istri dari debitur), (c) gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara
baik dalam bentuk gugatan perdata, pidana (PTUN) dari pihak ketiga terhadap Kantor
maupun PTUN pada saat eksekusi hak Pertanahan/BPN yg menerbitkan sertifikat hak
tanggungan sedang berlangsung. Dengan adanya atas tanah, pokok gugatan biasanya
permasalahan hukum tersebut maka parate mempermasalahkan keabsahan dari penerbitan
eksekusi tidak dapat dijalankan, karena Kantor sertifikat sebagai bukti hak atas tanah; (d) gugatan
Lelang tidak bersedia atau tidak dapat perlawanan (verzet) dari pihak debitur/pihak
melaksanakan lelang atas obyek jaminan. tereksekusi terhadap pelaksanaan eksekusi yang
Sehingga bagi pihak bank pilihan selanjutnya adalah dimohonkan oleh pihak bank; (e) gugatan
pelaksanaan eksekusi berdasarkan titel perlawanan (derden verzet) dari pihak ketiga
eksekutorial dari sertifikat hak tanggungan. terhadap pelaksanaan eksekusi yang dimohonkan
Eksekusi obyek Hak tanggungan melalui oleh pihak bank; (f) sita persamaan (Vergelijkend
eksekusi grosse akta sertifikat hak tanggungan Beslag) yang masuk berdasarkan penetapan yang
yang mempunyai titel eksekutorial dilaksanakan dikeluarkan oleh majelis hakim dalam sebuah
berdasarkan pada Pasal 20 ayat 1 huruf b UUHT. gugatan perdata yang diajukan oleh pihak ketiga;
Bank mengajukan permohonan lebih dahulu (g) sita jaminan (Conservatoir Beslag) yang
kepada ketua pengadilan negeri untuk masuk berdasarkan penetapan yang dikeluarkan
mendapatkan fiat pengadilan, untuk kemudian oleh majelis hakim dalam sebuah gugatan perdata
dilaksanakan eksekusi atas obyek hak tanggungan yang diajukan oleh pihak ketiga, dalam prakteknya
yang menjadi agunan kredit. Dengan kata lain adanya sita jaminan (Conservatoir Beslag) ini
tanpa adanya fiat dari pengadilan maka Kantor bila pada obyek sita terlebih dahulu telah dibebani
Lelang tidak dapat melaksanakan pelelangan dengan hak tanggungan, maka sita jaminan ini
umum atas obyek hak tanggungan. dikualifikasikan sebagai sita persamaan
Dari penjelasan di atas, pada prakteknya (Vergelijkend Beslag); (h) laporan polisi tentang
menunjukkan bahwa untuk melaksanakan adanya dugaan tindak pidana yang berkaitan
eksekusi atas obyek hak tanggungan berdasarkan dengan legalitas dalam proses penerbitan sertifikat
titel eksekutorial dari sertifikat hak tanggungan, tersebut, atau adanya tindak pidana saat peralihan
maka pihak bank selaku pemohon eksekusi harus sertifikat hak atas tanah tersebut, atau ada tindak
meminta fiat terlebih dahulu ke pengadilan negeri pidana tertentu, sehingga ada dugaan atas sertifikat
setempat, sehingga dalam pelaksanaan eksekusi hak atas tanah tersebut adalah hasil kejahatan atau
ini semua tahapan dalam pelaksanaan eksekusi terkait tindak pidana tertentu, penyidik kepolisian
didasarkan perintah dan di bawah pimpinan dari atau jaksa penuntut umum melakukan blokir pidana
ketua pengadilan negeri, hal ini membutuhkan atau sita pidana. Eksekusi hak tanggungan dengan
waktu yang relatif lebih panjang dan biaya yang titel eksekutorial melalui fiat pengadilan negeri
lebih mahal daripada eksekusi berdasarkan Parate dipandang lebih mampu menyelesaikan beberapa
Eksekusi. hambatan-hambatan yang terjadi apabila timbul
permasalahan hukum tertentu.
Kendala yang Menjadi Penghambat dalam
Pelaksanaan Eksekusi Obyek Hak SIMPULAN
Tanggungan
1. Eksekusi yang dilaksanakan oleh Lembaga Hak
Kendala yang menjadi penghambat dalam Tanggungan didasarkan pada Pasal 20
pelaksanaan eksekusi obyek hak tanggungan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
sebagai upaya penyelesaian kredit macet adalah (UUHT), yang menentukan tiga cara eksekusi
timbulnya beberapa permasalahan hukum adalah: Hak tanggungan, yaitu: menjual obyek Hak
(a) gugatan perdata dari nasabah atau debitur tanggungan melalui pelelangan umum atas
berkaitan dengan jumlah hutang yang dianggap kekuasaan sendiri dari pemegang hak
tidak pasti, tujuan terselubung dari debitur adalah tanggungan pertama (Pasal 6 UUHT), menjual
mengajukan gugatan perdata agar terjadi obyek hak tanggungan melalui pelelangan
penundaan eksekusi atas obyek Hak tanggungan; umum berdasarkan titel eksekutorial (Pasal 14
(b) gugatan perdata dari pihak ketiga terkait ayat (2) UUHT), atau menjual hak tanggungan
dengan sengketa kepemilikan atas jaminan kredit; secara dibawah tangan (Pasal 20 ayat (2)
6 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018

UUHT). Namun pada prakteknya pihak bank eksekusi berdasarkan titel eksekutorial dari
selalu lebih mengutamakan dan paling sering sertifikat hak tanggungan.
melaksanakan eksekusi penjualan di bawah 2. Kendala dalam pelaksanaan eksekusi obyek
tangan (Pasal 20 ayat (2) UUHT), dengan Hak tanggungan sebagai upaya penyelesaian
tujuan agar diperoleh hasil penjualan obyek kredit macet adalah timbulnya beberapa
jaminan dengan harga tertinggi yang permasalahan hukum tertentu, yaitu adanya
menguntungkan semua pihak, dan dari sisi sita, sengketa atau gugatan, baik dalam bentuk
hukum cara ini adalah prosedur yang paling gugatan perdata, pidana, maupun PTUN.
mudah dan sederhana. Bilamana ternyata Dalam prakteknya kendala berupa timbulnya
penjualan di bawah tangan tidak dapat permasalahan hukum tertentu tersebut dapat
terlaksana, barulah pihak bank memilih cara menyebabkan eksekusi Hak tanggungan
eksekusi berdasarkan Parate Eksekusi (Pasal dengan titel eksekutorial juga tidak dapat
6 UUHT), yaitu eksekusi tanpa melewati dilaksanakan, yaitu bila terjadi Perlawanan oleh
meminta fiat atau penetapan dari ketua Pihak Ketiga yang mempunyai bukti yang kuat,
pengadilan negeri. Dengan demikian pihak bank adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri
dapat melaksanakan eksekusi dengan waktu atau gugatan di PTUN mengenai pembatalan
yang lebih cepat, lebih ekonomis, dan prosedur Sertifikat Hak atas Tanah, adanya Blokir
hukum yang lebih sederhana, dibandingkan Pidana atau Sita Pidana terhadap Sertifikat Hak
atas Tanah tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

_______. 1991. Perjanjian Kredit Bank, Hadjon, Philipus M. dkk, 2011. Pengantar
Bandung: Citra Aditya Bakti Hukum Administrasi Indonesia,
Ali, Achmad. 2013. Menguak Teori Hukum Yogyakarta: Gajah Mada University Press
(Legal Theory) dan Teori Peradilan Harahap, M. Yahya, 2006. Ruang Lingkup
(Judicialprudence), Jakarta: Prenada- Permasalahan Eksekusi Bidang
media Group Perdata, Jakarta: Sinar Grafika
Arifuddin, A., Widhiyanti, H., & Susilo, H. (2017). Hartono, Sri Rejeki. 2007. Hukum Ekonomi In-
Implikasi Yuridis Terhadap Pejabat donesia, Malang: Bayumedia
Pembuat Akta Tanah Penerima Kuasa Ibrahim, Johannes. 2004. Cross Default &
Menyetor Uang Pajak Penghasilan/Bea Cross Collateral Sebagai Upaya
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Penyelesaian Kredit Bermasalah,
Bangunan Dari Wajib Pajak. Jurnal Bandung: Refika Aditama
Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Irman, Tb. S. 2006. Anatomi Kejahatan
Kewarganegaraan, 2(1), 18-25. Retrieved Perbankan, Bandung: MQS & AYYCCS
from http://journal2.um.ac.id/index.php/ Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu
jppk/article/view/2510 Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Me-
Assiddiqie, Jimly dan Muchamad Ali Safa’at. 2006. dia Grup
Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2006. Hak
Jakarta: Konstitusi Press Tanggungan , Jakarta: Kencana Prenada
Badrulzaman, Mariam Darus, 1989. Perjanjian Media Group
Kredit Bank, Bandung: Alumni Naja, H.R. Daeng. 2005. Hukum Kredit dan
Djumhana, Muhammad. 2006. Hukum Bank Garansi, Bandung: Citra Aditya
Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Bakti
Aditya Bakti Parlindungan, AP. 1996. Komentar Undang-
Djumhana, Muhammad. 2006. Hukum Undang Republik Indonesia Nomor 4
Perbankan di Indonesia, Bandung: Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Citra Aditya Bakti atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Fuady, Munir. 2003. Jaminan Fidusia, Bandung: berkaitan dengan Tanah, Jakarta: Mandar
Citra Aditya Bakti Maju
Adi Widjaja dkk, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan... 7

Poesoko, Herowati. 2007. Parate Executie, Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh
Obyek Hak tanggungan, Yogyakarta: Perbankan, Bandung: Alumni
LaksBang Pressindo Soemitro, H.Rochmat. 1987. Peraturan dan
Santoso, H.M. Agus. 2015. Hukum, Moral dan Instruksi Lelang, Bandung: Eresco
Keadilan, Jakarta: Prenada Media Group Soewandi, I Made. 2005. Balai Lelang,
Sidiq, Ibnu dan Agus Hariyanto. 2012. Undang- Yogyakarta: Yayasan Gloria
Undang Republik Indonesia Nomor 21 Sutarno. 2005. Aspek-Aspek Hukum
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah : Perkreditan Pada Bank, Bandung:
Undang-Undang Republik Indonesia Alfabeta
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Tijitrosudibio, R dan R Subekti. 2012. Kitab
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Tentang Perbankan Lembaran Negara Pradnya Paramita
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tim New Merah Putih. 2012. Undang-Undang
Yogjakarta: Laksana Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
Sjahdeini, Sutan Remy, 1999. Hak Tanggungan, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria, Jakarta: New Merah Putih Galang
Press

Anda mungkin juga menyukai