PENDAHULUAN
merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan
meminjam kredit.
1
D.Y. Witanto, Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjijan Pembiayaan Konsumen,
(Bandunng : CV. Mandar Maju, 2015), hal. 1.
1
2
misalnya kendaraan bermotor baik roda dua atau roda empat adalah
kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar
dari model pembiayaan konsumen ini sudah jelas, bahwa para konsumen.
Di samping itu, besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil,
pembiayaan konsumen ini tidak mempunyi resiko sama sekali. Sebagai suatu
2
ibid
3
konsumen merupakan hal yang sering terjadi. Karena itu, banyak ketentuan
berhubung pembiayaan dengan system ini tidak dilakukan oleh bank, tetapi
Sedangkan debitur bisa berasal dari masyarakat, perorangan, atau badan hukum
Namun pihak pemberi pinjaman tidak serta merta memberikan pinjaman tanpa
3
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 17-18
4
pinjaman, Jaminan ini biasanya dalam bentuk benda yang memiliki nilai
Terkait dengan adanya jaminan dalam transaksi kredit antara kreditur dan
debitur maka diperlukan adanya suatu lembaga jaminan. Salah satu lembaga
suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini
4
M Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit, Perbankan Indonesia, Cetakan ke-1,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.2
5
tangan atau di bawah penguasan pemilik benda, yaitu pihak yang berhutang
keuangan, yaitu melalui kredit yang diberikan oleh pihak bank atau melalui jasa
keuangan setiap negara, bank merupakan tempat bagi orang perorangan, badan
untuk menyimpan dana yang dimilikinya. Pengaturan terkait dengan bank diatur
5
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Beberapa masalah pelaksanaan Lembaga Jaminan
Khususnya Fidusia Di Dalam Praktek Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada Bulaksumur, Yogyakarta, 1977, h. 15
6
Mendefinisikan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
dalam bentuk kredit untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, serta
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.6 Bank secara yuridis formal
merupakan subjek hukum yang dapat mengikatkan diri dengan pihak ketiga, dan
dalam praktiknya bank diwakili oleh pengurus bank.7 Kredit perbankan adalah
salah satu kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank untuk menggerakkan roda
perekonomian.
Pemberian kredit juga diartikan sebagai pemberian pinjaman uang oleh kreditur
kepada debitur, disertai penyerahan jaminan kredit oleh debitur. Pemberian kredit
6
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 8.
7
Ratna Syamsiar, Hukum Perbankan, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2006,hlm. 5.
8
Hermansyah, Op. Cit., hlm. 58.
9
M. Bahsan, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2010, hlm. 132.
7
Praktik perbankan berkaitan dengan jaminan kredit biasanya telah diatur oleh
Peraturan internal tersebut antara lain mengatur tentang objek jaminan kredit
yang dapat diterima, tata cara penilaian, dan cara pengikatannya. Jaminan
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian kredit, karena jaminan
dapat memberi rasa aman bagi kreditur dan menjamin dipenuhinya tagihan oleh
debitur. Bentuk jaminan yang baik bagi debitur adalah bentuk jaminan yang
jaminan yang baik adalah bentuk jaminan yang dapat memberikan rasa aman dan
kepastian hukum bahwa kredit yang diberikan dapat dilunasi tepat pada
satu jaminan yang dikenal di Indonesia adalah jaminan fidusia, diatur dalam
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai
10
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
8
tersebut dapat berupa surat-surat berharga atau yang lebih sering dijadikan
jaminan adalah surat tanda nomor kendaraan bermotor, dengan ketentuan yang
masih bisa dinikmati dan dalam penguasaan debitur. Pengalihan hak kepemilikan
dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Dalam hal ini
yang diserahkan hanyalah hak kepemilikan dari benda tersebut secara yuridis
benda yang menjadi objek fidusia hanya terbatas pada kekayaan benda
dunia usaha serta perlunya kepastian hukum bagi pihak kreditur yang
11
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
9
yang tidak ter-cover dan telah diatur dalam hukum positif (sebelum
Fidusia dimana objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang sangat luas
yang meliputi tidak hanya benda bergerak yang berwujud maupun tidak
berwujud, melainkan juga benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani
angka 2 UUJF yang berbunyi : Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas
benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda
1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
lainnya.
6-huruf b Undang-undang No. 42 Tahun 1999 dan harus dibuat dengan suatu
akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia. Namun menurut
perjanjian fidusia secara akta notariil tidaklah cukup, tetapi harus didaftarkan,
10
akta notariil merupakan akta otentik dan dapat merupakan utorial akta, untuk
berhenti pada pembuatan perjanjian kredit saja, adapun juga yang lain
berhenti pada pembuatan akta otentik saja dan tidak didaftarkan ke Kantor
sebagai pemberi fiducia melalui CMO ( Credit Marketing Officer , bahkan tidak
sedikit konsumen tidak mengerti isi perjanjian tersebut bahkan kadang di baca
pun tidak sama sekali, isi perjanjian tersebut hanya di bacakan pokoknya saja
bahwa konsumen memiliki nilai terhutang dan jangka waktu batas akhir
tinggi, sehingga konsumen tidak lagi memperhatikan apa isi dari perjanjian yang
konsumen tidak mengerti dan tahu bahwa perjanjian jaminan fidusia harus di
akta kan melalui notaris, setelah perjanjian di akta notariat kan maka langkah
Eksekusi atas obyek Jaminan Fidusia dalam lembaga pembiayaan sering kali
untuk melakukan eksekusi atas barang jaminan tersebut adalah karyawan dari
lembaga pembiayaan itu sendiri jika terjadinya suatu kredit macet terhadap
12
tersebut. Dalam melakukan kegiatannya debt collector tadi sering ataupun sudah
kendaraannya.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut diatas, maka
B. Identifikasi Masalah
Pendaftaran Fidusia?
C. Rumusan Masalah
Pendaftaran Fidusia?
1. Tujuan
2. Manfaat
a. Teoritis
b. Praktis
E. Kerangka Teoritis
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
dimuka hukum dan pengadilan tidak membedakan strata sosial dan tidak ada
Dalam penelitian ini penulis akan mengambil kerangka teoritis dalam asas-asas
13
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, “Teori Hukum ( Mengingat, Mengumpulkan, dan
Membuka Kembali)”, Bandung, PT. Refika Aditama, (2007), hlm.21
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010, hlm.125 .
15
Abdurrahman Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, (Bandung: Alumni, 1978), hal. 71.
15
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer.
Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan
asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara
oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum
Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah
asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan
perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah
tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan
Sedangkan menurut ahli yang lain menjelaskan tafsiran pasal 1320 Kitab
a. Syarat subjektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat
dibatalkan, meliputi:
1) Kecakapan untuk membuat kontrak dimana para pihak diharuskan
dewasa dan tidak sakit ingatan.
2) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Syarat objektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya
batal demi hukum meliputi:
1) Suatu hal (objek) tertentu.
2) Sesuatu sebab yang halal (kausa).17
Unsur-unsur subjektif dan objektif sebagaimana tertulis pada pasal 1320
KUHPerdata tidak boleh ada salah satu yang di tinggalkan, karena jjika salah
satu unsure perjanjian tersebut di tinggalkan maka tidak sah suatu perjanjian,
dalam syarat subjektif dijelaskan bahwa cakap hokum yang dimaksud yaitu
sudah dewasa atau tidak berada dalam pengampuan, tidak sakit ingatan
( pikun) atau bisa saja gila, juga bisa membaca dan menulis jika tidak
mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut atau tidak dalam paksaan dan
tekanan, kemudian suatu hal tertentu yaitu ada objek yang jelas dalam isi
perjanjian, dan yang terakhir adalah sebab yang halal, dalam sebuah perjanjian
16
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, (Bandung, Citra
Aditya Bhakti, 1986), hlm. 98.
17
Abdul R. Saliman, et. al. Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh Kasus, Jakarta:
Prenada, 2004, hlm. 12-13.
17
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya
dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa
bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan
pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan
Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu persesuaian kehendak diantara para
dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya.
kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan (dwang) dari
pihak.Dalam pengertian kehendak atau sepakat itu termasuk juga tidak ada
bunyinya: “tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan kegiatan itu tidak berada di
18
Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung, Cipta Aditya Bhakti, 1990,
hlm. 228-229.
19
itu.Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan penipuan menurut
F. Metode Penelitian
2. Lokasi Penelitian
ini karena lebih dekat dengan domisili peneliti dan PT. WOM Finance
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari perusahaan PT.
WOM Finance .
Jaminan Fidusia.
1) Observasi (Observation)
2) Wawancara (Interview) dan Quisioner
artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis,
1. Editing/edit
20
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2012, hal. 236.
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rieneka
Cipta, 2002 h.182
22
2. Calssifying
ini.
3. Verifikasi
4. Analisis data
G. Sistematika Penulisan
22
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung : Remaja Rosdakarya,
2002 ), h. 104
24
yang jelas mengenai pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari hubungan antara
satu bagian dengan bagian lain dari seluruh isi tulisan dari sebuah skripsi dan
untuk mengetahui serta untuk lebih memudahkan memahami materi yang ada
dalam skripsi ini, maka penulisan meyajikan sistematika penulisan skripsi ini
sebagai berikut :
uraian bab ini lebih bersifat teoritis tentang asas-asas perjanjian terutama dalam
perjanjian Fiducia.
masalah dan identifikasi masalah terkait dengan jaminan fidusia yang tidak
Bab V PENUTUP, Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang berisikan
secara singkat hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti
25
H. Daftar Pustaka