PENDAHULUAN
1
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, cet.1,
(Bandung: Mandar Maju, 2011), hal 53.
2
Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), UU Nomor 30 tahun 2004, LN No.30
Tahun 2004, TLN No.2043, Ps.1.
2
3
Ibid.
4
Habib Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: Refika SAditama, 2008), hal.20.
5
Indonesia, Op.cit.
Universitas Indonesia
belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya obyek, dan
adanya klausula yang halal, misalnya mencantumkan identitas para pihak,
membuat isi perjanjian yang dikehendaki para pihak, menandatangani Akta
dan lain-lain. Sebelum ditandatangani, Akta harus terlebih dahulu dibacakan
kepada penghadap dan saksi-saksi yang dilakukan oleh Notaris yang membuat
Akta tersebut.6
Dalam hal pembacaan Akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau
didelegasikan pembacaan Akta tersebut kepada pegawai kantor Notaris
melainkan harus dilakukan oleh Notaris sendiri. Pembacaan Akta dilakukan
sebelum proses penandatanganan Akta, para pihak telah sepakat mengenai hal-
hal yang telah ditentukan secara bersama.7 Pembacaan Akta dilakukan agar
para pihak saling mengetahui isi dari Akta tersebut yang mana isi dari Akta itu
merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pembacaan Akta
ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak merasa dirugikan apabila terdapat
keterangan serta bunyi Akta yang memberatkan atau merugikan para pihak,
begitu pula apabila terjadi keadaan dimana Akta yang telah mereka buat dan
sepakati ingin dibatalkan, pembatalan Akta juga harus berdasarkan atas
kesepakatan. Tetapi apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka Akta
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Akta autentik merupakan alat bukti tulisan atau surat yang bersifat
sempurna.8 Akta autentik memiliki 3 (tiga) kekuatan pembuktian,9 yaitu
6
Hasbullah, “Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum”
http://www.wawasanhukum.blogspot.com, diunduh 16 Maret 2015.
7
Tan Tong Kie, Studi Notaris Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: Intermasa, 2007), hal 166.
8
Habib adjie, op.cit, hal 35.
9
Viktor M.Situmorang dan Comentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian Dan
Eksekusi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993) hal 37-38.
Universitas Indonesia
10
Sjaifurrachman, op.cit, hal 116.
11 Habib Adjie, op.cit,hal.24.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
heran banyak Notaris yang di panggil untuk dijadikan sebagai saksi dan
ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, atau di pidana. Untuk
mertanggungjawabkan perbuatan Notaris yang telah terbukti melawan hukum,
Akta autentik dan bundel minuta yang dibuat dan disimpan oleh Notaris dapat
dijadikan sebagai alat bukti serta penyitaan.14
Notaris rawan terkena jeratan hukum, bukan hanya karena faktor
internal yang berasal dari dalam dirinya sendiri misalnya kecerobohan, tidak
mematuhi prosedur, tidak menjalankan etika profesi sebagai Notaris dan
sebagainya, namun juga dikarenakan faktor internal seperti moral masyarakat
dimana Notaris dihadapkan pada dokumen-dokumen palsu dimana dokumen
tersebut mengandung konsekuensi hukum bagi pemiliknya.15
Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diatur bahwa ketika Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya telah terbukti melakukan pelanggaran
yang menyebabkan penyimpangan dari hukum, maka Notaris dapat dijatuhi
sanksi berupa sanksi perdata, sanksi administrative atau Kode Etik jabatan
Notaris, dan sanksi pidana. Oleh karena itu seorang Notaris haruslah tunduk
kepada peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris dan taat
kepada Kode Etik profesi hukum. Kode Etik yang dimaksud disini adalah
Kode Etik profesi Notaris.
Dalam praktik sekarang ini sudah banyak terjadi Akta yang dibuat oleh
Notaris sebagai alat bukti autentik dipersoalkan di pengadilan atau Notarisnya
langsung dipanggil untuk dijadikan saksi bahkan seorang Notaris digugat atau
dituntut di muka pengadilan. Penyebab permasalahannya bisa timbul secara
14
Majalah Renvoi Nomor 3.39.IV, Agustus, 2006, hal.54.
15 Pengurus Pusat Ikatan ris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang dan
Dimasa Datang, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.226.
Universitas Indonesia
langsung akibat kelalaian Notaris, atau juga bisa timbul secara tidak langsung
dalam hal dilakukan oleh orang lain. Apabila penyebab permasalahan timbul
akibat kelalaian Notaris, yang berakibat Akta tersebut hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan atau menjadi batal demi
hukum yang dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian maka
Notaris dapat dituntut penggantian. Namun dalam hal penyebab permasalahan
bukan timbul dari kesalahan Notaris, melainkan timbul karena ketidakjujuran
klien terkait kebenaran syarat administrasi sebagai dasar pembuatan Akta,
maka akibat yang timbul dari Akta tersebut adalah batal demi hukum.16
Dalam kehidupan saat ini mulai sering kita jumpai beberapa Notaris
yang terjerat kasus pidana maupun perdata karena melakukan perbuatan
melawan hukum terutama dalam hal tindak pidana pemalsuan Akta. Hal
tersebut kadang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh Notaris.
Dalam penulisan tesis ini Penulis mengambil sebuah contoh putusan
Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 40/Pid.B/2013/PN.Lsm yang dalam
isinya menyatakan bahwa seorang Notaris bernama Imran Zubir Daoed Sarjana
Hukum telah terbukti bersalah karena telah melakukan tindak pidana
pemalsuan Akta, dimana Notaris tersebut dalam Akta autentiknya mengenai
perubahan Anggaran Dasar sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di kota
Lhokseumawe, membuat ada atau menyatakan hadir seseorang yang
menghadap dihadapannya, padahal orang tersebut tidak ikut hadir pada saat
pembuatan Akta. Sehingga Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak sesuai
dengan yang seharusnya dan dianggap telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Akibat dari perbuatan Notaris tersebut maka Notaris Imran Zubir
Universitas Indonesia
Daoed Sarjana Hukum dikenakan hukuman kurungan selama 2 (dua) bulan dan
perbuatan Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum terbukti telah melanggar
ketentuan dalam Pasal 264 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan uraian diatas, Penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan mengenai hakikat Notaris sebagai Pejabat Umum yang
menjalankan tugas dan fungsinya dengan suatu bentuk penelitian dengan judul
“TANGGUNG JAWAB DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP
PEMALSUAN AKTA AUTENTIK YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 40/PID.B/2013/PN.LSM)”
Universitas Indonesia
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Pres, 2010), hal 51.
Universitas Indonesia
tersier. Bahan hukum primer yaitu berupa bahan hukum yang mengikat, yaitu
peraturan perUndang-Undangan. Bahan hukum sekunder ini antara lain
mencakup hasil penelitian, rancangan Undang-Undang, hasil karya dari
kalangan hukum dan literature.18 Bahan hukum tersier yaitu bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kamus, ensiklopedia dan sebagainya.19
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
menggunakan metode analisis dan data kualitatif yaitu penelitian yang
menekankan pada data-data yang diperoleh dari buku-buku, artikel, dan juga
menekankan pada peraturan perUndang-Undangan. Bentuk laporan penelitian
yang digunakan dari penelitian ini yaitu menggunakan eksplanatoris yaitu
untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala, dengan kata
lain mempertegas hipotesa yang ada.20
BAB I : PENDAHULUAN
18
Ibid., hal 52.
19
Ibid., hal 12.
20
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 13-14
Universitas Indonesia
Bagian ini berisikan penjabaran dari latar belakang serta alasan permasalahan
dari kasus yang diangkat dalam penulisan tesis dapat dihubungkan dalam
kehidupan masyarakat pada saat ini, dengan tujuan untuk mempermudah para
pembaca untuk dapat mengikuti alur dari permasalahan yang diangkat, serta
metode penelitian yang akan digunakan Penulis dalam panulisan tesis ini,
mencakup ;
1.1 Latar belakang Masalah;
1.2 Pokok Permasalahan;
1.3 Metedologi Penelitian;
1.4 Sistematika Penulisan
Universitas Indonesia
Dalam bab ini Penulis akan menggambarkan secara singkat mengenai kasus
posisi dan bagaimana analisa Penulis terhadap tanggung jawab dan akibat
hukum terhadap pemalsuan Akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan putusan
Nomor 40/Pid.B/2013/PN.LSM.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari kegiatan penulisan, yang berisikan
simpulan dan saran mengenai permasalahan hukum yang diteliti.
Universitas Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN AKIBAT
HUKUM TERHADAP PEMALSUAN AKTA AUTENTIK
YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
21
C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, (Jakarta:PT.Pradnya
Paramita, 2003), hal.87.
Universitas Indonesia
diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris ini merujuk pada tugas dan
wewenang yang dijalankan oleh Notaris. Artinya Notaris memiliki tugas
sebagai Pejabat Umum dan memiliki wewenang untuk membuat Akta autentik
serta kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-Undang.22
Berbeda dengan rumusan Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru
tersebut dengan Peraturan Jabatan Notaris yang lama (PJN, Ordonansi
Staatblaad Nomor 3 tahun 1860) yang mendefinisikan Notaris sebagai Pejabat
Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akta autentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu Akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan
Aktanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang
pembuatan Akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Bila rumusan ini diperbandingkan
maka rumusan Peraturan Jabatan Notaris yang baru lebih luas dibandingkan
dengan Peraturan Jabatan Notaris yang lama namun keduanya memiliki makna
yang sama tentang Notaris yaitu sebagai Pejabat Umum yang berwenang
membuat Akta.
Pengertian Notaris sebagai Pejabat Umum satu-satunya yang
berwenang membuat Akta dalam rumusan Peraturan Jabatan Notaris yang lama
tidak lagi digunakan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris saat ini.
Penggunaan kata “satu-satunya” dimaksudkan untuk memberikan penegasan
bahwa Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu,
22
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia persfektif Hukum dan Etika,
(Yogyakarta: UII, Press, 2009), hal 14.
Universitas Indonesia
23
G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet. 3, (Jakarta : Erlangga, 1983),
hal.34.
24 Ibid.
Universitas Indonesia
25
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, op.cit., hal.229
26
Lumbung Tobing, op.cit, hal 27.
27
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakart: Sinar Grafika,
2008), hal 29.
Universitas Indonesia
28
Ibid., hal.42.
Universitas Indonesia
a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh Undang-
Undang.
b. Menyangkut Akta yang harus dibuat adalah Akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum
untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
c. Mengenai kepentingan subyek hukumnya yaitu harus jelas untuk
kepentingan siapa suatu Akta itu dibuat.
d. Namun, ada juga beberapa Akta autentik yang merupakan wewenang
Notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:
a) Akta Pengakuan Anak Diluar Kawin (pasal 281 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata);
b) Akta Berita Acara tentang kelalaian Pejabat penyimpanan hipotik
(pasal 1227 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
c) Akta Berita Acara tentang perkawinan pembayaran tunai atau
konsinyasi (pasal 1405 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 1406
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
d) Akta Protes Wesel dan Cek (Pasal 143 dan 218 Wetboek Van
Koophandel);
e) Surat kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1996);
f) Membuat Akta Risalah Lelang.
Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut
dalam pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris dan kekuatan pembuktian dari
Akta Notaris, maka ada 2 hal yang dapat dipahami, yaitu:
Universitas Indonesia
29
Ghofur Anshor, op.cit., hal 20
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
negeri Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang masih
belum diintervensi oleh hukum-hukum asing.
Pada masa itu dikenal adanya (sejenis) pejabat yang bertugas untuk
mengalihkan hak atas tanah di mana inilah yang merupakan cikal bakal dari
keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Indonesia. Dengan
demikian, dapat dilihat bahwa lembaga Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang lahir dari pejabat yang mengalihkan hak atas tanah dalam hukum
adat. Adapun mengenai keberadaan Notaris di Indonesia yang dimulai pada
saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak awal memang hanya memiliki
kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak disebutkan mengenai
kewenangan Notaris untuk membuat Akta di bidang pertanahan.30
Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan
yang mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini.
Keberadaan Notaris ditegaskan dalam suatu Undang-Undang yang di dalamnya
menyebutkan bahwa seorang Notaris memiliki kewenangan untuk membuat
Akta di bidang pertanahan. Sedangkan keberadaan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
1998, peraturan Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006, dan
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 4 tahun 1999.
Sampai sekarang hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai
kalangan baik pakar hukum maupun Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) itu sendiri. Jalan tengah yang dapat diambil adalah bahwa
30
Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, (Bandung: Sinar Baru, 1985),
hal.10.
Universitas Indonesia
31
R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia), (Jakarta: PT. Grafindo, 1993,),
hal.13.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
32
Ibid., hal.97-98.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jabatan Notaris tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta
tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan
memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam
penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap,
saksi, dan Notaris. sebagaimana tersebut dalam pasal 44 ayat 1 Undang-
Undang Jabatan Notaris33 dan apabila pasal 44 Undang-Undang Jabatan
Notaris ini dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagimana
yang tersebut dalam pasal 44 ayat 5 Undang-Undang Jabatan Notaris,
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak
yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada Notaris.
Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam
Undang-Undang, Notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini diatur
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 4 dalam isi sumpah atau janji
dimana Notaris harus merahasiakan isi Akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Secara umum, Notaris wajib merahasiakan
isi Akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan Akta Notaris, kecuali
diperintahkan oleh Undang-Undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan
dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan Akta
tersebut. Dengan demikian, hanya Undang-Undang saja yang dapat
memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi Akta dan
33
Habib Adjie, Loc.cit.
Universitas Indonesia
34
R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit, hal.60.
Universitas Indonesia
35 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu), 2003,
hal.93.
36 Ibid.,hal 95.
37
Tedjosaputro,op.cit, hal 95.
Universitas Indonesia
Notaris dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh
dilakukan.
2) Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang
lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas
profesinya tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang.
3) Seorang Notaris yang Pancasilaisme harus tetap berpegang teguh kepada
rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak
semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya
kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan.
Universitas Indonesia
Akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh
atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana dibuatnya.”38
Menurut R. Subekti dan R. Tjitro Sudibiyo, kata Akta berasal dari kata
“acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata “actum”, yang berasal dari
Bahasa latin yang berarti perbuatan-perbuatan.
Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum, mengemukakan bahwa Akta
adalah suatu surat yang ditanda tangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti,
dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Menurut Sudikno Mertokusumo, Akta adalah surat yang diberi tanda
tangan, yang memuat peristiwaperistiwa yang menjadi dasar daripada suatu
hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian.
Dari beberapa pengertian mengenai Akta oleh para ahli hukum, maka
untuk dapat dikatakan sebagai Akta, suatu surat harus memenuhi syarat-syarat :
a) Surat tersebut harus ditanda tangani, hal ini untuk membedakan Akta yang
satu dengan Akta yang lain atau dari Akta yang dibuat oleh orang lain. Jadi
tanda tangan berfungsi untuk memberikan ciri atau mengindividualisir
sebuah Akta;
b) Surat harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau
peristiwa, yaitu pada Akta harus berisi suatu keterangan yang dapat
menjadi bukti yang diperlukan;
38
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R,.Subekti
dan R.Tjitrosudibio (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985), pasal 1868.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Akta autentik mempunyai tiga kekuatan pembuktian yang tidak dimiliki oleh
Akta di bawah tangan, yaitu:
a) Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) yaitu kemampuan
dari Akta itu sendiri untuk membuktikan bahwa Akta tersebut adalah Akta
autentik, dimana kata-kata dalam Akta tersebut berasal dari Pejabat Umum
(Notaris).
b) Kekuatan pembuktian formal (formele bewijs kracht), yaitu dimana Notaris
menyatakan di dalam Aktanya mengenai kebenaran dari isi Akta tersebut
sebagai hal yang dilakukan dan disaksikan sendiri oleh Notaris dalam
menjalankan jabatannya.
c) Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht), yaitu tidak hanya
kenyataan bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh Akta
tersebut, akan tetapi juga mengenai isi dari Akta dianggap dibuktikan
sebagai kebenaran terhadap setiap orang.
Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian formal (formele
bewijskracht), karena Akta autentik membuktikan kebenaran dari apa yang
disaksikan meliputi apa yang dilihat, didengar dan dilakukan sendiri oleh
Notaris sebagai Pejabat Umum didalam menjalankan jabatannya. Untuk Akta
yang dibuat di bawah tangan, kekuatan pembuktiannya hanya meliputi
kenyataan bahwa keterangan itu diberikan, apabila diakui oleh yang
menandatangani. Kekuatan pembuktian formal menjamin kebenaran kepastian
tanggal Akta, kebenaran tanda tangan dalam Akta, identitas orang-orang yang
hadir (comparaten) dan tempat di mana kata itu dibuat. Sedangkan kekuatan
pembuktian material (materiele bewijksracht) sepanjang diakui benar oleh para
pihak, mengenai apa yang tercantum dalam Akta.
Universitas Indonesia
39
Ghofur Anshor, op.cit., hal 23.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
40 Habib adjie. Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap Undang-Undang no.30
tahun 2004 tentang jabatan Notaris, (bandung : PT refika aditama 2011) Hal 127.
41
Lumbung Tobing, op.cit., hal.48
42
Habib adjie. Sekilas dunia Notaris dan PPAT di Indonesia (kumpulan tulisan). Hal.22
Universitas Indonesia
43
Ira Koesoemawati, Yunirman Rijan, Studi Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), hal. 82.
44
Ibid., hal. 71-72
Universitas Indonesia
45 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, (Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal 159.
Universitas Indonesia
belaka, hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung
dengan apa yang menjadi pokok Akta itu.
Akta Notaris dibuat sesuai kehendak para pihak yang berkepentingan
guna memastikan atau menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum para pihak. Akta Notaris pada hakekatnya
memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak
kepada Notaris. Notaris berkewajiban untuk memasukkan dalam Akta tentang
apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti sesuai dengan kehendak para
pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi dari Akta tersebut.
Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam
Akta Notaris.
Isi dari Akta autentik itu cukup dibuktikan oleh Akta itu sendiri.
Dengan kata lain dapatlah dianggap bahwa Akta autentik itu dibuat sesuai
dengan kenyataan seperti yang dilihat oleh pejabat itu, sampai dibuktikan
sebaliknya. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis
maksudnya hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang
memperoleh hak dari mereka dan tujuan dari pembuktian ini adalah untuk
memberi kepastian kepada hakim tentang adanya suatu peristiwa-peristiwa
tertentu. Maka pembuktian harus dilakukan oleh para pihak dan siapa yang
harus membuktikannya (disebut juga sebagai beban pembuktian).
Berdasarkan Pasal 163 HIR ditentukan bahwa barang siapa yang
menyatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk
menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu
harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Ini berarti dapat
Universitas Indonesia
ditarik kesimpulan bahwa siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia yang harus
membuktikan.
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat para
pihak yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
harus dipenuhi. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat
yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian,
yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan
perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan
hukum oleh para pihak yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak
dilarang. Di dalam Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa suatu Akta yang dibuat di hadapan pejabat yang tidak
berwenang itu, bukanlah suatu Akta autentik melainkan hanya berlaku sebagai
Akta di bawah tangan apabila para pihak telah menandatangani. Akta di bawah
tangan dibuat oleh para pihak yang berkepentingan tanpa bantuan dari seorang
Pejabat Umum.
Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna selama
dibuat menurut bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh
Undang-Undang yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-
Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang
Jabatan Notaris, jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang
tidak dipenuhi dapat dibuktikan, maka Akta tersebut dengan proses pengadilan
dapat dinyatakan sebagai Akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
Universitas Indonesia
Akta dibawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai
pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
Akta Notaris sebagai Akta autentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian, dalam hal ini ada 3 (tiga) nilai pembuktian, yaitu ;
1. kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht);
Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) adalah
kemampuan lahiriah Akta Notaris yang merupakan kemampuan Akta itu
sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta autentik (acta
publica probant seseipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai Akta
autentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai
syarat Akta autentik, maka Akta tersebut berlaku sebagai Akta autentik,
sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa
Akta tersebut bukan Akta autentik secara lahiriah.
Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal
keautentikan Akta Notaris. Parameter untuk menentukan Akta Notaris
sebagai Akta autentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan,
baik yang ada pada minuta Akta dan salinan dan adanya awal Akta (mulai
dari judul) sampai dengan akhir Akta. Menurut R. Soegondo kemampuan
lahiriah Akta ialah syarat-syarat yang diperlukan agar supaya sesuatu Akta
Notaris dapat berlaku sebagai Akta autentik.
Kekuatan pembuktian lahir ini merupakan kekuatan pembuktian yang
didasarkan atas keaadaan lahir Akta itu sendiri, dan sebagai asas berlaku
acta publica probant sese ipsa yang berarti suatu Akta yang lahirnya
tampak sebagai Akta autentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan maka Akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai Akta
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh
Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. Akta
dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali
bila si penanda tangan dari surat/Akta itu mengakui kebenaran tanda
tangannya.
Universitas Indonesia
Jabatan Notaris, hal tersebut tidak berarti bahwa Notaris ikut ambil bagian
dalam perbuatan hukum yang mana dibuatkan Akta olehnya, Notaris tidak
boleh berpihak kepada salah satu pihak, Notaris tetap berada di luar para pihak.
Suatu saat apabila Akta tersebut dipermasalahkan, maka Notaris dapat
menempatkan posisinya dengan tidak ikut sebagai pembantu tergugat dalam
lingkup Hukum Perdata maupun membantu para pihak dalam kualifikasi
Hukum Pidana.
Perkara pidana dan perdata terhadap Akta autentik biasanya
dipermasalahkan dari aspek formalnya yaitu mengenai pukul/waktu, tanggal,
bulan dan tahun kapan para penghadap menghadap ke hadapan Notaris,
mengenai komparisi, identitas para penghadap termasuk juga kewenangan para
pihak dalam bertindak, mengenai tanda tangan para penghadap, mengenai
salinan Akta yang tidak sesuai dengan minuta Akta, mengenai salinan Akta ada
tapi minuta Akta tidak ada, hal ini berkaitan dengan penyimpanan minuta Akta
yang seharusnya tertata rapi, dan mengenai minuta Akta tidak ditanda tangani
secara lengkap, tapi salinan Akta malah dikeluarkan.
Hal-hal tersebut biasanya yang menjadi perhatian dalam pembuatan
Akta autentik oleh Notaris, oleh karena itu Notaris harus berpedoman kepada
Undang-Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-
Undang Jabatan Notaris, jangan sampai melenceng jauh dari Undang-Undang
Jabatan Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Jabatan
Notaris atau bahkan tidak berpedoman kepada Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris
dalam pembuatan Akta autentik. Hal yang sangat penting diperhatikan yaitu
Universitas Indonesia
mengenai komparisi Akta, harus sesuai apakah para pihak tersebut berwenang
untuk melakukan perbuatan hukum dalam Akta atau tidak.
Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang Hukum Pidana yang
berkaitan dengan aspek formal pembuatan Akta autentik oleh Notaris, pihak
penyidik, penuntut umum dan hakim akan memasukkan Notaris telah
melakukan tindakan hukum:
1. Membuat surat palsu atau yang dipalsukan dan menggunakan surat
palsu/yang dipalsukan (Pasal 163 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana);
2. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam Akta autentik (Pasal
266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
4. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55
Jo. Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana);
5. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan menggunakan
surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 263
ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Jika kemudian ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris
tersebut bukan orang yang sebenarnya atau orang yang mengaku asli, tapi
orang yang sebenarnya tidak pernah menghadap Notaris, sehingga
menimbulkan kerugian orang yang sebenarnya, maka dalam hal ini Notaris
tidak bisa disalahkan karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah
melaksanakan tugas jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, sesuai asas
Universitas Indonesia
tiada hukum tanpa kesalahan, dan tiada kesalahan yang dilakukan oleh Notaris
yang bersangkutan, maka Notaris tersebut harus dilepas dari segala tuntutan.
Kehendak penghadap yang tertuang dalam Akta secara materiil
merupakan kehendak atau keinginan para pihak sendiri, bukan kehendak
Notaris, dan tugas Notaris hanya memberi saran saja, kalaupun kemudian saran
tersebut diikuti dan dituangkan dalam Akta, hal tersebut tetap merupakan
keinginan atau kehendak penghadap sendiri. Jika penghadap mendalilkan
bahwa Akta Notaris yang berisi keterangan atau perkataannya di hadapan
Notaris, tidak dikehendaki oleh penghadap, kemudian penghadap mengajukan
gugatan dengan gugatan untuk membatalkan Akta tersebut. Sehingga hal
tersebut harus dapat dibuktikan bahwa Akta dibuat dalam keadaan terpaksa,
kekhilafan atau penipuan, jika tidak dapat dibuktikan maka gugatan seperti itu
ditolak, karena semua prosedur untuk dalam pembuatan Akta telah dilakukan
oleh Notaris bersangkutan. Jika secara materiil isi Akta tidak sesuai dengan
keinginan penghadap, sehingga dapat diajukan gugatan ke pengadilan, dengan
kewajiban untuk membuktikan dalil gugatannya.
Dalam gugatan untuk menyatakan Akta Notaris tersebut tidak sah,
maka harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan material
Akta Notaris. Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan Akta
Notaris sebagai Akta autentik dan siapapun terikat oleh Akta tersebut. Jika
dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu
aspek tersebut tidak benar, maka Akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan atau Akta tersebut
didegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi Akta yang mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta di bawah tangan. Fungsi dan kedudukan dari Akta
Universitas Indonesia
Notaris sebagai Akta autentik yang mempunyai kekuatan istimewa sebagai alat
bukti.
Akta autentik yang dibuat oleh Notaris dalam hal ini dapat dikatakan
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna selama dibuat menurut bentuk
dan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Jabatan Notaris, jika ada
prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi dapat
dibuktikan, maka Akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan
sebagai Akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah
tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya
diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
Mengacu pada penjelasan diatas artinya bahwa syarat Akta Notaris
sebagai Akta autentik adalah harus dibuat dengan tata cara maupun prosedur
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang dan dibuat oleh dan di
hadapan pejabat yang berwenang untuk di wilayah kedudukannya. Ada tiga
unsur syarat formal suatu Akta autentik:
1) Di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;
2) Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum;
3) Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang
untuk itu dan di tempat di mana Akta itu dibuat.
Mengenai pembuatan Akta Notaris oleh atau di hadapan Notaris diatur
dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, hal tersebut
tidak berarti bahwa Notaris ikut ambil bagian dalam perbuatan hukum yang
mana dibuatkan Akta olehnya, Notaris tidak boleh berpihak kepada salah satu
Universitas Indonesia
pihak, Notaris tetap berada di luar para pihak. Suatu saat apabila Akta tersebut
dipermasalahkan, maka Notaris dapat menempatkan posisinya dengan tidak
ikut sebagai pembantu tergugat dalam lingkup Hukum Perdata maupun
membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
profesi jabatan Notaris adalah hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung,
diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut Seluruh kaedah moral
yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya
disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau
yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perUndang-Undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas
jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya Pejabat Sementara Notaris,
Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.
Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus
berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan Notaris. Notaris dilarang
melakukan perbuatan sebagaimana dicantumkan dalam pasal 4 Kode Etik
Notaris, apabila Notaris terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik maka
Notaris yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkannya sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Kode Etik Jabatan Notaris.
Pelanggaran menurut Kode Etik Notaris diatur dalam Pasal 1 angka 9
yaitu Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin organisasi. Akibat
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan Notaris menimbulkan sanksi bagi
Notaris, adapun sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan
pelanggaran Kode Etik tercantum dalam pasal 6, berupa :
a. teguran
b. peringatan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sanksi internal yaitu sanksi terhadap Notaris dalam melaksanakan tugas dan
jabatannya tidak melaksanakan serangkaian tindakan tertib pelaksanaan tugas
dan jabatan kerja Notaris yang harus dilakukan untuk kepentingan Notaris
sendiri. Prosedur penjatuhan sanksi administratif dilakukan secara langsung
oleh instansi yang diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tersebut.
Penjatuhan sanksi administrasi adalah sebagai langkah preventif (pengawasan)
dan langkah represif (penerapan sanksi). Langkah preventif dilakukan melalui
pemeriksaan protokol Notaris secara berkala dan kemungkinan adanya
pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Sedangkan langkah represif
dilakukan melalui penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah, berupa
teguran lisan dan teguran tertulis serta berhak mengusulkan kepada Majelis
Pengawas Pusat pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(Enam) bulan dan pemberhentian tidak hormat Majelis Pengawas Pusat
selanjutnya melakukan pemberhentian sementara serta berhak mengusulkan
kepada menteri berupa pemberhentian dengan tidak hormat. Kemudian
Menteri atas usulan Majelis Pengawas Pusat dapat memberhentian Notaris
dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat.
Kesimpulan pertanggungjawaban secara administrasi terhadap seorang
Notaris adalah Notaris dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian
sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak
hormat terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum.
2.3.6 Tanggung Jawab Notaris secara Pidana Atas Akta Yang Dibuatnya
Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur mengenai ketentuan
pidana. Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur sanksi atas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kapasitas pribadi (individu) dari Notaris tersebut sebagai subjek hukum. Unsur-
unsur dalam perbuatan pidana meliputi :52
a. Perbuatan (manusia)
Perbuatan adalah tindakan dan kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan
tersebut. Dalam hukum pidana perbuatan ada yang bersifat positif maupun
negatif. Positif berarti terdakwa berbuat sesuatu sedangkan negatif berarti
seseorang tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan atasnya.
b. Memenuhi rumusan peraturan perUndang-Undangan
Agar suatu perbuatan dapat disebut tindak pidana harus memenuhi rumusan
Undang-Undang artinya berlaku asas legalitas. Asas ini menyatakan bahwa
nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang bermakna
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika
hal tersebut tidak atau belum dinyatakan dalam suatu aturan Undang-
Undang. Arti penting adanya asas legalitas adalah untuk menjamin adanya
kepastian hukum dan demi keadilan. Memenuhi peraturan perUndang-
Undangan sebagai syarat dari tindak pidana adalah merupakan syarat formil.
c. Bersifat melawan hukum
Adanya sifat melawan hukum dalam tindak pidana merupakan syarat
mutlak dan juga merupakan syarat materiil. Indonesia menganut ajaran sifat
ajaran melawan hukum dalam arti materiil namun dalam fungsinya yang
negatif. Artinya meskipun apa yang dituduhkan adalah suatu delik formil
namun hakim secara materiil harus memperhatikan juga adanya kemungkinan
52
Diennisa Putriyanda, 2013, Asas-asas Hukum Pidana dan Pengertian Perbuatan Pidana
menurut Para Ahli, diakses dari: http://www.slideshare. net/icadienica/asas-asas-hukum-
pidana-pengertian-perbuatan-pidana-menurutpara-ahli,diunduh pada tanggal 25 April 2015.
Universitas Indonesia
keadaan dari terdakwa atas dasar mana mereka tidak dapat dihukum, sehingga
terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum.
Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan
(verwijbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai
tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, dan secara subyektif
kepada pelaku yang memenuhi persayaratan untuk dapat dikenakan pidana
karena perbuatannya itu.53 Hal tersebut didasarkan pada asas “tidak dipidana
jika tidak ada kesalahan” atau “actus non facit reum nisi mens sit rea”. Orang
tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak
melakukan kesalahan. Akan tetapi seseorang yang melakukan perbuatan
pidana, belum tentu ia dapat dipidananya. Orang yang melakukan perbuatan
pidana akan dipidanya apabila dia mempunyai kesalahan.54
Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil
terhadap Akta yang dibuatnya dapat dilihat dari adanya suatu perbuatan pidana
yang dilakukan oleh seorang Notaris. Jadi pertanggungjawaban pidana adalah
berbicara kesalahan dalam hukum pidana. Unsur kesalahan dalam hukum
pidana merupakan unsur paling penting, karena berdasarkan asas geen straf
zonder schuld atau liability based on fault/guilt atau culpabilitas, maka adanya
kesalahan menjadi yang pertama untuk dicari dalam setiap tindak pidana. Bila
isi Akta yang diterbitkan oleh seorang Notaris terbukti adanya perbuatan
Pidana berupa pemalsuan baik berupa isi ataupun tanda tangan dalam suatu
Akta yang diterbitkan seorang Notaris maka pertanggungjawaban Pidana yang
53
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi di Indonesia, (Bandung: CV. Utomo, 2004), hal 30.
54 Ibid, hal 56.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bentuk aslinya; upaya atau tindakan memalsukan dengan membuat bentuk atau
penandatanganan yg serupa dengan aslinya; 55
Pemalsuan dalam suatu Akta dapat diartikan bahwa apa yang terdapat
dalam Akta bukan perbuatan atau peristiwa yang sebenarnya. Pemalsuan dalam
suatu Akta autentik meliputi :
a. Notaris memberikan keterangan palsu,
b. Penghadap memberikan keterangan palsu;
c. Notaris merubah atau menambahkan isi Akta tanpa melakukan renvoi;
d. Pemalsuan berkenaan dengan waktu pembuatan Akta, tempat pembuatan
Akta, para pihak yang mengahadap, saksi-saksi, dan Notaris, serta
pembacaan dan penandatanganan.
e. Pemalsuan terhadap Akta Notaris yaitu pemalsuan dari Salinan Akta, dalam
hal ini terdapat perbedaan antara minuta Akta denga Salinan Akta yang
dikeluarkan Notaris.
Oleh karena itu Notaris dalam pembuatan Akta autentik harus teliti dan
cermat, selain iu Notaris wajib membacakan Akta. Pembacaan Akta harus
dilakukan sebelum penghadap melakukan tandatangan Akta. Pembacaan Akta
dilakukan agar para pihak saling mengetahui isi dari Akta tersebut yang mana
isi dari Akta itu merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian,
pembacaan Akta ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak merasa
dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi Akta yang memberatkan atau
merugikan para pihak, begitu pula apabila terjadi keadaan dimana Akta yang
telah mereka buat dan sepakati ingin dibatalkan, pembatalan Akta juga harus
berdasarkan atas kesepakatan.
Universitas Indonesia
Suatu Akta juga dapat tidak dibacakan tetapi tetap tidak kehilangan
otensitasnya sehingga berubah menjadi Akta yang hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta dibawah tangan. Dalam pasal 16 angka 7
mengatakan Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan
karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,
dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta
pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
Notaris yang terbukti melakukan pemalsuan terhadap Akta autentik
yang dapat menyebabkan Akta yang dibuatnya menjadi cacat yuridis diberikan
sanksi hukum berupa sanksi administrasi, sanksi perdata dan saksi pidana.
56 Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang:Aneka Ilmu),
hal.86.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Akta-Akta autentik;
2. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya ataupun
dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan,
yayasan, perseroan, atau maskapai;
4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan
dalam 2 dan 3, atau tanda buktu yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-
surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan;”58
Dalam hal ini pemalsuan yang dilakukan terhadap Akta autentik
memiliki sanksi pidana yang lebih berat dua tahun dibandingkan dengan
pemalsuan surat-surat yang lain selain yang diatur dalam pasal 264 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu 8 (delapan) tahun penjara.
Sedangkan bagi pihak yang hanya menyuruh untuk memasukan
keterangan palsu, bukan memalsukan Akta autentik juga diancam dengan
pidana tujuh tahun penjara. Mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 266 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 266 ayat (1) tersebut menentukan:
“barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam suatu Akta
autentik mengenai sesuatu yang kebenarannya harus dinyatakan oleh Akta itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai Akta itu
seolah olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian
itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun”59
58
Subekti I, Op.Cit., Pasal 264.
59
Subekti I, Op.Cit., Pasal 266 ayat (1).
Universitas Indonesia
60
Subekti I, Op.Cit., Pasal 56.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
relaas dan Notaris secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama dengan
para pihak yang besangkutan (penghadap) melakukan atau membantu
melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang
61
melanggar hukum atau dengan kata lain pemidanaan terhadap Notaris dapat
saja dilakukan dengan batasan jika :
a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal Akta yang
sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa Akta
yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris, bersama sama dengan
penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar melakukan suatu tindak pidana.
b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat Akta dihadapan atau
oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris; dan
c. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang.
(untuk menilai tindakan Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris).
Dalam kaitan ini, diperlukan adanya kesalahan besar untuk perbuatan
yang berkaitan dengan pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan seperti Notaris 62
Notaris bukan tukang membuat Akta tetapi Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan
ilmu-ilmu hukum lainnya yang harus dikuasai secara terintergritasi oleh
Notaris. Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus mempunyai
pengetahuan yang baik dalam menjalankan tugas jabatannya. Notaris dapat
dikenakan sanksi pidana jika dapat dibuktikan di pengadilan bahwa secara
sengaja atau tidak sengaja bersama-sama dengan para pihak/penghadap
61
Habib Adjie, op. cit., hal. 124.
62
Paulus Efendi Lotulung, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam
Menjalankan Tugasnya, Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal.3.
Universitas Indonesia
membuat Akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau
penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain. 63
Bila kita kaitkan dengan syarat keadaan psikis, seseorang dinyatakan
memiliki kemampuan bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang
dilakukan bilamana : 64
1. Keadaan jiwanya
a. Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara;
b. Tidak cacat dalam pertumbuhan;
c. Tidak terganggu karena terkejut, hipnotisme, amarah yang meluap,
pengaruh bawah sadar, melindur dan lain sebagainya.
2. Kemampuan jiwanya
a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;
b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut;
c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut;
Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada kemampuan jiwa, dan
bukan kemampuan berfikir dari seseorang. Kemampuan tersebut
memperlihatkan kesalahan dari pembuat yang berbentuk kesengajaan atau
kealpaan, artinya tindakan tersebut tercela dan Terdakwa menyadari tindakan
yang dilakukannya. Penjatuhan pidana terhadap Terdakwa selain
mempertimbangkan unsur-unsur pertanggungjawaban pidananya, perlu juga
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal-hal yang memberatkan seperti, Perbuatan Terdakwa dapat merusak
citra profesi Notaris sebagai penjahat yang berwenang dalam pembuatan Akta
63
Ibid., hal 4.
64
S.R Sianturi. Tindak Pidana di KUHP beserta Uraiannya, (Jakarta : Alumni Ahaem
Petehaem, 1990), hal. 422.
Universitas Indonesia
65
Habib adjie. Jurnal renvoi. Nomor 10-22 tanggal 3 maret 2005. Hal.126
66
Keputusan Menteri hukum dan HAM RI nomor : M-01.HT.03.01 tahun 2003 tentang
kenotarisan. Pasal 21 ayat (2) sub b
Universitas Indonesia
BAB III
ANALISA MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN AKIBAT HUKUM
TERHADAP PEMALSUAN AKTA AUTENTIK YANG DIBUAT OLEH
NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 40/PID.B/2013/PN.LSM
Dalam bab ini, Penulis akan memberikan uraian dan analisa kasus yang terkait
dengan masalah pemalsuan Akta autentik yang dilakukan oleh Notaris
berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor
40/PID.B/2013/PN.LSM.
1. Pihak (TERDAKWA)
IMRAN ZUBIR DAOED, Sarjana Hukum Bin M. DAOED, Umur 47 Tahun,
lahir di Lhokseumawe pada tanggal 25 Januari 1965, Warga Negara Indonesia,
Pekerjan Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), bertempat tinggal di
Desa Simpang Empat, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
2. Duduk Perkara :
- Bahwa ia Terdakwa Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum, pada hari
Jum’at tanggal, 02 Nopember 2012 sekira pukul 11.00 Waktu Indonesia
Bagian Barat atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu pada bulan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Pertimbangan Hukum
Majelis Hakim telah memeriksa perkara ini dalam putusannya memberikan
pertimbangan hukum yang pada pokoknya sebagai berikut;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan
tunggal tersebut ;
n. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan terbukti
bersalah, maka kepadanya wajib untuk dijatuhi hukuman ;
o. Menimbang, bahwa mengenai barang bukti akan ditetapkan dalam amar
putusan di bawah ini ;
p. Menimbang, bahwa kepada Terdakwa dihukum pula untuk membayar
ongkos perkara ;
q. Menimbang, bahwa sebelum majelis hakim menjatuhkan hukuman, terlebih
dahulu akan mempertimbangkan tentang hal-hal yang memberatkan maupun
hal-hal yang meringankan bagi diri Terdakwa ;
r. Menimbang, bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis Hakim,
hukuman yang akan dijatuhkan di bawah ini adalah telah sesuai dengan
kepatutan hukum dan rasa keadilan ; Mengingat, ketentuan pasal 264 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun Undang-Undang lain
yang bersangkutan ;
Mengadili
Menyatakan, bahwa Terdakwa, Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum,
Bin M. Daoed telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Pemalsuan Akta Autentik” ;
- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 2 (dua) bulan ;
- Memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
Universitas Indonesia
4. ANALISA PENULIS
Mengenai pokok permasalahan yang telah disebutkan dalam bab 1 penulisan
ini, penulis berpendapat bahwa mengenai :
1. Tanggung jawab Notaris terhadap Akta autentik yang dibuatnya
Tanggung jawab Notaris sebagai profesi hukum lahir dari adanya
kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan
kewenangan tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak Notaris
mengucapkan sumpah jabatannya sebagai Notaris. Sumpah yang telah
diucapkan oleh Notaris tersebutlah yang seharusnya menjadi pedoman Notaris
dalam melakukan segala tindakan dan menjalankan jabatannya.
Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat pembuat Akta
autentik harus berhati-hati, teliti, dan sungguh-sungguh, khususnya dalam
melakukan pembuatan Akta autentik, jika tidak sungguh-sungguh maka akan
membawa dirinya pada suatu perbuatan yang oleh Undang-Undang harus
dipertangungjawabkan.
Notaris harus bertanggungjawab atas apa yang disaksikan, yakni yang
dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat
Umum di dalam menjalankan jabatannya, menjamin Akta yang dibuatnya,
mejamin kebenaran dan kepastian tanggal dari Akta itu, menjamin kebenaran
tanda tangan yang terdapat dalam Akta itu, memperhatikan identitas dari
Universitas Indonesia
orang-orang yang hadir (komparisi), demikian juga tempat dimana Akta itu
dibuat
Dalam penulisan ini, Penulis telah menjelaskan mengenai tanggung jawab
Notaris, yaitu:
1. Tanggung Jawab Notaris Secara Perdata Atas Akta Yang Dibuatnya
2. Tanggung Jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris
3. Tanggung Jawab Notaris terhadap Jabatan
4. Tanggung Jawab Notaris secara Kode Etik
5. Tanggung Jawab Notaris Secara Administrasi
6. Tanggung Jawab Notaris secara Pidana Atas Akta Yang Dibuatnya
Bila Akta yang dibuat oleh Notaris terbukti cacat Yuridis yang
semata-mata disebabkan karena kesalahan Notaris tersebut, sehingga
karenanya Akta itu kemudian dinyatakan tidak autentik atau tidak sah, maka
Notaris yang bersangkutan harus bertanggung jawab, baik kepada pemerintah
yang mengangkatnya maupun terhadap kliennya. Hukuman mulai dengan
diperingatkan/ teguran sampai pemecatan, sedang bentuk tanggung jawab
terhadap kliennya bisa berupa pemberian ganti rugi sepanjang klien tersebut
terbukti menderita kerugian yang disebabkan adanya kesalahan yang dibuat
oleh Notaris.
Terkait kasus dalam penulisan ini, Tanggung jawab Notaris terhadap
Akta autentik yang dibuat oleh Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum
Notaris Kota Lhoksumawae tersebut adalah tanggung jawab pidana terhadap
Akta yang dibuatnya, Karena berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
Lhokseumawe Nomor 40/PID.B/2013/PN.LSM, Notaris Imran Zubir Daoed
tersebut telah mengakui dan terbukti lalai dan telah melakukan tindak pidana
Universitas Indonesia
pemalsuan terhadap Akta autentik dan melanggar ketentuan pasal 264 ayat 1
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu pemalsuan surat diancam dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika dilakukan terhadap:
a. Akta-Akta autentik;
b. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya ataupun
dari suatu lembaga umum;
c. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan,
yayasan, perseroan, atau maskapai;
d. Talon, tanda bukti dividen atau bunga atau tanda buktu yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat-surat itu;
e. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan;”67
Dalam hal Notaris melakukan pemalsuan dalam pembuatan Akta
Autentik tersebut maka ia harus mempertanggungjawaban Pidana sesuai
dengan ketentuan yang ada didalam pasal 264 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
Namun dalam kasus ini, Pengadilan Negeri kota Lhokseumawe
memutuskan bahwa Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum tersebut hanya
dikenakan sanksi 2 (dua) bulan penjara karena sebelum majelis hakim
menjatuhkan hukuman, terlebih dahulu akan mempertimbangkan tentang hal-
hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan bagi diri Terdakwa ;
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan Terdakwa Merugikan keanggotaan Lembaga Swadaya Masyarakat
“Sepakat” itu sendiri sehingga uang yang semestinya bisa dicairkan, akhirnya
di bekukan untuk sementara oleh pihak Bank ;
67
Ibid ., Pasal 264.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hukuman, akan tetapi mekanisme yang perlu ditempuh adalah harus menjalani
Tiga (3) Ketentuan, yaitu;
a. Berdasarkan ketentuan menurut Peraturan Undang-Undang Nomor 2 tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris dapat diterapkan tentang pemecatan jabatan/Notaris
diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah/Menteri dikarenakan telah
melalaikan/melanggar Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan
tugasnya sebagai Pejabat Umum pembuat Akta. Penerapan sanksi secara
adminstratif/Kode Etik Notaris yang dijatuhkan berupa teguran lisan, tertulis
sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat dari Majelis Pengawas
Notaris.
b. Setelah melewati ketentuan pertama Kemudian ditingkatkan berdasarkan
ketentuan menurut Sanksi Keperdataan pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tentang wajib membayar ganti kerugian kepada para pihak
yang dirugikan, dan kemudian dapat ditindaklanjuti.
c. Berdasarkan ketentuan Menurut Kitab Undang-UndangHukum Pidana pasal
264 ayat (1) yaitu pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
lawan. Sebagaimana diketahui bahwa Akta Notaris adalah Akta autentik yang
merupakan alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
mengikat dan sempurna. Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat
dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni diajukannya gugatan untuk menuntut
pembatalan Akta ke pengadilan agar Akta tersebut dibatalkan.
Dengan demikian dalam suatu putusan oleh hakim perdata selama tidak
dimintakan pembatalan maka perbuatan hukum atau perjanjian yang tercantum
dalam Akta tersebut akan tetap berlaku atau sah, Setelah adanya putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan penuntutan pembatalan Akta
tersebut maka Akta itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum sebagai alat
bukti yang autentik karena mengandung cacat secara yuridis atau cacat hukum,
maka dalam amar putusan hakim perdata akan menyatakan bahwa Akta
tersebut batal demi hukum. Dan berlakunya pembatalan Akta tersebut adalah
berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum/perjanjian itu dibuat.
Pembatalan terhadap suatu Akta autentik dapat juga dilakukan oleh
Notaris apabila para pihak/penghadap menyadari adanya kekeliruan atau
kesalahan yang telah dituangkan dalam Akta tersebut. Sehingga dapat
membuat keraguan terhadap kesepakatan atau perjanjian dari para
pihak/penghadap, maka Akta tersebut dapat dibatalkan oleh Notaris.
Bilamana Notaris terbukti melakukan pemalsuan Akta atau yang turut
serta ikut melakukan pemalsuan surat yang bias dikategorikan dalam perbuatan
tindak pidana tersebut maka secara yuridis tidak dapat ditolelir bukan hanya
berdasarkan ketentuan pidana saja, tetapi juga oleh Peraturan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata serta Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris.
Jika seorang Notaris melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia