Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Notaris secara umum adalah Pejabat Umum yang mempunyai
kewenangan untuk membuat Akta autentik.1 Dalam hal ini, Notaris sebagai
Pejabat Umum berpedoman pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, yang selanjutnya disebut UUJN.
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris mendefinisikan Notaris
sebagai “Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta autentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.”2
Meskipun Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur tentang pengertian
Pejabat Umum, namun hal tersebut tidak mengurangi makna bahwa Notaris
memiliki kekuasaan Negara untuk membuat alat bukti tertulis berupa Akta
autentik dalam bidang hukum perdata. Pengertian Pejabat Umum sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tersebut memiliki makna sebagai Pejabat
Negara.
Undang-Undang kemudian mengatur kewenangan Notaris sebagai
Pejabat Umum, sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2
Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa Notaris berwenang
membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan

1
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, cet.1,
(Bandung: Mandar Maju, 2011), hal 53.
2
Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), UU Nomor 30 tahun 2004, LN No.30
Tahun 2004, TLN No.2043, Ps.1.
2

yang diharuskan oleh peraturan perUndang-Undangan dan/atau yang


dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-Undang.3 Dari pasal 15 ayat 1 Undang-Undang
Jabatan Notaris tersebut maka jelaslah bahwa kewenangan Notaris dalam
membuat Akta autentik sangat luas, karena tugas utama jabatan Notaris adalah
memformulasikan keinginan atau tindakan para pihak ke dalam Akta autentik
menyangkut semua perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak,
dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.4
Akta Notaris lahir karena adanya keterlibatan langsung dari pihak yang
menghadap Notaris, merekalah yang menjadi pemeran utama dalam pembuatan
sebuah Akta sehingga tercipta sebuah Akta yang autentik. Menurut Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Akta Notaris
yang selanjutnya disebut Akta adalah Akta autentik yang dibuat oleh atau
dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini.5 Akta yang dibuat Notaris menguraikan secara autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang disaksikan oleh
para penghadap dan saksi-saksi, tentunya harus pula memenuhi persyaratan-
persyaratan yang dicantumkan pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, dimana syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua

3
Ibid.
4
Habib Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: Refika SAditama, 2008), hal.20.
5
Indonesia, Op.cit.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


3

belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya obyek, dan
adanya klausula yang halal, misalnya mencantumkan identitas para pihak,
membuat isi perjanjian yang dikehendaki para pihak, menandatangani Akta
dan lain-lain. Sebelum ditandatangani, Akta harus terlebih dahulu dibacakan
kepada penghadap dan saksi-saksi yang dilakukan oleh Notaris yang membuat
Akta tersebut.6
Dalam hal pembacaan Akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau
didelegasikan pembacaan Akta tersebut kepada pegawai kantor Notaris
melainkan harus dilakukan oleh Notaris sendiri. Pembacaan Akta dilakukan
sebelum proses penandatanganan Akta, para pihak telah sepakat mengenai hal-
hal yang telah ditentukan secara bersama.7 Pembacaan Akta dilakukan agar
para pihak saling mengetahui isi dari Akta tersebut yang mana isi dari Akta itu
merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pembacaan Akta
ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak merasa dirugikan apabila terdapat
keterangan serta bunyi Akta yang memberatkan atau merugikan para pihak,
begitu pula apabila terjadi keadaan dimana Akta yang telah mereka buat dan
sepakati ingin dibatalkan, pembatalan Akta juga harus berdasarkan atas
kesepakatan. Tetapi apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka Akta
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Akta autentik merupakan alat bukti tulisan atau surat yang bersifat
sempurna.8 Akta autentik memiliki 3 (tiga) kekuatan pembuktian,9 yaitu

6
Hasbullah, “Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum”
http://www.wawasanhukum.blogspot.com, diunduh 16 Maret 2015.
7
Tan Tong Kie, Studi Notaris Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: Intermasa, 2007), hal 166.
8
Habib adjie, op.cit, hal 35.
9
Viktor M.Situmorang dan Comentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian Dan
Eksekusi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993) hal 37-38.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


4

kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht) yang merupakan


kemampuan Akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta
autentik. Kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht) yang
memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam Akta
betul-betul diketahui dan didengar oleh Notaris dan diterangkan oleh para
pihak yang menghadap. Kekuatan pembuktian material (materiele
bewijskracht) yang merupakan kepastian tentang materi atau isi Akta.10
Notaris dalam menjalankan tugas sebagai Pejebat Umum (openbaar
ambtenaar) yang mempunyai kewenangan untuk membuat Akta autentik
dibutuhkan tanggung jawab yang besar terkait perbuatannya dalam membuat
Akta autentik. Apabila Akta yang dibuat Notaris ternyata dibelakang hari
mengandung sengketa, maka Notaris harus dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Dalam hal ini perlu dipertanyakan terlebih dahulu, apakah Akta
tersebut merupakan kesalahan Notaris dengan sengaja untuk menguntungkan
salah satu pihak atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen
yang sebenarnya. Apabila Akta yang dibuat atau diterbitkan Notaris
mengandung cacat hukum karena kesalahan Notaris baik karena kelalaian
maupun karena kesengajaan Notaris itu sendiri maka Notaris harus
memberikan pertanggungjawabannya secara moral dan secara hukum, 11 dan
hal ini tentunya terlebih dahulu harus dapat dibuktikan.
Pertanggungjawaban merupakan suatu sikap atau tindakan untuk
menanggung segala akibat dari perbuatan yang dilakukan atau sikap untuk
menanggung segala resiko ataupun konsekuensinya yang ditimbulkan dari

10
Sjaifurrachman, op.cit, hal 116.
11 Habib Adjie, op.cit,hal.24.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


5

suatu perbuatan. Pertanggungjawaban itu ditentukan oleh sifat pelanggaran dan


akibat hukum yang ditimbulkannya. Secara umum pertanggungjawaban yang
biasa dikenakan terhadap Notaris adalah pertanggungjawaban pidana,
administrasi, perdata dan pertanggungjawban secara Kode Etik serta
jabatannya. Untuk pertangungjawaban pidana dijatuhi sanksi pidana, untuk
pertanggungjawaban administrasi dijatuhi sanksi administrasi, untuk
pertanggungjawaban perdata dijatuhi sanksi perdata dan untuk
pertanggungjawaban secara kode etik dan jabatannya dijatuhi sanksi teguran
sampai dengan pemberhentian tidak hormat. Sanksi itu merupakan konsekuensi
dari akibat pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh Notaris dalam
proses pembuatan Akta autentik.12 Untuk menentukan adanya suatu
pertanggungjawaban secara perdata atau pidana yang dilakukan oleh seorang
Notaris harus memenuhi 3 (tiga) unsur-unsur, yaitu harus ada perbuatan
Notaris yang dapat dihukum yang secara tegas dirumuskan dalam Undang-
Undang, perbuatan Notaris tersebut bertentangan dengan hukum, dan harus ada
kesalahan dari Notaris tersebut. Kesalahan dan kelalaian dalam pengertian
pidana meliputi unsur-unsur yang bertentangan dengan hukum dan harus ada
perbuatan melawan hukum. Sehingga pada dasarnya setiap bentuk pelanggaran
atau kelalaian yang dilakukan oleh Notaris selalu mengandung sifat melawan
hukum dalam perbuatan itu.13
Akibat dari perbuatan Notaris yang terbukti melakukan kesalahan-
kesalahan baik yang bersifat pribadi maupun yang menyangkut profesionalitas
dalam suatu pembuatan Akta yang mengandung unsur melawan hukum, tak

12 Ibid., hal 72.


13
Ibid., hal 25.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


6

heran banyak Notaris yang di panggil untuk dijadikan sebagai saksi dan
ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, atau di pidana. Untuk
mertanggungjawabkan perbuatan Notaris yang telah terbukti melawan hukum,
Akta autentik dan bundel minuta yang dibuat dan disimpan oleh Notaris dapat
dijadikan sebagai alat bukti serta penyitaan.14
Notaris rawan terkena jeratan hukum, bukan hanya karena faktor
internal yang berasal dari dalam dirinya sendiri misalnya kecerobohan, tidak
mematuhi prosedur, tidak menjalankan etika profesi sebagai Notaris dan
sebagainya, namun juga dikarenakan faktor internal seperti moral masyarakat
dimana Notaris dihadapkan pada dokumen-dokumen palsu dimana dokumen
tersebut mengandung konsekuensi hukum bagi pemiliknya.15
Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diatur bahwa ketika Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya telah terbukti melakukan pelanggaran
yang menyebabkan penyimpangan dari hukum, maka Notaris dapat dijatuhi
sanksi berupa sanksi perdata, sanksi administrative atau Kode Etik jabatan
Notaris, dan sanksi pidana. Oleh karena itu seorang Notaris haruslah tunduk
kepada peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris dan taat
kepada Kode Etik profesi hukum. Kode Etik yang dimaksud disini adalah
Kode Etik profesi Notaris.
Dalam praktik sekarang ini sudah banyak terjadi Akta yang dibuat oleh
Notaris sebagai alat bukti autentik dipersoalkan di pengadilan atau Notarisnya
langsung dipanggil untuk dijadikan saksi bahkan seorang Notaris digugat atau
dituntut di muka pengadilan. Penyebab permasalahannya bisa timbul secara
14
Majalah Renvoi Nomor 3.39.IV, Agustus, 2006, hal.54.
15 Pengurus Pusat Ikatan ris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang dan
Dimasa Datang, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.226.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


7

langsung akibat kelalaian Notaris, atau juga bisa timbul secara tidak langsung
dalam hal dilakukan oleh orang lain. Apabila penyebab permasalahan timbul
akibat kelalaian Notaris, yang berakibat Akta tersebut hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan atau menjadi batal demi
hukum yang dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian maka
Notaris dapat dituntut penggantian. Namun dalam hal penyebab permasalahan
bukan timbul dari kesalahan Notaris, melainkan timbul karena ketidakjujuran
klien terkait kebenaran syarat administrasi sebagai dasar pembuatan Akta,
maka akibat yang timbul dari Akta tersebut adalah batal demi hukum.16
Dalam kehidupan saat ini mulai sering kita jumpai beberapa Notaris
yang terjerat kasus pidana maupun perdata karena melakukan perbuatan
melawan hukum terutama dalam hal tindak pidana pemalsuan Akta. Hal
tersebut kadang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh Notaris.
Dalam penulisan tesis ini Penulis mengambil sebuah contoh putusan
Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 40/Pid.B/2013/PN.Lsm yang dalam
isinya menyatakan bahwa seorang Notaris bernama Imran Zubir Daoed Sarjana
Hukum telah terbukti bersalah karena telah melakukan tindak pidana
pemalsuan Akta, dimana Notaris tersebut dalam Akta autentiknya mengenai
perubahan Anggaran Dasar sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di kota
Lhokseumawe, membuat ada atau menyatakan hadir seseorang yang
menghadap dihadapannya, padahal orang tersebut tidak ikut hadir pada saat
pembuatan Akta. Sehingga Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak sesuai
dengan yang seharusnya dan dianggap telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Akibat dari perbuatan Notaris tersebut maka Notaris Imran Zubir

16 Majalah Renvoi, Op. Cit., hal.57.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


8

Daoed Sarjana Hukum dikenakan hukuman kurungan selama 2 (dua) bulan dan
perbuatan Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum terbukti telah melanggar
ketentuan dalam Pasal 264 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan uraian diatas, Penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan mengenai hakikat Notaris sebagai Pejabat Umum yang
menjalankan tugas dan fungsinya dengan suatu bentuk penelitian dengan judul
“TANGGUNG JAWAB DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP
PEMALSUAN AKTA AUTENTIK YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 40/PID.B/2013/PN.LSM)”

1.2 POKOK PERMASALAHAN


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka penulisan tesis akan memfokuskan pada pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Akta autentik yang
dibuatnya?
2. Bagaimana akibat hukum terhadap pemalsuan Akta autentik yang
dilakukan oleh Notaris?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan pokok permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dari
penulisan ini adalah :
1. Untuk memberikan gambaran mengenai tanggung jawab Notaris terhadap
Akta autentik yang dibuatnya.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


9

2. Untuk memberikan gambaran mengenai akibat hukum terhadap pemalsuan


Akta autentik yang dilakukan oleh Notaris.

1.4 METODE PENELITIAN


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
yuridis normatif karena dalam penelitian ini Penulis akan melakukan studi
dokumen serta tinjauan terhadap norma hukum tertulis yang mencakup
penelitian terhadap asas-asas hukum. Setelah itu dilanjutkan dengan
menggunakan data primer yang bertujuan untuk menemukan korelasi antara
beberapa gejala yang ditelaah. Metode penelitian tersebut digunakan dengan
mengingat permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan yang satu dengan
peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.17
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
melalui studi-studi dokumen untuk memperoleh data yang diambil dari bahan
kepustakaan, karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normative.
Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen atau library research. Studi
dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data
tertulis dengan menggunakan analisis konten.
Tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
penelitian eksplanatoris. Penelitian ekplanatoris bertujuan untuk
menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala, dengan kata lain
mempertegas hipotesa yang ada.
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Pres, 2010), hal 51.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


10

tersier. Bahan hukum primer yaitu berupa bahan hukum yang mengikat, yaitu
peraturan perUndang-Undangan. Bahan hukum sekunder ini antara lain
mencakup hasil penelitian, rancangan Undang-Undang, hasil karya dari
kalangan hukum dan literature.18 Bahan hukum tersier yaitu bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kamus, ensiklopedia dan sebagainya.19
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
menggunakan metode analisis dan data kualitatif yaitu penelitian yang
menekankan pada data-data yang diperoleh dari buku-buku, artikel, dan juga
menekankan pada peraturan perUndang-Undangan. Bentuk laporan penelitian
yang digunakan dari penelitian ini yaitu menggunakan eksplanatoris yaitu
untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala, dengan kata
lain mempertegas hipotesa yang ada.20

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika penulisan Tesis yang berjudul “TANGGUNG JAWAB
DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMALSUAN AKTA AUTENTIK
YANG DIBUAT OLEH NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
40/Pid.B/2013/PN.LSM)”. Adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

18
Ibid., hal 52.
19
Ibid., hal 12.
20
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 13-14

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


11

Bagian ini berisikan penjabaran dari latar belakang serta alasan permasalahan
dari kasus yang diangkat dalam penulisan tesis dapat dihubungkan dalam
kehidupan masyarakat pada saat ini, dengan tujuan untuk mempermudah para
pembaca untuk dapat mengikuti alur dari permasalahan yang diangkat, serta
metode penelitian yang akan digunakan Penulis dalam panulisan tesis ini,
mencakup ;
1.1 Latar belakang Masalah;
1.2 Pokok Permasalahan;
1.3 Metedologi Penelitian;
1.4 Sistematika Penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN


AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMALSUAN AKTA AUTENTIK
YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
Bagian ini berisikan tentang penjabaran dan teori-teori hukum yang dapat
digunakan untuk menunjang penelitian, meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum terseier untuk membantu terciptanya
analisa yang tepat sebagai hasil penulisan tesis ini. Dalam bab ini dibahas
mengenai pengertian Notaris, wewenang Notaris, kewajiban Notaris, larangan
Notaris, Akta Notaris, Tanggung Jawab Notaris, dan pemalsuan Akta Notaris.

BAB III : ANALISA MENGENAI MENGENAI TANGGUNG JAWAB


DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMALSUAN AKTA
AUTENTIK YANG DIBUAT OLEH NOTARIS (STUDI KASUS
PUTUSAN NOMOR 40/PID.B/2013/PN.LSM )

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


12

Dalam bab ini Penulis akan menggambarkan secara singkat mengenai kasus
posisi dan bagaimana analisa Penulis terhadap tanggung jawab dan akibat
hukum terhadap pemalsuan Akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan putusan
Nomor 40/Pid.B/2013/PN.LSM.

BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari kegiatan penulisan, yang berisikan
simpulan dan saran mengenai permasalahan hukum yang diteliti.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


13

BAB II
LANDASAN TEORI MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN AKIBAT
HUKUM TERHADAP PEMALSUAN AKTA AUTENTIK
YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

2.1 LANDASAN TEORI MENGENAI NOTARIS


2.21 Pengertian Notaris
Dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN) 1860 ditegaskan bahwa
pekerjaan Notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke verrichtingen) dan satu-
satunya Pejabat Umum yang berwenang membuat Akta autentik, sepanjang
tidak ada peraturan yang memberi wewenang serupa kepada pejabat lain.21
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris
didefinisikan sebagai Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta
autentik dan memilih kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Defenisi yang

21
C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, (Jakarta:PT.Pradnya
Paramita, 2003), hal.87.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


14

diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris ini merujuk pada tugas dan
wewenang yang dijalankan oleh Notaris. Artinya Notaris memiliki tugas
sebagai Pejabat Umum dan memiliki wewenang untuk membuat Akta autentik
serta kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-Undang.22
Berbeda dengan rumusan Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru
tersebut dengan Peraturan Jabatan Notaris yang lama (PJN, Ordonansi
Staatblaad Nomor 3 tahun 1860) yang mendefinisikan Notaris sebagai Pejabat
Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akta autentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu Akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan
Aktanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang
pembuatan Akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Bila rumusan ini diperbandingkan
maka rumusan Peraturan Jabatan Notaris yang baru lebih luas dibandingkan
dengan Peraturan Jabatan Notaris yang lama namun keduanya memiliki makna
yang sama tentang Notaris yaitu sebagai Pejabat Umum yang berwenang
membuat Akta.
Pengertian Notaris sebagai Pejabat Umum satu-satunya yang
berwenang membuat Akta dalam rumusan Peraturan Jabatan Notaris yang lama
tidak lagi digunakan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris saat ini.
Penggunaan kata “satu-satunya” dimaksudkan untuk memberikan penegasan
bahwa Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu,

22
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia persfektif Hukum dan Etika,
(Yogyakarta: UII, Press, 2009), hal 14.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


15

tidak turut pejabat lainnya. Semua pejabat lainnya hanya mempunyai


wewenang tertentu yang artinya wewenang mereka tidak meliputi lebih dari
pada pembuatan Akta autentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka
oleh Undang-Undang. Dengan kata lain, wewenang Notaris bersifat umum
sedangkan wewenang para pejabat lainnya adalah pengecualian, itulah
sebabnya bahwa apabila didalam peraturan perUndang-Undangan untuk suatu
perbuatan hukum diharuskan adanya Akta autentik maka hal itu hanya dapat
dilakukan dengan suatu Akta Notaris, terkecuali peraturan perUndang-
Undangan ada yang menyatakan dengan tebahwa selain dari Notaris juga
Pejabat Umum lainnya turut berwenang atau sebagai yang satu-satunya
berwenang untuk itu.23 Dalam hal demikian berlaku asas lex specialis derogate
lex generalis (Undang-Undang yang khusus mengesampingkan Undang-Undang
yang umum) artinya Notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat
Akta disamping oleh adanya pejabat lain yang berwenang untuk membuat
Akta, pengecualian ini dengan didasarkan pada peraturan perUndang-
Undangan (khusus) lainnya.24
Walaupun didalam Undang-Undang Jabatan Notaris kata satu-satunya
tidak lagi dicantumkan, akan tetapi pengertian Notaris secara umum tidak
berubah secara mendasar. Hal ini dikarenakan telah tercakup dalam penjelasan
Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai pentingnya profesi Notaris yaitu
terkait dengan pembuatan Akta autentik. Pembuatan Akta autentik harus
tunduk pada peraturan perUndang-Undangan dalam rangka kepastian,

23
G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet. 3, (Jakarta : Erlangga, 1983),
hal.34.
24 Ibid.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


16

ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus


bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pengertian Notaris yang lain dapat kita temukan di Keputusan Kongres
Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia yang memberikan pengertian bahwa
Notaris adalah setiap orang yang mengaku dan menjalankan tugas jabatan
sebagai Pejabat Umum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1
juncto pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 yang saat ini telah
dibah menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris..25
Dari pengertian tersebut diatas terlihat bahwa tugas seorang Notaris
adalah menjadi Pejabat Umum. Meskipun disebut sebagai Pejabat Umum
namun Notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud oleh peraturan
perUndang-Undangan yang mengatur tentang kepegawaian. Notaris
merupakan swasta yang terikat dengan peraturan jabatannya dan selanjutnya
Notaris bebas dalam menjalankan profesinya. Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh negara namun Notaris tidak menerima gaji dan pensiuanan
dari negara. Pendapatan Notaris diterima dari honorarium kliennya.26
Seorang Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai Notaris dan
sebagai pejabat publik, setidak-tidaknya Notaris harus memerankan 4 (empat)
fungsi yaitu :27
a) Notaris sebagai pejabat yang membuatkan Akta-Akta bagi pihak yang
datang kepadanya baik itu berupa Akta partij maupun Akta relaas.

25
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, op.cit., hal.229
26
Lumbung Tobing, op.cit, hal 27.
27
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakart: Sinar Grafika,
2008), hal 29.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


17

b) Notaris sebagai hakim dalam hal menentukan pembagian warisan.


c) Notaris sebagai penyuluh hukum dengan memberikan keterangan bagi pihak
dalam hal pembuatan suatu Akta.
d) Notaris sebagai pengusaha yang dengan segala pelayanannya berusaha
mempertahankan klien atau relasinya agar operasionalisasi kantornya tetap
berjalan.

2.1.1 Wewenang Notaris


Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah Kewenangan)
merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu
jabatan berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku yang
mengatur jabatan yang bersangkutan. Secara yuridis, berdasarkan ketentuan
pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris mengatakan bahwa Notaris
merupakan Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini atau nerdasarkan Undang-Undang lainnya. Adapun kewenangan yang
melekat pada Notaris (kewenangan atributif) adalah kewenangan yang melekat
pada jabatan tertentu dan diberikan oleh Undang-Undang. Secara lengkap
dapat dibaca didalam pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris. Kewenangan
ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:28
1. Kewenangan Umum Notaris
Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa
salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat Akta secara umum. Hal ini
dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris dengan batasan sepanjang:

28
Ibid., hal.42.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


18

a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh Undang-
Undang.
b. Menyangkut Akta yang harus dibuat adalah Akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum
untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
c. Mengenai kepentingan subyek hukumnya yaitu harus jelas untuk
kepentingan siapa suatu Akta itu dibuat.
d. Namun, ada juga beberapa Akta autentik yang merupakan wewenang
Notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:
a) Akta Pengakuan Anak Diluar Kawin (pasal 281 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata);
b) Akta Berita Acara tentang kelalaian Pejabat penyimpanan hipotik
(pasal 1227 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
c) Akta Berita Acara tentang perkawinan pembayaran tunai atau
konsinyasi (pasal 1405 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 1406
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
d) Akta Protes Wesel dan Cek (Pasal 143 dan 218 Wetboek Van
Koophandel);
e) Surat kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1996);
f) Membuat Akta Risalah Lelang.
Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut
dalam pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris dan kekuatan pembuktian dari
Akta Notaris, maka ada 2 hal yang dapat dipahami, yaitu:

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


19

a. Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan atau tindakan


para pihak kedalam Akta autentik, dengan memperhatikan aturan hukum
yang berlaku.
b. Akta Notaris sebagai Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
yang lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa Akta
tersebut tidak benar, maabdka pihak yang menyatakan tidak benar inilah
yang wajib membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang
berlaku.
2. Kewenangan Khusus Notaris
Kewenangan Notaris ini dapat dilihat dalam pasal 15 ayat 2 Undang-
Undang Jabatan Notaris yang mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris
untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti:29
a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftarkannya didalam buku khusus; ketentuan
ini merupakan legalisasi terhdap Akta dibawah tangan yang dibuat sendiri
oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai
cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh
Notaris.
b) Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftarkannya dalam buku
khusus;
c) Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;

29
Ghofur Anshor, op.cit., hal 20

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


20

d) Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya;


e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f) Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;
g) Membuat Akta risalah lelang. Ketentuan ini dimaksudkan bahwa
pengangkatan Notaris menjadi Pejabat Lelang Kelas II, diangkat oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.
Khusus mengenai poin f (membuat Akta yang berkaitan dengan
pertanahan) banyak mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan
para Notaris itu sendiri, karena itulah akan sedikit dibahas mengenai masalah
ini. Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris memberikan
kewenangan kepada Notaris untuk membuat Akta di bidang pertanahan. Ada
tiga penafsiran dari pasal tersebut yaitu:
1. Notaris telah mengambil alih semua wewenang Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) menjadi wewenang Notaris atau telah menambah wewenang
Notaris.
2. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang Notaris.
3. Tidak ada pengambilalihan wewenang dari Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) ataupun dari Notaris, karena baik Pejabat Pembuatan Akta Tanah
(PPAT) maupun Notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.
Jika kita melihat dari sejarah diadakannya Notaris dan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) itu sendiri maka akan terlihat bahwa memang Notaris
tidak berwenang untuk membuat Akta di bidang pertanahan. Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) telah dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa penjajah di

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


21

negeri Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang masih
belum diintervensi oleh hukum-hukum asing.
Pada masa itu dikenal adanya (sejenis) pejabat yang bertugas untuk
mengalihkan hak atas tanah di mana inilah yang merupakan cikal bakal dari
keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Indonesia. Dengan
demikian, dapat dilihat bahwa lembaga Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang lahir dari pejabat yang mengalihkan hak atas tanah dalam hukum
adat. Adapun mengenai keberadaan Notaris di Indonesia yang dimulai pada
saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak awal memang hanya memiliki
kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak disebutkan mengenai
kewenangan Notaris untuk membuat Akta di bidang pertanahan.30
Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan
yang mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini.
Keberadaan Notaris ditegaskan dalam suatu Undang-Undang yang di dalamnya
menyebutkan bahwa seorang Notaris memiliki kewenangan untuk membuat
Akta di bidang pertanahan. Sedangkan keberadaan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
1998, peraturan Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006, dan
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 4 tahun 1999.
Sampai sekarang hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai
kalangan baik pakar hukum maupun Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) itu sendiri. Jalan tengah yang dapat diambil adalah bahwa

30
Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, (Bandung: Sinar Baru, 1985),
hal.10.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


22

Notaris juga dapat memiliki wewenang di bidang pertanahan sepanjang bukan


wewenang yang telah ada pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
3. Kewenangan Notaris yang Akan ditentukan Kemudian
Yang dimaksud kewenangan dalam Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang
Jabatan Notaris adalah selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
15 ayat 1 dan ayat 2, Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam
peraturan perUndang-Undangan.
Didalam kewenangan seorang Notaris, terdapat ruang lingkup weweang
Notaris, yaitu:
1. Sepanjang mengenai Aktanya (Akta yang dibuat Akta apa);
2. Sepanjang mengenai orangnya (tidak boleh membuat Akta untuk diri
sendiri dan saudara);
3. Sepanjang mengenai tempat (hanya dapat membuat Akta didalam wilayah
kewenangannya);
4. Sepanjang mengenai waktu (tidak boleh membuat Akta kalau Notaris
sedang cuti atau sebelum disumpah).

2.1.2 Kewajiban Notaris


Selain mempunyai wewenang, Notaris selaku Pejabat Umum juga
mempunyai beberapa kewajiban hukum sekaligus kewajiban etis yang harus
ditunaikan dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:31
a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

31
R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia), (Jakarta: PT. Grafindo, 1993,),
hal.13.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


23

b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai


bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta;
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada keMenterian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam
waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


24

l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik


Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan
tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditanda tangani pada saat itu
juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris. Sebagaimna telah dituangkan dalam pasal
16A Undang-Undang Jabatan Notaris, calon Notaris yang sedang
melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 16 ayat 1 huruf a, selain itu calon Notaris juga wajib
merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.
Pada dasarnya Notaris adalah pejabat yang harus memberikan
pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti autentik.
Namun dalam keadaan tertentu, Notaris dapat menolak untuk memberikan
pelayanan dengan alsan sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 52 ayat 1
Undang-Undang Jabatan Notaris dan Notaris wajib menolak membuat Akta
jika keterangan penghadap dan data formal yang disampaikan bertentangan.
Selain alasan diatas tersebut, ditemukan alasan-alasan lain sehingga
Notaris menolak untuk memberikan jasanya, antara lain:32
1. Apabila Notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi
berhalangan secara fisik.
2. Apabila Notaris tidak ada ditempat karena sedang dalam masa cuti.

32
Ibid., hal.97-98.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


25

3. Apabila Notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang


lain.
4. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu Akta tidak
diserahkan kepada Notaris.
5. Apabila penghadap atau saksi yang dilakukan oleh penghadap tidak dikenal
oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.
6. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai yang
diwajibkan.
7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya
atau melakukan perbuatan melawan hukum.
8. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa Notaris membuat Akta dalam
Bahasa yang tidak dikuasai oleh Notaris yang bersangkutan, atau apabila
orang-orang yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas,
sehingga tidak mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki oleh mereka.
Dengan demikian, jika memang ingin menolak untuk memberikan
jasanya kepada pihak yang membutuhannya, maka penolakan tersebut harus
merupakan penolakan dalam arti hukum, dalam artian ada alasan atau
argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan
dapat memahaminya.
Kewajiban Notaris yang paling penting adalah pembacaan Akta kepada
para penghadap dan saksi-saksi. Pembacaan Akta dilakukan sebelum
penandatanganan. Akan tetapi terdapat pengecualian terhadap kewajiban
tersebut, karena menurut ketentuan pasal 16 ayat 7 Undang-Undang Jabatan
Notaris, pengecualian dapat dilakukan atas permintaan para pihak. Pembacaan
Akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal 16 ayat 7 Undang-Undang

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


26

Jabatan Notaris tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta
tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan
memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam
penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap,
saksi, dan Notaris. sebagaimana tersebut dalam pasal 44 ayat 1 Undang-
Undang Jabatan Notaris33 dan apabila pasal 44 Undang-Undang Jabatan
Notaris ini dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagimana
yang tersebut dalam pasal 44 ayat 5 Undang-Undang Jabatan Notaris,
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak
yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada Notaris.
Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam
Undang-Undang, Notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini diatur
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 4 dalam isi sumpah atau janji
dimana Notaris harus merahasiakan isi Akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Secara umum, Notaris wajib merahasiakan
isi Akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan Akta Notaris, kecuali
diperintahkan oleh Undang-Undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan
dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan Akta
tersebut. Dengan demikian, hanya Undang-Undang saja yang dapat
memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi Akta dan

33
Habib Adjie, Loc.cit.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


27

keterangan/pernyataan yang diketahui oleh Notaris yang berkaitan dengan


pembuatan Akta yang dimaksud.34

2.1.3 Larangan Notaris


Larangan Notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk
dilakukan oleh Notaris. Jika larangan ini dilanggar oleh Notaris, maka kepada
Notaris yang melanggar akan dikenakan sanksi. Dalam hal ini, ada suatu
tindakan yang perlu ditegaskan mengenai substansi Pasal 17 Undang-Undang
Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris dilarang:
1) Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2) Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-
turut tanpa alasan yang sah;
3) Merangkap sebagai pegawai negeri;
4) Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
5) Merangkap jabatan sebagai advokat;
6) Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik
Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta.
7) Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat
Lelang Kelas II diluar tempat kedudukan Notaris;
8) Menjadi Notaris pengganti; atau
9) Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.

34
R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit, hal.60.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


28

Notaris yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris, maka dapat dikenai sanksi
yang terdapat dalam pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Jabatan Notaris berupa: 35
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
Pendapat Ismail Saleh terdapat 4 (empat) pokok yang harus
diperhatikan terkait Larangan Penyalahgunaan Wewenang, yaitu:36
1. Dalam menjalankan tugas profesinya, seseorang Notaris harus mempunyai
integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral
harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan
memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan
dengan moral yang baik harus dihindarkan.37
2. Seseorang Notaris harus jujur, tidak hanya kepada kliennya, juga pada
dirinya sendiri. Harus mengetahui batas-batas kemampuannya, tidak
member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si
klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu
ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris.
1) Seorang Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Harus
mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang sebarapa jauh

35 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu), 2003,
hal.93.
36 Ibid.,hal 95.
37
Tedjosaputro,op.cit, hal 95.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


29

Notaris dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh
dilakukan.
2) Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang
lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas
profesinya tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang.
3) Seorang Notaris yang Pancasilaisme harus tetap berpegang teguh kepada
rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak
semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya
kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan.

2.2 AKTA NOTARIS MERUPAKAN AKTA AUTENTIK


2.2.1 Pengertian Akta autentik
Akta adalah suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti
tentang suatu peristiwa dan ditandatagani. Akta merupakan bukti tulisan yang
sangat penting dalam hukum perdata, Akta juga sebagai surat bukti yang
sengaja diadakan sebagai alat pembuktian mempunyai peranan yang penting
dalam kehidupan masyarakat modern ini, dimana Akta sebagai dokumen
tertulis yang dapat memberikan bukti akan peristiwa hukum yang menjadi
dasar dari hak atau perikatan.
Akta dapat dibedakan antara Akta dibawah tangan dan Akta autentik.
Diantara kedua macam Akta tersebut, Akta autentik mempunyai kedudukan
yang penting, karena Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna.
Pengertian Akta autentik dapat dilihat dalam pasal 1868 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, yang menentukan: “suatu Akta autentik ialah suatu

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


30

Akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh
atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana dibuatnya.”38
Menurut R. Subekti dan R. Tjitro Sudibiyo, kata Akta berasal dari kata
“acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata “actum”, yang berasal dari
Bahasa latin yang berarti perbuatan-perbuatan.
Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum, mengemukakan bahwa Akta
adalah suatu surat yang ditanda tangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti,
dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Menurut Sudikno Mertokusumo, Akta adalah surat yang diberi tanda
tangan, yang memuat peristiwaperistiwa yang menjadi dasar daripada suatu
hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian.
Dari beberapa pengertian mengenai Akta oleh para ahli hukum, maka
untuk dapat dikatakan sebagai Akta, suatu surat harus memenuhi syarat-syarat :
a) Surat tersebut harus ditanda tangani, hal ini untuk membedakan Akta yang
satu dengan Akta yang lain atau dari Akta yang dibuat oleh orang lain. Jadi
tanda tangan berfungsi untuk memberikan ciri atau mengindividualisir
sebuah Akta;
b) Surat harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau
peristiwa, yaitu pada Akta harus berisi suatu keterangan yang dapat
menjadi bukti yang diperlukan;

38
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R,.Subekti
dan R.Tjitrosudibio (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985), pasal 1868.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


31

c) Surat tersebut sengaja dibuat sebagai alat bukti, maksudnya dimana di


dalam surat tersebut dimaksudkan untuk pembuktian suatu peristiwa
hukum yang dapat menimbulkan hak atau perikatan.

2.2.2 Macam-Macam Akta


Ada 2 (dua) macam Akta yaitu Akta autentik dan Akta dibawah tangan,
yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-
tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Ada beberapa
perbedaan dari Akta autentik dengan Akta di bawah tangan, yaitu:
a. Cara pembuatan atau terjadinya Akta autentik dilakukan oleh atau
dihadapan Pejabat Umum (Notaris, hakim, juru sita pengadilan, pegawai
Kantor Urusan Agama dan pegawai catatan sipil); sedangkan cara
pembuatan atau terjadinya Akta dibawah tangan tidak dilakukan oleh dan
atau dihadapan Pejabat Umum cukup dihadapan pihak yang
berkepentingan saja.
b. Akta autentik sudah merupakan alat bukti yang sempurna, sedangkan Akta
dibawah tangan bisa menjadi alat bukti yang sempurna apabila diakui oleh
pihak-pihak yang menanda tangani (pasal 1857 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata).
c. Akta autentik harus dibacakan dihadapan penghadap dan saksi-saksi, jika
tidak dilakukan Aktanya menjadi Akta dibawah tangan; sedangkan Akta
dibawah tangan tidak wajib dibacakan .
Selain perbedaan yang telah diuraikan di atas, Akta autentik dan Akta
di bawah tangan juga ada perbedaan dalam kekuatan pembuktiannya. Kalau

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


32

Akta autentik mempunyai tiga kekuatan pembuktian yang tidak dimiliki oleh
Akta di bawah tangan, yaitu:
a) Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) yaitu kemampuan
dari Akta itu sendiri untuk membuktikan bahwa Akta tersebut adalah Akta
autentik, dimana kata-kata dalam Akta tersebut berasal dari Pejabat Umum
(Notaris).
b) Kekuatan pembuktian formal (formele bewijs kracht), yaitu dimana Notaris
menyatakan di dalam Aktanya mengenai kebenaran dari isi Akta tersebut
sebagai hal yang dilakukan dan disaksikan sendiri oleh Notaris dalam
menjalankan jabatannya.
c) Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht), yaitu tidak hanya
kenyataan bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh Akta
tersebut, akan tetapi juga mengenai isi dari Akta dianggap dibuktikan
sebagai kebenaran terhadap setiap orang.
Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian formal (formele
bewijskracht), karena Akta autentik membuktikan kebenaran dari apa yang
disaksikan meliputi apa yang dilihat, didengar dan dilakukan sendiri oleh
Notaris sebagai Pejabat Umum didalam menjalankan jabatannya. Untuk Akta
yang dibuat di bawah tangan, kekuatan pembuktiannya hanya meliputi
kenyataan bahwa keterangan itu diberikan, apabila diakui oleh yang
menandatangani. Kekuatan pembuktian formal menjamin kebenaran kepastian
tanggal Akta, kebenaran tanda tangan dalam Akta, identitas orang-orang yang
hadir (comparaten) dan tempat di mana kata itu dibuat. Sedangkan kekuatan
pembuktian material (materiele bewijksracht) sepanjang diakui benar oleh para
pihak, mengenai apa yang tercantum dalam Akta.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


33

2.2.3 Akta-Akta Yang Biasa Dibuat Notaris


Berikut adalah Akta yang sering dibuat dihadapan atau oleh Notaris :39
1. Akta-Akta yang menyangkut hukum perseorangan (personen recht) dalam
buku 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :
a. Menurut pasal 71, mengenai izin kawin dari orang tua/kakek/nenek
harus menggunakan Akta autentik.
b. Menurut pasal 70, mengenai pencabutan pencegahan perkawinan harus
menggunakan Akta autentik dan mengenai kuasa melangsungkan
perkawinan harus menggunakan Akta autentik.
c. Menurut pasal 147 dan pasal 148, mengenai perjanjian kawin berikut
perubahannya harus menggunakan Akta autentik. Perjanjian ini
dianggap demikian penting sehingga diharuskan perbuatannya dengan
Akta autentik, alasannya adalah menjaga kepentingan pihak-pihak dan
menjelaskan isinya kepada mereka, biasanya masih muda dan lagi
menetapkan tanggal pembuatannya, karena menurut Undang-Undang
perjanjian nikah harus dilakukan pernikahan dilangsungkan di kantor
catatan sipil.
d. Menurut pasal 176 dan pasal 177, mengenai hibah yang berhubungan
dengan perkawinan dan penerimaannya harus menggunakan Akta
autentik.
e. Menurut pasal 108 dan pasal 139, mengenai kuasa/bantuan suami
kepada istrinya harus menggunakan Akta autentik.

39
Ghofur Anshor, op.cit., hal 23.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


34

f. Menurut pasal 191, mengenai pembagian harta perkawinan setelah


adanya putusan pengadilan tentang pemisahan harta harus
menggunakan Akta autentik.
g. Menurut pasal 132 dan pasal 133, mengenai kuasa melepaskan harta
campur harus menggunakan Akta autentik.
h. Menurut pasal 196, mengenai pemulihan kembali harta campur yang
telah dipisah harus menggunakan Akta autentik.
i. Menurut pasal 237, mengenai syarat-syarat untuk mengadakan
perjanjian pisah meja dan ranjang harus menggunakan Akta autentik.
j. Menurut pasal 248 dan pasal 249, mengenai perdamaian antara suami
dan istri yang telah pisah meja dan ranjang harus menggunakan Akta
autentik.
k. Menurut pasal 253 dan pasal 256, mengenai kaingkaran sahnya anak
harus menggunakan Akta autentik.
l. Menurut pasal 281, mengenai pengakuan anak luar kawin harus
menggunakan Akta autentik.
m. Menurut pasal 355, mengenai pengangkatan wali harus menggunakan
Akta autentik.
n. Menurut pasal 412, mengenai pengakuan terima perhitungan dan
sebagainya dari atau kepada balai harta peninggalan harus
menggunakan Akta autentik, mengenai pengakuan terima perhitungan
wali harus menggunakan Akta autentik, mengenai pembebasan wali
dari tanggung jawab harus menggunakan Akta autentik.
2. Akta-Akta yang menyangkut hukum kebendaan (zaken recht) dalam buku
II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


35

a. Menurut pasal 874 dan seterusnya dikecualikan codicil mengenai


berbagai macam jenis surat wasiat, termasuk penyimpanan wasiat
umum, wasiat pendirian yayasan, wasiat umum, wasiat pemisahan dan
pembagian harta peninggalan, fidei commis, pengangkatan pelaksana
wasiat dan pengurusan harta peninggalan dan pencabutannya harus
menggunakan Akta autentik.
b. Menurut pasal 1023 dan pasal 1044 dan seterusnya, mengenai berbagai
kuasa yang menyangkut warisan, seperti kuasa keterangan menimbang,
menerima secara terbatas, menolak harta peninggalan harus
menggunakan Akta autentik. Menurut pasal 1047 mengenai pemisahan
dan pembagian warisan dalam hal anak-anak dibawah umur adalah
berhak dan kepentingannya harus dijaga dengan menggunakan Akta
autentik.
c. Menurut pasal 1066 dan seterusnya, mengenai berbagai macam Akta
pemisahan dan pembagian harta peninggalan/warisan harus
menggunakan Akta autentik.
d. Menurut pasal 1073, mengenai pencatatan harta peninggalan harus
menggunakan Akta autentik.
e. Menurut pasal 1150 dan seterusnya, mengenai jaminan kebendaan
gadai harus menggunakan Akta autentik.
f. Menurut pasal 1162 dan seterusnya, pasal 1171, pasal 1195 dan pasal
1196 juncto peraturan agrarian, mengenai jaminan kebendaan hipotik
harus menggunakanAkta autentik.
3. Akta-Akta yang menyangkut hukum perikatan (verbitenissen recht) dalam
buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , yaitu :

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


36

a. Menurut pasal 1457 dan seterusnya, mengenai berbagai macam jenis


jual-beli tanah harus menggunakan Akta autentik dan Akta PPAT.
b. Menurut pasal 1541 dan seterusnya, mengenai berbagai macam/jenis
tukar-menukar tanah harus menggunakan Akta autentik dan Akta
PPAT.
c. Menurut pasal 1548 dan seterusnya, mengenai berbagai macam/jenis
sewa-menyewa harus menggunakan Akta autentik.
d. Menurut pasal 1601 dan seterusnya, mengenai macam-macam
perjanjian perburuhan/hubungan kerja harus menggunakan Akta
autentik.
e. Menurut pasal 1604 dan seterusnya, mengenai aneka perjanjian
pemborongan pekerjaan harus menggunakan Akta autentik.
f. Menurut pasal 1618 dan seterusnya, mengenai rupa-rupa
persekutuan/perseroan(maatschap) harus menggunakan Akta autentik
g. Menurut pasal 1653 dan seterusnya, mengenai berbagai jenis
perkumpulan harus menggunakan Akta autentik.
h. Menurut pasal 1666 dan seterusnya, mengenai berbagai hibah dan
menurut pasal 1682 untuk tanah harus menggunakan Akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT). Menurut pasal 1682 mengenai perjanjian
hibah dianggap sangat penting, yaitu agar pemberi hibah mengetahui
akibatnya dan pihak menerima hibah memahami syarat-syarat yang
dilekatkan kepada suatu hibah. Untuk itu selain menggunakan Akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga harus menggunakan Akta
autenik.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


37

i. Menurut pasal 1694 dan seterusnya, mengenai rupa-rupa penitipan


barang harus menggunakan Akta autentik.
j. Menurut pasal 1740 dan seterusnya, mengenai aneka perjanjian tentang
pinjam pakai harus menggunakan Akta autentik.
k. Menurut pasal 1754 dan seterusnya, mengenai berbagai perjanjian
pinjam-meminjam/kredit/hutang uang dan sebagainya harus
menggunakan Akta autentik.
l. Menurut pasal 1792 dan seterusnya, mengenai rupa-rupa pemberian
kuasa, khusus maupun umum harus menggunakan Akta autentik.
m. Menurut pasal 1820, mengenai penanggungan hutang/jaminan
pribadi/borgtocht harus menggunakan Akta autentik
n. Menurut pasal 1851 dan seterusnya, mengenai perdamaian dalam
berbagai masalah harus menggunakan Akta autentik.
4. Akta-Akta yang menyangkut hukum dagang/perusahaan (wetboek van
koophandel) yaitu :
a. Berbagai perseroan (maatschaap, firma, persekutuan komanditer,
perseroan terbatas biasa, penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing, perseroan, perseroan Indonesia atas saham
baik pendirian, perubahan, pembekuan maupun pembubarannya serta
gabungan beberapa perusahaan atau merger dan lain sebagainya harus
menggunakan Akta autentik.
b. Menurut pasal 132 dan pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, mengenai protes non-pembayaran atau akseptasi harus
menggunakan Akta autentik.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


38

c. Berbagai perantara dagang, seperti : perjanjian keagenan dagang dan


kontrak perburuhan dengan pedagang keliling menggunakan Akta
autentik.
d. Segala macam Akta yang berkaitan dengan badan-badan sosial atau
kemanusiaan (zedelijke lichamen) seperti : perkumpulan yayasan dan
wakaf harus menggunakan Akta autentik.

2.2.4 Syarat Akta Notaris Sebagai Akta Autentik


Semua Akta yang dibuat di hadapan Notaris dapat disebut sebagai Akta
autentik. Akta autentik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Buku IV tentang Pembuktian, yang memuat hukum Pembuktian. Pasal 15 ayat
(1) Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa salah satu
kewenangan Notaris, yaitu membuat Akta secara umum, dengan batasan
sepanjang:
1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-
Undang.
2) Menyangkut Akta yang harus dibuat atau berwenang membuat Akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanijan, dan ketetapan yang
diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3) Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan
siapa Akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
4) Berwenang mengenai tempat, dimana Akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan
tempat kedudukan dan wilayah jabatan Notaris.
5) Mengenai waktu pembuatan Akta, dalam hal ini Notaris harus menjamin
kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam Akta.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


39

Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai


Akta autentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris, bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya
syarat formal suatu Akta autentik, yaitu: 40
1) Didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;
2) Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang;
3) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang
untuk itu dan di tempat dimana Akta itu dibuat.41
Secara substantive, Akta Notaris dapat berupa :42
1. Suatu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dikehendaki oleh
para pihak agar diwujudkan dalam bentuk Akta autentik.
2. Berdasarkan peraturan perUndang-Undangan bahwa tindakan hukum
tertentu wajib dibuat dalam bentuk Akta autentik.
Menurut C.A.Kraan, setiap bentuk Akta autentik memiliki ciri-ciri :
1. Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan alat bukti
dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan yang dibuat dan
dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut
ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang
bersangkutan saja.
2. Suatu tulisan sampai ada buktu sebaliknya dapat dianggap berasal dari
pejabat yang berwenang.

40 Habib adjie. Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap Undang-Undang no.30
tahun 2004 tentang jabatan Notaris, (bandung : PT refika aditama 2011) Hal 127.
41
Lumbung Tobing, op.cit., hal.48
42
Habib adjie. Sekilas dunia Notaris dan PPAT di Indonesia (kumpulan tulisan). Hal.22

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


40

3. Ketentuan perUndang-Undangan yang harus dipenuhi yaitu ketentuan


tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat
ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya Akta suatu
tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya untuk
memuat data yang dapat diketahui mengenai hal hal tersebut)
4. Seorang pejabat yang diangkat oleh Negara memiliki sifat dan pekerjaan
yang mandiri serta tidak memihak dan menjalankan jabatannya.
5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah
hubungan hukum dalam bidang hukum perdata.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan sumber
untuk keautentikan Akta Notaris juga merupakan dasar legalitas eksistensi
Akta Notaris, dengan syarat-syaratsebagai berikut:43
a. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan Akta relaas
atau Akta pejabat (ambtelijke akten), yaitu Akta yang menguraikan secara
autentik mengenai suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang
dilihat atau disaksikan serta dialaminya sendiri oleh Notaris saat
menjalankan jabatannya, sebagai contoh, Akta relaas misalnya berita acara
rapat para pemegang saham perseroan terbatas, berita acara undian
berhadiah dan sebagainya.44
b. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamai
Akta partij (partij akten), yaitu Akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan
apa yang diterangkan para pihak kepada Notaris dalam melaksanakan
jabatannya dimana para pihak ingin agar keterangan atau perbuatan

43
Ira Koesoemawati, Yunirman Rijan, Studi Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), hal. 82.
44
Ibid., hal. 71-72

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


41

tersebut dikonstatir oleh Notaris di dalam suatu Akta autentik,45 sebagai


contoh, akta partij misalnya perjanjian hibah, jual beli, tukar menukar dan
sebagainya. Perbedaan kedua bentuk Akta di atas dapat dilihat dari bentuk
Akta-Aktanya, Akta partij (dibuat di hadapan Notaris) ada keharusan tanda
tangan dari penghadap sedangkan hal tersebut tidak merupakan suatu
keharusan pada Akta relaas (dibuat oleh Notaris). Bentuk Akta tersebut
berkaitan dengan pemberian pembuktian terhadap isi Akta. Untuk Akta
relaas hanya dapat digugat jika Akta tersebut palsu, sedangkan pada partij
Akta dapat digugat mengenai isi dari Akta tersebut tanpa menuduh kalau
Aktanya palsu.

2.2.3 Pembuktian Akta Autentik


Akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu suatu Akta autentik ialah suatu Akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang
berwenang untuk itu di tempat Akta itu dibuat. Jadi syarat otentitas suatu
dokumen yaitu dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, oleh atau
dihadapan Pejabat Umum dan pejabat tersebut harus berwenang di tempat Akta
dibuat. Menurut Pasal 285 Rbg, Akta autentik yaitu yang dibuat, dengan
bentuk yang sesuai dengan Undang-Undang oleh atau di hadapan Pejabat
Umum yang berwenang di tempat Akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap
antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak
tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan

45 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, (Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal 159.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


42

belaka, hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung
dengan apa yang menjadi pokok Akta itu.
Akta Notaris dibuat sesuai kehendak para pihak yang berkepentingan
guna memastikan atau menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum para pihak. Akta Notaris pada hakekatnya
memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak
kepada Notaris. Notaris berkewajiban untuk memasukkan dalam Akta tentang
apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti sesuai dengan kehendak para
pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi dari Akta tersebut.
Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam
Akta Notaris.
Isi dari Akta autentik itu cukup dibuktikan oleh Akta itu sendiri.
Dengan kata lain dapatlah dianggap bahwa Akta autentik itu dibuat sesuai
dengan kenyataan seperti yang dilihat oleh pejabat itu, sampai dibuktikan
sebaliknya. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis
maksudnya hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang
memperoleh hak dari mereka dan tujuan dari pembuktian ini adalah untuk
memberi kepastian kepada hakim tentang adanya suatu peristiwa-peristiwa
tertentu. Maka pembuktian harus dilakukan oleh para pihak dan siapa yang
harus membuktikannya (disebut juga sebagai beban pembuktian).
Berdasarkan Pasal 163 HIR ditentukan bahwa barang siapa yang
menyatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk
menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu
harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Ini berarti dapat

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


43

ditarik kesimpulan bahwa siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia yang harus
membuktikan.
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat para
pihak yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
harus dipenuhi. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat
yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian,
yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan
perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan
hukum oleh para pihak yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak
dilarang. Di dalam Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa suatu Akta yang dibuat di hadapan pejabat yang tidak
berwenang itu, bukanlah suatu Akta autentik melainkan hanya berlaku sebagai
Akta di bawah tangan apabila para pihak telah menandatangani. Akta di bawah
tangan dibuat oleh para pihak yang berkepentingan tanpa bantuan dari seorang
Pejabat Umum.
Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna selama
dibuat menurut bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh
Undang-Undang yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-
Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang
Jabatan Notaris, jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang
tidak dipenuhi dapat dibuktikan, maka Akta tersebut dengan proses pengadilan
dapat dinyatakan sebagai Akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


44

Akta dibawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai
pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
Akta Notaris sebagai Akta autentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian, dalam hal ini ada 3 (tiga) nilai pembuktian, yaitu ;
1. kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht);
Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) adalah
kemampuan lahiriah Akta Notaris yang merupakan kemampuan Akta itu
sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta autentik (acta
publica probant seseipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai Akta
autentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai
syarat Akta autentik, maka Akta tersebut berlaku sebagai Akta autentik,
sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa
Akta tersebut bukan Akta autentik secara lahiriah.
Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal
keautentikan Akta Notaris. Parameter untuk menentukan Akta Notaris
sebagai Akta autentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan,
baik yang ada pada minuta Akta dan salinan dan adanya awal Akta (mulai
dari judul) sampai dengan akhir Akta. Menurut R. Soegondo kemampuan
lahiriah Akta ialah syarat-syarat yang diperlukan agar supaya sesuatu Akta
Notaris dapat berlaku sebagai Akta autentik.
Kekuatan pembuktian lahir ini merupakan kekuatan pembuktian yang
didasarkan atas keaadaan lahir Akta itu sendiri, dan sebagai asas berlaku
acta publica probant sese ipsa yang berarti suatu Akta yang lahirnya
tampak sebagai Akta autentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan maka Akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai Akta

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


45

autentik sampai terbukti sebaliknya. Berarti suatu Akta autentik


mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai Akta
autentik.
2. kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht),
Kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht) adalah Akta
Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta
tersebut dalam Akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan
oleh pihak-pihak yang menghadap. Jika aspek formal dipermasalahkan oleh
para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas dari Akta, yaitu harus
dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul
menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap,
membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar
oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan
atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris, dan
ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada
prosedur pembuatan Akta yang dilakukan. Dengan kata lain pihak yang
mempermasalahkan Akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik
untuk menyangkal aspek formal dari Akta Notaris. Jika tidak mampu
membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka Akta tersebut harus diterima
oleh siapapun.
Kekuatan pembuktian formal ini memberi arti bahwa Akta autentik itu
dibuktikan mengenai apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam Akta itu
adalah benar merupakan uraian kehendak pihak-pihak. Akta autentik
menjamin kebenaran tanggal, tanda tangan, komparan, dan tempat Akta
dibuat. Dalam arti formil pula Akta Notaris membuktikan kebenaran dari

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


46

apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh
Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. Akta
dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali
bila si penanda tangan dari surat/Akta itu mengakui kebenaran tanda
tangannya.

3. kekuatan pembuktian material (materiele bewijskrcht).


Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht) menurut
R.Soegondo adalah kepastian bahwa apa yang tersebut dalam Akta itu
merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat Akta
atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Akta autentik itu tidak hanya
membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan bahwa apa yang
ditulis pada Akta tersebut, tetapi juga menerangkan bahwa para pihak
sudah menerangkan apa yang ditulis adalah benar-benar terjadi.
Penafsiran yang demikian itu diambil dari Pasal 1871 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, dimana disebutkan bahwa suatu Akta autentik
tidak hanya memberikan bukti yang sempurna tentang sesuatu yang
termuat didalamnya sebagai suatu penuturan belaka, selainnya sekadar
sesuatu yang dituturkan itu ada hubungannya langsung dengan pokok isi
Akta, dari pasal tersebut diambilah mengenai segala sesuatu yang menjadi
pokok isi Akta itu, yaitu segala sesuatu yang tegas dinyatakan oleh para
penandatanganan Akta.
Dalam Pembuatan Akta autentik oleh atau di hadapan Notaris diatur
dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


47

Jabatan Notaris, hal tersebut tidak berarti bahwa Notaris ikut ambil bagian
dalam perbuatan hukum yang mana dibuatkan Akta olehnya, Notaris tidak
boleh berpihak kepada salah satu pihak, Notaris tetap berada di luar para pihak.
Suatu saat apabila Akta tersebut dipermasalahkan, maka Notaris dapat
menempatkan posisinya dengan tidak ikut sebagai pembantu tergugat dalam
lingkup Hukum Perdata maupun membantu para pihak dalam kualifikasi
Hukum Pidana.
Perkara pidana dan perdata terhadap Akta autentik biasanya
dipermasalahkan dari aspek formalnya yaitu mengenai pukul/waktu, tanggal,
bulan dan tahun kapan para penghadap menghadap ke hadapan Notaris,
mengenai komparisi, identitas para penghadap termasuk juga kewenangan para
pihak dalam bertindak, mengenai tanda tangan para penghadap, mengenai
salinan Akta yang tidak sesuai dengan minuta Akta, mengenai salinan Akta ada
tapi minuta Akta tidak ada, hal ini berkaitan dengan penyimpanan minuta Akta
yang seharusnya tertata rapi, dan mengenai minuta Akta tidak ditanda tangani
secara lengkap, tapi salinan Akta malah dikeluarkan.
Hal-hal tersebut biasanya yang menjadi perhatian dalam pembuatan
Akta autentik oleh Notaris, oleh karena itu Notaris harus berpedoman kepada
Undang-Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-
Undang Jabatan Notaris, jangan sampai melenceng jauh dari Undang-Undang
Jabatan Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Jabatan
Notaris atau bahkan tidak berpedoman kepada Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris
dalam pembuatan Akta autentik. Hal yang sangat penting diperhatikan yaitu

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


48

mengenai komparisi Akta, harus sesuai apakah para pihak tersebut berwenang
untuk melakukan perbuatan hukum dalam Akta atau tidak.
Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang Hukum Pidana yang
berkaitan dengan aspek formal pembuatan Akta autentik oleh Notaris, pihak
penyidik, penuntut umum dan hakim akan memasukkan Notaris telah
melakukan tindakan hukum:
1. Membuat surat palsu atau yang dipalsukan dan menggunakan surat
palsu/yang dipalsukan (Pasal 163 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana);
2. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam Akta autentik (Pasal
266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
4. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55
Jo. Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana);
5. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan menggunakan
surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 263
ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Jika kemudian ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris
tersebut bukan orang yang sebenarnya atau orang yang mengaku asli, tapi
orang yang sebenarnya tidak pernah menghadap Notaris, sehingga
menimbulkan kerugian orang yang sebenarnya, maka dalam hal ini Notaris
tidak bisa disalahkan karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah
melaksanakan tugas jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, sesuai asas

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


49

tiada hukum tanpa kesalahan, dan tiada kesalahan yang dilakukan oleh Notaris
yang bersangkutan, maka Notaris tersebut harus dilepas dari segala tuntutan.
Kehendak penghadap yang tertuang dalam Akta secara materiil
merupakan kehendak atau keinginan para pihak sendiri, bukan kehendak
Notaris, dan tugas Notaris hanya memberi saran saja, kalaupun kemudian saran
tersebut diikuti dan dituangkan dalam Akta, hal tersebut tetap merupakan
keinginan atau kehendak penghadap sendiri. Jika penghadap mendalilkan
bahwa Akta Notaris yang berisi keterangan atau perkataannya di hadapan
Notaris, tidak dikehendaki oleh penghadap, kemudian penghadap mengajukan
gugatan dengan gugatan untuk membatalkan Akta tersebut. Sehingga hal
tersebut harus dapat dibuktikan bahwa Akta dibuat dalam keadaan terpaksa,
kekhilafan atau penipuan, jika tidak dapat dibuktikan maka gugatan seperti itu
ditolak, karena semua prosedur untuk dalam pembuatan Akta telah dilakukan
oleh Notaris bersangkutan. Jika secara materiil isi Akta tidak sesuai dengan
keinginan penghadap, sehingga dapat diajukan gugatan ke pengadilan, dengan
kewajiban untuk membuktikan dalil gugatannya.
Dalam gugatan untuk menyatakan Akta Notaris tersebut tidak sah,
maka harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan material
Akta Notaris. Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan Akta
Notaris sebagai Akta autentik dan siapapun terikat oleh Akta tersebut. Jika
dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu
aspek tersebut tidak benar, maka Akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan atau Akta tersebut
didegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi Akta yang mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta di bawah tangan. Fungsi dan kedudukan dari Akta

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


50

Notaris sebagai Akta autentik yang mempunyai kekuatan istimewa sebagai alat
bukti.
Akta autentik yang dibuat oleh Notaris dalam hal ini dapat dikatakan
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna selama dibuat menurut bentuk
dan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Jabatan Notaris, jika ada
prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi dapat
dibuktikan, maka Akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan
sebagai Akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah
tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya
diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
Mengacu pada penjelasan diatas artinya bahwa syarat Akta Notaris
sebagai Akta autentik adalah harus dibuat dengan tata cara maupun prosedur
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang dan dibuat oleh dan di
hadapan pejabat yang berwenang untuk di wilayah kedudukannya. Ada tiga
unsur syarat formal suatu Akta autentik:
1) Di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;
2) Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum;
3) Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang
untuk itu dan di tempat di mana Akta itu dibuat.
Mengenai pembuatan Akta Notaris oleh atau di hadapan Notaris diatur
dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, hal tersebut
tidak berarti bahwa Notaris ikut ambil bagian dalam perbuatan hukum yang
mana dibuatkan Akta olehnya, Notaris tidak boleh berpihak kepada salah satu

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


51

pihak, Notaris tetap berada di luar para pihak. Suatu saat apabila Akta tersebut
dipermasalahkan, maka Notaris dapat menempatkan posisinya dengan tidak
ikut sebagai pembantu tergugat dalam lingkup Hukum Perdata maupun
membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana.

2.2.4 BENTUK DAN SIFAT AKTA NOTARIS


Mengenai bentuk dan sifat Akta Notaris, dalam Pasal 38 Undang-
Undang Jabatan Notaris menetapkan sebagai berikut:
(1) Setiap Akta terdiri atas:
a. awal Akta atau kepala Akta;
b. badan Akta; dan
c. akhir atau penutup Akta.
(2) Awal Akta atau kepala Akta memuat:
a. judul Akta;
b. nomor Akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan Akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang
yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


52

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.


(4) Akhir atau penutup Akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan Akta jika ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan
Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa
penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah
perubahannya.
(5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain
memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan
pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.”

2.3 BENTUK TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM


PEMBUATAN AKTA
2.3.1 Tanggung Jawab Notaris Secara Perdata Atas Akta Yang
Dibuatnya
Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil
Akta yang dibuatnya dapat dilihat dari konstruksi perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Notaris. Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa:
“Pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada arti

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


53

apabila orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diperbolehkan


oleh hukum. Sebagian besar perbuatan-perbuatan seperti ini merupakan suatu
perbuatan yang didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinamakan
perbuatan melawan hukum.”46
Perbuatan melawan hukum diatur pada Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut: “Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.47
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris dapat dilihat hanya memberikan sanksi kepada pelanggaran Notaris
yang bersifat formil saja, seperti ketentuan penulisan Akta dan sebagainya.
Namun, ada kalanya Notaris juga bertanggung jawab terhadap materi dari
suatu Akta yang dibuatnya. Seperti pada kewenangan Notaris dalam
memberikan penyuluhan hukum kepada para penghadap sehubungan dengan
pembuatan Akta (Pasal 15 huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris). Apabila
Notaris salah dalam memberikan penyuluhan hukum kepada para penghadap
berkaitan dengan Akta yang dibuatnya maka Notaris bertanggung jawab secara
perdata terhadap kebenaran materiil terhadap Akta yang dibuatnya.
Sebelum Notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian biaya,
ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:48

46 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang


Kenotariatan, Buku Kedua, Cetakan Pertama, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010),
hal.286.
47 Ibid.
48 Habib Adjie.,Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat

Publik.,(Bandung : PT.Refika Aditama), 2009, hal 108.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


54

a. Adanya diderita kerugian;


b. Antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris
terdapat hubungan kausal;
c. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan.

2.3.2 Tanggung Jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris


Mengenai tanggung jawab Notaris secara eksplisit disebutkan di dalam
pasal 65 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa Notaris
(Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus dan pejabat sementara Notaris)
bertanggung jawab atas setiap Akta yang dibuatnya, meskipun protokol telah
diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol Notaris. 49
Tanggung jawab Notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris
terkait erat dengan syarat formil yang harus dilakukan seorang Notaris agar
Akta yang dibuatnya mempunyai syarat otentisitas. Karena jika ternyata Akta
tersebut tidak autentik, maka Akta tersebut akan menjadi Akta dibawah tangan
yang akan merugikan pihak yang berkepentingan dan Notaris dapat dituntut
untuk mengganti biaya, ganti rugi dan bunga.
Mengenai syarat otentisitas Akta dapat dilihat di dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris mengenai syarat umur bagi para penghadap, syarat
seseorang dapat menjadi saksi, syarat bahwa Akta yang dibuat harus dibacakan
kepada para pengahdap kecuali para penghadap tidak mengiinginkan Akta
tersebut dibacakan karena sudah mengetahui isinya (Notaris harus menulis
49
Wardani Rizkianti, 2013, Tanggung Jawab Notaris ditinjau dari aspek perdata, pidana dan
UUJN, diakses dari: http://wardanirizki.blogspot.com/ 2013/10/tanggung-jawab-notaris-
ditinjau-dari.html, diunduh pada tanggal 25 April 2015.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


55

keterangan tersebut di dalam Akta bahwa para penghadap menginginkan Akta


tidak dibacakan) serta Akta harus segera ditanda tangani oleh setiap
pengahadap, saksi dan Notaris segera setelah Akta tersebut ditanda tangani.
Bila syarat otentisitas ini tidak terpenuhi maka Akta yang dibuat Notaris hanya
mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan atau dapat dibatalkan demi
hukum.
Dalam Pasal 65A Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris yang
melanggar ketentuan Pasal 58 dan Pasal 59 dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat

2.3.3 Tanggung Jawab Notaris terhadap Jabatan


Lembaga Notariat hadir karena kebutuhan masyarakat akan adanya alat
bukti, karena itulah masyarakat datang kepada orang yang mempunyai
kewenangan untuk membuat suatu Akta autentik, dan orang itu adalah Notaris.
Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat mempunyai kepercayaan yang
besar kepada Notaris karena mereka yakin Akta yang dibuatnya adalah
autentik isinya pada pokoknya dianggap benar. Akta autentik ini merupakan
bukti yang sempurna bagi para pihak ahli warisnya dan orang-orang yang
mendapatkan hak karenanya. Terhadap pihak ketiga Akta ini merupakan alat
bukti dengan kekuatan pembuktian sempurna.
Oleh karena itulah Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap
jabatannya karena begitu besar kepercayaan masyarakat akan profesi ini. Bila

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


56

Notaris tidak berbuat sesuai dengan peraturan, maka kepercayaan masyarakat


akan hilang dan profesi ini tidak lagi di hargai didalam masyarakat. Tindakan
Notaris yang keliru dan salah bukan hanya merugikan Notaris itu sendiri
namun juga merugikan organisasi profesi, masyarakat dan negara.
Tanggung jawab jabatan ini erat kaitannya dengan sumpah jabatan
karena sebelum diangkat menjadi pejabat, setiap Notaris diambil sumpahnya
untuk mengabdi kepada negara dan menjalankan jabatannya dengan sebaik-
baiknya (Pasal 4 Undang-Undang Jabatan Notaris), bahwa Notaris melalui
sumpahnya berjanji untuk menjaga sikap, tingkah lakunya dan akan
menjalankan kewajibannya sesuai dengan Kode Etik profesi, kehormatan,
martabat dan tanggung jawab sebagai Notaris) dasar logis setiap Notaris harus
diambil sumpahnya terlebih dahulu sebelum memangku jabatannya karena
jabatan Notaris adalah jabatan yang mulia berdasar kepercayaan maka sudah
selayaknya setiap Notaris mempunyai tanggung jawab penuh terhadap
jabatannya, dan pelanggaran terhadap jabatannya tersebut akan melahirkan
suatu sanksi bagi dirinya.

2.3.4 Tanggung Jawab Notaris secara Kode Etik


Kode Etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan.
Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada peraturan
Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika
profesinya. Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu
perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi
tersebut ke dalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


57

profesi jabatan Notaris adalah hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung,
diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut Seluruh kaedah moral
yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya
disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau
yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perUndang-Undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas
jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya Pejabat Sementara Notaris,
Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.
Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus
berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan Notaris. Notaris dilarang
melakukan perbuatan sebagaimana dicantumkan dalam pasal 4 Kode Etik
Notaris, apabila Notaris terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik maka
Notaris yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkannya sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Kode Etik Jabatan Notaris.
Pelanggaran menurut Kode Etik Notaris diatur dalam Pasal 1 angka 9
yaitu Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin organisasi. Akibat
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan Notaris menimbulkan sanksi bagi
Notaris, adapun sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan
pelanggaran Kode Etik tercantum dalam pasal 6, berupa :
a. teguran
b. peringatan

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


58

c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan


d. onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan.
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan
Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana tersebut di atas terhadap anggota
yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang
dilakukan anggota. Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang
dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin
anggota perkumpulan maupun oranglain yang memangku dan menjalankan
jabatan Notaris dalam menegakkan Kode Etik dan disiplin organisasi.
Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran
terhadap Kode Etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan sebagai
alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran Kode Etik termasuk didalamnya juga menjatuhkan sanksi
kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Adanya Kode Etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan
professional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta
berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-
nilai moral.

2.3.5 Tanggung Jawab Notaris secara Administrasi


Notaris yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya itu dengan dapat dijatuhi sanksi
administrasi. Secara garis besar sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) macam yaitu :

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


59

1) sanksi reparatif adalah sanksi ini ditujukan untuk perbaikan atas


pelanggaran tata tertib hukum, dan kewajiban perubahan sikap/tindakan
sehingga tercapainya keadaan semula yang ditentukan, tindakan
memperbaiki sesuatu yang berlawanan dengan aturan. Contohnya paksaan
untuk berbuat sesuatu untuk pemerintah dan pembayaran uang paksa yang
ditentukan sebagai hukuman.
2) Sanksi punitif adalah sanksi yang bersifat menghukum, merupakan beban
tambahan. Sanksi hukuman tergolong dalam pembalasan, dan tindakan
preventif yang menimbulkan ketakutan kepada pelanggar yang sama atau
mungkin untuk pelanggar-pelanggar lainnya. Contohnya pembayaran
denda kepada pemerintah, teguran keras.
3) Sanksi regresif adalah sanksi sebagai reaksi atas sesuatu ketidAktaatan,
dicabutnya hak atas sesuatu yang diputuskan menurut hukum, seolah-olah
dikembalikan kepada keadaan hukum yang sebenarnya sebelum keputusan
diambil. Contohnya pencabutan, perubahan atau penangguhan suatu
keputusan.
Sanksi administrasi bedasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan
ada 5 (lima) jenis sanksi administrasi yang diberikan apabila seorang Notaris
melanggar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu peringatan lisan,
peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat
dan pemberhentian dengan tidak hormat. Sanksi-sanksi itu berlaku secara
berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian dengan tidak
hormat.
Sanksi Notaris karena melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana
tersebut dalam pasal pasal dalam Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


60

sanksi internal yaitu sanksi terhadap Notaris dalam melaksanakan tugas dan
jabatannya tidak melaksanakan serangkaian tindakan tertib pelaksanaan tugas
dan jabatan kerja Notaris yang harus dilakukan untuk kepentingan Notaris
sendiri. Prosedur penjatuhan sanksi administratif dilakukan secara langsung
oleh instansi yang diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tersebut.
Penjatuhan sanksi administrasi adalah sebagai langkah preventif (pengawasan)
dan langkah represif (penerapan sanksi). Langkah preventif dilakukan melalui
pemeriksaan protokol Notaris secara berkala dan kemungkinan adanya
pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Sedangkan langkah represif
dilakukan melalui penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah, berupa
teguran lisan dan teguran tertulis serta berhak mengusulkan kepada Majelis
Pengawas Pusat pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(Enam) bulan dan pemberhentian tidak hormat Majelis Pengawas Pusat
selanjutnya melakukan pemberhentian sementara serta berhak mengusulkan
kepada menteri berupa pemberhentian dengan tidak hormat. Kemudian
Menteri atas usulan Majelis Pengawas Pusat dapat memberhentian Notaris
dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat.
Kesimpulan pertanggungjawaban secara administrasi terhadap seorang
Notaris adalah Notaris dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian
sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak
hormat terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum.

2.3.6 Tanggung Jawab Notaris secara Pidana Atas Akta Yang Dibuatnya
Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur mengenai ketentuan
pidana. Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur sanksi atas

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


61

pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap Undang-Undang Jabatan


Notaris, sanksi tersebut dapat berupa sanksi terhadap Akta yang dibuatnya dan
terhadap Notaris itu sendiri. Sanksi terhadap Akta yang dibuatnya menjadikan
Akta yang dibuat oleh Notaris turun derajatnya dari Akta autentik menjadi
Akta di bawah tangan, sedangkan untuk Notaris diberikan sanksi mulai dari
teguran hingga berujung pada pemberhentian dengan tidak hormat.50
Seorang Notaris dalam menjalankan jabatanya membuat Akta autentik
yang berkaitan dengan keperdataan memiliki kewenangan atributif yaitu
kewenangan yang melekat pada jabatan itu dan diberikan oleh Undang-
Undang. Bila seorang Notaris melakukan penyimpangan akan sebuah Akta
yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perbuatan Pidana maka harus
mempertanggungjawabkan secara pidana apa yang telah dilakukan.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum, larangan tersebut disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut). Perbuatan pidana
merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, apabila
seseorang melakukan pelanggaran terhadap larangan tersebut maka orang
tersebut akan diikuti oleh sanksi yang berupa pidana tertentu.51
Dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris maka pidana yang
dimaksudkan adalah pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam kapasitasnya
sebagai Pejabat Umum yang berwenang membuat Akta autentik yang
diamanahkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. Hal ini bukan merupakan

50 Ghofur Anshori, op.cit. hal 38-39.


51 Subekti, Prof, Hukum Pembuktian, (Jakarta:PT. Intermasa), 2005, hal 17.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


62

kapasitas pribadi (individu) dari Notaris tersebut sebagai subjek hukum. Unsur-
unsur dalam perbuatan pidana meliputi :52
a. Perbuatan (manusia)
Perbuatan adalah tindakan dan kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan
tersebut. Dalam hukum pidana perbuatan ada yang bersifat positif maupun
negatif. Positif berarti terdakwa berbuat sesuatu sedangkan negatif berarti
seseorang tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan atasnya.
b. Memenuhi rumusan peraturan perUndang-Undangan
Agar suatu perbuatan dapat disebut tindak pidana harus memenuhi rumusan
Undang-Undang artinya berlaku asas legalitas. Asas ini menyatakan bahwa
nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang bermakna
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika
hal tersebut tidak atau belum dinyatakan dalam suatu aturan Undang-
Undang. Arti penting adanya asas legalitas adalah untuk menjamin adanya
kepastian hukum dan demi keadilan. Memenuhi peraturan perUndang-
Undangan sebagai syarat dari tindak pidana adalah merupakan syarat formil.
c. Bersifat melawan hukum
Adanya sifat melawan hukum dalam tindak pidana merupakan syarat
mutlak dan juga merupakan syarat materiil. Indonesia menganut ajaran sifat
ajaran melawan hukum dalam arti materiil namun dalam fungsinya yang
negatif. Artinya meskipun apa yang dituduhkan adalah suatu delik formil
namun hakim secara materiil harus memperhatikan juga adanya kemungkinan

52
Diennisa Putriyanda, 2013, Asas-asas Hukum Pidana dan Pengertian Perbuatan Pidana
menurut Para Ahli, diakses dari: http://www.slideshare. net/icadienica/asas-asas-hukum-
pidana-pengertian-perbuatan-pidana-menurutpara-ahli,diunduh pada tanggal 25 April 2015.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


63

keadaan dari terdakwa atas dasar mana mereka tidak dapat dihukum, sehingga
terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum.
Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan
(verwijbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai
tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, dan secara subyektif
kepada pelaku yang memenuhi persayaratan untuk dapat dikenakan pidana
karena perbuatannya itu.53 Hal tersebut didasarkan pada asas “tidak dipidana
jika tidak ada kesalahan” atau “actus non facit reum nisi mens sit rea”. Orang
tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak
melakukan kesalahan. Akan tetapi seseorang yang melakukan perbuatan
pidana, belum tentu ia dapat dipidananya. Orang yang melakukan perbuatan
pidana akan dipidanya apabila dia mempunyai kesalahan.54
Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil
terhadap Akta yang dibuatnya dapat dilihat dari adanya suatu perbuatan pidana
yang dilakukan oleh seorang Notaris. Jadi pertanggungjawaban pidana adalah
berbicara kesalahan dalam hukum pidana. Unsur kesalahan dalam hukum
pidana merupakan unsur paling penting, karena berdasarkan asas geen straf
zonder schuld atau liability based on fault/guilt atau culpabilitas, maka adanya
kesalahan menjadi yang pertama untuk dicari dalam setiap tindak pidana. Bila
isi Akta yang diterbitkan oleh seorang Notaris terbukti adanya perbuatan
Pidana berupa pemalsuan baik berupa isi ataupun tanda tangan dalam suatu
Akta yang diterbitkan seorang Notaris maka pertanggungjawaban Pidana yang

53
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi di Indonesia, (Bandung: CV. Utomo, 2004), hal 30.
54 Ibid, hal 56.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


64

dijatuhkan sesuai dengan ketentuan yang ada didalam Kitab Undang-Undang


Hukum Pidana (KUHP).
Isi Akta yang dimaksud adalah Akta yang dibuat oleh seorang Notaris
dan harus memenuhi syarat formil dan materil adapun syarat formil adalah
harus memuat tanggal, bulan, tahun, ditanda tangani oleh para pihak, saksi dan
Notaris. Penandatanganan oleh para pihak dalam Akta autentik harus
ditegaskan dalam Akta dengan tujuan mengenai penegasan ini tidak lain untuk
mengautentikkan tanda tangan para pihak dalam Akta tersebut.
Hal-hal yang sering terjadi dalam praktik yang menyebutkan bahwa
seorang Notaris dikualifikasikan melakukan perbuatan pidana adalah antara
lain:
a. Pemalsuan surat, yaitu diatur dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana;
b. Pemalsuan dalam Akta autentik, yaitu diatur dalam Pasal 264 ayat (1) angka
1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
c. Pencantuman keterangan palsu dalam Akta autentik, yaitu diatur dalam Pasal
266 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2.4 Pemalsuan Akta Autentik oleh Notaris


2.4.1 Pemalsuan Akta Autentik
Pemalsuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses,
cara, perbuatan memalsu; upaya atau tindakan memalsukan dengan meniru

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


65

bentuk aslinya; upaya atau tindakan memalsukan dengan membuat bentuk atau
penandatanganan yg serupa dengan aslinya; 55
Pemalsuan dalam suatu Akta dapat diartikan bahwa apa yang terdapat
dalam Akta bukan perbuatan atau peristiwa yang sebenarnya. Pemalsuan dalam
suatu Akta autentik meliputi :
a. Notaris memberikan keterangan palsu,
b. Penghadap memberikan keterangan palsu;
c. Notaris merubah atau menambahkan isi Akta tanpa melakukan renvoi;
d. Pemalsuan berkenaan dengan waktu pembuatan Akta, tempat pembuatan
Akta, para pihak yang mengahadap, saksi-saksi, dan Notaris, serta
pembacaan dan penandatanganan.
e. Pemalsuan terhadap Akta Notaris yaitu pemalsuan dari Salinan Akta, dalam
hal ini terdapat perbedaan antara minuta Akta denga Salinan Akta yang
dikeluarkan Notaris.
Oleh karena itu Notaris dalam pembuatan Akta autentik harus teliti dan
cermat, selain iu Notaris wajib membacakan Akta. Pembacaan Akta harus
dilakukan sebelum penghadap melakukan tandatangan Akta. Pembacaan Akta
dilakukan agar para pihak saling mengetahui isi dari Akta tersebut yang mana
isi dari Akta itu merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian,
pembacaan Akta ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak merasa
dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi Akta yang memberatkan atau
merugikan para pihak, begitu pula apabila terjadi keadaan dimana Akta yang
telah mereka buat dan sepakati ingin dibatalkan, pembatalan Akta juga harus
berdasarkan atas kesepakatan.

55 http://kbbi.web.id/palsu, diunduh pada tanggal 27 April 2015.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


66

Suatu Akta juga dapat tidak dibacakan tetapi tetap tidak kehilangan
otensitasnya sehingga berubah menjadi Akta yang hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta dibawah tangan. Dalam pasal 16 angka 7
mengatakan Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan
karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,
dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta
pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
Notaris yang terbukti melakukan pemalsuan terhadap Akta autentik
yang dapat menyebabkan Akta yang dibuatnya menjadi cacat yuridis diberikan
sanksi hukum berupa sanksi administrasi, sanksi perdata dan saksi pidana.

2.4.2. Pemalsuan Akta Autentik Dalam Perkara Pidana


Dalam perkara pidana seringkali Notaris menjadi tersangka dan bahkan
di vonis menjadi terpidana. Sanksi pidana terhadap Notaris tentunya harus
dinilai bahwa Notaris melanggar prosedur pembuatan Akta harus berdasarkan
aturan hukum yang berlaku. Sanksi pidana dapat dikenakan kepada Notaris
yang melakukan kelalaian dalam melaksanakan tugas dan jabatannya.
Kelalaian Notaris tersebut yang mengakibatkan Akta yang dibuatnya menjadi
cacat yuridis ialah apabila niat atau tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan pasal 264 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.56

56 Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang:Aneka Ilmu),
hal.86.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


67

Dalam pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


menentukan: “barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang
dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah olah isinya benar dan tidak
palsu, diancam jika pemalsuan tersebut dapat menimbulkan karugian karena
pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Berdasarkan pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
tersebut diketahui bahwa, seseorang dapat didakwa sebagai pelaku pemalsuan
surat apabila terpenuhi unsur: 57
1. Membuat atau memalsukan surat;
2. Menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau sesuatu
yang digunakan sebagai bukti;
3. Baik digunakan sendiri maupun dengan menyuruh orang lain untuk
menggunakan;
4. Menimbulkan kerugian.
Disisi yang lain, seseorang yang menggunakan atau memakai surat
palsu atau dipalsukan tersebut, juga dapat dituntut dengan sanksi pidana yang
sama selama hal itu telah menimbulkan adanya kerugian. Hal ini diatur dalam
pasal 263 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Adapun menjadi berbeda jika pemalsuan itu dilakukan terhadap Akta
autentik. Dalam pasal 264 (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam Pasal 264 (1) menentukan: “pemalsuan surat diancam dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

57 R Sunarto Soerodibroto, op.cit., hal 308.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


68

1. Akta-Akta autentik;
2. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya ataupun
dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan,
yayasan, perseroan, atau maskapai;
4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan
dalam 2 dan 3, atau tanda buktu yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-
surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan;”58
Dalam hal ini pemalsuan yang dilakukan terhadap Akta autentik
memiliki sanksi pidana yang lebih berat dua tahun dibandingkan dengan
pemalsuan surat-surat yang lain selain yang diatur dalam pasal 264 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu 8 (delapan) tahun penjara.
Sedangkan bagi pihak yang hanya menyuruh untuk memasukan
keterangan palsu, bukan memalsukan Akta autentik juga diancam dengan
pidana tujuh tahun penjara. Mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 266 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 266 ayat (1) tersebut menentukan:
“barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam suatu Akta
autentik mengenai sesuatu yang kebenarannya harus dinyatakan oleh Akta itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai Akta itu
seolah olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian
itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun”59

58
Subekti I, Op.Cit., Pasal 264.
59
Subekti I, Op.Cit., Pasal 266 ayat (1).

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


69

Bagi Notaris sendiri, terkait dengan adanya kepalsuan diatur dalam


pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perbuatan Notaris membuat
Akta autentik dapat dikatagorikan sebagai intelectuele in gesduigfte, sehingga
memenuhi unsur “barang siapa”. Sedangkan ancaman pidana sebagaimana
diatur dalam pasal 266 tersebut merupakan ancaman pidana bagi pihak-pihak
yang menyuruh Notaris untuk memasukan keterangan palsu dalam Aktanya.
Menjadi sesuatu yang berbeda jika niat atau kehendak berasal dari para pihak.
Secara Pidana, Notaris hanya dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu memenuhi unsur
ikut serta. Dalam pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menentukan:
“dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja memberikan bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan;
2. Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, saran atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.”60
Berkaitan dengan keikutsertaan Notaris dalam suatu tindak pidana, hal
ini perlu dibuktikan lebih lanjut. Kedudukan Notaris dalam suatu Akta bukan
merupakan pihak. Notaris hanya bertugas untuk mengkonstantir peristiwa yang
terjadi dalam relaas Akta dan/atau menuangkan kehendak para pihak dalam
Akta. Dengan demikian, tindakan Notaris yang terkait dengan perbuatan
pidana menurut beliau, seorang Notaris yang menjadi tersangka, Terdakwa,
atau terpidana bukan merupakan hal yang logis. Yang sering kali kita
dilakukan dan terjadi adalah adanya unsur kelalaian Notaris akibat kurang hati-
hati dalam mempersiapkan dan mambuat suatu Akta.

60
Subekti I, Op.Cit., Pasal 56.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


70

Adapun terdapat 4 (empat) unsur kesalahan dan kelalaian sebagai tolak


ukur di dalam hukum pidana, yaitu :
1. Bertentangan dengan hukum (wederredhtelijkheid)
2. Akibatnya dapat dibayangkan (voorzienbaarheid)
3. Akibatnya dapat dihindarkan (vermijdbaarheid)
4. Sehingga perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya (verwijtbaarheidi)

2.4.3 Syarat-syarat Pemidanaan Seorang Notaris


Bedasarkan pengertian dari tindak pidana maka konsekuensi dari
perbuatan pidana dapat melahirkan pertanggungjawaban pidana.
Pertanggungjawaban pidana ada apabila subyek hukum melakukan kesalahan,
karenanya dikenal adanya pameo yang mengatakan geen straf schuld atau tiada
pidana tanpa kesalahan. Kesalahan dapat berupa kesengajaan (dolus) maupun
kealpaan (culpa).
Notaris sebagai subyek hukum dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur pidana, yaitu apabila di dalam diri
Notaris terdapat kesengajaan atau sikap batin yang menghendaki munculnya
suatu akibat dari perbuatannya.
Bila dikaitkan dengan aspek formal dari suatu Akta, apabila terbukti
terdapat seorang Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap aspek formal
Akta, ia dapat saja dipidanakan dengan hukum pidana sepanjang aspek formal
tersebut terbukti secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta
direncanakan oleh Notaris yang bersangkutan dan para pihak/penghadap)
bahwa Akta yang dibuat dihadapan dan oleh Notaris dijadikan suatu alat
melakukan suatu tindak pidana atau dalam perbuatan Akta pihak atau Akta

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


71

relaas dan Notaris secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama dengan
para pihak yang besangkutan (penghadap) melakukan atau membantu
melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang
61
melanggar hukum atau dengan kata lain pemidanaan terhadap Notaris dapat
saja dilakukan dengan batasan jika :
a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal Akta yang
sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa Akta
yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris, bersama sama dengan
penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar melakukan suatu tindak pidana.
b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat Akta dihadapan atau
oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris; dan
c. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang.
(untuk menilai tindakan Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris).
Dalam kaitan ini, diperlukan adanya kesalahan besar untuk perbuatan
yang berkaitan dengan pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan seperti Notaris 62
Notaris bukan tukang membuat Akta tetapi Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan
ilmu-ilmu hukum lainnya yang harus dikuasai secara terintergritasi oleh
Notaris. Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus mempunyai
pengetahuan yang baik dalam menjalankan tugas jabatannya. Notaris dapat
dikenakan sanksi pidana jika dapat dibuktikan di pengadilan bahwa secara
sengaja atau tidak sengaja bersama-sama dengan para pihak/penghadap
61
Habib Adjie, op. cit., hal. 124.
62
Paulus Efendi Lotulung, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam
Menjalankan Tugasnya, Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal.3.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


72

membuat Akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau
penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain. 63
Bila kita kaitkan dengan syarat keadaan psikis, seseorang dinyatakan
memiliki kemampuan bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang
dilakukan bilamana : 64
1. Keadaan jiwanya
a. Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara;
b. Tidak cacat dalam pertumbuhan;
c. Tidak terganggu karena terkejut, hipnotisme, amarah yang meluap,
pengaruh bawah sadar, melindur dan lain sebagainya.
2. Kemampuan jiwanya
a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;
b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut;
c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut;
Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada kemampuan jiwa, dan
bukan kemampuan berfikir dari seseorang. Kemampuan tersebut
memperlihatkan kesalahan dari pembuat yang berbentuk kesengajaan atau
kealpaan, artinya tindakan tersebut tercela dan Terdakwa menyadari tindakan
yang dilakukannya. Penjatuhan pidana terhadap Terdakwa selain
mempertimbangkan unsur-unsur pertanggungjawaban pidananya, perlu juga
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal-hal yang memberatkan seperti, Perbuatan Terdakwa dapat merusak
citra profesi Notaris sebagai penjahat yang berwenang dalam pembuatan Akta
63
Ibid., hal 4.
64
S.R Sianturi. Tindak Pidana di KUHP beserta Uraiannya, (Jakarta : Alumni Ahaem
Petehaem, 1990), hal. 422.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


73

autentik sesuai peraturan perUndang-Undangan, Perbuatan Terdakwa dapat


merugikan dan meresahkan masyarakat karena antara lain hilangnya
kepercayaan terhadap keautentikan Akta Notaris. Hal-hal yang meringankan,
seperti Terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan; Terdakwa
belum pernah dihukum karena melakukan suatu tindak pidana.
Sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan jika terbukti Notaris
telah melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan
Kode Etik profesi jabatan Notaris yang juga harus memenuhi rumusan dalam
kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP).
Sanksi pidana merupakan upaya terakhir jika sanksi atau upaya-upaya
hukum lainnya tidak mempan atau dianggap tidak mempan,65 maka Notaris
yang melakukan tindak pidana dapat melakukan tindak pidana dapat dilakukan
pemberhentian oleh Menteri dengan alasan Notaris telah terbukti bersalah dan
dikenakan ancaman pidana penjara. Hal tersebut diatur dalam keputusan
Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia nomor: M-01.HT.03.01 tahun 2003
tentang keNotarisan, pasal 21 ayat (2) sub b yaitu Notaris terbukti bersalah
yang berkaitan langsung dengan jabatannya atau tindak pidana lain dengan
ancaman pidana 5 (lima) tahun penjara.66

65
Habib adjie. Jurnal renvoi. Nomor 10-22 tanggal 3 maret 2005. Hal.126
66
Keputusan Menteri hukum dan HAM RI nomor : M-01.HT.03.01 tahun 2003 tentang
kenotarisan. Pasal 21 ayat (2) sub b

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


74

BAB III
ANALISA MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN AKIBAT HUKUM
TERHADAP PEMALSUAN AKTA AUTENTIK YANG DIBUAT OLEH
NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 40/PID.B/2013/PN.LSM

Dalam bab ini, Penulis akan memberikan uraian dan analisa kasus yang terkait
dengan masalah pemalsuan Akta autentik yang dilakukan oleh Notaris
berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor
40/PID.B/2013/PN.LSM.
1. Pihak (TERDAKWA)
IMRAN ZUBIR DAOED, Sarjana Hukum Bin M. DAOED, Umur 47 Tahun,
lahir di Lhokseumawe pada tanggal 25 Januari 1965, Warga Negara Indonesia,
Pekerjan Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), bertempat tinggal di
Desa Simpang Empat, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
2. Duduk Perkara :
- Bahwa ia Terdakwa Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum, pada hari
Jum’at tanggal, 02 Nopember 2012 sekira pukul 11.00 Waktu Indonesia
Bagian Barat atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu pada bulan

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


75

Nopember 2012 bertempat di Kantor Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana


Hukum di Jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Banda Sakti
Kota Lhokseumawe atau setidak-tidaknya di suatu tempat tertentu yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lhokseumawe
memalsukan surat Akta Autentik yang dilakukan Terdakwa dengan cara
sebagai berikut:
- Bermula Terdakwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, pada
pukul 10.00 Waktu Indonesia Bagian Barat, anggota pengurus Lembaga
Swadaya Masyarakat “Sepakat” atau saksi Ilmastin dan Muslim Gunawan,
datang menghadap Terdakwa ke Kantor Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana
Hukum di Jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Banda Sakti
Kota Lhokseumawe untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar Lembaga
Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat “Sepakat” dengan memberikan
dokumen sebagai dasar perubahan Anggaran dasar kepada Terdakwa berupa;
Daftar Absensi Rapat Anggota II Lembaga Sepakat, Notulen Rapat Anggota
Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat” Lhokseumawe, Berita Acara Rapat
Anggota Lembaga Swadya Masyarakat “Sepakat” Lhokseumawe dan foto
suasana rapat Anggota Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat”.
Selanjutnya setelah saksi tersebut memberikan dokumen sebagai dasar
perubahan tersebut kepada Terdakwa untuk diverifikasi. Setelah Terdakwa
melakukan verifikasi terhadap dokumen tersebut, kemudian Terdakwa
membuat minuta Akta (asli Akta Notaris) Nomor : 01.- Tanggal 02
Nopember 2012.
- Bahwa pada saat Terdakwa membuat minuta Akta (asli Akta Notaris) Nomor
: 01.- Tanggal 02 Nopember 2012 tersebut, Terdakwa melakukan pemalsuan

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


76

surat terhadap Akta Notaris Akta autentik Nomor : 01.- Tanggal 02


Nopember 2012 tersebut dengan cara membuat ada sebagai penghadap yang
menghadap dihadapan Terdakwa didalam halaman 1 Akta Notaris tersebut
dengan mencantumkan pada angka III selaku Tuan Edi Fadhil, lahir di
Lamraya, pada tanggal 16 Juni 1984 (seribu sembilan ratus delapanpuluh
empat), wiraswasta, bertempat tinggal di Desa Cot Jambo, Kecamatan
Montasik, Kabupaten Aceh Besar pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor :
1354/04/AB/CJ/2003. Warga Negara Indonesia.
- Bahwa Padahal Tuan Edi Fadhil selaku pengurus Lembaga Swadaya
Masyarakat “Sepakat” atau saksi Edi Fadhil Bin Ilyas sebagaimana tersebut
didalam Akta Notaris tersebut tidak pernah menghadap dihadapan Terdakwa
untuk pembuatan Akta Notaris Nomor : 01.- Tanggal 02 Nopember 2012
tersebut.
- Bahwa maksud dan tujuan Ilmastin dan Muslim Gunawan melakukan
perubahan Anggaran Dasar Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat” karena
masa badan Pengurus sudah habis yaitu tahun 2009, karena tidak ada
pertanggungjawaban dari Ketua Umum yang lama baik secara administratif
maupun finansial dari Tuan Edi Fadhil selaku Ketua terhadap
pertanggungjawaban aset Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat”, dan atas
dasar bahwa Ilmastin dan Muslim Gunawan ingin mengambil alih
pengurusan Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat”.
- Bahwa atas perubahan Anggaran Dasar tersebut dilakukan tanpa adanya
persetujuan dari seluruh para pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat
“Sepakat”, dan seharusnya apabila ada perubahan struktur kepengurusan
suatu lembaga, orang yang digantikan tersebut harus hadir untuk

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


77

menandatangani persetujuan penggantian struktur kepengurusan di Akta


Notaris tersebut.
- Bahwa pada hari Jum’at tanggal 02 Nopember 2012 sekira pukul 15.00
Waktu Indonesia bagian Barat, Ilmastin dan Muslim Gunawan, datang ke
kantor Panin Bank Kota Lhokseumawe di Jalan Samudera Desa Kampung
Jawa Lama Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dengan membawa
Akta Notaris Nomor : 01.- Tanggal 02 Nopember 2012 tersebut untuk
mengajukan perubahan spesimen (pergantian tanda tangan) atau pengkinian
data Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat “Sepakat” pada
Bank Panin tersebut.
- Bahwa akibat dari perubahan spesimen (pergantian tanda tangan) atau
pengkinian data Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat
“Sepakat” pada Bank Panin tersebut dengan menggunakan Akta Notaris
Nomor : 01.- Tanggal 02 Nopember 2012, Tuan Edi Fadhil tidak dapat lagi
melakukan penarikan uang ataupun melakukan tanda tangan terhadap
rekening Giro milik Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat
“Sepakat” yang berada di Bank Panin Kota Lhokseumawe.
- Bahwa karena akibat perubahan Akta Notaris Nomor : 01.- Tanggal 02
Nopember 2012, pencairan uang Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat”
tersebut Sementara tidak bisa dilaksanakan.

3. Pertimbangan Hukum
Majelis Hakim telah memeriksa perkara ini dalam putusannya memberikan
pertimbangan hukum yang pada pokoknya sebagai berikut;

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


78

a. Menimbang, bahwa Terdakwa didakwaan oleh penuntut umum dalam


dakwaannya yang disusun secara tunggal yaitu melanggar pasal 264 ayat (1)
ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ;
b. Menimbang, bahwa untuk dapat diterapkan ketentuan yang tercantum dalam
dakwaan tersebut diatas, maka harus memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
1. BARANG SIAPA ;
2. DENGAN SENGAJA MEMBUAT SURAT PALSU ;
3. TERHADAP AKTA AUTENTIK ;
c. Menimbang, bahwa pengertian “ Membuat surat palsu “ dapat di artikan Isi
dari surat/Akta ini tidak berdasarkan kebenaran, tetapi bertentangan dengan
kebenaran ;
d. Menimbang, bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan keinsyafan atau
kesadaran yang nyata dan akibat perbuatan tersebut memang dikehendaki
oleh pelaku. Artinya, bahwa si pelaku benar-benar mengetahui, bahwa surat
yang ia palsu kan tersebut, akan ada akibat hukumnya ;
e. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, yaitu Saksi Ilmastin
dan Saksi Muslim Gunawan serta keterangan Terdakwa bahwa pada hari
Jumat tanggal, 02 Nopember 2012 sekitar Jam 10.00 Wib, dimana saksi-
saksi tersebut datang menghadap Terdakwa ke Kantor Notaris Imran Zubir
Daoed Sarjan Hukum, di jalan Pang Lateh Desa Simpang empat Kec.Banda
sakti Kota Lhokseumawe, untuk melakukan perubahan anggaran Dasar.
f. Menimbang, bahwa sebagaimana fakta dipersidangan, berdasarkan
keterangan Terdakwa dan keterangan Tuan Edi Fadhil bahwa saat membuat
minuta Akta (asli Akta Notaris) Nomor : 01,- Tanggal, 02 Nopember 2012

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


79

tersebut, Terdakwa melakukan pemalsuan isi surat/Akta tersebut yang tidak


sesuai sebagaimana kebenarannya, dimana proses pembuatan Akta autentik
Nomor : 01,- tanggal, 02 Nopember 2012 tersebut dengan cara menyebutkan
nama saksi Edi Fadhil sebagai salah satu orang yang menghadap dihadapan
Terdakwa dengan mencantumkan nama Tuan Edi Fadhil, padahal Tuan Edi
Fadhil/saksi Edi Fadhil tersebut sebagaimana tertuang didalam Akta Notaris
yang dibuat Terdakwa, tidak pernah menghadap dihadapan Terdakwa untuk
pembuatan Akta perubahan anggaran dasar Lembaga Swadaya Masyarakat
“Sepakat” Nomor : 01,- Tanggal, 02 Nopember 2012 tersebut karena saat
Akta dibuat Tuan Edi Fadhil sedang ada diluar Aceh, hal ini saksi Edi
Fadhli merasa sangat dirugikan oleh perbuatan Terdakwa karena
mencantumkan namanya pada Akta yang dibuat oleh Terdakwa, dimana Edi
Fadhil disamping telah dirugikan, juga selaku ketua Umum Lembaga
Swadaya Masyarakat “Sepakat” tidak dapat menarik uang Lembaga
Swadaya Masyarakat “Sepakat” yang masih tersimpan di Bank Panin Kota
Lhokseumawe, guna operasional Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut ;
g. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta tersebut diatas, majelis Hakim
meyakini unsur ke-2 Pemalsuan Surat telah Terpenuhi ;
h. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan yang diperoleh dari
keterangan para saksi dan keterangan Terdakwa serta dikaitkan dengan alat
bukti surat, pada hari Jum’at, tanggal, 02 Nopember 2012 sekira pukul
10.00 Wib saksi bernama Ilmastin dan saksi Muslim Gunawan, datang
menghadap Terdakwa di Kantor Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum
di jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecmatan Banda Sakti Kota

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


80

Lhokseumawe guna untuk melakukan perubahan anggaran dasar Lembaga


Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat “SEPAKAT” ;
i. Menimbang, bahwa maksud saksi Ilmastin dan saksi Muslim Gunawan,
melakukan perubahan anggaran dasar Lembaga Swadaya Masyarakat
“sepakat” tersebut, karena Lembaga Swadaya Masyarakat tersebutmasa
kepengurusan sudah lewat waktu, juga untuk menarik uang Lembaga
Swadaya Masyarakat sepakat yang masih ada di Panin Ban Menimbang,
bahwa dalam Akta perubahan anggaran Lembaga Swadaya Masyarakat
“Sepakat” tersebut yaitu No. 01,- Tanggal, 02 Nopember 2012, ikut dibuat
oleh Terdakwa para penghadap selain saksi Ilmastin dan Gunawan, juga
Tuan Edi Fadhil ;
j. Menimbang, bahwa sebagaimana fakta dipersidangan, berdasarkan
keterangan Terdakwa dan keterangan saksi Edi Fadhil bahwa saat membuat
minuta Akta (asli Akta Notaris) Nomor : 01,- Tanggal, 02 Nopember 2012
tersebut, Terdakwa telah melakukan pemalsuan data terhadap surat Akta
Notaris/Akta autentik Nomor : 01,- tanggal, 02 Nopember 2012 tersebut
dengan cara membuat pada Akta autentik tersebut sebagai penghadap
dihadapan Terdakwa dengan mencantumkan nama Tuan Edi Fadhil, padahal
Tuan Edi Fadhil/ saksi Edi Fadhil tersebut sebagaimana tertuang didalam
Akta Notaris yang dibuat Terdakwa tidak pernah menghadap dihadapan
Terdakwa untuk pembuatan Akta Notaris Nomor : 01,- Tanggal, 02
Nopember 2012 tersebut karena saat Akta dibuat Tuan Edi Fadhil sedang
ada diluar aceh ;
k. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan, tujuan saksi Ilmastin
dan saksi Muslim Gunawan, melakukan perubahan anggaran dasar Lembaga

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


81

Swadaya Masyarakat “Sepakat” tersebut untuk melakukan penarikan uang


program kegiatan di Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat” yang
tersimpan di Bank Panin Kota Lhokseumawe sejumlah Rp.38.000.000,-
(tiga puluh delapan juta rupiah), dengan membawa ke Bank Panin Akta
Notaris No. 01,- tanggal, 02 Nopember 2012 yang dibuat oleh Terdakwa,
yang saat Akta dibuat tanpa dihadri oleh penghadap Tuan Edi Fadhil
tersebut, guna perubahan spesimen ( pergantian tanda tangan ) atau
pengkinian data Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat” pada Bank Panin
tersebut, maka dengan adanya perubahan Spesimen tersebut di Bank Panin,
saksi Edi Fadhil yang sebelumnya selaku Ketua Umum dalam susunan
Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat” bisa mencairkan uang
di Bank Panin tersebut, akhirnya tidak dapat lagi melakukan penarikkan
uang ataupun melakukan tanda tangan terhadap rekening Giro milik
Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat”, hal tersebut diketahui oleh saksi
Edi Fadhil setelah mendapat informasi dari Bank Panin, maka saat itu saksi
Edi Fadhil meminta kepada Bank Panin untuk memblokir lebih dahulu uang
program tersebut sehingga saksi Ilmastin dan saksi Muslim Gunawan belum
dapat melakukan penarikan uang program Lembaga Swadaya Masyarakat
Sepakat sejumlah Rp. 38.000.000 (tiga puluh delapan juta rupiah) yang
tersimpan di Bank Panin tersebut ;
l. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta tersebut diatas Majelis Hakim
berkesimpulan unsur ke-3 telah terpenuhi ;
m. Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur yang terkandung dalam pasal
264 ayat (1 ) ke-1 KUHP, sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan
tunggal telah terpenuhi, maka Terdakwa harus dinyatakan telah terbukti

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


82

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan
tunggal tersebut ;
n. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan terbukti
bersalah, maka kepadanya wajib untuk dijatuhi hukuman ;
o. Menimbang, bahwa mengenai barang bukti akan ditetapkan dalam amar
putusan di bawah ini ;
p. Menimbang, bahwa kepada Terdakwa dihukum pula untuk membayar
ongkos perkara ;
q. Menimbang, bahwa sebelum majelis hakim menjatuhkan hukuman, terlebih
dahulu akan mempertimbangkan tentang hal-hal yang memberatkan maupun
hal-hal yang meringankan bagi diri Terdakwa ;
r. Menimbang, bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis Hakim,
hukuman yang akan dijatuhkan di bawah ini adalah telah sesuai dengan
kepatutan hukum dan rasa keadilan ; Mengingat, ketentuan pasal 264 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun Undang-Undang lain
yang bersangkutan ;

Mengadili
Menyatakan, bahwa Terdakwa, Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum,
Bin M. Daoed telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Pemalsuan Akta Autentik” ;
- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 2 (dua) bulan ;
- Memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


83

- Menetapkan agar Terdakwa tetap di tahan ;


- Menghukum pula Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,00,-
(Dua ribu rupiah)

4. ANALISA PENULIS
Mengenai pokok permasalahan yang telah disebutkan dalam bab 1 penulisan
ini, penulis berpendapat bahwa mengenai :
1. Tanggung jawab Notaris terhadap Akta autentik yang dibuatnya
Tanggung jawab Notaris sebagai profesi hukum lahir dari adanya
kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan
kewenangan tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak Notaris
mengucapkan sumpah jabatannya sebagai Notaris. Sumpah yang telah
diucapkan oleh Notaris tersebutlah yang seharusnya menjadi pedoman Notaris
dalam melakukan segala tindakan dan menjalankan jabatannya.
Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat pembuat Akta
autentik harus berhati-hati, teliti, dan sungguh-sungguh, khususnya dalam
melakukan pembuatan Akta autentik, jika tidak sungguh-sungguh maka akan
membawa dirinya pada suatu perbuatan yang oleh Undang-Undang harus
dipertangungjawabkan.
Notaris harus bertanggungjawab atas apa yang disaksikan, yakni yang
dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat
Umum di dalam menjalankan jabatannya, menjamin Akta yang dibuatnya,
mejamin kebenaran dan kepastian tanggal dari Akta itu, menjamin kebenaran
tanda tangan yang terdapat dalam Akta itu, memperhatikan identitas dari

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


84

orang-orang yang hadir (komparisi), demikian juga tempat dimana Akta itu
dibuat
Dalam penulisan ini, Penulis telah menjelaskan mengenai tanggung jawab
Notaris, yaitu:
1. Tanggung Jawab Notaris Secara Perdata Atas Akta Yang Dibuatnya
2. Tanggung Jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris
3. Tanggung Jawab Notaris terhadap Jabatan
4. Tanggung Jawab Notaris secara Kode Etik
5. Tanggung Jawab Notaris Secara Administrasi
6. Tanggung Jawab Notaris secara Pidana Atas Akta Yang Dibuatnya
Bila Akta yang dibuat oleh Notaris terbukti cacat Yuridis yang
semata-mata disebabkan karena kesalahan Notaris tersebut, sehingga
karenanya Akta itu kemudian dinyatakan tidak autentik atau tidak sah, maka
Notaris yang bersangkutan harus bertanggung jawab, baik kepada pemerintah
yang mengangkatnya maupun terhadap kliennya. Hukuman mulai dengan
diperingatkan/ teguran sampai pemecatan, sedang bentuk tanggung jawab
terhadap kliennya bisa berupa pemberian ganti rugi sepanjang klien tersebut
terbukti menderita kerugian yang disebabkan adanya kesalahan yang dibuat
oleh Notaris.
Terkait kasus dalam penulisan ini, Tanggung jawab Notaris terhadap
Akta autentik yang dibuat oleh Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum
Notaris Kota Lhoksumawae tersebut adalah tanggung jawab pidana terhadap
Akta yang dibuatnya, Karena berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
Lhokseumawe Nomor 40/PID.B/2013/PN.LSM, Notaris Imran Zubir Daoed
tersebut telah mengakui dan terbukti lalai dan telah melakukan tindak pidana

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


85

pemalsuan terhadap Akta autentik dan melanggar ketentuan pasal 264 ayat 1
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu pemalsuan surat diancam dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika dilakukan terhadap:
a. Akta-Akta autentik;
b. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya ataupun
dari suatu lembaga umum;
c. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan,
yayasan, perseroan, atau maskapai;
d. Talon, tanda bukti dividen atau bunga atau tanda buktu yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat-surat itu;
e. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan;”67
Dalam hal Notaris melakukan pemalsuan dalam pembuatan Akta
Autentik tersebut maka ia harus mempertanggungjawaban Pidana sesuai
dengan ketentuan yang ada didalam pasal 264 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
Namun dalam kasus ini, Pengadilan Negeri kota Lhokseumawe
memutuskan bahwa Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum tersebut hanya
dikenakan sanksi 2 (dua) bulan penjara karena sebelum majelis hakim
menjatuhkan hukuman, terlebih dahulu akan mempertimbangkan tentang hal-
hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan bagi diri Terdakwa ;
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan Terdakwa Merugikan keanggotaan Lembaga Swadaya Masyarakat
“Sepakat” itu sendiri sehingga uang yang semestinya bisa dicairkan, akhirnya
di bekukan untuk sementara oleh pihak Bank ;

67
Ibid ., Pasal 264.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


86

Hal-hal yang meringankan :


- Terdakwa belum pernah dihukum ;
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan ;
- Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya ;
- Terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga anak dan isteri ;
Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum sebagai subyek hukum
harus bertanggungjawab atas perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur
pidana, yaitu terdapat kesengajaan atau sikap batin yang menghendaki
munculnya suatu akibat dari perbuatannya. Pemidanaan terhadap Notaris Imran
Zubir Daoed Sarjana Hukum tersebut dapat saja dilakukan dengan batasan :
a) Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal Akta yang sengaja,
penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa Akta yang
dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris, bersama sama dengan
penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar melakukan suatu tindak pidana.
b) Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat Akta dihadapan atau oleh
Notaris yang jika diukur berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris tidak
sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris; dan
c) Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang.
(untuk menilai tindakan Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris).
Notaris diharuskan bertanggung jawab dengan apa yang telah
diperbuatnya, khususnya dalam pembuatan Akta autentik. Apabila setiap Akta
yang dibuat Notaris tidak bersumber pada peraturan yang telah diatur dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) serta terdapat Notaris yang berbuat
curang dalam membuat Akta autentik, maka Notaris tersebut dapat dijatuhi

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


87

hukuman, akan tetapi mekanisme yang perlu ditempuh adalah harus menjalani
Tiga (3) Ketentuan, yaitu;
a. Berdasarkan ketentuan menurut Peraturan Undang-Undang Nomor 2 tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris dapat diterapkan tentang pemecatan jabatan/Notaris
diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah/Menteri dikarenakan telah
melalaikan/melanggar Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan
tugasnya sebagai Pejabat Umum pembuat Akta. Penerapan sanksi secara
adminstratif/Kode Etik Notaris yang dijatuhkan berupa teguran lisan, tertulis
sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat dari Majelis Pengawas
Notaris.
b. Setelah melewati ketentuan pertama Kemudian ditingkatkan berdasarkan
ketentuan menurut Sanksi Keperdataan pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tentang wajib membayar ganti kerugian kepada para pihak
yang dirugikan, dan kemudian dapat ditindaklanjuti.
c. Berdasarkan ketentuan Menurut Kitab Undang-UndangHukum Pidana pasal
264 ayat (1) yaitu pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun.

2. Akibat Hukum Terhadap Pemalsuan Akta Autentik Yang


Dilakukan Oleh Notaris
Akta autentik ialah suatu Akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu ditempat dimana dibuatnya. Akta autentik dibuat oleh
Pejabat Umum salah satunya adalah Notaris. Notaris dalam menjalankan

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


88

jabatannya khususnya dalam hal pembuatan Akta autentik dilarang melanggar


peraturan yang berlaku, apabila Notaris terbukti melakukan tindakan yang
melanggar peraturan yang berlaku selain merugikan para pihak dan diri sendiri,
Notaris tersebut juga akan dikenakan sanksi.
Di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan Notaris terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris.
Sanksi tersebut dapat berupa Akta yang dibuat Notaris tidak dimiliki kekuatan
autentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai Akta dibawah tangan, dan
terhadap Notarisnya sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguran hingga
pemberhentian tidak hormat. Sedangkan mengenai ketentuan pidana, Undang-
Undang Jabatan Notaris tidak mengaturnya didalam pasal-pasal mengenai
sanksi-sanksi, namun tanggung jawab Notaris secara pidana dapat dikenakan
apabila Notaris terbukti secara sah dan meyakinkan didalan pengadilan
melakukan pidana, terhadap Akta Notaris yang menimbulkan perkara pidana,
Akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah
tangan atau menjadi batal demi hukum.
Akibat hukum terhadap pemalsuan Akta autentik lahir karena perbuatan
yang dilakukan oleh Notaris, yaitu dimana Notaris telah menyalahgunakan
kewenangan yang telah diatur dalam peraturan Undang-Undang Jabatan
Notaris dan seorang klien/penghadap lainnya merasa dirugikan atas terbuatnya
suatu Akta yang mengandung keterangan palsu oleh Notaris. Untuk mengenai
pembatalan Akta menjadi kewenangan hakim perdata, yaitu dengan
mengajukan gugatan secara perdata kepengadilan. Apabila dalam persidangan
dimintakan pembatalan Akta oleh pihak yang dirugikan (pihak korban) maka
Akta Notaris tersebut dapat dibatalkan oleh hakim perdata jika ada bukti

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


89

lawan. Sebagaimana diketahui bahwa Akta Notaris adalah Akta autentik yang
merupakan alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
mengikat dan sempurna. Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat
dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni diajukannya gugatan untuk menuntut
pembatalan Akta ke pengadilan agar Akta tersebut dibatalkan.
Dengan demikian dalam suatu putusan oleh hakim perdata selama tidak
dimintakan pembatalan maka perbuatan hukum atau perjanjian yang tercantum
dalam Akta tersebut akan tetap berlaku atau sah, Setelah adanya putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan penuntutan pembatalan Akta
tersebut maka Akta itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum sebagai alat
bukti yang autentik karena mengandung cacat secara yuridis atau cacat hukum,
maka dalam amar putusan hakim perdata akan menyatakan bahwa Akta
tersebut batal demi hukum. Dan berlakunya pembatalan Akta tersebut adalah
berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum/perjanjian itu dibuat.
Pembatalan terhadap suatu Akta autentik dapat juga dilakukan oleh
Notaris apabila para pihak/penghadap menyadari adanya kekeliruan atau
kesalahan yang telah dituangkan dalam Akta tersebut. Sehingga dapat
membuat keraguan terhadap kesepakatan atau perjanjian dari para
pihak/penghadap, maka Akta tersebut dapat dibatalkan oleh Notaris.
Bilamana Notaris terbukti melakukan pemalsuan Akta atau yang turut
serta ikut melakukan pemalsuan surat yang bias dikategorikan dalam perbuatan
tindak pidana tersebut maka secara yuridis tidak dapat ditolelir bukan hanya
berdasarkan ketentuan pidana saja, tetapi juga oleh Peraturan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata serta Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris.
Jika seorang Notaris melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015


90

Undang-Undang Jabatan Notaris memenuhi tata cara dan persyaratan dalam


pembuatan Akta dan isi Akta telah sesuai dengan keinginan para pihak yang
menghadap, maka tuntutan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365
KUHPerdata yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut” tidak mungkin
dilakukan.
Terkait kasus dalam putusan 40/PID.B/2013/PN.LSM yaitu dimana
Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum terlibat dalam suatu tindak pidana
karena pemalsuan Akta, dimana dalam kasus ini permasalahan timbul akibat
kelalaian Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum, mengakibatkan Akta
tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan
atau menjadi batal demi hukum. Dan akibat yang harus ditanggung para pihak
berupa kerugian imateriil dimana akibat pemalsuan Akta autentik yang dibuat
Notaris Zubir Daeod tersebut tidak dapat digunakan untuk melakukan
penarikan uang ataupun melakukan tanda tangan terhadap rekening Giro milik
Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat “Sepakat” yang berada di
Bank Panin Kota Lhokseumawe tersebut, dan bahwa karena akibat perbuatan
Notaris tersebut, Lembaga Swadaya Masyarakat “Sepakat” tidak dapat
menjalankan kegiatan kelembagaannya sebagaimana mestinya. Dengan
demikian para pihak yang dirugikan berhak untuk meminta ganti kerugian
kepada Notaris Imran Zubir Daoed Sarjana Hukum.

Universitas Indonesia

Tanggung Jawab…, Reece Mawahyuningsih, FHUI, 2015

Anda mungkin juga menyukai