Anda di halaman 1dari 12

Persekutuan Perdata dan Pemberian Kuasa Terhadap

Hubungan Hukum dengan Pihak Ketiga

Disusun Oleh :

FIKAHATI PRASETYA

11000222410058/A1/49

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2023
A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat di bidang perekonomian mengharuskan
hukum untuk mengatur persoalan ekonomi. Menurut Romli Atmasasmita 1
seharusnya memasukkan mata kuliah khusus yang membahas tentang analisis
ekonomi tentang hukum (Economic Analysis of Law). Untuk mencegah
terjadinya ketidakpastian dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan
ekonomi. Perkembangan keilmuan di bidang perekonomian sebaiknya disertai
dengan peraturan yang mengaturnya. Pengadaan barang dan jasa yang
merupakan ranah hukum privat dalam praktiknya melibatkan pihak publik
olehnya membutuhkan suatu peraturan yang mengaturnya. Dalam hal tersebut
seorang dengan orang-orang lainnya memiliki peraturan yang sama dan
kepentingan yang sama.
Persekutuan artinya persatuan orang-orang yang sama kepentingannya
terhadap suatu perusahaan tertentu. Sedangkan sekutu artinya peserta dalam
persekutuan. Jadi, persekutuan berarti perkumpulan orang-orang yang menjadi
peserta pada perusahaan tertentu. Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan
perusahaan, maka itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut perserikatan
perdata. Sedangkan orang-orang yang mengurus badan itu disebut sebagai
anggota, bukan sekutu. Dengan demikian, terdapat dua istilah yang
pengertiannya hampir sama, yaitu perserikatan perdata dan persekutuan perdata.
Perbedaannya, perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan, sedangkan
persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Dengan begitu, maka perserikatan
perdata adalah suatu badan usaha yang termasuk hukum perdata umum, sebab
tidak menjalankan perusahaan. Sedangkan persekutuan perdata adalah suatu
badan usaha yang termasuk dalam hukum perdata khusus (hukum dagang),
sebab menjalankan perusahaan.
Istilah persekutuan terjemahan dari kata Maatschap (partnership),
persekutuan perdata terjemahan dari burgerlijk maatschap (civil partnership)
yang berarti dua orang atau lebih mengikat diri untuk memberikan suatu berupa

1
Romli Atmasasmita, Hukum Kejahatan Bisnis (Teori dan Praktik di Era Globalisasi), (Bogor:
Kencana), 2014, hlm. 19.
uang, barang atau tenaga dalam bentuk suatu kerja sama. Tujuan kerja sama
dalam persekutuan untuk membagi keuntungan dari hasil kerja sama tersebut,
dengan syarat masing-masing anggota persekutuan menyerahkan sesuatu
(inbreng) ke dalam persekutuan sebagai modal kegiatan usaha.2 Persekutuan
mempunyai arti persatuan orang-orang yang mempunyai kepentingan sama
terhadap suatu perusahaan tertentu, sedangkan arti sekutu adalah peserta pada
suatu perusahaan. Jadi persekutuan dapat diartikan sebagai perkumpulan orang-
orang yang menjadi peserta pada suatu perusahaan tertentu.
Batasan yuridis maatschap dimuat dalam Pasal 1618 KUHPerdata, yang
dirumuskan sebagai berikut: Persekutuan perdata adalah suatu persetujuan
dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu
(inbreng) dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang
terjadi karenanya. Secara hukum Persekutuan Perdata telah diatur dalam Bab
Kedelapan, bagian kesatu, buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerd) dengan judul “Tentang Perseroan” (Pasal 1618 - Pasal 1652
KUHPerd). Persekutuan ini diatur dalam bab ke VIII bagian pertama dari buku
III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Di Inggris Persekutuan
perdata dikenal dengan istilah Hukum Persekutuan dengan nama company law
yakni adalah himpunan hukum atau ilmu hukum mengenai bentuk-bentuk
kerjasama, baik yang berstatus badan hukum (partnership) ataupun yang tidak
berstatus badan hukum (corporation). Di Belanda istilah Hukum Persekutuan
dikenal dengan nama Vennotschapsretchts yang lebih sederhana sekedar terbatas
pada NV, Firma dan CV yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, sedangkan Perserikatan Perdata (maatschap) yang dianggap sebagai
induknya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan
demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Persekutuan Perdata baik dalam
sistem hukum Indonesia maupun dalam sistem common law memiliki
kesamaan, Kesamaan itu terletak pada hubungan para sekutu didasarkan
perjanjian. Dengan perkataan lain, persekutuan perdata tunduk pada hukum
perjanjian. Orang (person) yang melakukan kerjasama di dalam persekutuan
tersebut dapat berupa perorangan, perserikatan perdata, perusahaan yang

2
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika), 2013 , hlm. 4.
berbadan hukum, atau bentuk persekutuan lainnya. Bila seorang sekutu
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang
bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukannya tersebut, walaupun
dia mengatakan melakukannya untuk kepentingan persekutuan. Perbuatan
tersebut dapat mengikat sekutu lain apabila: Ada surat kuasa dari sekutu lain dan
Hasil perbuatannya dinikmati oleh sekutu lain. Apabila beberapa orang sekutu
mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, maka dapat
dipertanggungjawabkan secara merata walaupun pemasukan tidak sama, kecuali
secara tegas ditetapkan imbangan tanggungjawab masing-masing sekutu.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian dari Persekutuan Perdata?
2. Bagaimanakah Pemberian Kuasa dalam Hubungan Hukum Dengan
Pihak Ketiga?
C. Pembahasan
1. Pengertian Persekutuan Perdata
Persekutuan perdata diatur dalam KUHPerdata sebagai bentuk
khusus dari perkumpulan pada umumnya, dan disebut sebagai
persekutuan. Pengaturannya terdiri dari 4 bagian, yakni :
a. Ketentuan Umum;
b. Perikatan-Perikatan antara para sekutu;
c. Perikatan-Perikatan para sekutu terhadap pihak ketiga;
d. Cara berakhirnya Persekutuan
Dalam Pasal 1618 KUHPerdata, persekutuan perdata diartikan sebagai
suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri
(Untuk Menjalankan usaha secara bersama-sama), dengan memberi
pemasukan (Inbreng) dengan tujuan membagi keuntungan yang
ditimbulkan oleh karenanya. Dengan demikian, persekutuan perdata
didirikan atas Kerjasama dan kesepakatan beberapa orang, bentuk usaha
persekutuan perdata ini diatur di dalam KUHPerdata. Memperhatikan isi
pasal 1618 KUHPerfata, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa unsur
utama dari persekutuan perdata, yaitu :
a. Adanya suatu perjanjian Kerjasama antara 2 (dua) orang atau lebih;
b. Masing-masing harus memasukan sesuatu ke dalam persekutuan
berbentuk Inbreng ; dan
c. Maksud dari persekutuan yang didirikan adalah untuk mencari
keuntungan bersifat kebendaan yang akan dibagi-bagikan kepada
sesama para anggota.
Pengertian yang dimaksudkan disini adalah “pemasukan” (inbreng)
Adalah berwujud barang, uang atau tenaga, baik tenaga jasmani maupun
tenaga kejiwaan (pikiran). Adapun hasil dari adanya pemasukan itu tidak
hanya keuntungan saja, tetapi mungkin pula “kemanfaatan”, contoh dari
kemanfaatan ini misalnya: Empat orang (A, B, C dan D), melakukan
perjalanan tamasya ke Dufan Jakarta, masing-masing memasukkan uang
sebesar Rp. 400.000,- dengan mencarter sebuah mobil tamasya mulai
pagi hingga malam dengan membawa makanan dan minuman masing-
masing, maka pada malam hari ketika mereka sampai dirumah,
sedikitpun tidak mendapat keuntungan, tetapi hanya kemanfaatan yang
berwujud kepuasan hati. Kenyataan hukum ini disebut juga “persekutuan
perdata”.
Menurut pandangan klasik, maatschap merupakan bentuk genus
(umum) dari persekutuan Firma dan persekutuan Komanditer/CV.
Bahkan menurut pandangan klasik, maatschap tersebut mulanya
merupakan bentuk genus pula dari Perseroan Terbatas (PT). Konsekuensi
jika firma dan CV sebagai bentuk Maatschap, maka keduanya juga
memiliki karakteristik-karakteristik dari maatschap, sepanjang tidak
diatur secara khusus dan menyimpang dalam KUHD.3 Dalam
kepustakaan dan ilmu hukum, istilah persekutuan bukanlah istilah
tunggal, karena ada istilah pendampingnya yaitu perseroan dan
perserikatan. Ketiga istilah ini sering digunakan untuk menerjemahkan
istilah bahasa Belanda Maatschap dan vennootschap. Maat maupun
Vennoot dalam bahasa aslinya (Belanda) berarti kawan atau sekutu.
Istilah persekutuan terjemahan dari kata maatschap (partnership) yang

3
Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia), (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia), 2010, hlm. 34
berarti dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu
berupa uang, barang atau tenaga dalam bentuk suatu kerjasama.4
Jadi, persekutuan berarti perkumpulan orang-orang yang menjadi
peserta pada perusahaan tertentu. Apabila badan usaha tersebut didirikan
tidak menjalankan perusahaan, maka itu bukanlah persekutuan perdata,
tetapi disebut perserikatan perdata. Sedangkan orang-orang yang
mengurus badan itu disebut sebagai anggota, bukan sekutu. Hal tersebut,
menimbulkan dua istilah yang pengertiannya hampir sama, yaitu
perserikatan perdata dan persekutuan perdata. Perbedaannya,
perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan, sedangkan
persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Maka, perserikatan perdata
adalah suatu badan usaha yang termasuk hukum perdata umum, sebab
tidak menjalankan perusahaan. Sedangkan persekutuan perdata adalah
suatu badan usaha yang termasuk dalam hukum perdata khusus (hukum
dagang), sebab menjalankan perusahaan. Selain itu, perlu juga dibedakan
antara persekutuan dengan perkumpulan. Meski keduanya di dalam BW
merupakan cara Kerjasama antara para peserta untuk mencapai suatu
tujuan, tetapi ada perbedaan didalamnya. Perbedaannya adalah
persekutuan dengan tegas dan selaku titik beratnya pada mengejar
keuntungan dalam hal perbendaan. Sedangkan dalam perkumpulan
tujuannya terletak pada hal lain yang bukan merupakan keuntungan,
misalnya berada di lapangan kerohanian, pendidikan, profesi,
kebudayaaan seperti perkumpulan tari-tarian, perkumpulan advokat, dan
sebagainya.5
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur adanya 2
(dua) jenis Persekutuan Perdata, dalam Pasal 1622-1623, yakni :
a. Maatschap Umum (Pasal 1622 KUHPerdata)
Maatschap umum meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu
sebagai hasil usaha mereka selama maatchap berdiri. Maatschap

4
M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 5
5
Djoko Prakoso & Bambang Riyadi, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, (Jakarta: PT.
Bina Aksara), 2005, hlm. 120.
jenis ini usahanya bisa bermacam-macam (tidak terbatas) yang
penting inbrengnya ditentukan secara jelas/terperinci.
b. Maatschap Khusus (Pasal 1623 KUHPerdata)
Maatschap khusus (bijzondere maatschap) adalah maatschap yang
gerak usahanya ditentukan secara khusus, bisa hanya mengenai
barang-barang tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang akan
didapat dari barang-barang itu, atau mengenai suatu usaha tertentu
atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap. Jadi,
penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh
maatshap (umum atau khusus), bukan pada inbreng-nya. Mengenai
inbreng, baik pada maatschap umum maupun maatschap khusus
harus ditentukan secara jelas/terperinci. Kedua maatschap ini
dibolehkan. Yang tidak dibolehkan adalah maatschap yang sangat
umum yang inbreng-nya tidak diatur secara terperinci seperti yang
disinggung oleh Pasal 1621 KUHPerdata.
Rancangan Undang-Undang Tentang Persekutuan Perdata,
Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer 6 telah diselesaikan dan
menunggu untuk disahkan menjadi undang-undang. Menurut Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Persekutuan Perdata,
Persekutuan Firma Dan Persekutuan Komanditer (selanjutnya disebut
Naskah Akademik RUU Persekutuan Perdata) menjelaskan bahwa
persekutuan perdata merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum.
Didalam persekutuan perdata terdapat orang-orang atau sekutu yang
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menjalankan suatu badan
usaha untuk mendapatkan keuntungan.7 Naskah Akademik RUU
Persekutuan Perdata ini bermaksud menjadikan persekutuan perdata,
persekutuan firma dan persekutuan firma sebagai badan usaha berbentuk
badan hukum agar keberadaan, perijinan, dan pendaftaran badan usaha
semakin jelas diatur.8

6
Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma Dan
Persekutuan Komanditer, hlm. 27.
7
Ibid., hlm. 44
8
Ibid., hlm. 107
2. Pemberian Kuasa dalam Hubungan Hukum Dengan Pihak Ketiga.

Sebenarnya bentuk dari Persekutuan Perdata dibentuk untuk usaha-


usaha diantara beberapa orang yang berkeinginan terhadap ikatan diantara
mereka itu hanya berlaku sekedar intern semata-mata diantara mereka saja,
tanpa berlaku secara ekstern terhadap pihak ketiga. Dalam hubungan ini,
maka secara ekstern yang bertanggung jawab terhadap pihak ketiga
hanyalah semata-mata sekutu yang melakukan perbuatan yang
berhubungan dengan pihak ketiga (sekutu pelaku) sampai kepada harta
kekayaannya pribadi. Pihak ketiga hanya dapat menuntut kepada sekutu
pelaku dengan siapa pihak ketiga bertransaksi tanpa dapat menuntut
kepada sekutu-sekutu non-pelaku. Demikian secara ekstern Persekutuan
Perdata sama tidak berbeda dengan Usaha Perseorangan. Namun, nantinya
si sekutu pelaku baru berbagi secara intern di antara sekutu sekutu non
pelaku, atas hasil hubungannya dengan pihak ketiga. Jika rugi maka
kerugian itu dibagi diantara mereka secara intern, dan jika untung maka
keuntungan itu dibagi diantara mereka secara intern. Dengan suatu
perkecualian, yaitu asas hukum pemberian kuasa tersebut di atas tidak
berlaku, jika transaksi yang dilakukan oleh sekutu pelaku, berdasarkan atas
kuasa yang diberikan oleh sekutu non pelaku. Artinya dalam hal ini maka
sekutu pemberi kuasa menjadi ikut bertanggung jawab ekstern terhadap
pihak ketiga, sesuai dengan ketentuan mengenai pemberian kuasa
(lastgeving).9 Sebagaimana asas umum “hukum pemberian kuasa”
(lastgeving), hal ini yang berlaku setiap orang berhak memberikan kuasa
kepada orang lain untuk mewakili pemberi kuasa, kecuali undang-undang
secara tegas melarang. Jelasnya, jika kuasa itu diberikan kepada seorang
yang sekaligus merupakan sekutu diam, maka pemegang kuasa sekutu
diam ini, terhadap pihak ketiga menjadi bertanggung jawab secara pribadi.
Menurut Pasal 1642 s/d 1645 KUHPerdata, pertanggungjawaban
sekutu maatschap adalah sebagai berikut:
a. Pada asasnya, bila seorang sekutu maatschap mengadakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah

9
Ibid., Hlm. 93-94
yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang
dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa
dia berbuat untuk kepentingan persekutuan.
b. Perbuatan sekutu baru mengikat sekutu-sekutu lainnya apabila :
1) Sekutu tersebut diangkat sebagai pengurus secara gerant
statutaire;
2) Nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu-sekutu lain;
3) Hasil perbuatannya atau keuntungannya telah nyata-nyata
dinikmati oleh persekutuan.
c. Bila beberapa orang sekutu maatschap mengadakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, maka para sekutu itulah yang dapat
dipertanggungjawabkan sama rata, meskipun inbreng mereka tidak
sama, kecuali bila dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pihak
ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan pertanggungjawaban
masing-masing sekutu yang turut mengadakan perjanjian pemberian
kuasa itu.
d. Bila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak
ketiga atas nama persekutuan (Pasal 1645 KUHPerdata), maka
persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga itu. Disini tidak
diperlukan adanya pemberian kuasa dari sekutu-sekutu lain.
e. Tetapi dengan tanpa adanya pemberian kuasa secara khusus atau
persetujuan dari sekutu-sekutu yang lain, pihak ketiga yang
melakukan perjanjian / hubungan dengan seorang sekutu hanya
dapat menuntut pertanggung jawaban kepada sekutu yang terakhir.
Perjanjian tersebut tidak dapat mengikat persekutuan atau para
sekutu yang lain.
Dengan memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi
kemungkinan terjadinya sengketa relatif kecil dan bahkan dikatakan tidak
ada suatu akibat hukum yang membatalkan adanya transaksi yang mereka
buat, sebab mereka lebih berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan
yang mungkin akan menimbulkan kerugian bagi dirinya. Dikatakan
demikian sebab dengan kesadaran hukum yang tinggi dapat
mengakibatkan para pihak mematuhi ketentuan hukum yang berlaku
sebaliknya apabila tingkat kesadaran hukumnya sangat rendah, maka
derajat kepatuhan terhadap hukum tidak tinggi.10
Salah satu upaya agar kepentingan tersebut tetap terjaga dan
terlindungi, biasanya mereka menguasakannya kepada orang lain dan
sekaligus menyerahkan perkaranya agar diselesaikan dimuka siding
Pengadilan. Perbuatan sedemikian rupa dalam lapangan hukum perdata
dikenal dengan nama “pemberian kuasa khusus” untuk menyelenggarakan
segala urusan dan kepentingan pemberi kuasa. Orang yang diberi kuasa itu
dikenal dengan sebutan advokat atau pengacara. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa pemberian kuasa adalah merupakan suatu perbuatan
hukum yang ditujukan untuk dan atas nama pemberi kuasa. Oleh karena
satu dan lain alasan, maka tindakan memberi kuasa yakni para sekutu dan
menerima kuasa yaitu pihak ketiga perlu dilakukan untuk menyelesaikan
salah satu atau beberapa perkara tertentu.

D. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menyimpulkan :

10
Soerjono Sukanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Dalam Masyarakat, (Jakarta: Penerbit Rajawali
Pers), 1987, hlm. 215
1. Dalam Pasal 1618 KUHPerdata, persekutuan perdata diartikan sebagai
suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri
(Untuk Menjalankan usaha secara bersama-sama), dengan memberi
pemasukan (Inbreng) dengan tujuan membagi keuntungan yang
ditimbulkan oleh karenanya. Dengan demikian, persekutuan perdata
didirikan atas Kerjasama dan kesepakatan beberapa orang, bentuk usaha
persekutuan perdata ini diatur di dalam KUHPerdata. Yang dimaksudkan
“pemasukan” (inbreng) disini adalah dapat berwujud barang, uang atau
tenaga, baik tenaga jasmani maupun tenaga kejiwaan (pikiran). Adapun
hasil dari adanya pemasukan itu tidak hanya keuntungan saja, tetapi
mungkin pula “kemanfaatan”. Di dalam Naskah RUU Tentang
Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer,
menjelaskan bahwa persekutuan perdata merupakan badan usaha yang
tidak berbadan hukum. Didalam persekutuan perdata terdapat orang-
orang atau sekutu yang mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk
menjalankan suatu badan usaha untuk mendapatkan keuntungan.
2. Apabila seorang sekutu maatschap mengadakan hubungan hukum
dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang
bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan
dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa dia berbuat
untuk kepentingan persekutuan, dengan Perjanjian Pemberian Kuasa.
Tetapi dengan suatu perkecualian, yaitu asas hukum pemberian kuasa
tersebut di atas tidak berlaku, jika transaksi yang dilakukan oleh sekutu
pelaku, berdasarkan atas kuasa yang diberikan oleh sekutu non-pelaku.
Artinya dalam hal ini maka sekutu pemberi kuasa menjadi ikut
bertanggung jawab ekstern terhadap pihak ketiga, sesuai dengan
ketentuan mengenai pemberian kuasa (lastgeving).

DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, Romli, 2014. Hukum Kejahatan Bisnis (Teori dan Praktik di Era

Globalisasi). Bogor. Kencana.

Harahap, M. Yahya, 2013. Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta. Sinar Grafika.

Mulhadi, 2010. Hukum Perusahaan (Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia). Bogor.

Penerbit Ghalia Indonesia).

Prakoso, Djoko & Bambang Riyadi. 2005. Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di

Indonesia. Jakarta. PT. Bina Aksara.

Sukanto, Soerjono & Mustafa Abdullah, 1987. Sosiologi Dalam Masyarakat. Jakarta.

Penerbit Rajawali Pers.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Persekutuan Perdata,

Persekutuan Firma Dan Persekutuan Komanditer,

Anda mungkin juga menyukai