Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................

BAB I...............................................................................................................................................

PENDAHULUAN...........................................................................................................................

Latar Belakang.............................................................................................................................

BAB II.............................................................................................................................................

PEMBAHASAN..............................................................................................................................

Pengaturan Hak Ingkar Notaris Dalam Hal Dilakukan Pemeriksaan Terhadap


Notaris..........................................................................................................................................

Bagaimana Hak Ingkar Notaris Sebagai Saksi Dapat Diterapkan Dalam Perkara
Perdata Dan Pidana Dalam Sidang Pengadilan?..........................................................................

Akibat Hukumnya Apabila Notaris Menggunakan Hak Ingkarnya Pada Saat


Dilakukan Pemeriksaan..............................................................................................................

BAB III..........................................................................................................................................

PENUTUP.....................................................................................................................................

Kesimpulan................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

i
2
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN 2014), Notaris sebagai pejabat
umum berwenang membuat akta autentik.1 Akta autentik, menurut hukum
berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, adalah “suatu akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan
pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta tersebut dibuat.”
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tersebut
mengartikan agar suatu akta memiliki kekuatan bukti autentik, maka haruslah
ada kewenangan dari Pejabat Umum yang dalam hal ini Notaris, untuk
membuat akta otentik yang bersumber dari undang-undang.2
Notaris sebagai seorang pejabat umum, wajib memahami dan
mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Notaris sebagai seorang pejabat, merupakan tempat bagi seseorang untuk
memperoleh nasihat yang dapat diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta
ditetapkannya (konstantir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang
kuat dalam proses hukum. Setiap masyarakat membutuhkan seorang (figur)
yang keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai yang tanda tangan
serta segel nya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, dan sebagai orang
kepercayaan sudah selayaknya Notaris memegang teguh kerahasiaan jabatan

1
(Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Atas perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris)
2
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1
Notaris, yaitu merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya terkait
dengan pembuatan suatu akta. Hal itu sejalan dengan sumpah (janji) yang
wajib diucapkan oleh Notaris.3
Sebagaimana juga diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f
UUJN 2014 yang menyebutkan bahwa: “Dalam menjalankan jabatannya,
Notaris wajib: merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya
dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.”4 Artinya
notaris wajib merahasiakan isi akta, tidak hanya apa yang dicantumkan dalam
akta-aktanya akan tetapi juga semua yang diberitahukan atau disampaikan
kepadanya dalam kedudukannya sebagai notaris, sekalipun itu tidak
dicantumkan dalam akta aktanya.
Sifat pekerjaan jabatan notaris sebagai pejabat umum yang
melaksanakan sebagian fungsi publik dari Negara, khususnya dalam bidang
hukum perdata dan hukum publik yang memiliki karakteristik tersendiri dan
dapat menimbulkan resiko tinggi jika prinsip kehati-hatian dan kepercayaan
yang diberikan oleh masyarakat kepada Notaris tidak dilindungi dan diawasi
secara berkala dan ketat, utamanya dalam membuat akta autentik yang
dijadikan sebagai adanya suatu hak dan kewajiban bagi pembuatnya.
Notaris sebagai pejabat yang berpijak pada ranah hukum (seperti
halnya advokat, hakim, jaksa, polisi) membuat notaris secara langsung
ataupun secara tidak langsung mempunyai hak selain membuat akta autentik,
juga untuk menjaga lancarnya proses hukum yang terjadi, termasuk di
dalamnya berkaitan dengan proses di peradilan, baik di dalam peradilan
pidana maupun perdata. Proses peradilan yang dimaksudkan disini sangat erat

3
Laurensius Arliman S, Jurnal Hukum, HAK INGKAR (VERSCHONINGSPLICHT) ATAU KEWAJIBAN
INGKAR (VERSCHONING SPLICHT) NOTARIS DIDALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS
4
Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN 2014

2
kaitannya dengan pembuktian, baik pembuktian dengan tulisan dan juga
pembuktian dengan kesaksian.5
Pada proses peradilan pidana, di dalamnya akan terdapat proses
pembuktian yang menekankan pada alat bukti yang berdasarkan Pasal 184
KUHAP, yaitu Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan juga
Keterangan terdakwa. Dalam Pasal 1866 KUHPerdata, yang dapat menjadi
alat bukti adalah Bukti tulisan, Bukti dengan saksi-saksi, Persangkaan,
Pengakuan, Sumpah, dan Segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-
aturan yang ditetapkan dalam KUHPerdata. Seiring perjalanan waktu, pada
kasus tertentu para pihak yang berperkara dapat diwakili oleh Pengacara,
Jaksa, ataupun pihak-pihak yang bersangkutan dan pengadilan merasa perlu
untuk menghadirkan notaris sebagai saksi berkaitan dengan akta yang telah
dibuatnya. Dalam hal terjadi sengketa, akta autentik yang merupakan alat
bukti terkuat dan terpenuh dapat memberikan sumbangan nyata bagi
penyelesaian sengketa.
Sering penegak hukum (Penyidik dan Penuntut Umum) dengan alasan
untuk proses peradilan meminta langsung kepada Notaris untuk menyerahkan
akta yang dibuatnya yang ada dalam simpanan Notaris dan/atau meminta
Notaris untuk hadir memberikan keterangan dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta-akta yang dibuatnya. Akta tersebut akan dijadikan alat
bukti, tidak jarang notarisnya pun diperintahkan untuk membuka isi akta dan
keterangan-keterangan lainnya, Dalam keadaan seperti itu, maka oleh Notaris
diperlihatkannya akta dan/atau diberikannya keterangan mengenai segala
sesuatu terkait akta, sehingga kerahasiaan jabatan Notaris menjadi terbuka,
yang mana seharusnya Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai
akta termasuk segala keterangan yang diperoleh Notaris guna pembuatan akta.

5
Muhammad Ilham Arisaputra, KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA DALAM
KAITANNYA DENGAN HAK INGKAR NOTARIS, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

3
Menurut hukum yang berlaku, bahwa atas pelanggaran atas
kerahasiaan jabatan Notaris, maka seorang Notaris dapat dikenai sanksi
berupa peringatan sampai hingga pemberhentian dengan tidak hormat dari
jabatannya selaku Notaris berdasarkan ketentuan UUJN 2014, dan juga dapat
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dan diancam hukuman dalam
ketentuan Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP),
menyatakan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang
wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”.6 Seorang
notaris yang diajukan dalam proses penegakan hukum ini, menurut hukum
dapat menolak atau mengundurkan diri dari kewajiban sebagai seorang saksi.
Hak untuk menolak kewajiban tersebut dinamakan hak ingkar
(Verschoningsplicht Atau Verschoning Splicht).
Sebagai salah satu perangkat hukum, disatu sisi notaris mempunyai
hak ingkar sebagai pejabat umum yang profesional, dengan harus memegang
sumpah jabatannya untuk tidak memberitahukan isi aktanya, namun, di sisi
lain Notaris harus berdiri pada kepentingan Negara yang mana mengacu pada
kepentingan publik. Dalam merahasiakan isi akta, Notaris harus memperoleh
perlindungan hukum manakala Notaris yang bersangkutan harus membuka isi
akta yang dibuatnya kepada lembaga yang berwenang sesuai dengan
kapasitasnya. Dua sisi yang berlawanan sebagaimana tersebut di atas,
membuat Notaris harus bisa memposisikan diri, dalam hal untuk kepentingan
negara, Notaris harus mengacu pada kepentingan publik.
Akan tetapi, terlepas dari itu semua haruslah digarisbawahi bahwa hak
ingkar adalah “hak” bukan kewajiban. Dengan pengertian bahwa Notaris
tetaplah dihadapkan pada akibat hukum tertentu apabila menggunakan atau
tidak menggunakan hak yang telah diberikan oleh undang-undang tersebut.
6
Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

4
Untuk itulah notaris diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk memutuskan
apakah akan menggunakan hak ingkar dalam pemberian suatu kesaksian atau
tidak. Jadi jelas bahwa Undang-undang meletakkan kewajiban secara umum
kepada setiap orang yang cakap menjadi saksi untuk memberikan kesaksian di
muka pengadilan, baik dalam proses perdata maupun pidana.
Berangkat dari realitas tersebut, dan guna memberikan perlindungan
hukum bagi Notaris atas terbukanya kerahasiaan jabatan Notaris yang terkait
dengan akta yang dibuat oleh Notaris, maka dibentuklah Majelis Kehormatan
Notaris berdasarkan amanah yang bersumber dari ketentuan Pasal 66A UUJN
2014, yang pengaturan lebih lanjutnya diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis
Kehormatan Notaris (selanjutnya disebut Permenkumham Nomor 7 Tahun
2016). Disamping itu juga sekaligus untuk menjawab apakah majelis
pengawas notaris memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan
kepada hakim dalam pemanggilan notaris sebagai saksi dan atau pengambilan
foto copy minuta, surat-surat lainnya yang dilekatkan.

Berdasarkan hal tersebut, yang menimbulkan persoalan untuk


dipertanyakan bahwa dengan terbukanya kerahasiaan jabatan Notaris, yang
mana seharusnya Notaris wajib menjaga kerahasiaan jabatan tersebut7,
Bagaimana pengaturan hak ingkar notaris dalam hal dilakukan pemeriksaan
terhadap notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik
Notaris? Bagaimana hak ingkar notaris sebagai saksi dapat diterapkan dalam
perkara perdata dan pidana dalam sidang pengadilan? Dan Bagaimana akibat
hukumnya apabila notaris menggunakan hak ingkarnya pada saat dilakukan
pemeriksaan?

2. Rumusan Masalah

7
Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN 2014

5
1) Bagaimana pengaturan hak ingkar notaris dalam hal dilakukan
pemeriksaan terhadap notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris?
2) Bagaimana hak ingkar notaris sebagai saksi dapat diterapkan dalam
perkara perdata dan pidana dalam sidang pengadilan?
3) Bagaimana akibat hukumnya apabila notaris menggunakan hak
ingkarnya pada saat dilakukan pemeriksaan?

6
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengaturan Hak Ingkar Notaris Dalam Hal Dilakukan Pemeriksaan
Terhadap Notaris
Notaris sebagai Pejabat Umum diberikan perlindungan hukum oleh
Undang-Undang dalam rangka memberikan kesaksian di pengadilan.
Perlindungan hukum yang diberikan itu adalah Hak Ingkar, yaitu hak untuk
menolak untuk memberikan kesaksian di pengadilan.8 Penolakan itu tidak
terbatas terhadap hal yang tercantum dalam akta yang dibuatnya, tetapi
keseluruhan fakta yang terkait dengan akta tersebut. Hak tersebut tidak hanya
terbatas pada hak tersebut, tetapi merupakan suatu kewajiban untuk tidak
berbicara. Pada praktiknya, masih sedikit Notaris yang dapat menggunakan
Hak Ingkar ini, yang menentukan sah atau tidaknya alasan untuk dibebaskan
dari memberikan kesaksian bagi Notaris. Pembebasan dari kewajiban untuk
merahasiakan isi akta ini juga tidak merupakan alasan bagi mereka untuk
begitu saja melepaskan hak mereka untuk mempergunakan Hak Ingkar. Hal
ini disebabkan karena Hak Ingkar ini diberikan juga untuk kepentingan
umum, sehingga tidak begitu saja dapat dikesampingkan.
Kewajiban Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Dalam Kaitannya
Dengan Hak Ingkar Notaris
Pasal 4 ayat (2) UUJN mewajibkan notaris untuk tidak bicara, artinya
notaris tidak diperbolehkan untuk memberikan keterangan mengenai apa yang
dimuat dalam akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan, akan tetapi berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf e
jo Pasal 54 UUJN, penggunaan hak untuk merahasiakan isi akta tersebut
bersamaan dengan penggunaan hak untuk bisa memberikan kesaksian

8
Muhammad Ilham Arisaputra, KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA DALAM
KAITANNYA DENGAN HAK INGKAR NOTARIS, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

7
manakala ada undang-undangnya, dengan kata lain notaris ada penggunaan
hak untuk bicara. Dengan demikian notaris harus bisa membatasi diri kapan
harus bicara dan kapan tidak boleh bicara, notaris tidak bisa menolak
manakala dijadikan saksi dengan persetujuan MPD, sesuai dengan ketentuan
Pasal 66 UUJN. Apabila peraturan yang bersangkutan secara tegas
menentukan bahwa notaris wajib untuk memberikan kesaksian atau untuk
memperlihatkan, maka khusus untuk keperluan itu ia dibebaskan dari sumpah
dan rahasia jabatan.

2. Bagaimana Hak Ingkar Notaris Sebagai Saksi Dapat Diterapkan Dalam


Perkara Perdata Dan Pidana Dalam Sidang Pengadilan?
Penggunaan hak ingkar notaris sebagai saksi dibedakan dalam perkara
perdata dan pidana, Dalam praktik peradilan, para pihak baik pengacara,
hakim, penyidik yang minta dihadirkan notaris sebagai saksi dalam perkara
perdata. Kebenaran yang diungkapkan ialah bersifat kebenaran formal semata
berlainan dengan yang ada dalam hukum acara pidana yang mencari
kebenaran materiil. Artinya, dalam hukum acara perdata, hakim mencari
kebenaran setengah-setengah atau palsu, yang berarti hakim tidak boleh
melampaui batas yang diajukan oleh yang berperkara, jadi tidak melihat
kepada bobot atau isi akan tetapi seberapa luas pemeriksaan hakim.9
Dalam kedudukan notaris sebagai saksi (perkara perdata) notaris dapat
dibebaskan dari kewajibannya untuk membuat kesaksian karena jabatannya
menurut UU diwajibkan untuk merahasiakannya. Notaris mempunyai
kewajiban ingkar bukan untuk kepentingan diri notaris tetapi untuk
kepentingan para pihak yang telah mempercayakan pembuatan akta kepada
notaris sesuai pasal 1909 ayat (1) KUHPerdata. Sebab, notaris hanya dapat
9
https://www.hukumonline.com/stories/article/lt630705f062b51/kewajiban-dan-batasan-kerahasiaan-
jabatan-notaris-menggunakan-hak-ingkar

8
memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, grosse akta,
Salinan akta, kutipan akta kepada orang yang berkepentingan langsung
kepada akta, ahli waris atau orang yang mempunyai hak kecuali ditentukan
lain oleh peraturan perundang-undangan sesuai pasal 54 UU Jabatan Notaris.
Dari pasal tersebut jelas notaris diperintahkan tidak memberikan,
memperlihatkan atau memberitahukan isi akta kecuali kepada yang
berkepentingan langsung, seperti saat pihak yang berkaitan dengan akta
bersengketa dan terdapat pihak lain yang ingin mendapatkan berita kemudian
menemui notaris membuat akta maka notaris tersebut harus menggunakan hak
ingkarnya demi menjaga kepentingan para kliennya.
Dalam menentukan seberapa jauh jangkauan hak ingkar para notaris
harus bertitik tolak dari kewajiban-kewajiban bagi para notaris untuk tidak
bicara mengenai isi akta aktanya. Dalam arti baik mengenai yang tercantum
dalam akta maupun mengenai diberitahukan atau disampaikan kepadanya
dalam kedudukannya sebagai notaris. Sekalipun di muka pengadilan kecuali
terdapat kepentingan yang lebih tinggi atau dalam hal dimana untuk itu notaris
oleh sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku membebaskannya
secara tegas dari sumpah rahasia jabatannya.
Pasal 4 ayat (2) UU Jabatan Notaris mewajibkan notaris tidak bicara,
artinya notaris tidak diperbolehkan memberikan keterangan mengenai apa
yang dimuat dalam akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan. Tetapi pasal 16 ayat 1 huruf e jo Pasal 54 UU Jabatan
Notaris penggunaan hak merahasiakan isi akta bersamaan dengan penggunaan
hak untuk memberikan kesaksian manakala ada undang-undangnya dengan
kata lain notaris ada penggunaan hak bicara maka notaris harus membatasi
diri kapan harus bicara dan kapan tidak boleh bicara.
Dalam penyelesaian suatu perkara pidana maupun perdata kehadiran
saksi dan keterangan yang diberikan oleh saksi turut membantu penyelesaian
perkara, maka dengan adanya Lembaga Majelis Pengawas dalam UU Jabatan

9
Notaris, penyidik akan menyita minuta akta dan/atau surat-surat yang
diletakkan pada minuta akta atau protocol notaris dalam penyimpanan notaris.
Kemudian memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan berkaitan
dengan akta yang dibuatnya dengan persetujuan MKN sesuai pasal 66 UU
Jabatan Notaris
Notaris masih dapat merahasiakan semua apa yang diberitahukan
kepadanya dalam jabatannya tersebut termasuk isi-isi akta dengan
mempergunakan hak yang diberikan kepadanya dalam Pasal 1946 ayat (3)
(Pasal 1909 ayat (3) KUHPerdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata))
dan Pasal 148 KUHP (Pasal 146 ayat (3) HIR) untuk mengundurkan diri
sebagai saksi apabila ia dipanggil sebagai saksi untuk didengar keterangannya
di muka pengadilan.
Apabila notaris dipanggil menjadi saksi di muka persidangan
pengadilan, ia berdasarkan Pasal 1909 ayat (2) KUHPerdata dan Pasal-pasal
146 HIR dan 227 RIB, dapat mempergunakan haknya untuk mengundurkan
diri sebagai saksi, dengan jalan menuntut penggunaan Verschoningsrecht
(dahulu “hak ingkar”). Verschoningsrecht (hak mengundurkan diri)
merupakan pengecualian terhadap ketentuan umum yang disebut tadi, yaitu
bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi, wajib memberikan
kesaksian11
Verschoningsrecht berbeda dengan wraken, dalam kamus hukum Yan
Pramadya Puspa, Verschoningsrecht diartikan sebagai permohonan agar
dibebaskan dari, hak mengundurkan diri.10 Sedangkan wraken dalam kamus
Belanda – Indonesia Datje Rahajoekoe diartikan sebagai menolak, menolak
sebagai saksi.11 Wraken (hak ingkar) ada pada pihaknya, penggugat maupun
tergugat; mengingkari kewenangan hakim yang memeriksa perkara karena
mempunyai kepentingan atau hubungan dengan perkara yang diperiksanya.

10
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, semarang: CV. Aneka Ilmu, 1977, hal. 253
11
Datje Rahajoe Koesoemah, Kamus Belanda – Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hal. 302

10
Hak ingkar inilah yang dimaksud sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-
undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970

3. Akibat Hukumnya Apabila Notaris Menggunakan Hak Ingkarnya Pada


Saat Dilakukan Pemeriksaan.
Perlindungan Hukum Bagi Notaris Menurut Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014
Perlindungan hukum tersebut semata-mata bukan digunakan dalam
artian bahwa Notaris adalah jabatan yang kebal hukum, akan tetapi
perlindungan hukum tersebut untuk profesionalitas Notaris. Terutama untuk
menjaga kepentingan penghadap yang telah dituangkan dalam akta autentik,
di mana akta tersebut akan menjadi sebuah arsip negara yang patut dilindungi.
Mekanisme perlindungan bagi Notaris dalam ancaman pemanggilan dalam
proses peradilan hingga pengambilan minuta akta dan protokol Notaris, diatur
dalam Pasal 66 ayat (1) BAB VIII tentang Pengambilan Minuta akta dan
Pemanggilan Notaris. Pasal tersebut berbunyi:
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang
a. Mengambil fotokopi Minuta akta/dan atau surat-surat yang
dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris da lam pen
yimpanan Notaris;
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam
penyim-panan Notaris.
Akibat Hukum Apabila Notaris Menggunakan Hak Ingkarnya
Dalam hal memberikan kesaksian notaris mempunyai hak untuk tidak
bicara sekalipun di muka pengadilan sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan lain. Artinya, seorang notaris tidak dapat
mengungkapkan akta yang dibuatnya baik sebagian maupun keseluruhannya

11
kepada pihak lain, hal ini sesuai dengan Pasal 54 UUJN Tahun 2004 karena
sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan
semua hal yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya sebagai notaris,
dan sesuai Pasal 66 ayat (1) huruf a UUJN Tahun 2004 untuk kepentingan
proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim hanya dapat
mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan dalam
pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, wajib dibuat berita acara penyerahan.
Akibat hukum bagi seorang notaris dalam menggunakan hak diamnya
di depan pengadilan yaitu, pertama bahwa notaris harus dibebaskan dari
kewajiban sebagai saksi atau memberikan kesaksian di muka pengadilan,
apabila ia menggunakan hak ingkar. Karena secara hukum, kesaksian yang
akan diberikan tersebut menurut pengetahuannya dinilai bertentangan dengan
sumpah jabatan atau melanggar rahasia jabatan. Kedua membebaskan notaris
dari segala tuntutan hukum dari pihak-pihak yang berkepentingan, apabila hak
ingkar tersebut ternyata di tolak oleh hakim/pengadilan atau menurut
ketentuan hukum ia diwajibkan memberikan kesaksian di muka pengadilan.

12
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Pada dasarnya hak ingkar adalah hak untuk mengundurkan diri dari
memberikan kesaksian dimuka Pengadilan dalam masalah Perdata maupun
Pidana. Dalam perkara perdata, notaris lebih leluasa untuk menggunakan hak
ingkar yang diberikan undang-undang kepadanya. Istilah hak ingkar ini
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda verschoningsrecht yang artinya
adalah hak untuk dibebaskan dari memberikan keterangan sebagai saksi dalam
suatu perkara perdata maupun pidana. Hak ini merupakan pengecualian dari
prinsip umum bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi wajib
memberikan kesaksian itu. Hak Ingkar dapat dilihat dalam Pasal 16 ayat (1)
huruf e UU No 30 Tahun 2004 jo UU No No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris

Hak ingkar ini dalam praktek masih membingungkan para notaris


untuk menggunakannya. Hal ini disebabkan karena hak ingkar masih
berimplikasi dalam pelaksanaannya khususnya dalam perkara pidana. Dalam
perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil sehingga kehadiran
Notaris sebagai saksi sangat diperlukan, berlainan dengan perkara perdata
yang mencari kebenaran formil. Kehadiran notaris sudah dapat dianggap ada
dengan dihadirkan akta notaris yang dibuat oleh notaris yang bersangkutan.
Akibat hukum bagi seorang notaris dalam menggunakan hak
ingkarnya di depan pengadilan yaitu, pertama bahwa notaris harus dibebaskan
dari kewajiban sebagai saksi atau memberikan kesaksian di muka pengadilan,
apabila ia menggunakan hak ingkar. Karena secara hukum, kesaksian yang
akan diberikan tersebut menurut pengetahuannya dinilai bertentangan dengan
sumpah jabatan atau melanggar rahasia jabatan. Kedua membebaskan notaris

13
dari segala tuntutan hukum dari pihak-pihak yang berkepentingan, apabila hak
ingkar tersebut ternyata di tolak oleh hakim/pengadil atau menurut ketentuan
hukum ia diwajibkan memberikan kesaksian di muka pengadilan. Penggunaan
Hak Ingkar tersebut ketika Notaris sebagai saksi dalam persidangan
pengadilan tidak bersifat serta merta, artinya langsung berlaku. Tapi jika
notaris akan mempergunakan hak ingkarnya, wajib datang dan memenuhi
panggilan tersebut dan wajib membuat surat permohonan kepada hakim yang
mengadili/memeriksa perkara tersebut, bahwa Notaris akan menggunakan
Hak Ingkarnya. Atas permohonan Notaris, Hakim yang memeriksa perkara
yang bersangkutan akan menetapkan apakah mengabulkan atau menolak
permohonan Notaris tersebut. Jika hakim mengabulkan permohonan Notaris
tersebut, maka notaris tidak perlu bersaksi. Tapi jika hakim menolak
permohonan Notaris tersebut, maka Notaris perlu bersaksi. Dan atas
keterangan Notaris sebagai saksi di pengadilan, jika ada yang dirugikan atas
keterangan Notaris, maka Notaris tidak dapat dituntut berdasarkan Pasal 322
ayat (1) KUHP karena Notaris melakukannya atas perintah hakim.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Budi Untung, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, (Yogyakarta:


Andi, 2005), hlm. 30

Datje Rahajoe Koesoemah, Kamus Belanda – Indonesia, Jakarta: Rineka


Cipta, 1991, hal. 302

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1996),


hlm. 55.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta:


Liberty, 2006)

Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris,
Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm. 449

Yoyon Mulyana Darusman, “Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Pembuat


Akta Otentik dan Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah,”
Jurnal, 2017, hlm. 46.

Jurnal:

Pieter Latumenten, Perlindungan Jaminan Hukum Bagi Profesi Notaris,

Erika, 2013, Kesaksiaan Notaris Di Dalam Proses Peradilan Serta Kaitannya


Dengan Kewajiban Ingkar Notaris (Verschoningsplicht), Depok:
Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia,

Muhammad Ilham Arisaputra, KEWAJIBAN NOTARIS DALAM


MENJAGA KERAHASIAAN AKTA DALAM KAITANNYA DENGAN

15
HAK INGKAR NOTARIS, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar
Kekuatan Hukum Mengikat Oleh Mahkamah Konstitusi, Jurnal Legislasi
Indonesia, 11 (2) 2014, Juni, hlm. 140

Internet:

https://www.hukumonline.com/stories/article/lt630705f062b51/kewajiban-
dan-batasan-kerahasiaan-jabatan-notaris-menggunakan-hak-ingkar

https://www.hukumonline.com/stories/article/lt60364934aa012/mengenal-
hak-ingkar-dalam-hukum-indonesia

https://www.hukumonline.com/berita/a/hak-ingkar-bukan-untuk-lindungi-
notaris-lt52948b592619f/

Perundang-undangan:

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang Nomor 30


Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai