Abstract
The position of notary as evidence in criminal cases is the same examination with the
tools that the other evidence. This is because the criminal deed does not have perfect
power. So the judge does not have to believe that the contents of the notarial deed
are correct. Thus the value of that evidence sought to be free because the law of
criminal procedure is the accuracy of the consequences and the judge is free to use or
override a letter of evidence.The implementation of the decision-deed performed by
the investigator for the benefit of the judicial process investigator, prosecutor, or
judge with the approval of the Regional Board. Trustees are authorized to take photo
copies minuta deed and/or letters attached to the deed minuta, or protocols in storage
notary and call notary tobe present in the examination relating to the deed made or
protocols that are instorage notary.
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 196
Adapun syarat-syarat pembuatan suatu Menurut Pasal 184 Kitab Undang-
akta adalah selain tercantum dalam Pasal 15 Undang Hukum Acara Pidana, alat bukti yang
ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun sah adalah :
2004 tentang Jabatan Notaris tetap harus 1. Keterangan saksi
dihubungkan dengan Pasal 1868 2. Keterangan ahli
KUHPerdata, yaitu : 3. Surat
1. Akta harus dibuat oleh (door) atau 4. Petunjuk
dihadapan (ten overstaan). 5. Keterangan terdakwa
2. Akta harus dibuat dalam bentuk yang Berdasarkan pada alat-alat bukti dalam
ditentukan oleh undang-undang. hukum acara pidana tersebut, maka
3. Pejabat umum oleh/ dihadapan siapa akta membuktikan suatu peristiwa dalam perkara
dibuat harus mempunyai wewenang untuk pidana menurut Pasal 183 KUHAP yaitu
membuat akta yang bersangkutan. hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
Sedangkan yang dimaksud dengan akta kepada seseorang kecuali apabila dengan
notaris adalah akta otentik yang dibuat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
oleh atau dihadapan notaris menurut ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam tindak pidana benar-benar terjadi dan
undang-undang ini. Jenis-jenis akta yang bahwa terdakwalah yang bersalah
dibuat oleh notaris adalah berbagai akta melakukannya.
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, Notaris dalam menjalankan tugas dan
dan ketetapan yang diharuskan dalam jabatannya harus berdasarkan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan atau yang telah ditetapkan dalam undang-undang
dikehendaki oleh yang bersangkutan. dan kode etik notaris. Namun pada
Sehubungan dengan akta otentik itu mem- kenyataannya saat ini ada juga notaris dalam
punyai kekuatan pembuktian mengikat membuat akta otentik secara bentuk
dan sempurna maka hal terpenting dalam merupakan akta otentik namun proses
masalah kekuatan pembuktian suatu pembuatannya hingga menjadi akta otentik
akta adalah kekuatan pembuktiannya yang tersebut tidak sesuai dengan tata cara yang
lengkap (Setiawan, 1992:405). telah ditentukan oleh undang-undang. Hal ini
Bukti lengkap adalah bukti yang secara menunjukkan bahwa seorang notaris dalam
lahiriah, formil, dan materiil dapat dibuktikan menjalankan tugas jabatannya dapat juga
lewat akta itu sendiri. Hakim harus merugikan orang lain. Namun pada
mempercayai isi dari akta tersebut adalah kenyataannya tidak semua kesalahan yang
benar adanya, dengan demikian hakim terjadi pada akta notaris merupakan
memperoleh kepastian yang cukup untuk kesalahan notaris, karena notaris hanya
mengabulkan akibat hukum yang dituntut menuliskan apa yang menjadi kehendak
oleh penggugat tanpa mengurangi para pihak. Notaris bisa saja diperiksa
kemungkinan adanya bukti tentang dalam perkara pidana dan dimintakan
kebalikannya. Sesuai dengan yang dijelaskan kesaksiannya terhadap akta yang telah
pada Pasal 1870 KUHPerdata yaitu dibuatnya, walaupun sesuai dengan aturan
akta notaris adalah akta otentik meru- yang telah ditetapkan oleh undang-undang
pakan alat bukti tertulis yang mempunyai bahwa notaris harus menjaga kerahasiaan isi
kekuatan pembuktian sempurna. Karena akta tersebut, namun pada kenyataannya
produk yang dihasilkan oleh notaris dalam pemeriksaan perkara pidana ada
adalah akta maka akta tersebut dapat notaris yang dimintakan kesaksianya terhadap
dijadikan sebagai alat bukti dalam akta yang telah dibuatnya demi penegakan
persidangan. hukum dan kepastian hukum.
Oleh karena itu, hanya notaris yang tidak berarti perbuatan. Jadi, dapatlah disimpulkan
waras dalam menjalankan tugas dan bahwa yang dimaksud dengan akta adalah :
jabatannya ketika membuat akta sengaja 1. Perbuatan handeling/ perbuatan hukum
menimbulkan kerugian terhadap pihak (rechtshandeling) itulah pengertian yang
lain (Habib Adjie, 2009: 205). luas, dan
Apabila hal tersebut terjadi, maka dalam 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/
acara pidana, meskipun tidak ada pengaturan digunakan sebagai bukti perbuatan
khusus tentang cara memeriksa alat bukti hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang
surat seperti yang diatur dalam pasal 304 ditujukan kepada pembuktian sesuatu.
HIR, maka harus diingat bahwa sesuai Sehubungan dengan adanya dualisme
dengan sistem negatif yang dianut oleh pengertian mengenai akta ini dalam
KUHAP, yakni harus ada keyakinan dari perundang-undangan, maka dapat
hakim terhadap alat bukti yang diajukan di disimpulkan oleh penulis bahwa yang
persidangan. dimaksud dengan akta dalam pembahasan
Berdasarkan latar belakang masalah di ini adalah akta yang artinya surat yang
atas maka dapat dirumuskan permasalahan sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai
dalam kajian ini, yaitu: (1) Bagaimanakah alat bukti. Berdasarkan definisi tersebut
kedudukan akta notaris sebagai alat bukti diatas, jelaslah bahwa tidaklah semua surat
dalam proses pemeriksaan perkara pidana? dapat disebut sebagai akta, melainkan
dan (2). Bagaimanakah pelaksanan peng- hanya surat-surat tertentu yang memenuhi
ambilan akta notaris sebagai alat bukti surat syarat-syarat tertentu pula baru dapat
yang dilakukan oleh penyidik ? disebut akta.
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 198
Menurut Sudikno Mertokusumo 3. Kekuatan Pembuktian Materiil (Materiele
(1979:106), akta adalah surat yang diberi Bewijskracht).
tandatangan, yang memuat peristiwa- Kekuatan pembuktian materiil adalah
peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak bahwa secara hukum (yuridis) isi dari akta
atau perikatan, yang dibuat sejak semula ini telah membuktikan keberadaannya
dengan sengaja untuk pembuktian. Dalam sebagai yang benar terhadap setiap orang,
doktrin dikenal 3 (tiga) jenis kekuatan yang membuat atau menyuruh membuat
pembuktian, yaitu : akta itu sebagai tanda bukti terhadap
1. Kekuatan pembuktian suatu akta dilihat dari dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang
segi wujudnya (uitwendige bewijskracht) lain yang mendapat hak darinya). Inilah
Kekuatan pembuktian akta otentik yang dinamakan sebagai “prevue
atau akta notaris dari segi wujudnya preconstituee”, artinya adalah akta itu benar
biasa disebut juga dengan kekuatan mempunyai kekuatan materiil. Kekuatan
pembuktian lahiriah dimana akta itu pembuktian inilah yang dimaksud dalam Pasal
sendiri mempunyai kemampuan untuk 1870, 1871, dan 1875 KUHPerdata. Oleh
membuktikan dirinya sendiri sebagai akta karena itu, maka akta otentik berlaku sebagai
otentik, mengingat sejak awal yaitu sejak alat bukti sempurna dan mengikat pihak-pihak
adanya niat dari para pihak yang yang membuat akta itu. Dengan demikian
berkepentingan untuk membuat atau siapapun yang membantah kebenaran akta
melahirkan alat bukti, maka sejak saat otentik sebagai alat bukti, maka ia harus
mempersiapkan kehadirannya itu telah membuktikan kebalikannya (Pandam
mempunyai proses sesuai dan memenuhi Nurwulan, Bahan Ajar pada Magister
Pasal 1868 KUHPerdata JoUndang-Undang Kenotariatan Periode 2006/2007 Universitas
No.30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Gadjah Mada).
Jabatan Notaris (atau dahulu Stbl 1860 Nomor
3 Reglement of Notaris ambt in Indonesia). Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat
Kemampuan atau kekuatan pembuktian Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara
lahiriah ini tidak ada pada akta/ surat di bawah Pidana
tangan (vide Pasal 1875 KUHPerdata). Dalam konstruksi hukum kenotariatan
2. Kekuatan pembuktian formal (formale bahwa salah satu tugas jabatan notaris yaitu:
bewijskracht) memformulasikan keinginan /tindakan
Akta otentik dibuktikan dengan apa penghadap/ para penghadap kedalam bentuk
yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta akta otentik dengan meperhatikan aturan
itu adalah benar merupakan uraian kehendak hukum yang berlaku”. Hal ini sebagaimana
pihak-pihak, itulah kehendak pihak-pihak tersebut dalam yurisprudensi Mahkamah
yang dinyatakan dalam akta itu oleh/atau Agung Republik Indonesia, yaitu: “…..Notaris
dihadapan pejabat yang berwenang dalam fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan
menjalankan jabatannya. Dalam arti formil apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan
akta otentik menjamin kebenaran : tanggal, oleh para pihak yang menghadap notaris
tanda tangan, komparan, dan tempat akta tersebut. Tidak ada kewajiban bagi
dibuat. Dalam arti formil dibuktikan pula notaris untuk menyelidiki secara materiil
kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu yang apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh
dilihat, didengar, dan dialami sendiri sebagai penghadap dihadapan notaris tersebut”
pejabat umum. Akta di bawah tangan tidak (Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/
mempunyai kekuatan bukti formil, terkecuali Sip/1973, 5 September 1973).
bila penandatanganan dari surat/akta itu Alat bukti otentik merupakan pembuktian
mengakui kebenaran tanda tangannya. yang kuat bagi mereka yang mengajukan
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 200
sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Ia menyatakan bahwa dalam proses pembuatan
harus tetap memerlukan dukungan dari alat akta tersebut terbukti terjadi tindak pidana.
bukti lain. Dengan demikian sifat ke- Akta otentik sepanjang tidak dibuktikan
sempurnaan formalnya, harus tunduk pada sebaliknya maka hakim harus mempercayai isi
asas batas minimum pembuktian yang akta tersebut adalah benar namun apabila
ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP yang ternyata terdapat bukti lawan maka hakim
menyatakan bahwa hakim tidak dapat hanya pada kewenangan memutus perbuatan
menjatuhkan putusan dengan sekurang- pidananya saja namun yang berhak
kurangnya minimal dua alat buktidan dari membatalkan akta tersebut adalah merupakan
alat bukti tersebut akan muncul keyakinan kewenangan dari peradilan perkara perdata.
hakim untuk memutuskan suatu perkara pidana Pada asasnya di dalam persoalan
tersebut (M. Yahya Harahap, 1985,837). perdata, alat bukti yang berbentuk tulisan itu
Hal yang perlu diingat tentang kekuatan merupakan alat bukti yang diutamakan
alat bukti surat adalah bahwa bagaimana atau merupakan alat bukti yang nomor satu
pun kekuatan pembuktian yang diberikan jika dibandingkan dengan alat-alat bukti
terhadap bukti-bukti surat dalam perkara lainnya. Dalam pengertian sederhana bukti
perdata namun surat-surat tersebut dalam tertulis atau surat adalah alat bukti yang
perkara pidana dikuasai oleh aturan, bahwa berupa tulisan yang berisi keterangan tertentu
mereka harus menentukan keyakinan hakim. tentang suatu peristiwa, keadaan atau hal-hal
Dengan demikian maka dalam perkara tertentu dan ditandatangani. Bukti tertulis
perdata, hakim adalah berkewajiban untuk atau surat ini lazim juga disebut dengan akta
memutus suatu perkara menurut kekuatan (Achiel suyanto, 2007:6).
bukti dari suatu akta otentik yang tidak Hal ini berbeda dengan sikap hakim
dilemahkan oleh bukti sangkalan, tetapi perkara pidana bagi hakim pidana tidak
dalam perkara pidana, akta yang sama ada alat bukti satupun yang mengikat hakim
dapat saja dikesampingkan oleh hakim. perihal kekuatan pembuktian. Selalu hakim
Pembuktian dalam perkara perdata adalah pidana harus memikirkan apa ia yakin atas
bertujuan untuk memutuskan apa yang oleh kesalahan terdakwa. Kalau ada suatu akta
kedua belah pihak yang berperkara dianggap otentik diajukan dalam perkara pidana,
benar (kebenaran formal) sedang tujuan dari maka hakim untuk mempunyai keyakinan
pembuktian dalam perkara pidana adalah tentang ketiadaan kesalahan terdakwa,
untuk mencari kebenaran materiil. Menurut dan tidak memerlukan kontra bukti seperti
penulis bahwa apabila akta notaris dijadikan hal nya dengan hakim pidana. Sesuai dengan
sebagai alat bukti dalam perkara pidana teori pembuktian dalam perkara pidana
hakim tetap mempercayai kebenaran isi akta bahwa yang dicari oleh hakim dalam perkara
tersebut selama tidak ada bukti lawan pidana adalah kebenaran materiil
dan dalam perkara pidana yang melibatkan bukan kebenaran formil yang dianut oleh
akta notaris sebagai alat bukti hanya sebatas pembuktian perkara perdata. Tentunya hakim
membuktikan saja bahwa dalam proses pidana tidak boleh secara serampangan
pembuatan akta tersebut benar telah terjadi menyampingkan saja suatu akta otentik
perbuatan pidana yang merugikan pihak tersebut sebagai alat bukti melainkan
lain, dan yang berhak membatalkan akta harus ada alasan-alasan hukum yang kuat
tersebut adalah peradilan perkara perdata, yang melandasi keyakinannya sehingga
yang kemudian berdasarkan putusan pidana walaupun keyakinan hakim diberikan kepada
tersebut akan dijadikan sebagai alat bukti hakim dalam memutus perkara pidana,
atas gugatan pihak yang dirugikan adalah namun tidak lalu hakim bebas meyakini sesuai
putusan dari hakim pidana tersebut yang telah apa yang diyakini namun tetap harus tetap
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 202
4. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas
5. Salinan akta ada tanpa dibuat, minuta akta jelas tergambar bahwa ruang lingkup tugas
dan; pelaksaan jabatan notaris, yaitu membuat
6. Minuta akta tidak ditanda tangani secara alat bukti yang diinginkan oleh para pihak
lengkap, tetapi minuta akta dikeluarkan. untuk suatu tindakan hukum tertentu yang
Aspek-aspek tersebut jika terbukti berada dalam tataran hukum perdata. Selain
dalanggar oleh notaris maka terhadap notaris itu, notaris pun membuat akta karena ada
tersebut dapat dijatuhi sanksi perdata atau permintaan dari para pihak yang menghadap.
administratif. Dasar untuk memidanakan Tanpa ada permintaan dari para pihak,
notaris tersebut merupakan aspek formal notaris tidak akan membuat akta apapun
dari akta notaris. Dalam hal ini ada tiga dan notaris membuat akta yang dimaksud
aspek yang harus diperhatikan ketika akta berdasarkan alat bukti yaitu keterangan
dibuat. Aspek-aspek tersebut berkaitan atau pernyataan para pihak yang dinyatakan,
dengan nilai pembuktian yaitu: lahiriah diterangkan, atau diperlihtkan kepada
(uitwendige bewijskrach), formal (formele atau dihadapan notaris. Selanjutnya notaris
bewiskracht), materiil (materiil membuat akta tersebut secara lahiriah,
bewijskracht). formil, dan materiil dalam bentuk akta
Ketiga aspek tersebut diatas merupakan notaris dengan tetap berpijak pada aturan
kesempurnaan akta notaris sebagai akta hukum, tata cara atau prosedur pembuatan
otentik dan siapa pun terikat oleh akta akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan
tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam tindakan hukum yang bersangkutan yang
suatu persidangan pengadilan bahwa ada dituangkan dalam akta.
salah satu ada satu aspek tersebut tidak Dalam praktik notaris juga ditemukan
benar, akta tersebut hanya mempunyai kenyataan, apabila ada akta notaris
kekuatan pembuktian seperti akta di bawah dipermasalahkan oleh para pihak atau
tangan atau akta tersebut di degradasikan pihak lainnya, sering pula notaris di tarik
kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang sebagai pihak yang turut serta melakukan
mempunyai kekuatatan pembuktian sebagai atau membantu melakukan suatu tindak
akta dibawah tangan. pidana yaitu memberikan keterangan palsu
Penjatuhan hukuman pidana terhadap ke dalam akta notaris. Hal ini yang menarik
notaris,ataupun para pihak tidak serta untuk dikaji karena seperti yang diketahui
merta akta yang bersangkutan menjadi bahwa akta notaris tersebut sebagai akta
batal demi hukum. Suatu hal yang tidak otentik sehingga kekuatan pembuktian akta
tepat secara hukum jika ada putusan tersebut adalah sempurna dan mengikat bagi
pengadilan pidana dengan amar putusan hakim untuk mempercayai isi akta notaris
membatalkan akta notaris, dengan alasan tersebut adalah benar adanya sesuai dengan
terbukti melakukan suatu tindak pidana apa yang telah diterangkan dalam akta
pemalsuan. Dengan demikian yang harus tersebut.
dilakukan oleh mereka yang akan atau Dalam pemeriksaan perkara pidana
berkeinginan untuk menempatkan notaris dengan alat bukti akta notaris, maka hakim
ataupun para pihak sebagai terpidana pidana pun pada awalnya harus mempercayai
atas akta yang dibuat oleh atau dihadap- kebenaran isi akta tersebut. Namun pada saat
an notaris yang bersangkutan, maka persidangan hakim akan melihat persesuaian
tindakan hukum yang harus dilakukan alat-alat bukti yang ada dan berita acara yang
adalah membatalkan akta yang bersang- ada. Dengan demikian barulah berdasarkan
kutan melalui gugatan perdata oleh para minimal 2 alat bukti dan keyakinan hakim,
pihak sendiri. hakim dapat memutuskan perkara tersebut.
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 204
4. Surat pemanggilan diberikan selambat Pemeriksaan dimulai dalam jangka waktu
lambatnya 3 (tiga) hari sebelumnya paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah
ataupun tenggang waktu 3 (tiga) hari laporan diterima. Majelis Pemeriksa Daerah
terhitung sejak tanggal diterimannya harus sudah menyelesaikan pemeriksaan
surat pemanggilan tersebut sebagaimana dan menyampaikan hasil pemeriksaan dalam
yang tercatat dalam penerimaan untuk jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
mempersiapkan bagi notaris-PPAT hari kalender terhitung sejak laporan
yang dipanggil guna mengumpulkan data- diterima. Hasil pemeriksaan sebagaimana
data atau bahan-bahan yang diperlukan. dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam
5. Dengan adanya surat pemanggilan yang sah berita acara pemeriksaan yang ditandatangani
menurut hukum, maka Notaris-PPAT oleh ketua dan sekretaris.
wajib untuk memenuhi panggilan penyidik Surat pengantar pengiriman berita acara
sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat pemeriksaan yang dikirimkankepada
2 KUHP. Majelis Pengawas Wilayah ditembuskan pada
6. Apabila notaris-PPAT yang dipanggil pelapor, terlapor, mejelis pengawas Pusat, dan
dengan alasan sah menurut hukum tidak pengurus daerah Ikatan Notaris Indonesia.
dapat memenuhi panggilan penyidik, Setelah MPD melakukan pemeriksaan maka
maka penyidik dapat datang ke kantor/ MPD akan memutuskan apakah notaris
tempat kediaman notaris-PPAT yang tersebut dapat diperiksa oleh penyidik atau
dipanggil untuk melakukan pemeriksaan tidak berdasarkan pemeriksaan notaris.
sebagaimana diatur Pasal 113 KUHP. Apabila ternyata dalam proses pemeriksaan
Pasal 112 ayat (2) KUHAP men- MPD terhadapa akta notaris tersebut
jelaskan bahwa orang yang dipanggil ditemukan adanya ketidak sesuaian akta yang
wajib datang kepada penyidik dan jika ia dibuat oleh notaris berdasarkan ketentuan
tidak datang, penyidik memanggil sekali hukum Pasal 38 UUJN maka MPD akan
lagi, dengan perintah kepada petugas untuk menyetujui penyidik melakukan penyidikan.
membawa kepadanya. Pasal 113 KUHAP Namun apabila ternyata berdasarkan
menerangkan bahwa apabila penyidik telah pemeriksaan notaris tidak ditemukan ada
memanggil notaris sebagai saksi ataupun tindak pidana atau itikad buruk dalam proses
tersangka, namun notaris tidak dapat hadir pembuatan akta tersebut maka MPD tidak
dengan alasan yang patut dan wajar maka akan menyetujui untuk penyidik melakukan
penyidik akan melakukan pemeriksaan pemeriksaan tersebut.
ditempat kediaman notaris tersebut. Namun, Berdasarkan persetujuan tersebut maka
sebelum penyidik memeriksa notaris penyidik akan melakukan penyitaan akta
sebagai saksi atau tersangka sesuai dengan notaris tersebut, sesuai dengan ketentuan
Pasal 66 UUJN penyidik harus mendapat Pasal 4 nota kesepahaman kepolisian Negara
persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris
dengan mengajukan permohonan secara Indonesia dan Ikatan Pembuat akta atau
tertulis. IPPAT.
Selanjutnya ketentuan Pasal 23 Peraturan 1. Tindakan penyidik berupa penyitaan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terhadap akta notaris-PPAT dan/atau
Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10 protokol yang ada dalam penyimpanan
Tahun 2004 Tentang Tata cara Pengangkatan notaris- PPAT untuk membuktikan perkara
Anggota, Pemberhentian, susunan organisasi, pidananya dan/atau keterlibatan notaris-
tata kerja, dan tatacara pemeriksaan mejelis PPAT sebagai tersangka, maka penyidik
pengawas notaris. Pemeriksaan oleh majelis harus memperhatikan prosedur
Pemeriksaan Daerah tertutup untuk umum. sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUJN
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 206
Namun pada kenyataanya hal ini dijadikan Permohonan penyidik agar memeriksa notaris
sebagai salah satu senjata untuk melakukan tersebut. Apabila dibutuhkan akta yang asli
tindak pidana atau perbuatan melawan hukum maka notaris diwajibkan untuk selalu
yang merugikan pihak lain. mengawal akta tersebut, hal ini diperboleh-
Akta notaris merupakan akta otentik kan guna untuk menegakkan supremasi hukum.
yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna
dan mengikat hakim. Hakim harus tetap
mempercayai isi akta tersebut selama tidak III. PENUTUP
ada bukti lawan, namun dalam pekara pidana
untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam Kesimpulan
akta notaris tersebut maka penyidik harus 1. Kedudukan akta notaris sebagai alat
melewati prosedur tersebut untuk men- bukti dalam pemeriksaan perkara pidana
dapatkan alat bukti yang cukup. Dengan adalah sama dengan alat-alat bukti yang
adanya Pasal 66 UUJN ini bagi para notaris lain yaitu sebagai alat bukti surat. Hal
yang melakukan perbuatan pidana dapat ini dikarenakan dalam acara pidana
ditindak lanjuti oleh penyidik melalui prosedur akta notaris tidak memiliki kekuatan
yang telah dijelaskan dalam Pasal 66 UUJN yang sempurna. Sehingga hakim tidak
tersebut untuk membuktikan tindak pidana harus mempercayai bahwa isi akta
yang dilakukan dalam akta tersebut yang notaris tersebut adalah benar. Dengan
merugikan orang lain dan prosedur ini juga demikian nilai alat bukti tersebut bersifat
dimaksudkan untuk melindungi notaris, karena bebas karena yang dicari dalam
tidak selamanya akta notaris yang bermasalah hukum acara pidana adalah kebenaran
dilakukan oleh notaris itu sendiri, namun materiil maka konsekuensinya hakim
terkadang antar para pihak walau kadang bebas untuk menggunakan atau menge-
antara notaris dan salah satu pihak sampingkan sebuah alat bukti surat.
bekerjasama melakukan tindak pidana 2. Adapun pelaksanaan pengambilan akta
tersebut. notaris yang dilakukan oleh penyidik
Berdasarkan pemaparan diatas maka untuk kepentingan proses peradilan maka
penulis menyimpulkan bahwa tata cara yang penyidik, penuntut umum, atau hakim
dilakukan oleh penyidik dalam hal memanggil dengan persetujuan Majelis Pengawas
atau mengambil alat bukti akta otentik Daerah berwenang mengambil fotokopi
adalah mengajukan permohonan secara minuta akta dan/atau surat-surat yang
tertulis kepada MPD dengan menerangkan dilekatkan pada minuta akta atau protokol
sebab mengapa penyidik ingin melakukan notaris dalam penyimpanan notaris dan
penyidikan dan pemeriksaan terhadap notaris memanggil notaris untuk hadir dalam
tersebut dan akta yang telah dibuatnya. pemeriksaan yang berkaitan dengan akta
Hal ini guna untuk mendapatkan tanggapan yang dibuatnya atau protokol notaris yang
dari MPD apakah disetujui atau tidak berada dalam penyimpanan notaris.
permohonan penyidik tersebut. MPD akan
menerima surat tersebut dan mengadakan Saran
siding pleno dan memanggil notaris tersebut 1. Bagi para notaris sebaiknya dalam
dan perlu di ingat bahwa MPD hanya berpraktik sebaiknya mampu membuat
memeriksa sebatas kekuatan pembuktian akta akta notaris sesuai dengan apa yang telah
tersebut secara formal, materiil dan lahirnya di tetapkan dalam undang-undang, untuk
apabila memenuhi syarat maka tidak akan mengantisipasi tindakan-tindakan yang
di ijinkan namun jika memang ter- merugikan diri kita sendiri selaku notaris
dapat keganjalan maka MPD akan menyetujui maupun calon notaris.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
A. Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa,
Intermasa, Jakarta, 1986
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris
dan PPAT Indonesia, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2009.
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian Dalam
Perkara Pidana, Mandar Maju,
Bandung, 2003
M. Yahya Harahap, Pembahasan
Permasalahan Dan Penerapan
KUHAP Jilid II, Pustaka Kartini, Jakarta,
1985
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,
PT. Intermasa, Jakarta, 1980
Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan
Hukum Acara Perdata, Alumni,
Bandung, 1992
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara
Perdata di Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, 1979
Sulaiman, Dasar Pertimbangan Hakim
Dalam Menilai Akta Otentik Sebagai
Alat Bukti dipengadilan Negeri Sleman,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2008
Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan...... (Triyanti S. Arkiang) 208