Anda di halaman 1dari 16

A.

Latar Belakang
Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian,melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang
serta peraturan pelaksanaannya. Pengertian tersebut berdasarkan pada ketentuan
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT).1
Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum,
dimana badan hukum ini disebut dengan “perseroan”. Istilah perseroan pada
perseroan terbatas, menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu,
yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan istilah terbatas menunjuk
pada batas tanggungjawab para persero atau pemegang saham, yaitu hanya
terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.2
Sebagai badan hukum, perseroan lahir dan dicipta melalui proses hukum
sehingga menurut M. Yahya Harahap perseroan merupakan badan hukum buatan
(artificial legal person) yang membedakannya dengan manusia sebagai legal
person yang dilahirkan melalui proses alamiah dan melekat haknya sejak
dilahirkan sampai meninggal dunia.3 Perseroan sebagai badan hukum diciptakan
dan dilahirkan melalui prosedur sebagaimana ditentukan dalam UUPT. Perseroan
sah secara hukum dengan hak dan kewajiban yang melekat kepadanya setelah
memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang untuk
selanjutnya cukup Penulis sebut dengan Menteri.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UU PT) menempatkan notaris pada kedudukan yang tinggi,
hal ini dikarenakan untuk mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan
perubahan anggaran dasar harus dibuat dengan akta Notaris sebagai persyaratan
utama. Persyaratan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UUPT dan

1
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
2
Kansil, 1996, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 31.
3
M. Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan Ketiga, Jakarta:Sinar Grafika, hlm.
53.
Pasal 21 Ayat (4) UUPT. Berdasarkan bunyi Pasal, akta notaris merupakan syarat
mutlak dan wajib dipenuhi untuk mendirikan sebuah perseroan, akta otentik
adalah akta yang diwajibkan untuk dibuat dalam pendirian perseroan.
Berbeda dengan orang perseorangan (manusia), perseroan terbatas walaupun
merupakan subyek hukum mandiri, adalah suatu artificial person, yang tidak dapat
melakukan tugasnya sendiri. Oleh karena itu, perseroan memerlukan organ-
organnya untuk menjalankan usahanya, mengurus kekayaannya dan mewakili
perseroan di depan pengadilan, maupun di luar pengadilan. Berdasarkan Pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan bahwa organ
perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan
Komisaris.4
Setiap organ telah diatur hak dan kewajibannya masing-masing dalam
Anggaran Dasar perseroan sehingga apabila suatu perseroan hendak merubah
Anggaran Dasarnya maka diperlukan persetujuan dan atau pemberitahuan kepada
Menteri. Perubahan Anggaran Dasar harus mendapatkan persetujuan dari RUPS.
Hasil RUPS mengenai perubahan Anggaran Dasar diamanatkan oleh UUPT harus
dimuat dan dinyatakan dalam akta notaris dengan bahasa Indonesia.5
RUPS yang diselenggarakan oleh suatu perseroan, merupakan organ yang
sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
perseroan. RUPS dalam prakteknya, dituangkan dalam suatu akta otentik, yang
dibuat di hadapan notaris dan atau dibuat dalam bentuk notulensi rapat, yang
berupa akta di bawah tangan dan kemudian akta tersebut dituangkan dalam bentuk
akta otentik, yang dalam praktek dikenal dengan sebutan Akta Pernyataan
Keputusan Rapat.
Notaris, adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat
akta.6

4
Pasal 1 ayat (2) UUPT.
5
Pasal 19 ayat (1) Juncto Pasal 21 ayat (4) UUPT.
6
Sudikno Mertokusumo, 2004, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, No.12, Mei, hlm.49.
Notaris selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya, tidak
boleh keluar dari “rambu-rambu” yang telah diatur oleh perangkat hukum yang
berlaku. Dalam konteks ini, tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta
pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas perlu
dikaji lebih lanjut.
Salah satu wewenang notaris berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) adalah untuk
menyusun dan membuat akta otentik. Otentisitas dari akta notaris berlandaskan
dari ketentuan Pasal 1 UUJN, dimana notaris dijadikan sebagai “Pejabat Umum”,
sehingga dengan demikian akta yang dibuat “oleh” atau “di hadapan” Notaris
dalam kedudukan tersebut memperoleh sifat akta otentik, seperti yang diatur pada
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dimana Pasal
tersebut menyatakan bahwa akta otentik merupakan akta yang dibuat dalam
bentuk yang telah diatur di dalam undang-undang, dibuat “oleh” atau “di
hadapan” pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Akta notaris merupakan akta otentik. Akta otentik yang dibuat notaris
sendiri digolongkan dalam dua (2) jenis akta yaitu: 7 akta yang dibuat oleh notaris
(ambtelijk acte, procesverbaal akten) dan akta yang dibuat di hadapan notaris
(partij acte). Jenis akta ambtelijk, secara yuridis formil notaris memikul
pertanggungjawaban kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya sedangkan
untuk pembuatan akta partij, notaris hanya bertugas memformulasikan kata demi
kata dalam akta yang didasarkan pada kehendak para pihak.
Perseroan yang hendak melakukan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana
ditentukan dalam UUPT mengharuskan notaris berperan serta dengan terlibat
dalam proses pembuatan akta dan penyampaian data perubahan kepada Menteri.
Berdasarkan pengamatan penulis, lebih banyak notaris yang menggunakan jenis
partij acte dalam proses perubahan Anggaran Dasar perseroan. Notaris
mendasarkan aktanya dari berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Akta yang dibuat tersebut berdasarkan surat di bawah tangan hasil pernyataan
para pemegang saham dalam RUPS yang kemudian dinyatakan kembali oleh

7
Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: CDSBL, 47.
notaris dalam bentuk akta otentik. Berdasarkan berita acara tersebut maka dapat
terbit akta yang dikenal dengan istilah Akta Pernyataan Keputusan Rapat.
Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang selanjutnya disebut (PKR)
merupakan hasil dari notulen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dibuat
di bawah tangan kemudian dituangkan ke dalam akta Notaris. Hal tersebut dapat
dikuasakan kepada pihak dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan untuk
diberikan secara langsung oleh RUPS. Penerima kuasa tersebut juga dapat
menemui notaris dalam rangka pembuatan PKR.
Notaris wajib memperhatikan dengan secara detail bahwa penerima kuasa
tersebut memang merupakan perwakilan dari Perseroan Terbatas (PT) yang
bersangkutan yang berwenang dan memiliki kecakapan untuk membuat akta
tersebut.8 Bentuk PKR tersebut merupakan akta Notaris, namun aktanya
merupakan hasil keputusan rapat yang dibuat oleh notulen di bawah tangan.
Berdasarkan Pasal 21 Ayat (4) UUPT yang menyatakan bahwa
memperbolehkan akta PKR dibuat oleh notaris secara akta otentik. Apabila terjadi
cacat formal pada akta tersebut maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan
bukti seperti layaknya akta di bawah tangan apabila para pihak menandatangani
akta tersebut. Sesuai dengan Pasal 21 Ayat (4) UUPT tersebut tanggung jawab
Notaris hanya sebatas data yang dimasukkan atau dibawa oleh notulen RUPS.9
Tanggung jawab terhadap akta pernyataan keputusan rapat yang
disampaikan para pihak membuat notaris harus selalu mengedepankan prinsip
kehati-hatian. Kesalahan terhadap akta yang dibuatnya dapat membuat akta
notaris menjadi akta dibawah tangan dan tidak dapat dipungkiri bahwa
masyarakat sebagai pengguna jasa notaris juga dapat “menyeret” bahkan sengaja
membuat notaris terjerat perkara pidana dalam membuat partij acte.10
Mengenai sejauh mana tanggung jawab notaris apabila notulen yang
memberikan akta hasil rapat RUPS tidak sesuai dengan aslinya karena notaris

8
Bambang Rianggono, 2007, Kekuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) Yang Dibuat
Berdasarkan Risalah Rapat Di Bawah Tangan Ditinjau dari Tanggung Jawab Notaris, Tesis
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.
9
Pasal 21 ayat (4) UUPT.
10
Mulyoto, 2011, Kriminalisasai Notaris dalam Pembuatan Akta Perseroan Terbatas, Yogyakarta:
Cakrawala Media, hlm. 39.
tidak mengetahui kebenaran isi atas akta tersebut, mengingat PKR itu bukan
risalah rapat notariil murni melainkan risalah rapat dibawah tangan, dimana
Notaris tidak hadir atau terlibat dalam pembuatan keputusan RUPS yang dibuat
dibawah tangan tersebut melainkan keputusan rapat tersebut dibuat oleh para
pihak dalam perjanjian berdasarkan kesepakatan mereka yang kemudian
perjanjian tersebut dibawa ke hadapan notaris untuk dituangkan kedalam akta
notaris.11

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah yang
akan dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tanggung jawab notaris atas akta Pernyataan Keputusan
Rapat (PKR) ?
2. Apakah akibat hukum dari pembuatan akta pernyataan keputusan rapat
umum pemegang saham perseroan terbatas ?

C. Pembahasan
1.1 Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat (PKR)
Manusia sebagai salah satu subjek hukum (rechtpersoon) dalam
kehidupannya sebagai mahluk sosial akan senantiasa berinteraksi satu sama lain
dalam berbagai kepentingan. Hubungan-hubungan yang tercipta antara satu
individu dengan individu lain kerap merupakan suatu perbuatan hukum yang
membawa akibat hukum. Pelaksanaan perjanjian adalah salah satu realitas hukum
yang sering dilakukan oleh subjek hukum dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian
yang merupakan suatu perikatan yang melahirkan hak dan tanggung jawab bagi
para pihak yang membuatnya. Telah menjadi kebiasaan yang berlaku umum
dalam masyarakat modern setiap perikatan yang dilakukan senantiasa dituangkan
dalam bentuk tertulis, untuk menuangkan keinginan-keinginan yang hendak
diperjanjikan.

11
Bambang Rianggono, op.cit.
Perjanjian yang merupakan suatu perikatan yang melahirkan hak dan
tanggung jawab bagi para pihak yang membuatnya. Dengan dibuatnya suatu
perjanjian dalam bentuk tertulis diharapkan oleh para pihak yang membuatnya, di
kemudian hari tidak ada yang memungkiri apa yang telah disepakati bersama
sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak satu sama lainnya.12
Perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis dapat dibedakan lagi dalam 2
(dua) bentuk, yaitu:
1. Perjanjian yang dibuat di bawah tangan;
2. Perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta otentik, yang dibuat dihadapan
dan oleh seorang pejabat yang berwenang seperti Notaris
Pembuatan perjanjian dalam bentuk tertulis dapat dipahami sebagai bentuk
keinginan dari orang yang membuatnya untuk melahirkan suatu alat bukti.
Perbedaan yang paling menonjol dalam pembuatan alat bukti ini ialah suatu akta
otentik akan menjadi alat bukti yang sempurna, sehingga akta otentik mempunyai
daya pembuktian yang lebih kuat dan luas dibandingkan akta yang dibuat di
bawah tangan.
Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik merupakan akta menurut
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. 13
Kewenangan notaris dalam pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR)
berdasarkan selaku pejabat umum dalam melaksanakan tugasnya tercantum dalam
Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (UUJN).14
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas suatu hasil dari RUPS dapat
dibuat dalam tiap akta otentik atau di bawah tangan.15 Namun tidak semua hasil
RUPS dibuat dalam akta otentik maka sebuah perseroan terkadang melakukan
RUPS tanpa kehadiran seorang notaris, namun untuk memperkuat hasil dari
RUPS tersebut organ perusahaan akan menguasakan kepada salah satu direksi
12
Bambang Rianggono, op.cit.
13
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Tigapuluh
Empat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hlm. 475.
14
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).
15
Pasal 77 ayat (4) UUPT.
untuk menuangkan putusan RUPS tersebut dalam suatu akta otentik. Hal ini yang
kemudian dikenal dengan sebutan akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR).
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak untuk membuat Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas adalah:
1. Menyerahkan asli dari Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan
Terbatas tersebut;
2. Direksi yang diberikan kuasa oleh RUPS untuk membuat Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas, hadir
dihadapan Notaris dan menandatangani akta;
3. Direksi yang diberikan kuasa oleh RUPS untuk membuat Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas
menyerahkan:
- Salinan Akta Pendirian Perseroan Terbatas beserta perubahannya;
- Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tentang pemberian status
badan hukum suatu perseroan terbatas;
- Foto Copy KTP Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas tersebut;
- Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) Perseroan;
- Surat Keterangan Domisili Perseroan;
- Surat-suar lainnya seperti: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda
Daftrar Perusahaan (TDP).
Kewenangan Notaris dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat
Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, khususnya Pasal 15 yang intinya
memberikan beberapa kewenangan kepada Notaris selaku pejabat umum dalam
melaksanakan tugasnya, yaitu:16
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

16
Pasal 15 UUJN.
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2. Notaris berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
h. Dan kewenangan lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kewenangan dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta Pernyataan
Keputusan Rapat (PKR) ialah:17
a. Menjamin kepastian tanggal, tanda tangan dari akta yang dibuatnya
tersebut;
b. Penghadap harus benar-benar hadir di hadapan notaris;
c. Membacakan isi akta;
d. Penandatangan akta pada hari dan tanggal sebagaimana disebutkan dalam
akta;
e. Penandatangan akta di dalam wilayah jabatan notaris;
f. Menyimpan minuta aktanya;
g. Memberikan salinan akta:
h. Mencatat setiap akta yang dibuat dalam suatu buku daftar akta;

17
Munandir, Jonathan Adi Biran & Thohir Luth, 2017, Tanggung Jawab Notaris Atas Akta
Pernyataan Keputusan Rapat, Jurnal Cakrawala Hukum, 8 (1): 55-63.
i. Mengirim salinan buku akta kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris,
setiap bulannya paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.
Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan
dapat dipahami, sebagai penuangan keputusan RUPS di bawah tangan ke dalam
akta otentik. Notaris dalam hal ini tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
RUPS yang dibuat di bawah tangan tersebut, melainkan keputusan tersebut dibuat
oleh para pihak dalam perjanjian berdasarkan kesepakatan mereka. Kemudian
surat atau perjanjian tersebut dibawa ke hadapan notaris, untuk dituangkan ke
dalam akta otentik.
Sehingga dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham Perseroan, tanggung jawab seorang notaris sangat terbatas
sebagaimana pembuatan akta partij. Sedangkan keabsahan tentang materi atau isi
perjanjian beserta segala akibat hukum yang dimunculkannya, notaris tidak dapat
dituntut dan diminta pertanggungjawabannya, hal ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab para pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Pertanggung jawaban notaris berada pada luang lingkup kebenaran materiil
atas akta sudah dibuat oleh notaris. Mengenai tanggung jawab notaris selaku
pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi
empat hal yang terdiri dari: Pertanggung jawaban terhadap jabatannya dalam hal
ini adalah pada jabatan notaris itu sendiri, dengan kata lain tanggung jawab notaris
terhadap akta yang dibuat adalah bersifat personal, tanggung jawab tersebut
melekat pada diri pribadi notaris yang bersangkutan, kemanapun atau dimanapun
notaris tersebut berada. Hal ini menjadi benar adanya, mengingat notaris yang
bersangkutan tersebut, merupakan pejabat umum satu-satunya yang dituangkan ke
dalam akta dengan format yang dikehendaki dan disepakati oleh para pihak.18
Mengenai tanggung jawab yang harus dipikul oleh notaris berhubungan
dengan kesalahan-kesalahan dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya,
dalam hal ini dapat dipergunakan teori tanggung jawab berdasarkan kesalah
Liability based on fault. Penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula
apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalah berat atau kesalahan

18
Munandir, Jonathan Adi Biran & Thohir Luth, op.cit.
ringan, dimana berat ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggungjawab
yang harus ditanggung.19 Teori ini berdasarkan pada Pasal 1365-1367
KUHPerdata. UUJN dan KUHPerdata Pasal 1365-1367 secara filosofi, yuridis,
dan sosiologis dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat salah untuk
mengganti kerugian bagi pihak yang dirugikan.
Akta notaris dibuat hanya untuk para pihak, bukan untuk kepentingan
notaris, apabila terjadi sengketa dari perjanjian yang termuat dalam akta notaris
maka yang terikat adalah mereka yang mengadakan perjanjian itu sendiri,
sedangkan notaris tidak terikat untuk memenuhi kewajiban apapun seperti yang
tertuang dalam akta notaris.20
Tanggung jawab notaris berasal dari undang-undang sebagaimana tercantum
dalam Pasal 65 UUJN. Notaris harus bertanggungjawab atas setiap akta yang
dibuatnya, selama akta tersebut dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang
pembuatan akta, syarat dan isinya terpenuhi serta tidak berlawanan dengan
ketentuan umum serta dapat memenuhi rasa keadilan semuah pihak terkait, maka
Notaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas akta tersebut.21
Notaris dalam hal ini tidak bertanggung jawab atas akta “Pernyataan
Keputusan Rapat (PKR)” yang dibuat di hadapan Notaris, karena isi akta
“Pernyataan Keputusan Rapat (PKR)” tersebut berdasarkan pada notulen RUPS
isinya menjadi tanggung jawab semua pihak yang hadir pada RUPS.
Tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta RUPS dimana notaris hadir
secara langsung aktanya biasa disebut “Berita Acara Rapat”, notaris dapat
dimintai pertanggungjawaban terkait benar tidaknya isi dari akta tersebut dan
notaris memiliki tanggung jawab penuh terhadap isi akta tersebut, hal ini
dikarenakan karena notaris melihat, mendengar serta menyaksikan secara
langsung jalannya rapat, kemudian notaris mencatat keterangan dari hasil rapat
tersebut yang dituangkan dalam akta RUPS yang langsung dihadiri oleh notaris
(akta Berita Acara Rapat). Sehingga dalam hal ini notaris wajib lebih berhati-hati

19
H.R. Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
20
Ibid
21
Pasal 65 UUJN.
dan teliti dalam menuangkan hasil rapat tersebut ke dalam akta Berita Acara
Rapat.22
1.2. Akibat Hukum Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham Perseroan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan yang dibuat di bawah
tangan dan kemudian dituangkan ke dalam akta otentik, akan membawa akibat
hukum, yaitu akta tersebut menjadi suatu akta otentik. Akta di bawah tangan bagi
Hakim merupakan "Bukti Bebas" karena akta di bawah tangan ini baru
mempunyai kekuatan bukti materil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang
kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan
mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu. Dengan demikian, akta
di bawah tangan berlainan dengan akta otentik, sebab bilamana satu akta di bawah
tangan dinyatakan palsu, maka yang menggunakan akta di bawah tangan itu
sebagai bukti haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu.
Suatu perjanjian adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan undang-undang, sehingga keberadaan perjanjian tersebut diakui oleh
hukum. Syarat sahnya perjanjian dapat kita lihat dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu :23
a. Ada sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
b. Ada kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Ada sesuatu hal tertentu,
d. Ada sesuatu sebab yang halal.
Sedangkan mengenai isi suatu perjanjian dalam hukum perjanjian dikenal
asas kebebasan berkontrak, maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan
suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian
itu ditujukan.

22
Lumban Tobing, 1996, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga.
23
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Tigapuluh
Empat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hlm. 339.
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
berbunyi :24 "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-
undang bagi mereka yang membuatnya".
Selain itu dalam Pasal 1339 KUHPerdata menyebutkan bahwa: "Perjanjian-
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegasnya dinyatakan
di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menuntut sifat persetujuan,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang". Secara jelas pasal
tersebut juga mengatur bahwa perjanjian tidak hanya mengindahkan norma-norma
kesusilaan dan kepatutan saja, tetapi juga kebiasaan dengan tanpa
mengesampingkan undang-undang.
Akta otentik maupun surat di bawah tangan merupakan alat bukti tulisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1866 KUH Perdata. Pembuktan dengan
tulisan adalah sesuatu tanda yang dapat dibaca dan yang menyatakan suatu buah
pikiran. Tulisan tersebut dapat berupa akta dan tulisan yang buan akta. Akta
merupakan tulisan yang khusus dibuat untuk dijadikan bukti atas hal yang disebut
di dalamnya.25
Suatu akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang
disebut di dalamnya, di antara para pihak yang bersangkutan serta ahli-waris atau
orang-orang yang mendapat hak dari mereka itu. Jadi jelasnya bagi pihak ke-3
akta otentik tidak merupakan alat bukti yang sempurna.
Akta di bawah tangan karena tidak terikat pada suatu bentuk, jelas tidak
mempunyai kekuatan pembuktian extern. Mengenai kekuatan pembuktian formal,
maka dapat dikatakan bahwa itu ada pada akta di bawah tangan, jika itu diakui
oleh pihak terhadap siapa akta itu dipergunakan dan ini berlaku bagi tiap orang.
Tentang kekuatan pembuktian materil ini juga ada pada akta di bawah tangan, jika
akta itu diakui oleh pihak terhadap siapa akta itu dipergunakan, tapi sebagaimana
halnya dengan akta otentik, maka kekuatan pembuktian materil ini hanya berlaku
terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, oleh ahli-warisnya dan orang-orang
yang mendapat hak dari padanya.
24
Ibid, hlm. 342.
25
Ali Afandi, 2000, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta,
hlm. 199.
Karena di dalam akta di bawah tangan itu selain tanda tangan juga terdapat
tanggal, maka tentang tanggal ini terdapat ketentuan dalam Pasal 1880 yang
menyatakan, bahwa terhadap pihak ketiga tanggal itu baru dapat diterima sebagai
benar mulai :26
a) tanggal akta itu diresmikan (notaris, pejabat lainnya menurut undang-undang).
b) tanggal di mana yang memberi tanda tangan itu meninggal
c) tanggal dari akta lain yang menyebut akta itu
d) tanggal di mana pihak ketiga mengakui adanya akta tadi.
Pertanggungjawaban notaris terhadap kebenaran isi akta RUPS yang
langsung dihadiri oleh Notaris (akta Berita Acara Rapat), jelas berbeda dengan
pembuatan akta RUPS yang dibuat dengan notulen RUPS dibawah tangan akta
“Pernyataan Keputusan Rapat (PKR)”. Membuat akta RUPS yang langsung
dihadiri oleh notaris yang merupakan “relaas akta”, notaris berwenang dan wajib
memeriksa prosedur pelaksanaan jalannya rapat tersebut sesuai tata cara
mengadakan rapat tersebut sesuai dengan undang-undang perseroan (Pasal 76
UUPT), apabila ternayata rapat RUPS tersebut ternyata tidak memenuhi ketentuan
dalam anggaran dasar perseroan dan undang-undang, maka Notaris berhak untuk
menolak pembuatan akta RUPS tersebut.27
Jadi di dalam hal ini akta di bawah tangan itu diakui, maka antara akta di
bawah tangan dan akta otentik sesungguhnya tiada ada perbedaan tentang
kekuatan pembuktian.

D. Penutup
1. Kesimpulan
1.1. Pertanggungjawaban notaris terhadap kebenaran isi akta RUPS yang
langsung dihadiri oleh Notaris (akta Berita Acara Rapat), jelas berbeda dengan
pembuatan akta RUPS yang dibuat dengan notulen RUPS dibawah tangan akta
“Pernyataan Keputusan Rapat (PKR)”. Membuat akta RUPS yang langsung
dihadiri oleh notaris yang merupakan “relaas akta”, notaris berwenang dan wajib

26
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op.cit.
27
Pasal 76 UUPT.
memeriksa prosedur pelaksanaan jalannya rapat tersebut sesuai tata cara
mengadakan rapat tersebut sesuai dengan undang-undang perseroan (Pasal 76
UUPT), apabila ternayata rapat RUPS tersebut ternyata tidak memenuhi ketentuan
dalam anggaran dasar perseroan dan undang-undang, maka Notaris berhak untuk
menolak pembuatan akta RUPS tersebut.
1.2. Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat di
bawah tangan akan menjadi suatu akta otentik apabila dituangkan ke dalam suatu
akta notariil dengan judul Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham. Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham merupakan
suatu akta otentik yang bersifat partij akten yaitu akta yang dibuat oleh para pihak
dihadapan notaris. Terhadap kebenaran materil dalam partij akten; jika terjadi
kesalahan atau bertentangan dengan sebenarnya tertuang dalam akta, Notaris tidak
dapat dimintakan pertanggungjawaban-nya secara hukum.
2. Saran
Dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham suatu Perseroan Terbatas, Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik
hendaknya berhati-hati dalam membuat akta otentik, harus berpegang teguh pada
UUJN terkait kewenangan, kewajiban, larangan agar tidak mengakibatkan
kerugian pada klien juga pada notaris sendiri.
Kepada para pihak yang membuat surat tersebut, sebaiknya terlebih dahulu
dijelaskan akibat-akibat hukum dari akta tersebut. Mengingat dasar dari
pembuatan akta pernyataan keputusan rapat dari suatu perseroan terbatas tersebut,
adalah suatu notulensi rapat yang merupakan surat di bawah tangan, yang proses
pembuatannya tidak dihadiri oleh Notaris. Hal ini sangat berbeda dengan Berita
Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas yang dibuat secara
notaril, dimana notaris wajib menghadiri dan mengikuti proses pelaksanaannya
untuk kemudian dituangkan ke dalam suatu akta otentik. Hal ini mengandung
aspek kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak, termasuk di dalamnya
notaris.
E. Daftar Pustaka
Buku:
Ali Afandi, 2000, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian,
Jakarta: Rineka Cipta
H.R. Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Kansil, 1996, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Lumban Tobing, 1996, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga.
M. Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan Ketiga,
Jakarta:Sinar Grafika.
Mulyoto, 2011, Kriminalisasai Notaris dalam Pembuatan Akta Perseroan
Terbatas, Yogyakarta: Cakrawala Media.
Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta:
CDSBL.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Cetakan Tigapuluh Empat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Sumber Lain:
Bambang Rianggono, 2007, Kekuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat
(PKR) Yang Dibuat Berdasarkan Risalah Rapat Di Bawah Tangan Ditinjau dari
Tanggung Jawab Notaris, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro Semarang.
Munandir, Jonathan Adi Biran & Thohir Luth, 2017, Tanggung Jawab
Notaris Atas Akta Pernyataan Keputusan Rapat, Jurnal Cakrawala Hukum, 8 (1)
Sudikno Mertokusumo, 2004, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi,
No.12, Mei
TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS AKTA PERNYATAAN
KEPUTUSAN RAPAT

Anda mungkin juga menyukai