Anda di halaman 1dari 7

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini masyarakat dalam melakukan sebuah perikatan atau perjanjian
sudah mendapat banyak pengetahuan tentang hukum khususnya dibidang
hukum keperdataan, yang kemudian mendorong kesadaran mereka untuk
meminimalisir kemungkinan-kemungkinan akan terjadinya sebuah sengketa
dikemudian hari terhadap apa yang telah mereka perjanjikan. Dengan
menuangkan apa yang telah mereka perjanjikan kedalam sebuah akta, yang
nantinya bisa dijadikan sebagai alat bukti otentik apabila dikemudian hari
terjadi sengketa antara kedua belah pihak. Akta adalah tulisan yang sengaja
dibuat untuk dijadikan sebagai alat bukti. Apabila akta dibuat dihadapan
notaris maka akta tersebut dikatakan sebagai akta notariil atau akta otentik.
Suatu akta dikatakan otentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang
berwenang.1 Kewenangan pembuatan akta otentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna yaitu dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk
membuatnya yaitu Notaris,2 sebagaimana sudah diatur di dalam Pasal 1 angka
1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut
Undang-Undang Jabatan Notaris).
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris memiliki
kewenangan dalam hal membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan
akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain

1 commit
A. Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, to Bandung,
Alumni, user 1983, hlm. 64
2
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 13

1
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris tidak hanya
bertugas membuat akta otentik tentang semua perbuatan, penetapan, dan
perjanjian yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan untuk
dinyatakan dalam akta, namun harus dapat berfungsi membentuk hukum
karena perjanjian antara para pihak berlaku sebagai produk hukum yang
mengikat para pihak.3 Berdasarkan kewenangannya tersebut, maka akta notaris
merupakan alat bukti yang sempurna sehingga dapat menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berintikan
kebenaran dan keadilan.4
Akta notaris sebagai akta otentik yang dibuat menurut bentuk dan
tatacara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris,5 merupakan
alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, maka notaris tidak dapat semena-
mena dalam melakukan pembuatan akta otentik tersebut. Semua harus
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak hanya
karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena
dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi
pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh
karena itu Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur tentang kewenangan,
kewajiban, serta larangan bagi notaris dalam melaksanakan tugas dan
jabatannya.
Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya tidak bisa didasarkan
dengan kehendaknya sendiri, akan tetapi sudah ditentukan oleh peraturan
perundang-undang yang mengatur tentang hal itu yaitu baik yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maupun Kode Etik
Notaris. Selain pengaturan tugas dan wewenang notaris, produk hukum dari

3
Notaris harus dapat menjamin kepastian hukum, http://www.d-infokom-
jatim.go.id/news.php?id=39, diakses hari Minggu, tanggal 25 Desember 2016, pukul
18.26 WIB
4
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2013, hal. 173 commit to user
5
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 16
library.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

notaris yang disebut akta otentik juga telah diatur bentuk dan isinya oleh
Undang-Undang Jabatan Notaris. Selain pengaturan tugas dan wewenang
notaris dalam menjalankan jabatannya, di dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, juga diatur mengenai pengangkatan dan
pemberhentian notaris oleh Menteri. Pemberhentian notaris seperti halnya yang
termaktub dalam Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang berbunyi “Notaris diberhentikan secara tidak
hormat dari jabatanya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap”.6
Pailit adalah keadaan debitor sudah tidak mampu lagi untuk melakukan
pembayaran terhadap utang dari para kreditornya. Sedangkan notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Apabila disini notaris
dinyatakan pailit oleh pengadilan karena tidak sanggup membayar utang
kepada kreditornya, dimana notaris berutang kepada kreditor diluar jabatannya
sebagai notaris, yaitu sebagai debitor, dan karena ketidaksanggupan notaris
tersebut dalam membayar utang kepada kreditor maka notaris tersebut
dinyatakan pailit oleh pengadilan dan akibat dari kepailitan ini adalah notaris
diberhentikan secara tidak hormat oleh Menteri atas permohonan dari Majelis
Pengawas Pusat. Aturan di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris disini tidak jelas mengenai kepailitan yang dialami
oleh notaris, apakah notaris tersebut pailit dengan kapasitasnya sebagai notaris
ataupun diluar jabatannya sebagai notaris yaitu sebagai debitor.
Terjadinya kepailitan disebabkan oleh beberapa alasan yang
mendasarinya, yaitu:7

6
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pustaka Mahardika,
Yogyakarta, 2014
7
Sutan Remy Sjahdeini, Sejarah, Asas,commit to user
Dan Teori Hukum Kepailitan, Edisi Kedua, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2016, hlm. 154
library.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

1. Suatu permohonan yang diajukan kepada Pengadilan Kepailitan yang


berwenang oleh suatu badan hukum atau seorang pribadi untuk
menyatakan dirinya secara sukarela pailit.
2. Suatu permohoan kepada Pengadilan Kepailitan yang berwenang yang
diajukan oleh seorang Kreditor, baik suatu badan hukum atau orang
perorangan, agar Debitornya dinyatakan pailit.
3. Suatu resolusi khusus yang diajukan oleh suatu badan hukum atau orang
perorangan kepada the Registrar of Companies agar dirinya dinyatakan
pailit.
Sebelum diputuskan apakah debitor, baik itu badan hukum atau orang
perorangan ditetapkan pailit oleh Pengadilan Niaga, ada beberapa persyaratan
yang menjadi tolok ukur bagi pengadilan yang akan menetapkan kepailitan
debitor apakah permohonan kepailitan yang diajukan oleh kreditor atau debitor
memenuhi syarat untuk menetapkan debitor pailit.8 Persyaratan agar debitor
bisa dipailitkan adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan
tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang , baik
atas permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih
kreditornya. Dari persyaratan tersebut dapat disimpulkan bahwa permohonan
pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor.
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Jika dikaitkan antara definisi notaris dengan syarat-syarat pengajuan
pernyataan pailit dirasa masih bertolak belakang antara satu dengan yang lain.
Dimana notaris itu sendiri adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik, bukanlah sebagai orang perorangan atau debitor yang
tidak mampu membayar utangnya kepada kreditor, yang bisa dijadikan alasan

commit to user
8
Ibid; hlm. 128
library.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

oleh pengadilan untuk menyatakan pailit kepada debitor tersebut, bukan kepada
notaris.
Dilihat dari bunyi Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu notaris yang diberhentikan secara tidak
hormat karena dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap, bisa dikatakan bahwa upaya rehabilitasi debitor pailit tidak
menyebabkan notaris diangkat kembali oleh Menteri. Hal ini karena Undang-
Undang Jabatan Notaris hanya mengatur mengenai pengangkatan kembali
notaris untuk notaris yang diberhentikan secara sementara. Tidak ada
pengaturan lainnya mengenai pengangkatan kembali notaris yang telah
diberhentikan, baik secara hormat maupun tidak hormat. Oleh karena itu,
rehabilitasi pailit tidak bisa menyebabkan seorang notaris yang telah
diberhentikan karena dinyatakan pailit dapat kembali diangkat menjadi notaris
oleh menteri.9 Karena di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur
bahwa notaris yang telah dinyatakan pailit akan diberhentikan secara tidak
hormat dari jabatannya. Oleh karena itu, seseorang yang pailit tidak dapat
menjadi notaris, yang berwenang untuk:
a. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.
b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
c. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus
d. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan.

9 commit
Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan to user
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU);
Teori dan Praktik, PT. Alumni, Bandung, 2010, hlm. 247
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.


f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
g. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
h. Membuat akta risalah lelang.
Kepailitan ini pun juga pastinya tidak diinginkan oleh notaris, karena
keadaan tersebut muncul bisa dikarenakan dari notaris itu sendiri mengajukan
pailit atau pihak kreditor mengajukan pailit karena notaris tidak dapat
membayar utang kepada kreditor tersebut. Melihat dari definisi notaris itu
sendiri dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum, yang memiliki wewenang
untuk membuat akta otentik, dan jika dikaitkan dengan keadaan pailit yang
dialami oleh seorang notaris yang kemudian bisa menyebabkan seorang notaris
diberhentikan secara tidak hormat. Tentu saja sangatlah erat keterkaitan antara
keadaan notaris pailit dengan produk hukumnya yang berupa akta otentik,
maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Akibat Hukum Terhadap Akta
Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris, Setelah Dinyatakan Pailit”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis akan membahas
rumusan masalah antara lain sebagai berikut:
1. Apakah Notaris dapat dinyatakan pailit?
2. Bagaimana akibat hukum terhadap Akta yang dibuat oleh/dihadapan
Notaris setelah dinyatakan pailit?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentu memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
seorang penulis dalam melakukan penelitian. Adapun tujuan-tujuan yang ingin
dicapai penulis dalam peneitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan obyektif
a. Untuk menganalisis apakah Notaris dapat dinyatakan/dijatuhi
putusan pailit.
commit to user
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

b. Untuk menganalisis bagaimana akibat hukum terhadap akta yang


dibuat oleh/dihadapan Notaris setelah dinyatakan pailit.
2. Tujuan subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya
dibidang hukum perdata dan hukum kenotariatan terkait dengan
pemberhentian notaris secara tidak hormat yang dikarenakan pailit.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang diperoleh,
terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang akan diperoleh dari
penelitian ini meliputi sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan
kenotariatan pada khususnya terutama mengenai akibat hukum terhadap
Akta yang dibuat oleh/dihadapan Notaris setelah dinyatakan pailit.
2. Manfaat praktis
a. Bagi akademisi: untuk memberikan kontribusi positif bagi akademisi
khususnya dibidang kenotariatan tentang akibat hukum terhadap
Akta yang dibuat oleh/dihadapan Notaris setelah dinyatakan pailit.
b. Bagi masyarakat: untuk memberikan gambaran dan informasi yang
tepat kepada masyarakat mengenai bidang kenotariatan.
c. Bagi ilmu pengetahuan: untuk dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan keilmuan serta dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam melakukan penulisan berikutnya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai