Anda di halaman 1dari 17

Tugas Teori dan Filsafat Hukum

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP AKTA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

APABILA DIANTARA PARA PENGAHADAP TIDAK DAPAT

MENANDATANGANI AKTA SECARA BERSAMAAN KETIKA AKTA

DIBACAKAN

Oleh:

Nama : Ika Permata Sari

Nim : 02022682125019

Dosen:

Dr. Happy Warsito, S.H., M.Sc.

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
IMPLIKASI HUKUM MENGENAI AKTA YANG DIBUAT OLEH
NOTARIS APABILA DIANTARA PARA PENGHADAP TIDAK DAPAT
MENANDATANGANI AKTA SECARA BERSAMAAN KETIKA AKTA
DIBACAKAN

A. Latar Belakang

Notaris sebagai salah satu pejabat umum sangat dibutuhkan dalam kehidupan

masyarakat di Indonesia dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat

autentik dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam hal ini

Notaris merupakan profesi di bidang hukum terutama pemberian jasa pembuatan

akta. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas suatu harta benda,

hak dan kewajiban seseorang.1 Jabatan notaris diatur dengan Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, (selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris). Selain diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, pelaksanaan

Jabatan Notaris juga diatur dalam kode etik Ikatan Notaris Indonesia (INI).

Akta otentik sendiri diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (Selanjutnya disebut KUHPerdata) , bahwa akta otentik itu dibuat dalam

bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat

umum yang berwenang. Akta autentik didefinisikan sebagai suatu akta yang dibuat

dihadapan pejabat yang berwenang yang mana isinya telah disepakati oleh para pihak

1
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum
dan Etika, Yogyakarta: UII Press, 2009, hlm., 25.
yang membuat akta tersebut. Dalam akta autentik dapat ditentukan secara jelas

tentang hak dan kewajiban para pihak, menjamin kepastian hukum dan diharapkan

pula dapat dihindari dalam terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat

dihindari dalam proses penyelesaian sengketa, akta autentik yang merupakan alat

bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara

secara murah dan cepat.

Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur mengenai kewenangan

Notaris membuat akta autentik. Kewenangan utama/umum Notaris adalah :

1. Membuat akta autentik yang menyangkut semua perbuatan, perjanjian, dan

ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik dan;

2. Menjamin kepastian tanggal pembuatan, menyimpan akta, memberikan grosse,

salinan, dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan aktaakta itu tidak

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

oleh undang-undang.2

Menurut ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata yang menyatakan suatu akta autentik

memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang

mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang lengkap atau sempurna dan mengikat. Di

ketentuan dari Pasal 1 butir (7) Undang–Undang Jabatan Notaris dinyatakan “Akta

notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk

2
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta, Mandar maju: Bandung,hlm.80.
dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini “Suatu akta adalah autentik

dikarenakan akta itu “dibuat oleh” pejabat dan “dihadapan” pejabat umum. Notaris

adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta, sehingga akta yang dibuat oleh
3
atau dihadapan notaris adalah akta otentik. Keberadaan suatu akta autentik sebagai

bukti tertulis dibuat atas perintah undang-undang dan dapat juga karena kehendak

para pihak. Menurut ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu

akta autentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau

orangorang yang mendapat hak dan mereka, suatu bukti yang lengkap atau sempurna

dan mengikat tentang apa yang dimuat di dalamnya, dalam arti bahwa apa yang

ditulis dalam akta itu harus dapat dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai

yang benar, selama ketidakbenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat

membuktikan sebaliknya dan memberikan suatu penambahan pembuktian lain. Pada

hakikatnya akta autentik yang dibuat oleh Notaris memuat kebenaran formal sesuai

dengan apa yang diberitahukan dan dikehendaki para pihak kepada Notaris. Namun

Notaris berkewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan sungguh-sungguh

telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak. 4

3
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2005, hlm. 89.
4
Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris, PT Refika
aditama:Bandung, hlm.32.
Perjanjian yang dituangkan dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris selanjutnya

di tandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris. Pasal 44 Undang–Undang

Jabatan Notaris menyebutkan bahwa :

1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat

membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya;

2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir

akta.

Dengan ditandatanganinya akta oleh para penghadap dihadapan Notaris, maka

perjanjian yang mereka sepakati telah mengikat dan berlaku sebagai undang-undang

dimana saat penandatanganan akta merupakan salah satu penentu lahirnya perjanjian.

Dalam praktek tidak jarang terjadi dimana waktu penandatanganan akta tidak dapat

dilakukan dalam waktu yang bersamaan antara para penghadap dihadapan Notaris.

Dengan demikian Notaris tidak dapat menyatakan dalam akta yang bersangkutan

menurut sebenarnya, bahwa akta itu segera setelah dibacakan kepada para penghadap,

ditandatangani oleh mereka, saksi-saksi dan Notaris.

Penandatanganan akta yang tidak bersamaan antara para penghadap di hadapan

saksi dan Notaris sering terjadi . Tanda tangan biasanya terletak sebagai bagian akhir

akta. Pada aturan dasar atau asas dalam common law Inggris yang diberlakukan

terhadap perjanjian-perjanjian baku agar klausul-klausul eksemsi (dan klausul-klausul

yang memberatkan lainnya) yang dimuat dalam suatu perjanjian tertulis yang

ditandatangani oleh para pihak mengikat para pihak yang bersangkutan.


Begitu pula tentang kehadiran para pihak, dimana dalam pembacaan serta

penandatanganan suatu akta, para penghadap saksi-saksi dan Notaris mempunyai

kewajiban untuk hadir dan menandatangani akta tersebut. Dalam ketentuan Pasal 16

ayat (1) huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan “Notaris

berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,

saksi, dan Notaris”.

Keabsahan akta Notaris yang meliputi bentuk, isi, kewenangan pejabat yang

membuat serta pembuatan akta tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian dengan

menyusunnya dalam tesis yang berjudul “Implikasi Hukum Mengenai Akta Yang

Dibuat Oleh Notaris Apabila Diantara Para Pengahadap Tidak Dapat

Menandatangani Akta Secara Bersamaan Ketika Akta Dibacakan”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian yang penulis kemukakan dalam latar belakang masalah tersebut, maka

penulis dapat mengidentifikasi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Keabsahan yang dibuat oleh notaris apabila tidak ditandatangani

secara bersamaan oleh para penghadap ?

5
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, op.cit, hal.110.
2. Bagaimana kekuatan hukum serta dampak hukum akta atas akta yang dibuat oleh

notaris apabila tidak ditandatangani secara bersamaan ketika akta dibacakan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam membahas, menelaah serta melakukan

penelitian adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai keabsahan akta yang dibuat oleh

notaris apabila tidak ditandatangani secara bersamaan oleh para penghadap

b. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kekuatan hukum mengenai akta

yang dibuat oleh notaris apabila diantara para pengahap tidak dapat

menandatangani akta secara bersamaan ketika akta dibacakan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian tesis ini dapat

dikemukakan sebagai berikut :

a. Membeikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Kenotariatan,

khususnya mengenai kelalaian yang mungkin bisa dilakukan oleh Notaris.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi untuk meneliti

dengan topik sejenis.


1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu:

a. Hasil penelitian ini harapkan dapat dijadikan acuan agar tidak terjadi

kelalaian pada waktu melakukan tugas dan jabatannya.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi masyarakat

pada umumnya dan penghadap Notaris pada khususnya agar berhati-hati

dalam penandatanganan akta yang tidak dilakukan secara bersamaan.

E. Kerangka Teoritis

1. Grand Theory

Grand Theory dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum. Menurut

Soerjono Soekanto kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-

peraturan umum atau kaedah-kaedah yang berlaku umum, supaya tercipta suasana

yang aman dan tentram di dalam masyarakat.6 Dengan adanya kepastian hukum

dalam hal pembuatan akta, diharapkan dapat memenuhi jaminan bagi para

penghadap maupun notaris itu sendiri dan dapat mengetahui apa yang boleh

dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta memahami tentang apa yang

merupakan hak dan kewajiban. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang terkait dengan

6
Soerjono Soekanto (a),1999, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka
Pembangunan di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), cetakan keempat, Jakarta, Universitas
Indonesia, hlm. 55
segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam sebuah

akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepada

pihak, bahwa akta yang dibuat di “hadapan” atau “oleh” Notaris telah sesuai

dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta

Notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak. 7

Dalam hal Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta

autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, akta Notaris

wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang, hal ini

merupakan salah satu karakter dari akta Notaris. Bila akta Notaris telah

memenuhi ketentuan yang ada maka akta Notaris tersebut memberikan kepastian

dan perlindungan hukum kepada (para) pihak mengenai perjanjian yang

dibuatnya. Dengan ketaatannya Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara

dalam bidang hukum perdata untuk melayani kepentingan masyarakat yang

memerlukan alat bukti berupa akta autentik yang mempunyai kepastian hukum

yang sempurna apabila terjadi permasalahan

2. Middle Range Theory

Middle Range Theory, penelitian menggunakan Teori Pelayanan Publik.

Negara mengatribusikan pelayanan publik dalam hal kewenangan membuat

akta otentik kepada notaris. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang

diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-

7
Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hlm. 37
undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Dalam

Hukum Administrasi wewenang bisa diperoleh secara atribut, delegasi atau

mandat. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat

undang-undang kepada organ pemerintahan. Artinya terjadi pemberian

wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan. 8Maka, kewenangan notaris sebagai pelayan publik

dalam membuat akta otentik didapatkan dari atribusi oleh negara melalui

Undang-Undang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Notaris sebagai

pejabat umum memperoleh wewenang secara atribusi, karena wewenang

tersebut diciptakan dan dberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris itu

sendiri dalam rangka menciptakan suatu alat bukti tentang adanya suatu

hubungan, perbuatan dan peristiwa hukum, yaitu dengan membuatkan akta

autentik. Dilihat dalam rumusan Pasal 1 juncto Pasal 15 Undang-Undang

Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Notaris sebagai pejabat umum dalam

menjalankan jabatannya berdasarkan undang-undang. Notaris bukanlah

Pejabat Tata Usaha Negara karena produk Notaris adalah akta sedangkan

Pejabat Tata Usaha Negara adalah surat keputusan atau semacamnya.9 Dalam

8
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011,
hlm.101.
9
Habib Adjie. 2009. Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti. hlm. 22.
Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3), Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang

Jabatan Notaris menyebutkan bahwa kewenangan Notaris sebagai berikut :

1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

oleh undang-undang;

2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula :

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal;

b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;

c. membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam

surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau;


g. membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Notaris mempunyai kewenangan lain yang datur dalam peraturan

perundang-undangan. 10

3. Applied Theory

Applied Theory dalam penelitian ini menggunakan teori Keabsahan,

teori tanda tangan dalam kontrak, dan teori pengawasan. Teori keabsahan

dihubungkan dengan keabsahan akta notaris, maka hal ini mengacu pada Pasal

1868 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, (selanjutnya disebut KUHPer).

Pasal 1868 KUHPer merupakan dasar otensitas akta notaris dan juga

merupakan dasar legalitas eksistensi akta notaris. 11 Selain dalam Pasal 1868

KUHPer, mengenai keotentikan akta notaris juga diatur dalam undang-undang

Jabatan notaris pada Pasal 1 angka 7 yaitu Akta notaris yang selanjutnya

disebut akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Dalam penelitian ini, kontrak yang ditandatangani adalah akta notaris, yang

berarti menurut Undang-Undang Jabatan Notaris, harus ditandatangani oleh

para pihak.

11
Habib Adjie, Op. Cit. hlm., 127.
F. Metode Penelitian

Yang dimaksud dengan metode, adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara

memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian, adalah pemeriksaan secara

hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan

manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip

dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan

penelitian. 12

1. Jenis Penelitian

Penelitian dengan judul “Implikasi Hukum Terhadap Akta Yang

Dibuat Notaris Apabila Diantara Para Penghadap Tidak Dapat

menandatangani Akta Secara Bersamaan Ketika Akta Dibacakan” adalah

merupakan penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian terhadap norma hukum

(yuridis) dan implementasi dari norma tersebut (empiris). Konsekuensi

penelitian yutidis empiris adalah penyajian norma-norma hukum (bahan

hukum) dan data lapangan.

2. Objek Penelitian

Implikasi Hukum Terhadap Akta Yang Dibuat Notaris Apabila

Diantara Para Penghadap Tidak Dapat menandatangani Akta Secara

Bersamaan Ketika Akta Dibacakan

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian terdiri dari:

12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 6.
a. Notaris;

b. Majelis Pengawas Notaris Daerah Kota Palembang.

4. Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi

dua cara yaitu:

a) Data Primer

Yaitu data utama, dimana Peneliti akan melakukan wawancara kepada

pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.

b) Data Sekunder

Data sekunder disini adalah data yang diperoleh dari penelitian yang

berkaitan dengan data empiris yang relevan dan memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang berupa:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan peraturan

perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian

ini.

2) Buku-buku, penelusuran internet, hasil penelitian (hukum) tesis, jurnal

serta literatur-literatur yang relevan dan mendukung.

5. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data/bahan yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:


a. Data primer yaitu data diperoleh dengan cara wawancara secara langsung

dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti,

seperti Notaris, Dewan Kehormatan Notaris Kota Palembang, Akademisi.

b. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yaitu dengan

menggunakan perundang-undangan dan buku-buku yang terkait dengan

masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, dan melakukan

pengumpulan data melalui perundangundangan yaitu terkait dengan

masalah yang diteliti, dan juga melalui internet, dan melalui kamus

hukum, kamus bahasa, dan kamus lain yang berhubungan dengan

permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini.

6. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam membahas masalah

penelitian ini adalah metode pendekatan perundang-undangan (statute

approach), dimana pendekatan tersebut dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani. 13

7. Analisis Penelitian

Metode analisis yuridis yaitu kegiatan untuk mencari dan memecah

komponen-komponen dari suatu permasalahan untuk dikaji lebih dalam serta

13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Keduabelas (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016), hlm. 133.
kemudian menghubungkannya dengan hukum, kaidah hukum serta norma

hukum yang berlaku sebagai pemecahan permasalahannya


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif

Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta.

Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU

No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama,

Bandung.

Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris, PT

Refika aditama:Bandung.

Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, Prenadamedia Group,

Jakarta

Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada,

Jakarta

R. Soegondo Notodisoerjo, 2005, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu

Penjelasan), Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris

Dalam Pembuatan Akta, Mandar maju: Bandung.

Soerjono Soekanto ,1999, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka

Pembangunan di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis),

Universitas Indonesia, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai