Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peran Notaris dalam sektor pelayanan jasa adalah sebagai pejabat

yang diberi wewenang oleh negara untuk melayani masyarakat dalam

bidang perdata khususnya pembuatan akta autentik. Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, yang selanjutnya disebut UUJN Nomor 2 Tahun

2014. Landasan filosofis dibentuknya Undang-Undang Jabatan Notaris

adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan

perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan melalui akta

yang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada

masyarakat pengguna jasa Notaris. Penting bagi notaris untuk dapat

memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang supaya masyarakat

umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat

memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan

dengan hukum.1

Oleh karena itu seorang Notaris dituntut lebih peka, jujur, adil dan

transparan dalam pembuatan sebuah akta agar menjamin kepastian hukum

semua pihak yang terkait langsung dalam pembuatan sebuah akta autentik

tersebut. Notaris memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat

1
Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Cet. 2, (Bandung
Alumni/1983/Bandung, 1983), hlm. 2.

1
pada saat ini, khususnya yang berkaitan dengan pembuatan alat bukti

tertulis yang bersifat otentik. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian

hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang dibutuhkan masyarakat

terkait alat bukti tertulis yang memiliki sifat autentik mengenai keadaan,

peristiwa, atau perbuatan hukum. Kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas hukum dan kehidupan

masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas

hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.2

Hal diatas jika dikaitkan dengan perkembangan era globalisasi saat

ini, Seiring dengan kebutuhan kontraktual didalam masyarakat, kebutuhan

terhadap akta otentik juga semakin meningkat. Pasal 1868 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menegaskan bahwa :

“Akta otentik adalah akta dalam bentuk yang ditentukan oleh


undang-undang diperbuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu diperbuat”.3
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta baru memiliki

stempel otentisitas, jika memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu

dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorang pejabat

umum, ditentukan oleh Undang-undang, pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta itu.4

2
Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum ,Semarang (Universitas Diponegoro
Press,2014), hlm. 117.
3
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,(Jakarta: PT Pradnya
Paramita,2009),hal.475
4
GHS Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notris, (Jakarta: Erlangga,1980). Hlm.42

2
Notaris dalam menjalankan jabatannya juga memiliki kewenangan

lain yang terdapat pada Pasal 15 ayat (2) UUJN Nomor 2 Tahun 2014

yang berbunyi :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal


surat d bawah tangan dengan mendaftar dalam bukukhusus;
b. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
Khususnya pada pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN, Bahwa

Notaris wajib memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

pembuatan akta. Oleh karena itu notaris wajib memberikan penyuluhan

hukum dan penjelasan-penjelasan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan sehubungan dengan pembuatan akta autentik yang akan,

sedang dan /atau dibuat sampai sempurnanya akta.

Pasal 16 huruf a UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Notaris diwajibkan

bertindak jujur, seksama, mandiri tidak berpihak dan menjaga kepentingan

para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Seperti yang telah

dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a tersebut dalam hal melakukan

tindakan hukum untuk kliennya,Notaris juga tidak boleh memihak kepada

salah satu kliennya. Notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan

hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas

permintaan kliennya.

3
Tujuan penyuluhan hukum oleh notaris untuk memberikan

pemahaman yang lebih tentang pembuatan akta autentik. Penyuluhan

hukum yang diberikan oleh notaris ini sangat berguna baik kepada notaris

dan para penghadap yang akan membuat aktanya. Kegunaan ini agar bisa

memberikan kepastian hukum dalam pembuatan akta, di mana para pihak

akan memahami ketentuan-ketentuan hukum yang wajib di dalam

pemenuhan pembuatan akta, sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum

karena sudah diberitahukan notaris melalui penyuluhan hukum. Selain itu,

akta notaris yang dibuat haruslah mempunyai kekuatan pembuktian. 5 Jadi

seorang notaris hanya dapat memberikan nasihat hukum yang bersifat

menghimbau, bukan membela, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan

terhindar dari permasalahan hukum dikemudian hari. Oleh karena itu

perlunya penyuluhan hukum oleh notaris adalah untuk mencegah

terjadinya kekeliruan dalam membuat akta autentik.

Setiap menjalankan tugas jabatannya dalam membuat suatu akta,

seorang Notaris memiliki tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya

sebagai suatu realisasi keinginan para pihak dalam bentuk akta autentik.

Tanggung jawab notaris berkaitan erat dengan tugas dan kewenangan serta

moralitas baik sebagi pribadi maupun selaku pejabat umum. Notaris

mungkin saja melakukan kesalahan atau kekhilafan dalam pembuatan akta.

Apabila ini terbukti, akta kehilangan autensitasnya dan batal demi hukum

atau dapat dibatalkan. Notaris rawan terkena jeratan hukum, bukan hanya

5
Laurensius Arliman S, “Kewajiban Notaris Dalam Pemberian Penyuluhan Hukum
Kepada Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”, Makalah, diunduh dari
www.researchgate.net, Hlm. 11

4
karena faktor internal yang berasal dari dalam dirinya sendiri misalnya

kecerobohan, tidak memenuhi prosedur, tidak menjalankan etika profesi

dan sebagainya. Di samping itu faktor internal seperti moral masyarakat

dimana notaris dihadapkan pada dokumen-dokumen palsu padahal

dokumen tersebut mengandung konsekuensi hukum bagi pelakunya. Saat

ini masih banyak terjadi kesalahpahaman di masyarakat dalam pembuatan

akta autentik oleh notaris, karena dalam memberikan penyuluhan hukum

sehubungan dengan pembuatan akta autentik belum dilakukan secara

optimal oleh notaris. Sehingga kadang kala terdapat suatu akta yang nilai

ke-autentikannya masih diserahkan kepada hakim untuk di nilai.6

Salah satu contoh kasus pernah ada kekeliruan yang dilakukan oleh

notaris X dalam membuat akta Autentik. Yang mana penghadap meminta

membuat akta autentik mengenai akta perjanjian. Dalam hal ini penghadap

ingin melakukan pengelolaan terhadap hutan tanaman industri, yang

berada di Painan. Penghadap memperlihatkan dokumen-dokumen yang

dibutuhkan oleh notaris X untuk membuat akta autentik. Termasuk

dokumen surat izin percobaan penanaman (ipp) pembangunan hutan

tanaman industry (HTI), akan tetapi izin yang dimaksud oleh penghadap

tersebut pada saat akta perjanjian dibuat pada tahun 1999 telah mati atau

tidak berlaku lagi dari tahun 1990 sampai dengan 1995, pada waktu

dibuatnya akta perjanjian dihadapan notaris X, notaris X tidak

mengetahuinya, dan notaris X juga tidak melakukan penyuluhan atau

penjelasan hukum mengenai hal tersebut. Karena dengan tidak berlakunya

6
Vina akfa dyani,pertanggungjawaban hukum dan perlindungan hukum bagi notaris
dalam membuat Party Acte, Vol.2 No.1,Januari 2017,hlm.

5
lagi surat izin tersebut, pasti akan sangat merugikan penghadap

dikemudian hari. Dan dalam hal ini penghadap juga tidak

memberitahukannya kepada notaris bahwasannya surat izin tidak berlaku

lagi. Sehingga akta yang dibuat tersebut batal demi hukum.

Dengan begitu sangat pentingnya notaris sebelum membuat akta

autentik kepada para pihak memberikan pemahaman hukum atau

penyuluhan hukum kepada para pihak terlebih dahulu sebelum membuat

akta autentik, terhadap hal-hal yang para pihak tidak memahami, atau hal-

hal yang sangat penting dalam pembuatan akta autentik, sehingga tidak

terjadi kekeliruan terhadap notaris dan penghadap itu sendiri. Agar

penghadap lebih paham akan kerugian yang akan terjadi dikemudian hari.

Dari penjelasan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e

UUJN Nomor 2 Tahun 2014 tersebut terdapat suatu makna yang kurang

jelas, makna pemberian penyuluhan hukum sehubungan dengan

pembuatan akta tersebut mengakibatkan terjadinya

ketidakjelasan/kekaburan norma mengenai kewenangan notaris. Di dalam

Pasal ini tidak diterapkan secara persis, sehingga lingkupnya tidak jelas.

Di dalam UUJN sendiri tidak menjelaskan mengenai batasan-batasan

berkaitan dengan pemberian penyuluhan hukum oleh notaris, bahkan di

dalam penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN hanya menyatakan

cukup jelas. Meskipun telah diatur kewajiban notaris dalam memberikan

penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. namun masih ada

akta autentik yang di pertanyakan ke autentikannya untuk diserahkan

kepada hakim utntuk di nilai, hal itu menandakan bahwa masih belum

6
optimalnya pelaksanaan Pasal 15 ayat 2 huruf e UUJN Nomor 2 Tahun

2014 tersebut oleh notaris. Sehingga apabila akta yang dibuat oleh Notaris

tersebut di degradasi menjadi akta dibawah tangan, maka nantinya hal

tersebut dapat merugikan para pihak.

Untuk mencegah terjadinya kekeliruan terhadap masyarakat dalam

membuat akta autentik yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sangat diperlukan pemberian

penyuluhan hukum oleh notaris untuk kliennya dengan memberikan

kepastian hukum bagi klien yang membutuhkan akan alat bukti, sehingga

dengan demikian memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.

Berdasarkan uraian diatas dan untuk mengakomodir kepentingan

pembahasan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dalam suatu karya ilmiah berbentuk proposal tesis dengan judul

KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN PENYULUHAN

HUKUM TERKAIT DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA SESUAI

DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah

tersebut di atas, dan untuk memberi ruang lingkup penelitian atau

memberikan batasan terhadap permasalahan yang akan diteliti, maka

penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam

karya ilmiah ini, yaitu:

7
1. Bagaimana bentuk penyuluhan hukum terhadap para pihak untuk

mencegah kekeliruan terhadap para pihak ?

2. Apa akibat hukum jika terjadi kekeliruan terhadap akta yang

dibuatnya?

3. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam penyuluhan hukum terhadap

para pihak dalam pembuatan akta autentik ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada latar belakang

masalah dan perumusan masalah maka dapatlah dikemukakan tujuan dari

penelitian yang dilakukan, yaitu:

1. Untuk mengetahui bentuk penyuluhan hukum terhadap para pihak

untuk mencegah kekeliruan terhadap para pihak

2. Untuk mengetahui akibat hukum jika terjadi kekeliruan terhadap akta

yang dibuatnya

3. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam penyuluhan hukum

terhadap para pihak dalam pembuatan akta otentik

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan nantinya, akan memberikan

manfaat baik bagi penulis sendiri, maupun bagi orang lain. Manfaat

penelitian yang diharapkan akan dapat memenuhi dua sisi kepentingan

baik teoritis maupun kepentingan praktis, yaitu:

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi disiplin ilmu hukum khususnya di bidang

8
kenotariatan, serta sebagai referensi atau literatur bagi orang-orang yang

ingin mengetahui tentang Kewajiban notaris dalam memberikan

penyuluhan hukum terkait dengan akta yang dibuatnya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Manfaat praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

referensi bagi masyarakat umum, serta bagi kalangan praktisi dan

mahasiswa yang bergerak dan mempunyai minat dalam bidang hukum

yang khusus dan beraktifitas dalam bidang dunia profesi kenotariatan.

Untuk notaris dan para calon notaris dapat dijadikan bahan referensi

maupun pertimbangan,

Serta bagi penulis sendiri, untuk perkembangan kemajuan

pengetahuan, dan sebagai sarana untuk menuangkan sebuah bentuk

pemikiran tentang suatu tema dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis.

E. Keaslian Penelitian

Terhadap keaslian penelitian ini ada beberapa penulis yang pernah

melakukan penelitian berbeda, seperti yang ditulis oleh:

1. Randi Ifwan, Tahun 2017, Program Magister Kenotariatan, Menulis Tesis

di Universitas Andalas, Judul Peran Dan Tanggung Jawab Notaris Dalam

Memberikan Penyuluhan Hukum Terhadap Para Pihak Di Kota Padang,

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah :

1) Bagaimana peran dan tanggung jawab Notaris dalam memberikan

penyuluhan hukum terhadap para pihak di Kota Padang ?

9
2) Apa akibat hukum jika notaris tidak memberikan penyuluhan hukum

kepada para pihak di Kota Padang ?

2. David Santosa, tahun 2013, Program Magister Kenotariatan, menulis Tesis

di Universitas Indonesia Salemba, judul Peran dan wewenang notaris

dalam memberikan penyuluhan hukum ditinjau dari undang-undang

nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris dan kode etik notaris.

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah :

1) Bagaimanakah peran dan wewenang notaris dalam memberikan

penyuluhan hukum kepada klien ditinjau dari Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris ?

2) Bagaimanakah batasan-batasan bagi seorang notaris dalam peranannya

memberikan penyuluhan hukum kepada klien ?

3. Muhammad Ali Alala, tahun 2017, Program Magister Kenotariatan,

menulis tesis di UNISSULA, Judul Makna Penyuluhan Hukum

Sehubungan Dengan Pembuatan Akta Oleh Notaris Di Kabupaten Kendal.

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah :

1) Untuk mengetahui dan menganalisis makna dari Pasal 15 ayat (2)

huruf e menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

jabatan Notaris ?

2) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana Notaris dalam

memaknai Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentangjabatan Notaris ?

10
3) Untuk mengetahui dan menganalisis makna aktif atau pasif yang

terkandung dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang jabatan Notaris ?

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Melakukan sebuah penelitian diperlukan adanya landasan teoritis,

sebagaimana dikemukakan oleh M. Solly Lubis bahwa landasan teoritis

merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas,

maupun konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus

ataupun permasalahan. Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan

hukum, maka pembahasan yang relevan adalah apabila dikaji

menggunakan teori-teori hukum. Konsep-konsep hukum, asas-asas

hukum. Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisis dan

menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk

menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.7 Teori

berasal dari kata theoria dimana dalam bahasa Latin artinya perenungan,

sedangkan dalam bahasa Yunani berasal dari kata thea yang artinya cara

atau hasil pandang.

Menurut Soerjono Soekanto, teori adalah rangkaian pernyataan

logis dan konsisten mengeni gejala gejala tertentu yang mencakup semua

interrelasi, dalam semua unsur gejala yang menjadi ruang lingkupnya,

serta kebenarannya dapat diuji.8 Menurut W.L Neuman, yang dikutip dari
7
Salim, HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm.
54.
8
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Pers, 2008), hlm. 6.

11
Otje Salman dan Anton F. Susanto menyebutkan bahwa teori adalah suatu

sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu

sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi

pengetahuan tentang dunia, ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir

tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.9 Otje Salman dan Anton F.

Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat

beberapa ahli, dengan rumusan sabagai berikut: teori adalah seperangkat

gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk

memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan

Kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. 10 Dalam

melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis

sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk

memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus

selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.11

Maka dapatlah dikatakan kalau teori adalah serangkaian bagian

atau variabel, dengan maksud menjelasan fenomena alamiah.Teori

memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami

masalah yang kita bahas secara lebih baik, serta memberikan penjelasan

dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang di

bahas. Fungsi teori adalah untuk menstrukturisasikan penemuan-

penemuan, membuat beberapa pemikiran, dan menyajikan dalam bentuk

penjelasan-penjelasan dan pertanyaan-pertanyaan. Sehingga sebuah teori

9
H.R. Otje Salman, S dan Anton F. Susanto,Teori Hukum,(Bandung: Refika
Aditama,2005), hlm. 22.
10
Ibid.,hlm. 23.
11
Ronny H. Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghali, 1982), hlm. 37.

12
bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi.

Oleh karena itu orang dapat meletakan fungsi dan kegunaan sebagai suatu

pendoman untuk menganalisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta

hukum yang diajukan dalam sebuah masalah.

Selanjutnya untuk menjawab rumusan permasalahan yang ada,

kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian ini adalah

teori kepastian hukum. Hukum dipandang sebagai sesuatu yang otonom,

karena hukum tak lain hanyalah kumpulan aturan-aturan hukum,norma-

norma hukum, dan asas-asas hukum.

a. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kalsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma

adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen,

dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif.12

Notaris dalam menjalankan tugas jabatanya wajib berpedoman

secara normatif kepada aturan hukum yang terkait dengan segala tindakan

yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam sebuah akta.

Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan

kepada pihak, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah

sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi

permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.13

Teori kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu:

12
Kalsen dalam Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008,
hlm.158.
13
Habib Adjie, Hukum Notaris Di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 37.

13
1) Adanya aturan yang bersifat umum yang membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan;

2) Kepastian hukum bagi individu dari kewenangan pemerintah

karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum maka

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan

hanya berupa Pasal-Pasal, Undang-Undang melainkan juga adanya

konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu

dengan putusan hakim yang lainnya, untuk kasus yang serupa yag

telah diputuskan.14

Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat

abstrak, meskipun dalam manifestasinya berwujud konkrit, persepsi orang

mengenai hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka

memandang. Kalangan hakim akan memandang hukum itu dari sudut

pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuan hukum akan memandang

hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil akan memandang

hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya. Kepastian hukum

merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan

sosiologis, kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan

dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragua-raguan (Multi tafsir)

14
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2009, hlm 158.

14
dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain

sehingga tidak berbenturan atau tidak menimbulkan konflik norma.

Notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu jabatan yang

menjalankan sebagian tugas negara dalam bidang hukum keperdataan

dengan kewenangan untuk membuat alat bukti berupa akta autentik atas

permintaan kliennya. Sehingga harus dipahami dan dimengerti, notaris

dalam menjalankan jabatannya merupakan sebagian tugas negara yang

mempunyai kewenangan utama untuk membuat akta autentik atas

permintaan klien digunakan sebagai alat bukti yang sempurna, dalam hal

ini notaris diperkenankan untuk memberikan penyuluhan hukum

sehubungan dengan pembuatan akta autentik demi tercapainya kepastian

hukum agar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan yang

berlaku. Berdasarkan teori kepastian hukum, guna memberikan jaminan

kepastian hukum, keadilam dan perlindungan hukum yang berintikan

kebenaran dan keadilan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Maka positivisme hukum mengidentifikasi hukum dengan peraturan-

peraturan perundang-undangan agar kepastian hukum diperoleh sehingga

orang tau dengan pasti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.

Dalam hal ini, tentunya harus didukung aparatur hukum yakni notaris

dalam menjalankan jabatannya sehubungan dengan pembuatan alat bukti

tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, penetapan dan

peristiwa hukum, sehingga dengan demikian konsistennya

penyelenggaraan hukum ini disebut dengan kepastian hukum.

b. Teori Tanggung Jawab

15
Notaris merupakan profesi hukum yang sangat mulia dikarenakan

profesi Notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan, dan pejabat

yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau

oleh yang berkepentingan, dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta

otentik. Salah satu unsur penting dari pengertian Notaris adalah Notaris

sebagai “pejabat umum”. Hal ini berarti bahwa kepada Notaris diberikan

dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang

menjangkau publik (openbaar gezag).

Dalam sikap melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum

Notaris memiliki tanggung jawab, yang mana tanggung jawab ini

dibedakan menjadi 3 antara lain :

1) Pertanggung jawaban secara administrasi

Pertanggung jawaban secara administrasi terdapat dalam

Pasal 15 ayat 2 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 yang mana Notaris

dapat bertanggung jawab untuk melakukan pendaftaran dan

mengesahkan surat-surat dan/atau akta yang dibuat dibawah

tangan. Tanggung jawab administrasi Notaris akan muncul ketika

tidak dilaksanakan kewajiban-kewajiban Notaris sebagaimana

mestinya. Pertanggung jawaban Notaris dapat dimintakan melalui

lembaga/organisasi Notaris, berbeda dengan pertanggung jawaban

secara pidana/perdata yang harus melalui pengadilan. Menentukan

adanya suatu pertanggung jawaban hukum secara administrasi

terhadap Notaris, jika Notaris terbukti bersalah dan dapat dihukum

16
atau perbuatannya telah melanggar unsur-unsur yang secara tegas

diatur dalam UUJN Nomor 2 Tahun 2014. Akta autentik telah

dinyatakan melanggar syarat dan ketentuan apabila dalam

pembuatannya tidak sesuai dengan Pasal 38, 39 dan 40 UUJN

Nomor 2 Tahun 2014.

2) Pertanggung jawaban secara perdata

Notaris memiliki kewenangan dimana kewenangan tersebut

dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat

akta autentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 15

Pertanggung jawaban perdata sangat erat kaitannya dengan

perbuatan melawan hukum dan mengganti kerugian akibat

perbuatan yang telah dilakukan. Adapun syarat yang harus

dipenuhi untuk meminta pertanggung jawaban perdata Notaris

dalam mengganti kerugian, biaya yang timbul dan bunga akibat

kesalahan Notaris dalam pembuatan akta autentik adalah :

a. Mengenai hal-hal yang secara tegas ditentukan di UUJN Nomor

2 Tahun 2014.

b. Jika suatu akta karena tidak memenuhi syarat-syarat mengenai

bentuk (gerbrek in de vorm) , dibatalkan dimuka umum

pengadilan atau hanya berlaku sebagai akta yang dibuat dibawah

tangan.

c. Dalam hal dimana menurut ketentuan-ketentuan dalam Pasal

1365, 1366 dan 1367 KUHPerdata terdapat kewajiban untuk

membayar ganti kerugian.


15
M. Luthfan Hadi Darus, Op Cit, hlm. 64.

17
3) Pertanggung jawaban secara pidana

Pertanggung jawaban pidana dalam istilah asing tersebut

juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang

menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk

menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka

dipertangung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau

tidak.16

Teori pertanggung jawaban hukum menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya yang

terjadi apa-apa dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus

hukum,tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk

melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Notaris dalam

melaksanakan tugas jabatannya dalam hal ini pembuatan ambtelijke acta

atau akta pejabat yang mana kata yang dibuat sendiri secara langsung oleh

Notaris yang didalamnya berisikan segala sesuatu yang dilihat, didengar,

dialami oleh notaris untuk dituangkan dalam suatu akta. Notaris dapat

dipertanggung jawabkan secara pidana maupun secara perdata.

Raden Soegondo Notodisoerjo menyatakan tentang apa yang dapat

dipertanggung jawabkan oleh Notaris yaitu apabila penipuan atau tipu

muslihat itu bersumber dari Notaris itu sendiri. Hal tersebut dapat terjadi

apabila seorang Notaris dalam suatu transaksi peralihan hak misalnya

16
Saifudiendjsh,PertanggungjawabanPidana,http://saifudiendjsh.blogspot.com/2017/29/
pertanggungjawaban-pidana.html. (diakses pada 20 januari 2019, pukul 14.20 )

18
dalam akta jual beli dengan sengaja mencantumkan harga yang lebih

rendah dari harga yang sesungguhnya.17

Menurut Herlin Budiono etika jabatan Notaris menyangkut

masalah yang berhubungan dengan sikap para Notaris berdasarkan nilai

dari moral terhadap rekan Notaris, Masyarakat dan Negara, dengan dijiwai

pelayanan yang berintikan penghormatan terhadap martabat manusia pada

umumnya dan martabat Notaris pada khususnya, maka ciri pengembangan

Profesi Notaris adalah: 18

1. Jujur, mandiri, tidak berpihak dan bertanggung jawab;


2. Mengutamakan pengabdian pada kepentingan masyarakat dan
negara;
3. Tidak mengacu pamrih (disinterestsdness);
4. Rasional yang berarti mengacu kebenaran objektif;
5. Spesialis fungsional yaitu ahli di bidang Kenotariatan;
6. Solidaritas antara sesama rekan dengan tujuan menjaga
kualitas dan martabat profesi.

Dalam teori tanggung jawab ini notaris bertanggung jawab atas

akta yang dibuatnya sebagai suatu realisasi keinginan para pihak dalam

bentuk akta autentik. Tanggung jawab notaris berkaitan erat dengan tugas

dan kewenangnannya baik secra pribadi maupun selaku pejabat umum.

Notaris bertanggung jawab agar akta yang dibuatnya tidak terjadi

permasalahan dikemudian hari dengan memberikan pemahaman yang

lebih kepada para pihak dengan memberikan penyuluhan hukum. Agar

nantinya akta yang dibuat oleh notaris tersebut tidak terjadi kesalahan

dikemudian hari.

17
Raden Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan Kedua, 1993), hlm. 2
18
Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Kenotariatan,(Bandung : Cetakan
Kedua Aditya Bakti, 2010), hlm. 166.

19
c. Teori Perlindungan

Sedangkan konsep perlindungan hukum menurut Philipus M.

Hadijon mengemukakan perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum

bahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechsbescherming”. Pengertian

kata perlindungan tersebut, terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-

hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan.

Satijipto Raharjo menyatakan bahwa perlindungan hukum itu adalah

memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat

agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.19

Profesi seorang Notaris harus berpedoman dan tuduk kepada

UUJN Nomor 2 Tahun 2014, landasan filosofis dibentuknya UUJN Nomor

2 Tahun 2014 adalah untuk terwujudnya jaminan kepastian hukum,

ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan

keadilan. Melalui akta yang dibuatnya, maka Notaris harus dapat

memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang

menggunakan jasa Notaris. Pentingnya peranan Notaris dalam membantu

menciptakan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi masyarakat

lebih bersifat preventif yaitu bersifat pencegahan terjadinya masalah

hukum, dengan cara menerbitkan akta otentik yang dibuat dihadapannya

terkait dengan status hukum, hak dan kewajiban seseorang dalam hukum

yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan

19
O. Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum,Salatiga, Griya Media, hlm.
54

20
apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait. 20 Akta yang dibuat

oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti otentik dalam

memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang

berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau

kepastian perbuatan hukum itu dilakukan. Dengan adanya teori

perlindungan ini jelas, bahwa dengan adanya penyuluhan hukum yang

diberikan oleh Notaris kepada para pihak yang membuat akta autentk,

merupakan bentuk perlindungan oleh notaris kepada para pihak agar akta

autentik yang dibuat nantinya tidak terjadi kesalahan dikemudian hari dan

tidak merugikan para pihak.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan kerangka yang menghubungkan

antara konsep-konsep hukum yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep

bukan merupakan suatu gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan

suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini dinamakan dengan fakta,

sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan

dari fakta tersebut. Di dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa

konsep, yaitu:

a. Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang mendapat amanat dari berbagai

tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang

dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum di bidang

keperdataan. Keberadaan Notaris terdapat dalam Kitab Undang-Undang

20
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta, Bandung, Mandar Maju, hlm. 7

21
Hukum Perdata, terutama dalam Buku Keempat tentang Pembuktian dan

Kadaluwarsa, kemudian mengenai alat bukti yang utama dalam hukum

perdata adalah bukti tertulis, sedangkan alat bukti yang paling kuat adalah

berbentuk akta autentik.21

Menurut G.H.S. Lumban Tobing Notaris adalah pejabat umum

yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu

peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk

dinyatakan dalam suatu Akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya,

menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya

sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat atau orang lain.22

b. Akta Autentik

Akta autentik menurut kamus hukum adalah akta yang sejak awal

dibuat dengan sengaja dan resmi untuk pembuktian apabila terjadi

sengketa di kemudian hari. Akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah suatu akta yang

dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan

pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Berdasarkan definisi akta autentik menurut Pasal 1868 KUH Perdata

tersebut maka dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) bentuk akta autentik

yaitu akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang (disebut

sebagai akta pejabat/ambtelijke acte) dan akta yang dibuat di hadapan


21
Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2014, hlm. 15.
22
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hlm. 31.

22
pejabat umum yang berwenang (disebut sebagai party acte/akta para

pihak). Akta notaris dibedakan menjadi tiga macam kekuatan

pembuktian.23 Pertama, kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige

bewijskracht). Uitwendige bewijskracht merupakan kekuatan pembuktian

dalam artian kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya

sebagai Akta otentik. Kedua, kekuatan pembuktian formal (formale

bewijskracht). Formale bewijskracht ialah kepastian bahwa sesuatu

kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris

atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap. Ketiga, kekuatan

pembuktian material (materiele bewijskracht). Materiele bewijskracht

ialah kepastian bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan

pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau

mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada

pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).

c. Kewajiban Notaris

Notaris sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban

sekaligus sebagai anggota dari Perkumpulan/organisasi Ikatan Notaris

Indonesia memiliki kewajiban yang harus dipatuhi dan larangan yang

harus dihindari dalam menjalankan tugas jabatannya. Kewajiban dan

larangan notaris diatur dalam UUJN (Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17)

sebagai berikut: Pasal 16 (1) Dalam menjalankan jabatannya, notaris

berkewajiban:

23
R. Sugondo Notodisoeryo, di dalam Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan
Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Pers, 2009), hlm. 19-22.

23
a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari protocol notaris;
c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam
undangundang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undnag-undang
menentukan lain;
f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika
jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, dan mencatat
jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku;
g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau
tidak diterimanya surat berharga;
h. Membuat daftar yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan akta setiap bulan;
i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf
Hak tanggungan atau daftar nihil yang berkenaan wasiat ke
Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada
minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat
pada setiap akhir bulan;
k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat
itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris;
m. Menerima magang notaris.

Pasal 17 Notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;


b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. Merangkap sebagai pegawai negeri;
d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

24
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan
usaha swasta;
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar
wilayah jabatan notaris;
h. Menjadi notaris pengganti;
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi
kehormatan dan jabatan notaris.

d. Notaris dalam memberikan penyuluhan hukum

Notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berhak membuat

akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang

diharuskan oleh peraturan perundang-undangan sebagai alat pembuktian

yang paling sempurna. notaris adalah perpanjangan tangan negara dimana

ia menunaikan sebagian tugas negara dibidang hukum perdata.

Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN, Notaris

juga berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan

dengan pembuatan akta, dalam pengertian notaris berwenang untuk

memberikan nasihat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan

perundang-undangan atau tindakan hukum penghadap ketika ingin agar

supaya notaris yang bersangkutan menuliskan kehendak mereka dalam

bentuk akta notaris. Hal ini penting agar tindakan hukum yang hendak

dituliskan/dituangkan atau dikonstatir dalam akta notaris, tidak melanggar

ketentuan perundang-undangan sehingga dapat memenuhi ketentuan

sebagai akta autentik.24

24
Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2018, hlm. 43

25
Penyuluhan hukum merupakan bagian dari pembangunan hukum

nasional, sedangkan pembangunan hukum nasional bagian dari

pembangunan nasional. Kegiatan penyuluhan hukum merupakan salah

satu sosialisasi untuk menggambarkan bagaimana itu keadilan. Hukum

nasional tidak bisa penjamin terwujudnya keadilan itu.25

Notaris dalam meningkatkan keilmuan yang telah dimiliki tidak

terbatas di bidang hukum dan kenotariatan saja. Kewajiban ini diharuskan

agar dapat memberikan pengabdian yang maksimal bagi masyarakat.

Pengabdian yang membutuhkan pengembangan ilmu pengetahuan secara

terus-menerus tentu tidak hanya untuk pembuatan akta, melainkan lebih

dari itu, termasuk juga untuk berupaya mencerdaskan masyarakat.

memandang Notaris sebagai aset dalam pembangunan bangsa. Keberadaan

lembaga Notaris sejauh ini telah memberikan sumbangan yang besar bagi

negara. Sebagai lembaga yang berwenang membuat akta autentik, Notaris

berjasa membantu negara dengan membuat alat bukti yang sah.

G. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui

sesuatu langkah-langkah sistematis.26Metodologi dalam penelitian hukum

menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus

dilakukan,27 maka metode penelitian yang dipakai adalah:

25
Sudjito, Criical Legal Stidies (CLS) dan Hukum Progresif Sebagai Alternatif Dalam
Reformasi Hukum Nasional dan Perubahan Kurikulum Pendidikan Hukum,Jurnal Ultimatum
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam, Vol. 2, Edisi September 2008,hlm. 3.
26
Husaini Usaman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, PT. Bumi
Aksara, Jakarta, 2003, hlm. 42.
27
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.
17.

26
1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan dipergunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian disamping

melihat aspek hukum positif juga melihat seperti apa penerapan

dilapangan dan masyarakat, data yang diteliti awalnya data sekunder untuk

kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan,

yaitu penelitian terhadap para pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan

tugas jabatan Notaris.28

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis

yaitu menggambarkan atau memaparkan dan menjelaskan objek penelitian

secara lengkap, jelas dan secara objektif yang ada kaitannya dengan

permasalahan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian deskriptif adalah

penelitian yang bertujuan untuk secara sistematis, faktual, dan akurat

terhadap objek yang menjadi pokok masalah.29 Dimana dalam penelitian

ini penulis menggambarkan tentang bagaimana Kewajiban Notaris dalam

memberikan penyuluhan huku terkait dengan akta yang dibuatnya sesuai

dengan ketentuan Perundang-undangan.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah:

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan melalui

wawancara dengan responden yaitu:


28
Sutarman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, CV. Alfabeta, Bandung, 2013,
hlm.229.
29
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 23.

27
(1) Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Padang.

(2) Notaris di Kota Padang.

b. Data sekunder yaitu data yang terdiri dari bahan-bahan hukum seperti:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

seperti peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi,

diantaranya:

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris;

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Kode Etik Notaris

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer antara lain:

a. Literatur atau hasil penulisan yang berupa hasil penelitian yang

terdiri dari buku-buku, dan jurnal-jurnal ilmiah;

b. Hasil karya dari kalangan praktisi hukum dan tulisan-tulisan

para pakar;

c. Teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana melalui

literatur yang dipakai.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum,dan bahan-bahan

hukum yang mengikat khususnya dibidang kenotariatan.

4. Teknik Pengumpulan Data

28
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian hukum ini,

dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara mempelajari bahan atau dokumen-dokumen

perpustakaan guna mengumpulkan data-data yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan dengan studi dokumen.

Studi dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tersier. Studi dokumen adalah suatu teknik pengumpulan data dengan

mencari landasan teoritis dari permasalahan yang diteliti dengan

mempelajari dokumen-dokumen dan data yang berkaitan dengan objek

yang akan diteliti.

b. Wawancara; yaitu peran antara pribadi bertatap muka (face to face),

ketika pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan

masalah penelitian kepada responden. Wawancara ini dilakukan

dengan teknik semi terstruktur yaitu dengan membuat daftar

pertanyaan tetapi dalam pelaksaan wawancara boleh menambah atau

mengembangkan pertanyaan dengan fokus pada masalah yang diteliti.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam tesis ini pengolahan data yang diperoleh setelah penelitian

dilakukan dengan cara editing. Editing merupakan proses penelitian

kembali terhadap catatan-catatan, berkas-berkas, informasi yang

29
dikumpulkan oleh para pencari data yang diharapkan untuk dapat

meningkatkan mutu kehandalan (reliabilitas) data yang hendak dianalisis.

Analisis data yang akan digunakan kualitatif yaitu uraian terhadap

data dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan dan pendapat

para ahli kemudian dipaparkan dengan kalimat yang sebelumnya telah

dianalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan sesuai dengan

permasalahan yang dibahas.

H. Sistematika Penulisan

Agar penulisan proposal ini tidak menyimpang dari tujuan yang

ingin dicapai, maka perlu dibuatkan sistematika penulisannya yang dalam

tesis ini penulis bagi menjadi beberapa bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menerangkan atau menggambarkan

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, kerangka

teoritis dan konseptual, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, menggambarkan tentang semua hal yang

berkaitan dengan permasalahan, pengertian serta bahasan

terhadap beberapa persoalan pokok.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, menggambarkan tentang hasil penelitian seta

pembahasannya, dengan demikian didalam bab ini akan

30
termuat data yang dikumpulkan dari penelitian beserta

penyajian dan analisisnya, serta penemuan penelitian ini.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini, berisi tentang kesimpulan dari rumusan

masalah serta saran dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS

1. Sejarah Notaris

31
Awal mula dikenalnya Notaris adalah disebut dengan notarius,

notarius adalah sebutan yang pada zaman Romawi diberikan kepada

orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Fungsi notarius ini

masih sangat berbeda dengan fungsi Notaris pada waktu sekarang. Nama

notarius ini lambat laun mempunyai arti yang berbeda dengan pada

mulanya, sehingga kira-kira pada abad kedua sesudah Kristus yang disebut

dengan nama notarius ialah mereka yang mengadakan pencatatan dengan

tulisan cepat, jadi seperti stenograf sekarang. Selain itu ada juga pendapat

lain yang mengatakan bahwa notarius itu berasal dari perkataan nota

literaria, yaitu tanda (letter merkatau karakter) yang menyatakan sesuatu

perkataan. Kemudian dalam abad kelima dan keenam sebutan notarius itu

diberikan kepada penulis (sekretaris) pribadi dari raja (kaisar), sedangkan

pada akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-

pegawai istana yang melaksanakan pekerjaan administrative.30

Sejarah Notariat di Indonesia dimulai pada permulaan abad ke-17

yaitu tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Kerchem diangkat

sebagai Notaris pertama di Indonesia. Kepadanya ditugaskan untuk

menjalankan tugas pekerjaannya sesuai sumpah setia yang diucapkannya

yaitu dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua akta yang dibuatnya.

Setelah pengangkatan pertama itu selanjutnya jumlah Notaris bertambah. 31

Masuknya lembaga notariat di Indonesia, diawali dari sejarah lembaga

30
Tedjosaputro, Liliana. Mal Praktek Notaris Dalam Hukum Pidana. Semarang:
CV.Agung.1991, Hlm.10

31
Notodisoerjo, Soegondo. Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 1993.Hlm.22

32
notariat itu sendiri, yaitu yang berasal dari negara-negara di Eropa dan

khususnya dari negara Belanda. Belanda sebagai negara yang menjajah

bangsa Indonesia, yang mengatur peraturan tentang notariat tersebut. Sejak

Notaris yang pertama kali diangkat sampai dengan tahun 1822, lembaga

notariat ini diatur dengan dua peraturan, yaitu pada tahun 1625 dan 1765

dan selalu mengalami perubahan, sesuai dengan kebutuhan yang dengan

tiba-tiba dibutuhkan pada masa tersebut. Pada tahun 1860, Pemerintah

Belanda merubah peraturan-peraturan yang lama dengan Peraturan Jabatan

Notaris dikenal dengan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie

(Stbl. 1860: 3), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860. Dengan

diundangkannya Peraturan Jabatan Notaris ini, maka diletakkanlah dasar

yang kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia.32

2. Pengertian Notaris

Notaris berasal dari kata “notaries” yakni nama yang diberikan

pada orang-orang Romawi dimana tugasnya menjalankan pekerjaan

menulis pada masa itu. Ada pendapat dari Notodisoerjo yang mengatakan

bahwa notaries itu berasal dari perkataan “nota literaria”berarti tanda

(letter mark atau karakter) yang mengatakan sesuatu perkataan.33

Notaris sebagai Pejabat Umum adalah orang yang mendapat

kewenangan dari Negara secara atributif untuk melaksanakan sebagian

fungsi publik khususnya dalam bidang hukum perdata yang diangkat oleh

32
Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris.Jakarta :Erlangga.1983.Hlm.20

33
Op. Cit.

33
Menteri. Menurut Montesqieu, “tugas dalam Negara ada tiga bidang, dan

ketiga tugas tersebut masing-masing harus diserahkan kepada bidang

tertentu”.34 Tugas dalam Negara tersebut terdiri dari tugas legislatif yaitu

untuk membentuk undang-undang, tugas eksekutif yaitu menjalankan

undang-undang, tugas yudikatif megadili pelanggaran terhadap undang-

undang”. Notaris memperoleh kekuasaannya langsung dari kekuasaan

eksekutif.35

Menurut M. Ratiba memberikan pengertian mengenai Notaris

sebagai berikut: “Notaris adalah pengacara dengan spesifikasi tertentu

yang diakui oleh pengadilan dan merupakan petugas pengadilan, dan juga

dikantornya sebagai Notaris dan pengacara, sebagai Notaris ia menikmati

hak-hak istimewa. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa Notaris

memiliki dua peran, yaitu sebagai pengacara dan sebagai Notaris. Sebagai

pengacara ia merupakan bagian dari pengadilan, dan sebagai Notaris ia

memiliki hak-hak istimewa.

Menurut G.H.S. Lumban Tobing Notaris adalah pejabat umum

yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu

peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk

dinyatakan dalam suatu Akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya,

menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya

sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

34
M. Solly Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara, cetakan 4, Penerbit Alumni, Bandung,
1982, hlm. 60.
35
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cetakan 3, Erlangga, Jakarta, 1983,
hlm. 37.

34
kepada pejabat atau orang lain.36 Sedangkan menurut Colenbrunder,

Notaris adalah pejabat yang berwenang atas permintaan mereka yang

menyuruhnya mencatatat semua yang dialami dalam suatu akta dan

menyaksikan dalam akta tentang keadaan sesuatu barang yang ditunjukkan

kepadanya oleh kliennya.37

Berkaitan dengan pengertian Notaris dapat dilihat dalam peraturan

perundang-undangan tersendiri, pada awalnya pengaturan tentang Notaris

diatur pertama kali dalam Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement

Stb.1860 No.3). Selanjutnya mengenai pengertian Notaris dalam Pasal 1

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

menegaskan, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang

dimaksud dalam undang-undang ini. Kewenangan lain sebagaimana

dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 1 tersebut dapat dilihat dalam Pasal 15

ayat (1) Bab III bagian pertama tentang kewenangan Notaris. Pasal 15 ayat

(1) tersebut menegaskan;

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan ketetepan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta, memberikan grosse, salinan dari kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang yang ditetapkan oleh
undang-undang”.

Hal di atas dapat diartikan, bahwa Notaris pada dasarnya

merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik

kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Mengenai akta otentik


36
G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit.
37
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66615/Chapter%20II.pdf ,
diakses Pada Tanggal 10 Maret 2018, Pukul 10:00 WIB.

35
sebagaimana dimaksud di atas, di mana dalam Pasal 1868 KUHPerdata

menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta

yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu

dibuat. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 165 HIR, 285 Rbg juga

dijelaskan apa yang dimaksud dengan akta otentik. Akta otentik adalah :

“akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu,
sebagai bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta
orang yang mendapatkan hak dari tentang segala hal yang tersebut dalam
surat itu dan bahkan tentang apa yang tercantum di dalamnya sebagai
pemberitahuan saja sepanjang langsung mengenai pokok dalam akta
tersebut”.

Melihat ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata dan Pasal 165 HIR atau

285 Rbg di atas, hal ini dapat diartikan bahwa rumusan ketentuan tersebut

hanya menerangkan apa yang dinamakan akta otentik tidak dijelaskan

siapa yang dimaksud dengan pejabat umum dan juga tidak menjelaskan

tempat di mana ia berwenang, sehingga pembuat undang-undang masih

harus membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur hal

tersebut. Jika diperhatikan ketentuan dalam Peraturan Jabatan Notaris

(Notarist Reglement Stb. 1860 No.3) dan ketentuan terbaru mengenai

Notaris (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris)

yang pada prinsipnya merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 1868

KUHPerdata sehingga yang dimaksudkan dengan pejabat umum tersebut

yakni Notaris.

Akta otentik yang dibuat dihadapan dan atau oleh Notaris pada

hakihatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang

diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun Notaris mempunyai

36
kewajiban untuk memasukan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris

di mana sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak

para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga jelas isi akta

tersebut. Dengan demikian para pihak dapat menentukan dengan bebas

untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang akan

ditandatanganinya.

Dengan demikian, Notaris merupakan suatu jabatan publik yang

mempunyai karakteristik yaitu:38

a) Sebagai jabatan

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh

Negara menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu

bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum

untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta

bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

b) Notaris mempunyai kewenangan tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan

hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan

baik,dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya.

Dengan demikian, jika seseorang pejabat Notaris melakukan

tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, dapat

dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.

c) Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah

38
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, PT Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm. 32-36.

37
Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan

oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi

(bawahan) yang megangkatnya pemerintah. Dengan demikian

Notaris dalam menjalankan jabatannya bersifat mandiri, tidak

memihak siapapun, dan tidak tergantung kepada siapapun.

d) Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya

Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tapi

tidak menerima gaji, pensiun dari pemerintah. Notaris hanyan

menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau

dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak

mampu.

e) Akuntabilitas atas pekerjannya kepada masyarakat

Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang

memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum

perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk

melayani masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata

Notaris dan menuntut biaya ganti rugi sesuai aturan hukum yang

berlaku.

3. Dasar Hukum Notaris

Dalam uraian tersebut diatas telah dikemukakan, bahwa mengenai

ketentuan Notaris yang pertama kali berlaku di Indonesia diatur dalam

Reglement Op Het Notaris In Nederlandsch Indie/Peraturan Jabatan

Notaris Indonesia (Stb. 1860 No.3), yang terdiri dan 66 pasal dan terbagi

dalam lima bab. Ketentuan di atas pada dasarnya merupakan salinan dari

38
peraturan tentang Notaris yang ada di negeri Belanda, mulai berlaku di

Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1860. Ketentuan ini sejak mulai

berlakukannya di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan yang

antara lain. Perubahan dengan Stb. 1907-485. Dalam ketentuan umum

peraturan ini menyatakan bahwa pasal 4 dan 5 dan reglement Notaris tidsk

berlaku lagi, demikian juga tentang isi dari kedua pasal tersebut telah

diatur dalam Pasal 6b dan 6n dari staatblad 1860 No.3 tersebut.

Perubahan selanjutnya terdapat dalam Undang-Undang No. 33

Tahun 1954 Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara. Di

mana dalam ketentuan ini menegaskan tentang apa yang dimaksudkan

dengan Wakil Notaris dan Notaris Sementara. Pada Pasal 2 ayat (1) dan

ayat (2) nya disebutkan bahwa :

(1) Kalau seorang Notaris tidak ada, Menteri menjalankan pekerjaan

Notaris.

(2) Sambil menunggu ketetapan Menteri Kehakiman itu, Ketua

Pengadilan Negeri dapat menunjuk seorang yang untuk sementara

wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan Notaris dimaksud pada

ayat (1).

4. Fungsi Profesi Notaris dan Tanggung Jawab dari Notaris

Notaris merupakan pejabat umum yang memegang jabatan tertentu

yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada

masyarakat.Eksistensi profesi Notaris makin diperluas lagi melalui

pendapat Majelis Hakim Konstitusi yang menyatakan bahwa Notaris

39
merupakan profesi dan pejabat umum yang melaksanakan sebagian dari

tugas pemerintah.39

Sebelum menjalanjan jabatanya, Notaris wajib mengangkat

sumpah.Pengangkatan sumpah bertujuan agar Notaris dapat menjalankan

tugas dengan sebaik-baiknya. Sumpah jabatan Notaris menyangkut dengan

janji yang diucapkan terhadap jabatan yang akan dijalankan. Sehingga

seharusnya tanpa adanya pengawasan ataupun masalah ketahuan atau tidak

ketahuan suatu pelanggaran yang dilakukan Notaris adalah tanggung

jawab pribadi dan menjalankan fungsi sebagai Notaris dengan benar.

Fungsi Notaris adalah memberi kepastian dan kelancaran hukum

keperdataan bagi segenap usaha masyarakat.Notaris harus mampu dan

dapat diandalkan, tidak memihak, mampu menjaga rahasia, dan

memberikan jaminan atau alat bukti kuat.Notaris juga berfungsi membuat

perjanjian yang melindungi kepentingan perdata setiap pihak. 40Notaris

juga berfungsi sebagai penyuluh hukum dengan memberikan keterangan

dan nasihat hukum yang diperlukan dan tepat bagi pihak dalam hal

pembuatan akta.

Notaris menjalankan fungsi sebagai pejabat umum memiliki

tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan jabatanya dalam pembuatan

akta otentik.Akta tersebut merupakan sebuah kebutuhan bagi

masyarakat/klien dan akta tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti

apabila dikemudian hari ditemukan sengketa.Oleh karena itu Notaris

39
Freddy Harris, Leny Helena, Notaris Indonesia, PT. Lintas Cetak Djaja, Jakarta, 2017,
hlm. 49.
40
Hartanti Sulihandari, Nisya Rifani, 2013, Prinsip-Prinsip Profesi Notaris, Dunia
Cerdas, Jakarta, hlm.13.

40
berkewajiban untul bertanggung jawab terhadap akta otentik yang di

buatnya karena masyarakat mempercayakan Notaris sebagai seorang ahli

dalam bidang kenotariatan.

5. Wewenang dan Tugas Notaris

Pada awalnya jabatan Notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat

umum yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan

masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian hubungan

hukum keperdataan.41 Untuk menjalanjan tugas dan fungsi dalam melayani

masyarakat di perlukan organ Negara, organ Negara ini yang mewakili

serta bertindak untuk dan atas nama Negara.

Keberadaan dan fungsi Notaris sangat dibutuhkan untuk membuat

dan atau mengesahkan alat bukti tertulis atau syarat administratif lain yang

besifat otentik dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan masyarakat.

Secara sederhana dapat dipahami bahwa keberadaan Notaris beserta

produk aktanya dapat diartikan sebagai upaya Negara untuk menciptakan

ketertiban, kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan rakyat yang

dipercayakan, mempunyai tugas memberikan pelayanan kepada

masyarakat umum. Pelayanan Negara ini dibagi menjadi dua bidang besar

yaitu:42

a) Pelayan masyarakat dalam bidang hukum publik;

b) Pelayan masyarakat dalam bidang hukum perdata.

41
Ibid, hlm. 5.
42
Freddy Harris, Leny Helena,OP.Cit, hlm. 45

41
Kewenangan pejabat umum diperoleh lansung dari Negara, dimana

pejabat umum mempunyai kedudukan yang mandiri dalam hukum

keperdataan. Notaris sebaai pejabat umum tidak berarti sama dengan

pejabat publik dalam bidang pemerintah yang dikategorikan sebagai badan

atau pejabat tata usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk

masing-masing pejabat publik tersebut. Notaris sebagai pejabat umum

produknya adalah akta otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum

perdata.Notaris dalam kategori pejabat publik yang bukan pejabat tata

usaha Negara, dengan wewenang yang disebutkan dalam aturan hukum

yang mengatur jabatan Notaris.

Wewenang utama dari Notaris adalah untuk membuat akta

otentik.43Otentitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 angka 1 UUJN

yaitu Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

autentik dan memiliki kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainya. Wewenang

yang di maksud tersebut dinyatakan dalam Pasal 15 UUJN, yaitu:

1. Notaris berwnang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh undang-undang.


43
G.H.S. Lumban Tobing, OP.Cit, hlm. 48.

42
2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris

berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. Mmbuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat

yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat asliya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. Membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Prinsip Notaris dalam menjalankan tugasnya adalah Notaris

haruslah memberi pelayanan kepada semua pihak agar kepentingan semua

pihak dapat terfasilitasi dalam akta otentik.Notaris dapat mencegah

terjadinya suatu persoalan atau perselisihan di antara para pihak.Artinya

Notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian hukum

bagi masyarakat.Notaris berada dalam ranah pencegahan terjadinya

43
masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti

yang paling kuat dalam pengadilan.

Tugas seorang notaris secara umum antara lain:44

a. Membuat akta-akta otentik sebagaimana tertuang dalam pasal 1 UUJN

dan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akta-akta

otentik yang dibuat Notaris terdiri dari;

(1) Akta anggaran dasar atau akta pendirian, misalnya akta pendirian

badan-badan usaha (perseroan terbatas, firma dan sebagainya) dan

badan sosial (yayasan, rumah sakit, rumah ibadah).

(2) Akta-akta perjanjian, misalnya akta jual beli tanah, akta sewa

menyewa tanah, utang piutang, pembagian warisan, risalah lelang

dan sebagainya.

b. Berdasarkan pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Notaris bertugas mendaftarkan surat-surat dibawah tangan kedalam

buku khusus (waamerken), lalu mengesahkan surat-surat di bawah

tangan tersebut (legaliseren).

c. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

d. Membuat salinan dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan.

e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya

(legalisir).

f. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat

pada minuta akta yang telah ditanda tangani, dengan membuat berita
44
Hartanti Sulihandari, Nisya Rifani, OP.Cit, hlm. 15.

44
acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta

asli yang menyebutkan tanggal dan nomor berita acara pembetulan,

dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).

6. Larangan Bagi Notaris

Larangan bagi Notaris, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan

prohibition for notary, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan

verbod voor notaries merupakan aturan yang memerintahkan kepada

Notaris untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.45 Larangan bagi Notaris

telah ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) UUJN, yang meliputi:

a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;


b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. Merangkap sebagai pegawai negeri;
d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. Merangkap jabatan sebagai advokat;
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
dan/atau Pejabat Lelang Kelas II diluar tempat kedudukan
Notaris;
h. Menjadi Notaris Pengganti; atau
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi
kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

B. Tinjauan Umum Terhadap Penyuluhan Hukum

a. Pengertian Penyuluhan Hukum

Dalam rangka peningkatan kesadaran hukum masyarakat,

kegiatan pembinaan budaya hukum diantaranya adalah dengan

penyuluhan hukum, yang sasaran utamanya adalah peningkatan citra

45
Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk
dan Minuta Akta), PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2016, hlm. 44.

45
warga masyarakat terhadap hukum pengertian penyuluhan hukum itu

sendiri berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor : M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola

Penyuluhan Hukum yaitu:

“Penyuluhan Hukum adalah salah satu kegiatan penyebarluasan


informasi dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan dan
mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta
budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi
tegaknya supremasi hukum.”

Mengenai pola dasar penyuluhan hukum dan pola operasional

penyuluhan hukum dimaksudkan untuk dijadikan pedoman secara garis

besar dalam merencanakan melaksanakan penyuluhan hukum secara

terarah dan terpadu.Pada pokoknya pola dasar dan pola operasional

penyuluhan hukum mengerahkan lima hal yaitu:46

1. Tata Laksana

Dalam pelaksanaanya beberapa arahan dan ketentuan yang

termuat dalam kedua pedoman tersebut dapat diterapkan dengan baik,

dalam melaksanakan kegiatan yang sudah di program sekarang ini di

tiap kabupaten dan kotamadya sudah terbentuk dan bertugas apa yang

disebut pusat hukum masyarakat (PUSKUMMAS) diurus oleh satu

kelompok kerja daerah (POKJADA) tingkat dua yang diterapkan oleh

Bupati/Walikota, diketuai oleh ketua / wakil ketua pengadilan negri

46
Efektifitas Penyuluhan Hukum Terhadap Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat
Di Kecamatan Tallo Kota Makassar” http://www.artikelbagus.com/2011/03/bab-
ipendahuluan.
html, diunduh 19 November 2012.

46
dengan anggota dan unsur pemerintah daerah dan perwakilan

departemen penerangan di daerah kabupaten/kotamadya.

PUSKUMMAS ini berada dibawah koordinasi kantor wilayah

departemen kehakiman, diurus oleh pokjada tingkat I yang ditetapkan

oleh Menteri Kehakiman.

2. Materi

Mengenai materi hukum yang disuluhkan kepada masyarakat,

pola dasar penyuluhan hukum membedakan antara:

a. Materi hukum yang harus diketahui oleh setiap warga masyarakat.

b. Materi hukum yang hanya diperlukan oleh mereka yang

berhubungan dengan sektor-sektor tertentu saja dalam kehidupan

masyarakat.

3. Penyuluh Hukum

Dalam kegiatan penyuluhan hukum, unsur penyuluh hukum

merupakan faktor yang paling dominan. Karena itu dalam

pelaksanaannya faktor ini menjadi titik perhatian pembinaan baik

kuantitas maupun kualitasnya. Untuk itu diutamakan program

bimbingan teknis penyuluhan hukum yang bertujuan untuk memberikan

pengetahuan tentang hukum dan teknik melakukan penyuluhan hukum

saja, akan tetapi juga diharapkan terbinanya kesiapan mental dan

kesatuan bahasa para penyuluh hukum untuk terjun sebagai penyuluh

hukum yang tangguh,ulet dan bertanggung jawab ketengah-tengah

masyarakat kita yang sedang membangun. Karena kegiatan penyuluhan

hukum bukan semata-mata masalah hukum, melainkan menyangkut

47
berbagai masalah yang perlu didukung dengan pengetahuan sosial

lainnya.

4. Metode

Pola operasional penyuluhan hukum merumuskan metode

penyuluhan hukum adalah suatu rakitan antara pendekatan, teknik dan

sarana/media penyuluhan hukum. Kalau dihubungkan dengan susunan

organisasi direktorat penyuluhan hukum dan administrasi pembangunan

di kenal dua saluran, yaitu:

a) Penyuluhan hukum langsung adalah program penyuluhan hukum

yang tidak memakai media, artinya penyuluh dengan khalayak (yang

disuluhi) dapat bertatap muka dan mungkin untuk berdialog, seperti

umpamanya ceramah, diskusi, simulasi, temu wicara, pameran dan

pentas panggung.

b) Penyuluhan hukum tidak langsung adalah program penyuluhan

hukum yang memakai media dan antara penyuluh dengan khalayak

(yang disuluhi) tidak mungkin berdialog seperti dengan media cetak

(buku, brosur, liflet, selebaran, poster dan lain-lain) dan media

elektronik (tv,radio,Vidio, kaset dan lain-lain).

b. Tujuan Penyuluhan Hukum

bahwa dengan dihadapkan pada kenyataan begitu banyaknya

jumlah perudang-undangan di pusat maupun daerah, tidak hanya ratusan

tapi ribuan, menjadikan tidak mudahnya untuk tau semua aturan hukum

yang berlaku. Maka cukup beralasan bila hanya sedikit saja orang/ warga

masyarakat yang tau peraturan perundang-undangan yang harus

48
dipatuhinya, biasanya seseorang cari tau suatu perundang-undangan

terutama hanya bila tindakannya telah bermasalah dengan kaidah dari

perundang-undangan tersebut.Terlebih lagi untuk sampai pada tahapan

paham hukum yang memerlukan proses penghayatan jumlahnya lebih

sedikit lagi. Mereka yang paham hukum hanya dikalangan tertentu, yaitu

dikalangan penegak hukum, pelayan hukum, dan frofesi hukum sepertii

Notaris,adpokat, dosen, dan pengamat hukum, merekapun umumnya

hanya paham terhadap peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya

dengan kegiatan yang dibinanya. Walaupun hanya sedikit saja warga

masyarakat yang tau dan paham hukum (perundang-undangan), tapi pakta

dilapangan menunjukkan bahwa untuk hal prilaku hukum, atau keharusan

agar masyarakat berperilaku sesuai dikehendaki norma/ kaidah hukum

tidak selamanya signifikan dengan jumlah yang tahu/ paham perundang-

undangan. Proses tahapan tau hukum, meningkat menjadi paham hukum,

dan baru patuh pada hukum akan berjalan mulus, bila tidak ada variabel

lain yang berpengaruh. Karena kenyataannya bisa terjadi, seseorang warga

masyarakat sampai pada tahap kepatuhan untuk melaksanakan hukum

selain ada yang melalui proses tahapan (tahu dan paham hukum) dulu, tapi

ada pula yang patuh pada hukum dikarenakan dorongan faktor lain,

antaranya karena kaidah atau norma hukum tersebut telah menjadi

kebutuhan mereka dan atau identik dengan kebiasaan hidup mereka sejak

lama. Jadi ada pariasi dari warga masyarakat dalam hal perhatiannya

terhadap materi hukum, tergantung dari jenis materi hukum yang

disuluhkan.

49
Dalam keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor

M.06-UM.06.02 Tahun 1983 dan Nomor M.10.UM.06.02 Tahun

1983,adapun tujuan dari penyuluhan hukum adalah sebagai berikut:

a. Menjadikan masyarakat paham hukum, dalam arti memahami ketentuan-

ketentuan yang terkandung dalam peraturan-peraturan hukum yang

mengatur kehidupannya sebagai orang-perorangan;

b. Membina dan meningkatkan kesadaran hukum warga masyarakat sehingga

setiap warga taat pada hukum dan secara suka rela tanpa dorongan atau

paksaan dari siapapun melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana

ditentukan oleh hukum.

Tujuan utama dari penyuluhan hukum adalah supaya warga

masyarakat memahami hukum yang berlaku, sehingga hukum tersebut

melembaga dan bahkan menjiwai warga masyarakat yang bersangkutan.47

Tujuannya bukan sekedar memberikan informasi atau

keteranganketerangan mengenai hukum yang perlu diketahui, akan tetapi

mengusahakan untuk membina dan meningkatkan kesadaran hukum

warga, sehingga timbul kepatuhan dan ketaatan hukum, atas dasar

anggapan bahwa hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku atau

yang dianutnya.

c. Penyuluhan Hukum Notaris

Dalam upaya dan usaha meningkatkan pengabdian kepada

masyarakat sekaligus juga meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,

notaris juga mempunyai fungsi dalam memberikan penyuluhan hukum,

47
Soerjono Soekanto, Beberapa Cara dan Mekanisme dalam Penyuluhan Hukum,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1986), hal 6

50
sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 ayat 2 huruf (e) UUJN. Notaris pada

waktu diminta bantuan oleh masyarakat umum juga memberikan

penyuluhan hukum dan memberikan penjelasan mengenai undang-undang

yang berlaku.48 Hal ini dilakukan notaris oleh karena ia berdasarkan

ketentuan perundang-undangan ditugaskan untuk membuat akta yang

benar yang dikehendaki oleh undang-undang. Penyuluhan hukum atau

penjelasan mengenai ketentuan undang-undang ini diberikan dalam rangka

membantu dalam pembuatan akta yang diperlukan dan ini merupakan

suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 49

Inilah salah satu faktor yang membedakan pekerjaan notaris dengan

pekerjaan praktisi-praktisi hukum yang lain. Hal lain yang membedakan

adalah notaris dalam mengatur hubungan-hubungan hukum yang telah

disetujui antara kedua belah pihak, pada haketkatnya dibuat dalam

keadaan damai. Nasihat yang harus diberikan oleh seorang notaris harus

berdasarkan keyakinan dalam bidang yang dikuasai dan dalam batas-batas

kemampuannya. Keahlian hukum dalam bidangnya harus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan-peraturan ini

merupakan pedoman apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan

oleh seorang Notaris terhadap kliennya. Notaris dalam memberikan

penyuluhan hukum dalam bentuk konsultasi hukum terhadap kliennya

dilarang untuk memungut bayaran seperti yang dilakukan advokat.

Ketentuan tersebut mengandung nilai pelayanan, dengan mengutamakan

48
Roenastiti Prayitno, “Tugas dan Tanggung Jawab Notaris sebagai Pejabat Pembuat
Akta”, Media Notariat, No.12-13/Tahun IV, (Oktober:1989), hlm.178.

49
Ibid

51
kepentingan kliennya.50 Dalam menjalankan jabatannya, notaris memiliki

dua ciri dan sifat yang essentiil yaitu ketidakberpihakan dan

ketidaktergantungan (mandiri) dalam memberikan bantuan kepada

kliennya. Ketidakberpihakan ini dapat dipenuhi dengan baik apabila

kepada para pihak telah diberikan penjelasan yang menyeluruh mengenai

segala hak, kewajiban termasuk segala akibat hukum dari perbuatan

hukum yang akan dilakukan oleh para klien. Pemberian penyuluhan

hukum oleh notaris dapat “mempengaruhi: klien dalam menentukan

pilihan untuk menentukan tindakan hukumnya. Tergantung pada klien

untuk menentukan pilihannya, sedangkan notaris menjaga rambu-rambu

hukumnya. Sedangkan mengenai ketidaktergantungan atau kemandirian

tersebut, notaris tidak dibawahi pihak manapun kecuali peraturan

perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Notaris dalam

memberikan penyuluhan hukum dalam arti berkaitan dengan pembuatan

akta otentik harus mencerminkan arti hukum yaitu disamping memberikan

ketertiban juga memberikan kesajateraan bagi masyarakat. Dalam

kenyataannya sehari-hari ada beberapa kasus ditemukan bahwa seorang

notaris dalam menjalankan jabatannya tidak melakukan penyuluhan

hukum tersebut, dengan demikian muncul masalah-masalah hukum

diantara para pihak yang berhubungan dengan pembuatan akta yang

bersangkutan.

50
Kansil , C.S.T. dan Chistine S.T. Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum, PT
Pradnya Paramita, Jakarta, 1996.Hlm,76

52
seorang notaris dalam memberikan penyuluhan hukum kepada

kliennya memiliki batasan-batasan yang harus ditaati dan junjung tinggi,

yaitu:

a. Penyuluhan hukum diberikan sehubungan dengan pembuatan akta

(Pasal 15 ayat 2 huruf e UUJN);

b. Penyuluhan hukum diberikan dengan syarat pembuatan akta yang

bersangkutan tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan

oleh undang-undang (Pasal 15 ayat 1 jo Pasal 15 ayat 2 huruf e UUJN);

c. Penyuluhan hukum yang diberikan harus berdasarkan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

d. Penyuluhan hukum yang diberikan tidak melanggar peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

e. Dalam memberikan penyuluhan hukum notaris wajib berjiwa Pancasila,

taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris (Kode etik

Notaris);

f. Dalam memberikan penyuluhan hukum notaris wajib memiliki perilaku

profesional dan menjunjung tinggi kehormatan dan martabat (Kode etik

notaris);

g. Notaris harus selalu meningkatkan pengetahuannya agar supaya

penyuluhan hukum yang diberikan dapat selalu “up to date” dengan

ketentuan yang berlaku (Kode etik notaris);

h. Dalam memberikan penyuluhan hukum, notaris harus memiliki

integritas moral, yang artinya menghindari sesuatu yang tidak baik

walaupun imbalan jasanya tinggi, pelaksanaan tugas profesi

53
diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan santun dan

agama (Kode etik notaris);

i. Dalam memberikan penyuluhan hukum, notaris harus dapat bersikap

jujur, tidak semata-mata pertimbangan uang, melainkan juga

pengabdian, tidak membedakan antara orang yang mampu dan tidak

mampu (Kode etik notaris);

j. Dalam memberikan penyuluhan hukum, notaris harus berpegang teguh

pada kode etik profesi karena didalamnya ditentukan segala perilaku

yang harus dimiliki oleh notaris (Kode etik notaris);.

k. Dalam memberikan penyuluhan hukum, notaris harus menyadari

kewenangan, kewajiban, dan larangan sebagaimana yang telah diatur

didalam UUJN;

l. Dalam memberikan penyuluhan hukum, notaris harus bekerja sendiri,

penuh rasa tanggung jawab dan tidak berpihak (UUJN);

m. Dalam memberikan penyuluhan hukum, notaris tidak diperkenankan

untuk memungut atau meminta honorarium kepada klien yang

bersangkutan (Kode etik notaris);

n. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang memerlukan

dengan sebaik-baiknya agar masyarakat menyadari hak dan

kewajibannya sebagai warga negara dan anggota masyarakat.

54
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. bentuk penyuluhan hukum terhadap para pihak untuk mencegah

kekeliruan terhadap para pihak

Notaris oleh Undang-undang diberi kewenangan untuk

menuangkan semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

dikehendaki oleh pihak-pihak guna mengkonstantirkannya kedalam

sebuah Akta otentik dan agar Akta yang dibuatnya itu memiliki

kekuatan bukti yang lengkap dan memiliki keabsahan. Notaris dituntut

pula memenuhi semua ketentuan-ketentuan jabatan Notaris dan

peraturan-peraturan lainnya. Notaris dalam hal ini adalah sebagai

pengkaji apakah kehendak para pihak tersebut tidak bertentangan

55
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Notaris dalam

melaksanakan jabatanya juga harus berpijak kepada UUJN. Hal

tersebut dilakukan oleh Notaris sebagai bentuk kewajiban untuk

menyampaikan syarat-syarat otentisitas, keabsahan dan sebab-sebab

kebatalan suatu akta, juga sebagai sikap preventif adanya cacat hukum

Akta Notaris yang dapat mengakibatkan hilangnya otentisitas dan

batalnya Akta Notaris, yang dapat menimbulkan kerugian kepada

masyarakat, terutama pihak-pihak yang berkepentingan.51

penyuluhan hukum diberikan secara mendasar kepada para

pihak terkait perbuatan hukum yang akan dilakukan. Bentuk

penyuluhan hukum yang dilakukan adalah dengan memberi penjelasan

secara mendetail kepada para pihak terkait jenis perbuatan hukum yang

akan dilakukan oleh para pihak, akibat-akibat yang mungkin timbul

dan dihadapi oleh para pihak,serta solusi yang bisa diberikan kepada

para pihak dalam posisinya sebagai seorang Notaris. Dalam

memberikan penyuluhan hukum Notaris harus berperan aktif dalam

menjelaskan hal-hal secara mendetail terkait perbuatan hukum dan

akta yang dibuat nantinya. Peran aktif Notaris dimulai sebelum akta

dibuat, pada saat akta sedang dibuat, dan setelah akta selesai dibuat

sampai dengan pada saat penandatanganan akta. Penyuluhan hukum

yang dilakukan oleh Notaris menjadi sangat penting baik bagi para

51
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Cet. 1,
Mandar Maju, Bandung, 2011,Hlm,71

56
pihak maupun bagi Notaris demi menghindari dan meminimalisir

konflik yang akan terjadi di kemudian hari.52

Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Majelis

Pengawas Daerah Notaris Kota Padang ada salah satu Notaris di kota

padang yang tidak menjalankan kewajibannya seperti yang diatur di

dalam UUJN No 2 Tahun 2014, yang mana seorang penghadap

membuat akta perjanjian jual beli kepada seorang notaris x di kota

Padang , akta perjanjian jual beli tersebut telah dibuat secara formal

dan sudah sesuai dengan ketentuan hukum tentang pembuatan akta

notaris, karena menurut keterangan dari notaris x, akta perjanjian

dibuat dan ditandatangani dihadapan notaris tersebut. dan setelah akta

perjanjian jual beli tersebut selesai dibuat dan ditandatangani, ternyata

objek perjanjian jual beli tersebut sebelumnya sudah pernah dibuatkan

akta perjanjian jual beli oleh notaris lain yang juga berada di kota

padang, dan baru diketahui oleh notaris X setelah akta perjanjian jual

beli dibuat dan ditandatangani oleh para penghadap. Tindakan notaris

X yang melakukan konfirmasi kepada salah seorang penghadap

tentang kebenaran tandatangan penghadap dalam akta perjanjian jual

beli tersebut merupakan kesalahan besar yang dilakukan oleh notaris

X. tindakan notaris tersebut merupakan pelanggaran terhadap

ketentuan hukum di dalam Undang-undang Jabatan Notaris.53

52

53
Wawancara dengan Diana Siska, Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota
Padang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, Pada hari Jum’at tanggal 12 April 2019
pada pukul 14.10 WIB.

57
Terjadinya kekeliruan terhadap pembuatan akta perjanjian jual

beli tersebut dikarenakan tidak adanya penyuluhan hukum yang

diberikan oleh notaris kepada para penghadap yang akan membuat akta

perjanjian jual beli tersebut. tidak adanya penjelasan dan pemahaman

hukum yang diberikan notaris terkait apakah objek tersebut telah

dibuatkan aktanya sebelumnya oleh notaris lain atau belum pernah

dibuat sama sekali, Sehingga terjadi kekeliruan seperti kasus diatas.

oleh karena Notaris diberikan kewenangan Berdasarkan Pasal

15 ayat (2) huruf e, salah satu kewenangan Notaris yang diatur

didalamnya adalah “memberikan penyuluhan hukum sehubungan

dengan pembuatan Akta” Penyuluhan hukum merupakan suatu

kegiatan penyebarluasan informasi serta pemahaman terhadap norma-

norma hukum serta perundang-undangan yang berlaku, guna

mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum oleh masyarakat.

Sehingga terciptanya tertib dan taat hukum oleh masyarakat.

Tujuan penyuluhan hukum itu sendiri agar masyarakat tahu

hukum, paham hukum, sadar hukum, untuk kemudian patuh pada

hukum tanpa paksaan, tetapi menjadikannya sebagai suatu kebutuhan.

Pemahaman seseorang tentang hukum beranekaragam dan sangat

tergantung pada apa yang diketahui dari pengalaman yang dialaminya

tentang hukum. Penyuluhan hukum yang diberikan oleh notaris ini

sangat berguna baik kepada notaris dan para penghadap yang akan

membuat aktanya. Kegunaan ini agar bisa memberikan kepastian

hukum dalam pembuatan akta, di mana para pihak akan memahami

58
ketentuan-ketentuan hukum yang wajib di dalam pemenuhan

pembuatan akta, sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum karena

sudah diberi tahukan notaris melalui penyuluhan hukum. Selain itu,

akta notaris yang dibuat haruslah mempunyai kekuatan pembuktian.54

Notaris dalam memberikan Penyuluhan hukum itu harus

komprehensif. Dalam menjalankan jabatannya memberikan

penyuluhan hukum dalam bentuk memberi penjelasan, memberi

penerangan dan memberi pemahaman yang berkaitan dengan

perbuatan hukum yang akan diterapkan dalam akta. Bentuk

penyuluhan hukum yang dimaksud antara lain salah satunya adalah

perbuatan yang harus dilakukan penghadap atau para pihak dari

Notaris tersebut sebelum pembuatan akta maupun sesudah pembuatan

akta. Perbuatan sebelum pembuatan akta adalah keterangan-keterangan

dan bukti-bukti yang harus diberikan penghadap untuk keperluan

pembuatan akta autentik. Sedangkan penyuluhan hukum sesudah

pembuatan akta adalah kelanjutan dari penggunaan akta tersebut

termasuk pula izin-izin yang diperlukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian tidak hanya

hukum positif (aturan hukum yang berlaku saat ini) yang harus

dikuasai atau ilmu hukum, tetapi kita juga harus memperlengkapi diri

dengan ilmu-ilmu lainnya .55 Notaris sangat dibutuhkan pengetahuan

hukumnya dan dapat melakukan penemuan hukum atas akta yang


54
Wawancara dengan Notaris/PPAT Dasman, SH.,M.Kn. Notaris Di Padang, Pada hari
kamis tanggal 23 Maret 2019 pada pukul 13.10 WIB.
55
Wawancara dengan Notaris/PPAT Dr. Beatrix Benni, SH.,M.Pd.,M.Kn. Notaris Di
Padang, Pada hari kamis tanggal 04 April 2019 pada pukul 17.45 WIB.

59
dibuat dihadapannya. Notaris harus cermat dan teliti menyampaikan

pendapat hukumnya agar tidak membuat masyarakat bingung mana

yang menjadi tanggung jawab dan kewenangan Notaris dalam

menjalankan jabatannya.

Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan

diberikan kepada suatu jabatan yang bersangkutan. Dengan demikian

setiap wewenang ada batasnya sebagaimana yang tercantum dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur

jabatannya. Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang

yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu perundang-

undangan atau aturan hukum. Penyuluhan yang dimaksud dalam hal

ini bukan untuk masyarakat umum melainkan untuk para pihak atau

penghadap dalam pembuatan akta yang dimintakan kepadanya. Bentuk

penyuluhan hukum oleh Notaris berupa penerangan dan pemberian

pemahaman yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang akan

diterapkan di dalam Akta. Dalam pembuatan Akta notaril yang

meliputi kebenaran lahiriah, kebenaran formil dan kebenaran materil,

maka Notaris juga merupakan salah satu dari sumber penemuan

hukum selain keputusan hakim. Peran Notaris selaku pejabat

pembuatan akta di bidang hukum keperdataan sangat membantu

menentukan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Helsi

Yasin ,S.H.,M.Kn. beliau mengatakan selama berpraktek sebagai

Notaris implementasi penyuluhan hukum yang dilakukan adalah

60
dengan membantu para pihak yang datang kepadanya, baik mereka

yang akan membuat akta atau hanya datang untuk berkonsultasi terkait

permasalahan hukum yang dialami. Para pihak yang hendak membuat

akta Notaris harus dijelaskan dengan baik pengertian akta yang akan

mereka buat, persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, biaya-biaya

yang harus dibayarkan, semuanya harus diberitahukan secara terbuka

kepada kedua belah pihak. Pengecekan persyaratan-persyaratan yang

telah dipenuhi para pihak juga harus dilakukan secara terbuka di depan

para pihak, sehingga terjadi transparansi diantara para pihak dan

Notaris. Selain itu bentuk implementasi penyuluhan hukum yang

dilakukan oleh Notaris adalah memberikan penjelasan terkait akta

yang akan dibuat, sehingga ketika akta telah dibuat dan ditandatangani

para pihak telah mengerti dengan jelas keseluruhan isi akta dan akibat

hukum dari akta yang telah dibuat tersebut.56

B. akibat hukum jika terjadi kekeliruan terhadap akta yang

dibuatnya

Notaris diberikan wewenang untuk menuangkan segala

perbuatan, perjanjian dan penetapan yang dikehendaki oleh pihak-

pihak yang datang kepadanya untuk mengkonstantirkannya dan

dituangkan kedalam sebuah Akta otentik, dengan tujuan agar akta

tersebut memiliki kekuatan bukti yang lengkap dan memiliki

keabsahan. Oleh karena itu Notaris wajib memenuhi segala ketentuan

56
Wawancara dengan Notaris/PPAT Helsi Yasin, SH.,M.Kn. Notaris Di Padang, Pada
hari jumat tanggal 05 April 2019 pada pukul 15.15 WIB.

61
jabatannya dan peraturan-peraturan lainnya. Notaris juga berperan

untuk mengkaji apakah suatu yang dikehendaki oleh penghadap untuk

dituangkan kedalam Akta tersebut tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Notaris berkewajiban untuk

mengetahui dan memahami syarat-syarat otentisitas, keabsahan dan

sebab-sebab kebatalan suatu akta, hal tersebut sangatlah penting untuk

menghindari secara preventif adanya cacat hukum Akta Notaris yang

dapat mengakibatkan batalnya Akta dan menimbulkan kerugian

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.57 Pada dasarnya hukum

dapat memberikan beban tanggung gugat atau tanggung jawab atas

tindakan yang dilakukan oleh Notaris, namun hal tersebut tidak berarti

segala kerugian terhadap pihak ketiga seluruhnya menjadi tanggung

gugat dan tanggung jawab Notaris. Hukum telah memberi batasan atau

rambu tanggung gugat dan tanggung jawab Notaris, sehingga tidak

semua kerugian pihak ketiga merupakan tanggung gugat dan tanggung

jawab Notaris. Hal tersebut yang dikenal dengan bentuk perlindungan

hukum terhadap Notaris sebagai pejabat umum yang bertugas

memberikan pelayanan. Secara normatif, peran Notaris hanyalah untuk

mengkonstantir kehendak para pihak untuk kemudian dituangkan

dalam sebuah Akta otentik, sehingga hak dan kewajiban hukum yang

dilahirkan dari perbuatan hukum yang disebut dalam Akta tersebut

hanya mengikat pihak-pihak dalam akta itu, apabila terjadi sengketa

57
Sjaifurachman.Op.Cit.Hlm.121

62
mengenai isi perjanjian maka Notaris tidak terlibat dalam pelaksanaan

kewajiban dan dalam penuntutan suatu hak.58

Peranan notaris dalam memberikan penyuluhan hukum harus

memberikan suatu penjelasan mengenai keadaan hukum yang

sebenarnya sesuai dengan ketentuan undang-undang, menjelaskan hak

dan kewajiban masing-masing pihak, agar tercapai suatu kesadaran

hukum yang tinggi dan benar dalam masyarakat, jujur, tidak berpihak,

dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Sebelum notaris memberikan

penyuluhan hukum ia harus mengerti permasalahan yang

dipertanyakan oleh klien, agar notaris tidak memberikan suatu

penjelasan yang keliru. Jika seorang notaris memberikan penyuluhan

hukum kepada klien diluar tugas dan wewenangnya, maka perbuatan

itu tidak dianggap bertentangan dengan UUJN, sepanjang perbuatan

itu berhubungan dengan hukum dan berkaitan dengan akta. Walaupun

akibat dari pelaksanaan penyuluhan hukum tersebut tidak diatur,

notaris yang bersangkutan juga tetap mempunyai tanggung jawabnya

yaitu tanggung jawab secara moral terhadap jabatan yang diembannya.

Karena notaris merupakan pejabat yang dipercaya dan dalam

melaksanakan tugasnya selalu dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada

hukum Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan juga Kode etik notaris.

Dengan demikian penjelasan tersebut dapat diikuti oleh para

penghadap atau tidak ditulis di dalam akta. Berdasarkan alasan tersebut

maka jika ada kekeliruan didalam akta sehingga menimbulkan

kerugian bagi para pihak bukan kesalahan notaris maka notaris


58
Ibd.Hlm.192

63
tersebut tidak dapat dituntut tanggung jawabnya karena apa yang

tercantum di dalam akta merupakan keinginan dari para pihak sendiri

sementara notaris hanya menuangkannya saja dari kehendak para

pihak didalam akta otentik, sehingga konsekuensinya ditanggung oleh

penghadap sendiri. Akan tetapi jika notaris tersebut memberikan suatu

penyuluhan hukum yang diikuti dengan pembuatan akta, ternyata

menimbulkan suatu kerugian bagi kliennya karena kesalahan dari

notaris sendiri maka menurut beliau, notaris tersebut dapat dituntut

tanggung jawabnya. Sebaliknya jika kerugian yang ditimbulkan bukan

kesalah notaris maka notaris tidak dapat dituntut tanggung jawabnya.

Sebelum notaris memberikan penyuluhan hukum, ia harus mengerti

dengan baik permasalahan yang dipertanyakan oleh klien kepadanya,

agar notaris tersebut tidak memberikan suatu penjelasan yang keliru

atau tidak sesuai bahkan melanggar ketentuan yang berlaku. Selain itu

dalam memberikan penyuluhan hukum notaris harus mampu menilai

terlebih dahulu apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh para pihak

yang datang kepadanya, memberikan nasihat yang sesuai dengan

undang undang, dan mencari bentuk-bentuk hukum yang sesuai dan

dikehendaki oleh para pihak. Dalam memberikan penyuluhan hukum,

notaris berperan untuk selalu bertindak jujur dan tidak berpihak,

memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalam

undang-undang, serta merahasiakan segala keterangan dan segala

sesuatu yang diperolehnya dari para penghadap atau kliennya kepada

pihak lain.

64
Dari hasil wawancara penulis dengan Anggota Majelis

Pengawas Daerah (MPD) Kota Padang bahwa ada kasus yang

melanggar ketentuan UUJN No 2 Tahun 2014, Bahwa berdasarkan

BAP Nomor .... Tahun 2016, dijelaskan bahwa Notaris x membuat

akta perubahan Anggaran Dasar PT Y dengan akta No .... yang sudah

memenuhi syarat formal pembuatan akta perubahan Anggaran Dasar

Perseroan yang dimaksud,dimana akta perubahan Anggaran Dasar

Perseroan tersebut telah dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM

RI. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Y berikutnya yang juga

dibuat oleh notaris x dengan akta No ....... yang hanya berselang waktu

kurang lebih 1 bulan memunculkan dugaan adanya persoalan hukum

mengenai kepengurusan PT Y pada posisi ini seharusnya Notaris x

tidak membuatkan akta perubahan Anggaran Dasar PT Y sebelum ada

kejelasan hukum mengenai kepengurusan dari PT Y. Bahwa dengan

dikeluarkan surat oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum

No ..... tertanggal 28 Oktober 2015 yang menyatakan bahwa setiap

perubahan-perubahan Anggaran Dasar PT Y harus merujuk kepada

akta No......

Dengan demikian Notaris x tidak menerapkan prinsip kehati-

hatian dalam menjalankan jabatan terutama pada pembuatan Akta

Perubahan Anggaran Dasar yang dimaksud, sehingga memunculkan

kegaduhan dimasyarakat. Notaris x telah melakukan bentuk

pelanggaran terhadap UUJN Khususnya Pasal 16 ayat 1 huruf a dan

Pasal 15 ayat 2 huruf (e). Dengan ini Majelis Pemeriksa Daerah

65
Notaris Kota Padang Kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris

ProvinsiSumatera Barat menyatakan agar yang bersangkutan

dikenakan sanksi berupa peringatan keras kepada notaris yang

bersangkutan.

Dalam menjalankan jabatannya apabila Notaris melakukan

pelanggaran berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam UUJN,

maka Notaris harus bertanggungjawab dengan cara dikenakan sanksi

atau dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata, sanksi administrasi, sanksi

pidana, kode etik jabatan Notaris atau kombinasi sanksi. Dengan

demikian Notaris harus bertanggungjawab terhadap Akta yang telah

dibuatnya. Dalam Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi

perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal

tertentu, diantaranya:

1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

akta dibawah tangan.

2. Akta notaris menjadi batal demi hukum.

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang

lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian

(hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang undang

juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut

yang menimbulkan kerugian itu.59 Hal tersebut diatur dalam pasal

1365 KUHPerdata, sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar

hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan


59
Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen,cet.2, Diapit Media, Jakarta, 2002, hlm.77

66
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut. Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang

dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan

yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena

salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu

hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum,

yaitu sebagai berikut:60

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur

kesengajaan maupun kelalaian)

3. .Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Menurut Hans Kelsen, terdapat empat macam

pertanggungjawaban, yaitu:61

a. Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu


bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya
sendiri;
b. Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu
bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh
orang lain;
c. Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti
bahwa seorangindividu bertanggung jawab atas pelanggaran
yang dilakukannya karenasengaja dan diperkirakan dengan
tujuan menimbulkan kerugian;
d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

60
Munir Fuady,Perbuatan Melawan Hukum,cet.1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,
hlm.3
61
Hans Kelsen,Teori Hukum Murni, Terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa &
NusamediaBandung, 2006, hlm. 140.

67
C. tanggung jawab notaris dalam penyuluhan hukum terhadap para

pihak dalam pembuatan akta autentik

Notaris di dalam melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai

pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dibebani

tanggung jawab atas perbuatannya. Tanggung jawab tersebut adalah

sebagai kesediaannya untuk melaksanakan kewajibannya yang

meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Seperti kasus

terkait akta perjanjian jual beli yang telah dijelaskan diatas, notaris X

yang bersangkutan tersebut telah melakukan kekeliruan terhadap akta

yang dibuatnya dengan ini Majelis Pemeriksa Daerah Notaris Kota

Padang kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Sumatera

Barat menyatakan agar Notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi

berupa teguran keras yang apabila terulang kembali langsung

diusulkan pemberhentian sementara dari jabatan notaris.62

Notaris sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk

membuat akta otentik dibebani pula dengan tanggungjawab atas

perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta

tersebut Ruang lingkup tanggungjawab Notaris meliputi kebenaran

materil atas akta yang dibuatnya, kebenaran materil yang diperoleh

Notaris berasal dari kartu identitas penghadap serta keterangan

penghadap terkait akta yang akan dibuatnya. Pembuatan akta otentik

yang cacat di dalam bentuk aktanya karena Notaris telah tidak

62
Wawancara dengan Diana Siska, Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota
Padang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, Pada hari Jum’at tanggal 12 April 2019
pada pukul 14.20 WIB.

68
memenuhi ketentuan UUJN, maka Notaris bertanggungjawab dan

dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk

menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Dengan kata lain

perkataan manakala Notaris telah menjalankan jabatannya sesuai

dengan ketentuan UUJN dan peraturan Perundang-undangan lainnnya

dalam batas kecermatan yang wajar, maka Notaris tidak dapat diminta

pertanggungjawaban atas akibat pembuatan akta tersebut Oleh karena

itu, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi

berbagai ketentuan yang tersebut dalam UUJN, sehingga dalam hal ini

diperlukan kecermatan, ketelitian, dan ketepatan tidak hanya dalam

teknik administratif membuat akta, tapi juga penerapan berbagai aturan

hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para

penghadap, dan kemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris

secara khusus dan hukum pada umumnya.63

Mengingat akta yang dibuat dihadapan Notaris merupakan akta

pihak-pihak yang datang menghadap, maka hubungan hukum antara

Notaris dengan klien bukan hubungan hukum yang terjadi karena

adanya sesuatu yang diperjanjikan, sebagaimana biasa dilakukan oleh

para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Ketika penghadap datang

ke Notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam

akta otentik sesuai dengan kewenangan Notaris, dan kemudian Notaris

membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap

tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada Notaris dan

63

69
para penghadap telah terjadi hubungan hukum. Oleh karena itu,

Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai

menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan

yang bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut. Notaris

bertanggung jawab atas kekeliruan dan kesalahan isi akta yang dibuat

di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab terhadap

bentuk formal akta otentik seperti yang telah diatur oleh Undang-

Undang.

Notaris wajib melaksanakan jabatannya dengan penuh

tanggung jawab, Notaris sebagai wakil Negara bertanggung jawab

penuh kepada pemerintah dan bertanggung jawab pada profesinya.64

Bentuk tanggung jawab Notaris dapat berupa:

a. Tanggung Jawab Moral

Dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan tuntutan

hukum dan kepentingan masyarakat, tidak boleh bertentangan dengan

ketertiban umum ataupun kesusilaan.65 Peraturanperaturan yang

berhubungan dengan ketertiban umum menyangkut langsung

kepentingan umum, baik peraturan yang bersifat campuran hukum

perdata dan hukum publik. Peraturanperaturan mengenai kesusilaan

yang baik adalah yang mempunyai hubungan dengan moral yang

berlaku di dalam pergaulan hidup masyarakat. Dalam tanggung jawab

64
Tri Hartanto hlm 40
65
Ibid,hlm 61

70
moral ini seorang Notaris Harus bertanggung jawab terhadap

masyarakat.66

b. Tanggung Jawab Kode Etik

Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya harus

memiliki keterampilan hukum yang cukup dengan dilandasi rasa

tanggung jawab atas penghayatan terhadap keluruhan, martabat

jabatannya, nilai-nilai dan etika.67 Seorang Notaris yang melakukan

profesinya harus berperilaku professional, berkepribadian baik, dan

menjunjung tinggi martabat kehormatan Notaris dan berkewajiban

menghormati rekan dan saling menjaga dan membela kehormatan

nama baik korps atau organisasi.68

c. Tanggung Jawab hukum

Pertanggung jawaban dapat diistilahkan ke dalam dua bentuk

menurut kamus hukum,yaitu:69

1) Liability

Liability merupakan istilah hukum yang luas, yang di dalamnya

antara lain mengandung makna yang paling komprehensif, meliputi

hampir setiap karakter resiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang

bergantung atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk

semua karakter hak dan kewajiban. Liability juga merupakan kondisi

66
ibid
67
ibid
68
Ignatius Ridwan Widyadharma, 1994, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,
CV.Ananta,
Semarang, hlm. 133-134.
69
Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada Jakarta, hlm. 335-
337.

71
tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial; kondisi

bertanggung jawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti

kerugian, ancaman, kejahatan, biaya, atau beban; kondisi yang

menciptakan tugas untuk melaksanakan Undang-Undang dengan

segera atau pada masa yang akan datang.

2) Resposibility

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggung jawabkan

atas suatu kewajiban dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan

dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban tanggung jawab

atas Undang- Undang yang dilaksanakan dan memperbaiki atau

sebaliknya memberikan ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah

ditimbulkannya.

Tanggung jawab yang berkaitan dengan kebenaran materiil

yaitu antara lain:2270

a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran

materiil terhadap akta yang dibuatnya. Konstruksi yuridis yang

digunakan dalam tanggung jawab perdata terhadap kebenaran

materiil terhadap akta yang dibuat adalah konstruksi perbuatan

melawan hukum.

b. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran

materiil dalam akta yang dibuatnya. Mengenai ketentuan

pidana tidak diatur di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris ,

70
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta,
2009, hlm.16

72
namun tanggung jawab Notaris secara pidana dikenakan jika

Notaris tersebut melakukan perbuatan pidana yang melanggar

hukum. Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur

mengenai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan dan sanksi

tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak

memiliki kekuatan otentik atau hanya memiliki kekuatan

sebagai akta dibawah tangan atau malah akta tersebut

dibatalkan secara hukum oleh Pengadilan.

1. Tanggung Jawab Notaris Secara Perdata

Konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab

perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuat oleh

Notaris adalah konstruksi perbuatan melawan hukum (Pasal 1365

KUH Perdata). Apa yang disebut dengan perbuatan melawan hukum

memiliki sifat aktif maupun pasif. Aktif dalam artian melakukan suatu

perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, maka dengan

demikian perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang

aktif. Pasif dalam artian tidak melakukan suatu perbuatan tertentu atau

suatu keharusan, maka pihak lain dapat menderita suatu kerugian.

Unsur dari perbuatan melawan hukum ini meliputi adanya suatu

perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian

yang ditimbulkan. Sebagaimana perkembangan lembaga perbuatan

melawan hukum kontemporer, maka apa yang dimaksud dengan

73
perbuatan melawan hukum adalah perbuatan melawan hukum dalam

arti luas. Secara lebih rinci, perbuatan melawan hukum adalah apabila:

a. Melanggar hak orang lain;

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku;

c. Bertentangan dengan kesusilaan;

d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan

diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris menunjukkan

bahwa Notaris hanya sekedar bertanggung jawab terhadap formalitas

dari suatu akta otentik dan tidak terhadap materi akta otentik tersebut.

Hal ini mewajibkan Notaris untuk bersikap netral dan tidak memihak

serta memberikan semacam penyuluhan hukum atau nasihat hukum

bagi klien yang meminta petunjuk hukum pada Notaris yang

bersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut, maka Notaris dapat

dipertanggung jawabkan atas kebenaran materiil suatu akta bila

penyuluhan hukum atau nasihat hukum yang diberikannya ternyata

dikemudian hari merupakan suatu yang keliru. Melalui konstruksi

penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa Notaris dapat dimintai pertanggung jawaban atas

kebenaran materiil suatu akta yang dibuatnya bila ternyata Notaris

tersebut tidak memberikan akses mengenai suatu hukum tertentu yang

berkaitan dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak

merasa tertipu atas ketidaktahuannya.71


71
Ima Erlie Yuana, Tanggung Jawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya
Terhadap Akta Yang Dibuatnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2010, Thesis

74
2. Tanggung Jawab Notaris Secara Pidana

Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang di dalam

suatu aturan hukum, dimana larangan tersebut disertai pula dengan

sanksi atau ancaman yang berupa sanksi pidana tertentu bagi yang

melanggar. Ketentuan pidana tidak diatur di dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris, tetapi secara tanggung jawab pidana, seorang Notaris

yang melakukan perbuatan pidana dapat dikenakan terhadap Notaris

tersebut. Di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, hanya mengatur

sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Notaris yang berupa akta yang

dibuat tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya memiliki kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Sedangkan terhadap Notaris

nya, dapat diberikan sanksi berupa teguran sampai pemberhentian

dengan tidak hormat. Perkara pidana yang berkaitan dengan aspek

formal akta Notaris, pihak penyidik, penuntut umum, dan hakim akan

memasukkan Notaris telah melakukan tindakan hukum:

a. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat

palsu yan dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2) KUHP);

b. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP);

c. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik

(Pasal 266 KUHP);

d. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan

(Pasal 55 jo Pasal 263 ayat (1) dan 92) atau 264 atau 266 KUHP);

75
e. Membantu membuat surat palsu atau yang dipalsukan dan

menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1)

dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP).72

Jika dikaitkan dengan aspek tindak pidana formal yang

dilakukan oleh Notaris tersebut, dalam keadaan sadar seseorang juga

dapat melakukan perbuatan yang merupakan perbuatan terlarang,

maka harus ada unsur kesalahan dari pelaku tindak pidana, yaitu

kesengajaan (opzet) dan berhati-hati (culpa). Kesengajaan (opzet)

merupakan hal yang terjadi pada sebagian besar tindak pidana.

Biasanya diajarkan bahwa kesengajaan itu ada 3 (tiga) macam, yaitu:73

a. Kesengajaan yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu

(opzet als oogmerk);

b. Kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan,melainkan

disertai keinsyafan bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (opzet bij

zekerheidsbewustzijn);

c. Kesengajaan tetapi dengan disertai keinsyafan hanya ada

kemungkinan (bukan kepastian) bahwa suatu akibat akan terjadi

(opzet bij mogelijkheidsbewustzijn).

Selain itu, kesengajaan ini juga harus mengenai 3 (tiga) unsur yaitu

antara lain:

1. Perbuatan yang dilarang;

2. Akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu;

3. Bahwa perbuatan itu melanggar hukum.


72
Ibid, hlm.75-76
73
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2011, hlm.65

76
3. Tanggung Jawab Notaris Secara Administratif

Notaris di dalam menjalankan tugas jabatannya harus

melakukan hal-hal sebagai berikut :74

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar.

Artinya, akta yang dibuat itu memenuhi kehendak umum dan

permintaan pihak-pihak yang berkeontingan karena jabatannya;

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu.

Artinya, akta yang dibuat itu sesuai dengan aturan hukum dan

kehendak pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti yang

sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan dengan

memberikan penyuluhan hukum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya

itu. Serta akta tersebut memiliki dampak yang positif, sehingga

siapapun akan mengakui akta tersebut mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna.

74
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika,
UII Press, Yogyakarta,2009, hlm.49

77
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. bentuk penyuluhan hukum terhadap para pihak untuk mencegah

kekeliruan terhadap para pihak ialah, sebagaimana yang telah diatur di

dalam Pasal 15 aat 2 huruf (e) UUJN, Notaris wajib memberikan

penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta autentik yang

akan, sedang dan /atau dibuat sampai sempurnanya akta. Notaris dalam

menjalankan jabatannya memberikan penyuluhan hukum dalam bentuk

memberi penjelasan, memberi penerangan dan memberi pemahaman

yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang akan diterapkan dalam

akta. Bentuk penyuluhan hukum yang dimaksud antara lain salah

satunya adalah perbuatan yang harus dilakukan penghadap atau para

pihak dari Notaris tersebut sebelum pembuatan akta maupun sesudah

pembuatan akta. Perbuatan sebelum pembuatan akta adalah keterangan-

keterangan dan bukti-bukti yang harus diberikan penghadap untuk

78
keperluan pembuatan akta autentik atau akta bawah tangan yang

disahkan dihadapan Notaris. Sedangkan penyuluhan hukum sesudah

pembuatan akta adalah kelanjutan dari penggunaan akta tersebut

termasuk pula izin-izin yang diperlukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Penyuluhan hukum dilakukan untuk

menghindari terjadinya kekeliruan dikemudian hari.

2. akibat hukum jika terjadi kekeliruan terhadap akta yang dibuatnya ialah,

seperti yang terdapat dalam Pasal 85 UUJN, jika notaris tidak

melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 16

ayat (1) huruf b UUJN, Notaris tersebut akan dikenakan sanksi berupa :

a) Teguran Lisan

b) Teguran Tertulis

c) Pemberhentian Sementara

d) Pemberhentian dengan Hormat; atau

e) Pemberhentian dengan tidak hormat.

3. tanggung jawab notaris dalam penyuluhan hukum terhadap para pihak

dalam pembuatan akta autentik ialah, Tanggung jawab Notaris sebagai

pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi Notaris itu sendiri yang

berhubungan dengan Akta yang dibuatnya. terhadap produk Akta yang

dibuatnya, Notaris bertanggung jawab atas keotentikannya. apabila

Notaris tidak dapat menjaga keotentikan dari Akta yang dibuatnya

tersebut, maka otentisitas Akta tersebut dapat hilang dan Akta yang

dibuat tersebut dapat terdegradasi menjadi Akta dibawah tangan. Agar

tidak adanya kekeliruan terhadap akta yang akan dibuat oleh notaris,

79
maka notaris wajib memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu

terkait pembuatan akta otentik tersebut. dan notaris juga dapat diminta

pertanggungjawaban terhadap kekeliruan akta otentik tersebut dengan  

Tanggung jawab tersebut adalah sebagai kesediaannya untuk

melaksanakan kewajibannya yang meliputi kebenaran materiil atas akta

yang dibuatnya. Notaris bertanggung jawab atas kekeliruan dan

kesalahan isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya

bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik seperti yang telah

diatur oleh Undang-Undang. Tanggung jawab yang berkaitan dengan

kebenaran materiil yaitu : tanggungjawab notaris secara perdata,

tanggungjawab notaris secara pidana, dan tanggung jawab notaris secara

administratif.

B. Saran

1. Notaris dalam menjalankan jabatan dan dalam pemberian penyuluhan

hukum kepada para penghadap diharuskan mempunyai wawasan dan

pandangan yang luas terkait dengan akta yang dibuatnya. Karena

selain mengkonstantir kehendak para pihak Notaris juga dapat

mengarahkan isi akta agar sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Agar tidak ada nantinya para pihak yang

dirugikan dalam pembuatan akta otentik, dan dengan penyuluhan

hukum ini penghadap bisa lebih paham dan terbantu dalam pembuatan

akta otentik.

2. Dalam melaksanakan kewajibannya memberikan penyuluhan hukum

sebaiknya disertai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga

80
Notaris benar-benar menjalankan kewajibannya dalam memberikan

penyuluhan hukum. Karena penyuluhan hukum ini sangat penting

untuk menghindari kekeliruan dikemudian hari, dan penyuluhan

hukum ini sangat berguna baik bagi notaris itu sendiri maupun kepada

para pihak,karena dengan penyuluhan hukum yang diberikan, maka

pastinya tidak akan terjadi kekeliruan terhadap akta yang dibuat oleh

notaris.

3. untuk menjaga kepercayaan serta demi melindungi masyarakat yang

meminta jasa Notaris diserukan bagi Notaris lebih berhati-hati dalam

melaksanakan tugas jabatannya. Bagi pihak yang berwenang untuk

membuat suatu akta otentik diharapkan selalu memeriksa setiap akta

yang dibuatnya agar tidak terjadi kekeliruan.

81

Anda mungkin juga menyukai