Anda di halaman 1dari 5

PROPOSAL/ USULAN PENELITIAN TESIS

MUH. ALIEF RESKIAWAN, B022212006, Penundaan Pelaksanaan Putusan


Pengadilan tentang dimusnahkannya Minuta Akta./ Upaya Hukum Terhadap
Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam Hal dimusnahkannya Minuta Akta.

A. Latar Belakang

Dunia Notaris merupakan dunia yang fenomenal dengan seluruh atribut dan
kegiatan yang dijalani sehari-hari oleh Notaris, dari berbagai aktivitas sampai
memberikan pelayanan yang terbaik bagi penghadap/para pihak. Jabatan Notaris
diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk
membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang
bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum. Dengan dasar
ini, mereka yang diangkat menjadi Notaris harus memiliki semangat untuk melayani
masyarakat. Oleh karena itu, Notaris tidak berarti apa-apa apabila masyarakat tidak
menghendakinya.1

Notaris baik menurut Stb 1860 No. 3 (dikenal dengan Peraturan Jabatan
Notaris/ PJN) yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum, yaitu pejabat
yang berwenang membuat akta otentik sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1868
KUHPdt. Sebagai pejabat umum notaris mempunyai kewenangan khusus yaitu
membuat alat bukti yang sempurna sebagaima dimaksud dalam Pasal 1870
KUHPdt, di dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa akta otentik adalah alat
bukti yang bersifat sempurna bagi ke dua belah pihak.

Peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan


hukum bagi masyarakat, sifatnya lebih preventif atau bersifat pencegahan terjadinya
masalah hukum, dengan cara penerbitan akta otentik yang dibuat di hadapannya
terkait dengan status hukum, hak dan kewajiban seseorang dalam hukum dan lain
sebagainya, yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan,
dalam hal terjadi sengketa hak dan kewajiban yang terkait. 2

Profesi Notaris tersebut memiliki kewajiban yang berpedoman pada UUJN dan
peraturan lain yang berkaitan dengan pembuatan akta, serta Kode Etik Notaris yang
dirumuskan oleh Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI). Notaris yang telah
berpedoman pada UUJN dan kode etik Notaris yang berlaku, tentunya akan mampu
menjaga kepercayaan masyarakat, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh
Notaris telah dilaksanakan sesuai dengan aturan UUJN serta kode etiknya, sehingga
jika terjadi permasalahan dikemudian hari, akta Notaris dapat menjadi suatu
pedoman bagi para pihak yang memiliki kepentingan dengan akta itu.

Dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa Notaris berwenang


membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
1
Nurita Emma R.A, 2012, Cyber Notary (Pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikiran), Rafika
Aditama, Bandung, hlm. 19.
2
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggung Jawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hlm. 7.
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta,semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-
Undang.

Akta otentik tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang
membuatnya yaitu : 1. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang telah tertulis
dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak; 2. Sebagai bukti
bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan
keinginan para pihak; 3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal
tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya, para pihak telah mengadakan perjanjian
dan bahwa isi perjanjian sesuai dengan kehendak para pihak.

Dalam Pasal 1 ayat (13) UUJN bahwa Protokol Notaris merupakan salah satu
arsip Negara. Oleh karena itu Protokol Notaris haruslah diperlakukan layaknya
dokumen Negara yang harus disimpan dan dijaga agar tetap otentik. Dengan
demikian Protokol Notaris sebagai kumpulan dokumen harus selalu disimpan dan
dipelihara dalam keadaan apapun meskipun Notaris pemilik protokol tengah cuti
maupun meninggal dunia.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1870 KUHPdt, kiranya hanya negaralah


yang dapat membuat alat bukti sempurna. Negara merupakan organisasi yang
bersifat netral berdiri di atas kelompok-kelompok sosial yang ada di masyarakat,
kepentingan umum atau masyarakat seolah-olah identik dengan kepentingan
negara3. Oleh karena itu negaralah yang sebenarnya mempunyai otoritas untuk itu,
negara mempunyai kewajiban menciptakan ketenangan dan kedamaian bagi
warganya.

Alat bukti yang kuat dan sempurna untuk suatu perbuatan hukum adalah salah
satu sarana untuk menjamin ketenangan bagi pelakunya. Dalam suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh dua pihak dengan melibatkan pihak ketiga untuk
bertindak merumuskan perbuatan hukum itu dalam suatu rumusan yang dapat
dipakai sebagai alat bukti, hanya negaralah yang dapat bertindak tidak memihak
(dalam hal ini membuat alat bukti). Oleh karena itu notaris berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo. Pasal 1868 KUHPdt dapat dikatakan
sebagai perpanjangan tangan dari negara, kewenangan notaris adalah kewenangan
negara yang berdasarkan Undang-Undang didelegasikan kepadanya.

Dalam melaksanakan jabatannya baik menurut peraturan jabatan lama (S.


1860 No. 3) maupun peraturan jabatan baru (Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004), notaris diwajibkan untuk merahasiakan jabatan. Kewajiban untuk
merahasiakan jabatan sudah dibebankan kepada notaris sebelum ia melaksanakan
jabatannya, yaitu dalam sumpah jabatan sebagaimana diatur Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
pada tanggal 6 Oktober 2004, ada terobosan dalam hal kewajiban notaris untuk
merahasiakan jabatan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

3 ?
Abdul Hakim G Nusantara, 1988, Politik Hukum Indonesia, Jakarta, Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia, hlm 97.
Notaris untuk selanjutnya akan ditulis dengan UUJN, singkatan dari Undang-Undang
Jabatan Notaris.

Dalam proses peradilan khususnya dalam perkara pidana yang menjadikan


akta sebagai barang bukti, notaris dengan mendasarkan pada kewajiban
merahasiakan jabatan akan menolak dimintai keterangan seputar aktanya
khususnya pada isi akta, kecuali oleh para pihak dalam pembuatan akta itu.
Meskipun produk dari notaris dalam proses beracara untuk menjadi salah satu
barang bukti masih memerlukan penjelasan dari pembuatnya, dengan alasan
rahasia jabatan sulit diperoleh penjelasan dari notaris.

Pembuktian merupakan persoalan terpenting dalam suatu perkara pidana. Hal


ini dikarenakan bahwa dalam hukum pidana, jawaban atas persoalan inilah
kemudian tertuduh akan dinyatakan bersalah ataukah dibebaskan. Sehingga demi
kepentingan pembuktian tersebutlah maka, kehadiran benda-benda yang memiliki
sangkut paut dengan tindak pidana, sangat diperlukan. Ada pun benda-benda yang
dimaksudkan ini lazim dikenal dengan istilah barang bukti atau corpus delicti, bahwa
akta itu dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian di kemudian hari,
sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak membuat sahnya
perjanjian, tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian
hari.4

Berdasarkan hal tersebut dalam proses pidana tidak jarang notaris didudukkan
pula sebagai “saksi fakta”, dalam suatu akta notariil khususnya partij acte yang
kemudian menjadi barang bukti baik dalam perkara pidana dan alat bukti untuk
perkara perdata, notaris tidak terlibat bahkan dilarang oleh undang-undang terlibat
dalam suatu perbuatan hukum sebagaimana diterangkan dalam akta notariil yang
diresmikannya. Keterlibatan notaris hanya sebatas merumuskan perbuatan hukum
mereka (para pihak) kedalam aktanya dan selanjutnya meresmikan akta tersebut.
Dipaksakannya mendudukkan notaris sebagai “saksi fakta” adalah sebagai upaya
untuk memaksa notaris berbicara seputar aktanya yang sekarang menjadi barang
bukti dalam proses peradilan pidana. Hal ini yang dikatakan sebagai suatu usaha
penerobosan kewajiban merahasiakan jabatan.

Berbeda dengan ambtelijke acte (verbal akta), notaris bertanggung jawab


sepenuhnya atas akta tersebut (termasuk isi dari akta). Dalam verbal akta notaris
dapat diminta pertanggung jawaban atas isi akta tersebut.

Menurut Andi Hamzah, istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu
barang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana
delik misalnya pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang
bukti ialah hasil dari delik. Misalanya uang negara yang dipakai (korupsi) untuk
membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi tersebut merupakan barang bukti
atau hasil delik.5 Selain itu, barang bukti yang bukan merupakan obyek, barang
bukti atau hasil delik tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang
bukti tersebut mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana misalnya foto
kopi surat pencatatan sipil kutipan akta kelahiran yang digunakan korban terkait

4
Sudikno Mertokusumo,1999, Mengenal Hukum suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta
hlm.121-122
5
Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia, hlm.100.
status dan peristiwa kelahirannya pada saat ia melakukan pelaporan atas
pemalsuan ahli waris bisa dijadikan sebagai barang bukti.

Di dalam UUJN kewajiban merahasiakan jabatan tidak menjadi harga mati lagi
bagi notaris, bahkan di dalam undang-undang tersebut untuk proses peradilan
notaris tidak hanya dapat diminta keterangan seputar akta yang dibuatnya tetapi
juga dapat diminta fotokopi dari minuta aktanya. Hal ini diatur dalam Pasal 66 UUJN
yang menentukan sebagai berikut :

(1.) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim
dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan


pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris,
dan ;

b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkait- an


dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang ada dalam
penyimpanan Notaris.

(2.) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

Berdasar Pasal 66 UUJN tersebut di atas sekarang notaris sudah bisa diminta
keterangannya sebagai saksi baik oleh Kepolisian, Kejaksaan, maupun Pengadilan
terkait dengan aktanya, khususnya dalam suatu perkara pidana. Ketentuan ini
memberi jalan bagi aparat penegak hukum untuk menghadirkan notaris dalam
proses perkara pidana sebagai saksi atas akta yang dibuatnya.

Pasal tersebut di atas dapat ditafsirkan bahwa proses peradilan yang dilakukan
oleh hakim meliputi peradilan dalam lingkup perdata maupun pidana. Dengan
demikian Pasal 66 UUJN tidak hanya dimaksudkan untuk menggali kebenaran
materiil dari suatu minuta akta, tetapi juga dimaksudkan untuk mendapatkan
kejelasan dari barang bukti maupun alat bukti yang berupa akta otentik.

Berkaitan dengan Pasal 43 KUHAP di atas, notaris merupakan pejabat yang


berwenang menyimpan minuta akta dan berkewajiban untuk merahasiakan segala
sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatannya berdasarkan undang-
undang, dalam hal ini UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah
diubah dengan UU No.2/2014 tentang Jabatan Notaris. Sehingga, dalam keperluan
proses pidana penyitaan minuta akta notaris pada dasarnya harus dilakukan dengan
izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Selain izin Ketua Pengadilan Negeri, dalam hal pengambilan minuta akta juga
diperlukan persetujuan Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan
wilayah kerja notaris yang bersangkutan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Majelis Kehormatan Notaris. Permenkumham ini mengatur tentang tata cara
permintaan minuta akta untuk keperluan proses pidana.
Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang berwenang untuk
melaksanakan pembinaan notaris dan berwenang memberikan persetujuan atau
penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan
fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan
notaris.

Dalam hal penyitaan terhadap minuta akta notaris, penyidik kepolisian


mengajukan permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol
notaris dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan
akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris kepada Ketua
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja notaris yang
bersangkutan.

Sedangkan dalam melakukan dakwaan serta tuntutan Jaksa sebagai penuntut


umum tidak hanya melakukan tuntutan badan dan/atau denda terhadap terdakwa
tetapi juga akan melakukan tuntutan terhadap barang bukti yang dapat berupa
tuntutan agar barang bukti tersebut dimusnahkan atau dirampas untuk kepentingan
negara atau dikembalikan kepada pemilik yang sah. Lalu barang bukti tersebut akan
dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum sesuai Putusan Hakim yang memiliki
kekuatan hukum yang tetap.

Pelaksanakan putusan Hakim, Jaksa memiliki wewenang untuk mengeksekusi


barang tersebut dengan cara memusnahkannya atau merampasnya untuk
kepentingan negara atau mengembalikan barang bukti tersebut kepada pemiliknya
yang sah sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim. Tugas
dan wewenang jaksa diatur dalam Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Salah satu contohnya yaitu pada kasus dalam putusan Pengadilan Tinggi
Negeri Makassar Nomor 361/Pid/2021/PT. Mks. Pada putusan tersebut, Majelis
Hakim memutus dimusnahkannya barang bukti atas tindak pidana pemalsuan yaitu
1 (satu) rangkap minuta akta Keterangan Hak Waris nomor 61, 1 (satu) rangkap
minuta akta hibah nomor 62, 1 (satu) rangkap minuta akta keterangan hak waris
nomor 63, dan 1 (satu) rangkap minuta akta pembagian harta bersama nomor 64
dibuat oleh atau dihadapan Notaris Sri Hartini Widjaja, S.H, Notaris di Makassar
tertanggal 25 juli 2002. Berbicara minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris
yang adalah sebagai kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara, maka perlu
rasanya mencermati Pasal 1 angka 13 UUJN yang dimana Protokol Notaris
merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus disimpan
dan dipelihara oleh Notaris. Selanjutnya bila pasal tersebut dihubungkan dengan
Tugas dan wewenang jaksa diatur dalam Pasal 30 Undang Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengenai pelaksanaan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Minuta Akta sebagai suatu dokumen negara dapat dimusnahkan?


2. Upaya Hukum Apakah yang dapat dilakukan untuk membatalkan eksekusi
putusan pengadilan tentang dimusnahkannnya Minuta akta?

Anda mungkin juga menyukai