A. Latar Belakang
Dunia Notaris merupakan dunia yang fenomenal dengan seluruh atribut dan
kegiatan yang dijalani sehari-hari oleh Notaris, dari berbagai aktivitas sampai
memberikan pelayanan yang terbaik bagi penghadap/para pihak. Jabatan Notaris
diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk
membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang
bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum. Dengan dasar
ini, mereka yang diangkat menjadi Notaris harus memiliki semangat untuk melayani
masyarakat. Oleh karena itu, Notaris tidak berarti apa-apa apabila masyarakat tidak
menghendakinya.1
Notaris baik menurut Stb 1860 No. 3 (dikenal dengan Peraturan Jabatan
Notaris/ PJN) yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum, yaitu pejabat
yang berwenang membuat akta otentik sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1868
KUHPdt. Sebagai pejabat umum notaris mempunyai kewenangan khusus yaitu
membuat alat bukti yang sempurna sebagaima dimaksud dalam Pasal 1870
KUHPdt, di dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa akta otentik adalah alat
bukti yang bersifat sempurna bagi ke dua belah pihak.
Profesi Notaris tersebut memiliki kewajiban yang berpedoman pada UUJN dan
peraturan lain yang berkaitan dengan pembuatan akta, serta Kode Etik Notaris yang
dirumuskan oleh Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI). Notaris yang telah
berpedoman pada UUJN dan kode etik Notaris yang berlaku, tentunya akan mampu
menjaga kepercayaan masyarakat, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh
Notaris telah dilaksanakan sesuai dengan aturan UUJN serta kode etiknya, sehingga
jika terjadi permasalahan dikemudian hari, akta Notaris dapat menjadi suatu
pedoman bagi para pihak yang memiliki kepentingan dengan akta itu.
Akta otentik tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang
membuatnya yaitu : 1. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang telah tertulis
dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak; 2. Sebagai bukti
bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan
keinginan para pihak; 3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal
tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya, para pihak telah mengadakan perjanjian
dan bahwa isi perjanjian sesuai dengan kehendak para pihak.
Dalam Pasal 1 ayat (13) UUJN bahwa Protokol Notaris merupakan salah satu
arsip Negara. Oleh karena itu Protokol Notaris haruslah diperlakukan layaknya
dokumen Negara yang harus disimpan dan dijaga agar tetap otentik. Dengan
demikian Protokol Notaris sebagai kumpulan dokumen harus selalu disimpan dan
dipelihara dalam keadaan apapun meskipun Notaris pemilik protokol tengah cuti
maupun meninggal dunia.
Alat bukti yang kuat dan sempurna untuk suatu perbuatan hukum adalah salah
satu sarana untuk menjamin ketenangan bagi pelakunya. Dalam suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh dua pihak dengan melibatkan pihak ketiga untuk
bertindak merumuskan perbuatan hukum itu dalam suatu rumusan yang dapat
dipakai sebagai alat bukti, hanya negaralah yang dapat bertindak tidak memihak
(dalam hal ini membuat alat bukti). Oleh karena itu notaris berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo. Pasal 1868 KUHPdt dapat dikatakan
sebagai perpanjangan tangan dari negara, kewenangan notaris adalah kewenangan
negara yang berdasarkan Undang-Undang didelegasikan kepadanya.
3 ?
Abdul Hakim G Nusantara, 1988, Politik Hukum Indonesia, Jakarta, Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia, hlm 97.
Notaris untuk selanjutnya akan ditulis dengan UUJN, singkatan dari Undang-Undang
Jabatan Notaris.
Berdasarkan hal tersebut dalam proses pidana tidak jarang notaris didudukkan
pula sebagai “saksi fakta”, dalam suatu akta notariil khususnya partij acte yang
kemudian menjadi barang bukti baik dalam perkara pidana dan alat bukti untuk
perkara perdata, notaris tidak terlibat bahkan dilarang oleh undang-undang terlibat
dalam suatu perbuatan hukum sebagaimana diterangkan dalam akta notariil yang
diresmikannya. Keterlibatan notaris hanya sebatas merumuskan perbuatan hukum
mereka (para pihak) kedalam aktanya dan selanjutnya meresmikan akta tersebut.
Dipaksakannya mendudukkan notaris sebagai “saksi fakta” adalah sebagai upaya
untuk memaksa notaris berbicara seputar aktanya yang sekarang menjadi barang
bukti dalam proses peradilan pidana. Hal ini yang dikatakan sebagai suatu usaha
penerobosan kewajiban merahasiakan jabatan.
Menurut Andi Hamzah, istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu
barang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana
delik misalnya pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang
bukti ialah hasil dari delik. Misalanya uang negara yang dipakai (korupsi) untuk
membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi tersebut merupakan barang bukti
atau hasil delik.5 Selain itu, barang bukti yang bukan merupakan obyek, barang
bukti atau hasil delik tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang
bukti tersebut mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana misalnya foto
kopi surat pencatatan sipil kutipan akta kelahiran yang digunakan korban terkait
4
Sudikno Mertokusumo,1999, Mengenal Hukum suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta
hlm.121-122
5
Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia, hlm.100.
status dan peristiwa kelahirannya pada saat ia melakukan pelaporan atas
pemalsuan ahli waris bisa dijadikan sebagai barang bukti.
Di dalam UUJN kewajiban merahasiakan jabatan tidak menjadi harga mati lagi
bagi notaris, bahkan di dalam undang-undang tersebut untuk proses peradilan
notaris tidak hanya dapat diminta keterangan seputar akta yang dibuatnya tetapi
juga dapat diminta fotokopi dari minuta aktanya. Hal ini diatur dalam Pasal 66 UUJN
yang menentukan sebagai berikut :
(1.) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim
dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :
Berdasar Pasal 66 UUJN tersebut di atas sekarang notaris sudah bisa diminta
keterangannya sebagai saksi baik oleh Kepolisian, Kejaksaan, maupun Pengadilan
terkait dengan aktanya, khususnya dalam suatu perkara pidana. Ketentuan ini
memberi jalan bagi aparat penegak hukum untuk menghadirkan notaris dalam
proses perkara pidana sebagai saksi atas akta yang dibuatnya.
Pasal tersebut di atas dapat ditafsirkan bahwa proses peradilan yang dilakukan
oleh hakim meliputi peradilan dalam lingkup perdata maupun pidana. Dengan
demikian Pasal 66 UUJN tidak hanya dimaksudkan untuk menggali kebenaran
materiil dari suatu minuta akta, tetapi juga dimaksudkan untuk mendapatkan
kejelasan dari barang bukti maupun alat bukti yang berupa akta otentik.
Selain izin Ketua Pengadilan Negeri, dalam hal pengambilan minuta akta juga
diperlukan persetujuan Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan
wilayah kerja notaris yang bersangkutan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Majelis Kehormatan Notaris. Permenkumham ini mengatur tentang tata cara
permintaan minuta akta untuk keperluan proses pidana.
Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang berwenang untuk
melaksanakan pembinaan notaris dan berwenang memberikan persetujuan atau
penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan
fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan
notaris.
Salah satu contohnya yaitu pada kasus dalam putusan Pengadilan Tinggi
Negeri Makassar Nomor 361/Pid/2021/PT. Mks. Pada putusan tersebut, Majelis
Hakim memutus dimusnahkannya barang bukti atas tindak pidana pemalsuan yaitu
1 (satu) rangkap minuta akta Keterangan Hak Waris nomor 61, 1 (satu) rangkap
minuta akta hibah nomor 62, 1 (satu) rangkap minuta akta keterangan hak waris
nomor 63, dan 1 (satu) rangkap minuta akta pembagian harta bersama nomor 64
dibuat oleh atau dihadapan Notaris Sri Hartini Widjaja, S.H, Notaris di Makassar
tertanggal 25 juli 2002. Berbicara minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris
yang adalah sebagai kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara, maka perlu
rasanya mencermati Pasal 1 angka 13 UUJN yang dimana Protokol Notaris
merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus disimpan
dan dipelihara oleh Notaris. Selanjutnya bila pasal tersebut dihubungkan dengan
Tugas dan wewenang jaksa diatur dalam Pasal 30 Undang Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengenai pelaksanaan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
B. Rumusan Masalah