Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada abad ke XVII (tujuh belas) jabatan Notaris masuk ke Indonesia
dengan keberadaan Vereenigle Oost Ind Compagnie (VOC) di Negara Indonesia.
Notaris ialah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan minuta akta, memberikan grosee, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang. Melchior Kerchem, merupakan sekertaris dari College van
Schepenen di Jacatra, yang kemudian diangkat sebagai Notaris pertama di
Negara Indonesia, pada tanggal 27 Agustus 1960. Kemudian Melchior Kerchem
melakukan tugasnya sebagai Notaris di Indonesia,1 tugasnya antaralain melayani
serta membuat semua surat wasiat (testament), membuat surat libel
(smaadschrift), membuat surat di bawah tangan (codicil). Membuat perjanjian
kawin, membuat akta perjanjian perdagangan, dan membuat akta-akta lainnya
serta membuat ketentuan-ketentuan yang diperlukan pada kotapraja. Jabatan
Notaris tidak disatukan dengan jabatan sekertaris College van Schepenen, dengan
munculnya intruksi untuk semua Notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Dalam
instruksi tersebut terdapat 10 (sepuluh) Pasal, diantaranya ialah menetapkan
bahwa Notarisdiwajibkan untuk merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan
kepadanya dari pihak yang berkepentingan, dan tidak boleh memberikan atau

1
Komar Andasasmita (I), 1983, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia
Jabatannya, Bandung: Sumur, Hlm.37
menyerahkan salinan dari akta tersebut kepada orang orang yang tidak memiliki
kepentingan.2
Insctructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie diterbitkan
pada tanggal 7 Maret 1822 (stb. No. 11), dimana dalam Pasal 1 instruksi tersebut
mengatur tentang tugas, wewenang Notaris, dan menegaskan bahwa tugas
Notaris yaitu membuat kontrak dan akta yang diminta oleh para penghadap
dengan maksud untuk membuat kontrak dan akta tersebut supaya memiliki
kekuatan dan pengesahan, notaris juga diwajibkan memastikan tanggal akta,
menyimpan minuta akta atau asli akta, serta dapat mengeluarkan grosse akta, hal
tersebut juga dapat dilakukan guna mengeluarkan salinan akta yang benar dan
sah, sehingga Notaris dalam mengeluarkan salinan akta dilakukan dengan
prosedur yang benar.3
Adapun ketentuan mengenai peraturan jabatan Notaris yang berlaku di
Belanda yang dibuat oleh Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1860 yaitu,
Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860:3) yang
ditetapkan pada tanggal 1 Juli 1860, dimana peraturan sebelumnya ialah
Insctructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie.
Jabatan Notaris di Indonesia berlaku, dimana hal tersebut didasarkan pada
Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar tahun 1945 tertanggal 17
Agustus 1945, yang bunyinya adalah : “Segala peraturan perundang-undangan
yang ada masih tetap berlaku selama belum adanya peraturan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini”. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie
tetap diberlakukan dengan dasar Pasal 2 Aturan Peralihan tersebut. Setelah tahun
1984, pengangkatan Notaris dilakukan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia, hal tersebut berdasarkan peraturan tentang
lapangan pekerjaan, susunan, pimpinan serta tugas kewajiban kementrian

2
R. Soegondo Notodisoerjo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Jakarta:
Rajawali, Hlm.23.
3
Ibid. Hlm.20.
kehakiman dalam Peraturan Pemerintah tahun 1948 Nomor. 60 tertanggal 30
Oktober 1948.
Dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 Pasal 91 tentang Jabatan
Notaris menyatakan telah memberlakukan kembali dan telah mencabut peraturan
sebagai berikut :
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860:3)
dengan perubahan terakhir tercantum dalam Lembaran Negara Tahun
1945 Nomor 101.
2. Honorarium Notaris dalam Ordonantie 16 September 1931.
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan
Wakil Notaris Sementara (tercantum dalam Lembaran Negara Tahun
1954 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 700).
4. Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor. 2 Tahun 1986 dalam Pasal 54 tentang Peradilan Umum
(tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor. 34 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor. 4379).
5. Janji/Sumpah Jabatan Notaris dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 11
Tahun 1949.
Notaris masuk ke Indonesia berasal dari Negara Belanda yang di dalam
sejarahnya Negara Belanda dikenal sebagai Negara yang pernah menjajah
Indonesia dimana pada awalnya lembaga tersebut dibentuk hanya diperuntukkan
khusus bagi bangsa Belanda, bangsa Eropa dari golongan Timur Asing yang
dikarenakan Undang-Undang dinyatakan tunduk kepada hukum yang berlaku
dalam bidang hukum perdata atau tunduk pada Burgelijk Wetboek (BW).
Hadirnya Notaris juga memegang peranan yang penting khusunya yang
berkaitan dalam pembuatan alat bukti tertulis yang bersifat otentik. Tujuannya
untuk melahirkan adanya suatu kepastian hukum dan perlindungan hukum yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat terkait, dimana dengan adanya alat bukti
tertulis ini yang memiliki sifat otentik diharapkan mampu menghindari suatu
perbuatan hukum yang bertentangan dengan peraturan yang ada sebagaimana
termuat dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
yang bunyinya :
“Suatu akta otentik merupakan suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.”
Sehingga peranan Notaris dalam pelayanan jasa dapat dikatakan sebagai seorang
pejabat yang telah diberikan wewenang oleh Negara yang bertujuan memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam sudut pandang hukum perdata, khususnya
dalam membuat akta otentik, Notaris juga bertugas mengatur hubungan hukum
para penghadap dalam bentuk tertulis, hal ini merupakan suatu bentuk akta
otentik. Tujuannya ialah agar mendapatkan ketertiban hukum, kepastian hukum,
serta perlindungan hukum yang berdasarkan pada keadilan dan kebenaran
sebagai perwujudan dari prinsip Negara Indonesia. Perlindungan hukum serta
kepastian hukum menuntut agar menentukan dengan jelas hak dan kewajiban
bagi seorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat dimana akan
memunculkan alat bukti tersebut.4
Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2014 mengatur tentang Ketentuan
Jabatan Notaris tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN). Pada UUJN Pasal 1 angka 1 menyebutkan
bahwa :
“Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.”

4
Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, Hlm.159.
hal ini memberikan pengertian bahwa jabatan Notaris ialah jabatan yang
diberikan oleh Negara maupun pihak-pihak yang menghadap untuk dibuatkan
akta otentik kepadanya.
Akta otentik ini menentukan secara jelas tentang hak dan kewajiban,
menjamin kepastian hukum, serta diharapkan agar dapat terhindar dari terjadinya
sengketa. Hal tersebut sangat penting bagi seorang Notaris dalam pembuat akta
otentik harus sesuai dengan riwayat, peristiwa, keadaan dan perbuatan hukum
yang dilakuakan para penghadap agar akta otentik tersebut dapat menjamin
ketertiban hukum, kepastian hukum, dan perlindungan hukumbagi pihak yang
berkepentingan.
Adapun kebutuhan alat pembuktian tertulis berupa akta semakin meningkat
seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan akan kepastian hukum, akta
otentik adalah alat bukti terkuat yang memiliki peranan penting pada setiap
hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat, kebutuhan perbankan,
pengurusan pertanahan, baik pembuatan aktan dalam berbagai hubungan bisnis
dan sebagainya.
Akta otentik yang dibuat seorang Notaris merupakan alat bukti yang
sempurna dalam persidangan di Pengadilan, akta otentik tersebut juga harus
dipastikan kebenarannya agar terhindar dari suatu permasalahan hukum.
Bagaimana jika Notaris tersebut merupakan sumber masalah dari pembuatan akta
yang berakibat hukum sehingga perlu dipertanyakan kredibilitasnya oleh
masyarakat atau para penghadap yang berkepentingan. UUJN mempertegas
pentingnya posisi Notaris sebagai pejabat umum yang memberikan ketertiban
dan kepastian hukum melalui akta otentik yang dibuatnya. Melalui akta yang
dibuatnya, Notaris wajib memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. 5
Pada Pasal 15 ayat (1) UUJN mengatur ketentuan mengenai Notaris
merupakan pejabat umum yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentik
dan kewajiban lainnya, dimana ketentuan tersebut berbunyi :
5
H.Salim & H. Abdullah, 2007, Perancangan dan MOU, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.101.
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
Undang-Undang.”
Adapun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengangkat seorang
Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya dengan bebas, tanpa pengaruh
apapun dari lembaga eksekutif maupun lembaga lainnya. Maksud dari kebebasan
tersebut ialah Notaris saat menjalankan tugas jabatannya harus bertindak tidak
berpihak dan independen. Notaris juga harus bertanggungjawab dalam
pembuatan akta, yang artinya :
1. Notaris membuat akta yang berkualitas, artinya pembuatan akta tersebut
harus sesuai dengan peraturan hukum dan sesuai dengan kehendak para
penghadap. Notaris juga harus membacakan dan menjelaskan kepada
para penghadap mengenai kebenaran isi dari akta yang dibuatnya itu.
2. Menghasilkan sesuatu yang positif, yang berarti akta Notaris tersebut
akan diakui oleh siapapun sebagai alat bukti yang sempurna.
3. Notaris membuat akta yang baik dan benar, artinya dalam pembuatan
akta tersebut harus berisi sesuai kehendak dan permintaan para
penghadap yang menghadapnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.6
Adapun 2 (dua) bentuk keabsahan akta otentik menurut pendapat umum,
yaitu :
1. Akta pejabat (ambtelijke acte) atau verbal acte atau biasa disebut akta
relaas.

6
Abdulkadir Muhammad, 2001, Etika Profesi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.93-94.
Akta relaas ialah akta yang dibuat oleh Notaris atau pejabat yang diberi
wewenang untuk itu, dimana Notaris atau pejabat tersebut menerangkan
apa yang telah dilihat dan yang telah dilakukan, sehingga inisiatif
berasal dari Notaris atau pejabat itu sendiri, bukan berasal dari orang
yang namanya disebutkan di dalam akta.
Ciri-ciri dari akta relaas adalah tidak ada komparisi, dan Notaris
bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta ini. Notaris juga dilarang
melakukan suatu penilaian (justifikasi) sepanjang pembuatan akta
relaas.
Contoh dari akta relaas antara lain : akta risalah rapat umum pemegang
saham, akta berita acara lelang, akta penarikan undian, dan lain
sebagainya
2. Akta pihak / penghadp (partij acte) atau biasa disebut akta partij.
Akta yang dibuat dihadapan Notaris atau pejabat yang berwewenang
untuk itu, dan akta tersebut dibuat atas permintaan dari para penghadap
yang berkepentingan.
Ciri-Ciri dari akta partij yaitu dalam akta memuat komparisi atas
keterangan yang menyebutkan kewenangan para penghadap dalam
melakukan perbuatan hukum.
Contoh akta partij antara lain : akta jual beli, akta pendirian perseroan
terbatas, akta pihak / penghadap, akta sewa menyewa, dan lain
sebagainya.
Akta Notaris yang berdasarkan keadaan atau tindakan yang dilihat atau
disaksikan Notaris tersebut, disebut dengan Akta Relaas. Sedangkan akta Notaris
yang pembuatannya berdasarkan dari suatu hal yang telah terjadi karena
perbuatan yang dilakukan dan diceritakan para penghadap dihadapan Notaris,
dimana para penghadap tersebut secara sadar dan sengaja dating kepada notaris
yang sedang menjalankan jabatannya untuk menerangkan atau menceritakan
keperluannya kepada Notaris untuk mengkonstantir keterangan atau perbuatan ke
dalam suatu akta otentik, maka proses tersebut termasuk ke dalam pembuatan
akta yang disebut dengan akta partij.7 Adapun akta yang dapat disebut sebagai
akta otentik adalah akta yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut, yaitu :
1. Akta dibuat ditempat dimana akta tersebut dibuat, oleh atau dihadapan
seorang Notaris atau pejabat yang berwenang.
2. Dilihat dari bentuk akta, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku saat ini.
Namun akta otentik sangat berbeda dengan akta di bawah tangan, keduanya
dapat dijadikan sebagai alat bukti tertulis, namun berbeda dalam kekuatan
pembuktiannya. Akta otentik mampu memberikan suatu bukti yang sempurna
mengenai hal yang dibuat di dalamnya, yang mempunyai kekuatan pembuktian
bagi para penghadap,para pihak maupun ahli waris atau orang-orang yang
mendapatkan hak dari para penghadap tersebut, sehingga dalam suatu pengadilan
tidak ada kewajiban untuk membuktikannya lagi. Namun berbeda halnya dengan
akta di bawah tangan yang bagi hakim dianggap sebagai bukti bebas.
Maksudnya, akta tersebut dapat memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna
apabila para penghadap tersebut mengakui akan cara pembuatannya dan
kebnaran dari isi akta itu sendiri.
Akta Notaris dapat dijadikan sebagai alat bukti tulisan yang sempurna jika
memiliki tiga (3) kekuatan pembuktian, sebagai berikut :
1. Kekuatan pembuktian formil (Formelebewijskracht), merupakan
kekuatan pembuktian yang menegaskan bahwa kejadian dan fakta yang
tercantum dalam akta Notaris tersebut sesuai dengan yang Notaris
ketahui dan Notaris dengar berdasarkan keterangan para penghadap, dan
pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan peraturan UUJN.
2. Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendigebewijskracht), ialah kekuatan
pembuktian yang memberikan keabsahan akta Notaris sebagai akta
otentik.
7
G.H.S. Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, hlm.2.
3. Kekuatan pembuktian materiil (materielebewijskracht) adalah kekuatan
pembuktian yang memastikan tentang materi suatu akta.
Dalam UUJN Pasal 1 angka 8 menjelaskan mengenai minuta akta,
bunyinya :
“Minuta akta merupakan asli akta yang mencantumkan tanda tangan para
penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol
Notaris.”
minuta akta merupakan hal yang paling penting dari protokol Notaris, jika
minuta akta tidak ada, maka salinan akta atau kutipan akta tersebut harus
berdasarkan pada minuta akta tersebut. Dalam minuta akta terdapat keinginan
dari para penghadap, Notaris wajib membacakan isi dari akta tersebut kepada
penghadap agar dimengerti oleh para penghadap, lalu menyertakan paraf pada
setiap halaman dalam akta, dan pada bagian akhir akta tertera tanda tangan para
penghadap, para saksi, dan juga Notaris.
Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN mengatur mengenai tugas Notaris dalam
menjalankan jabatannya, Notaris membacakan akta dihadapan para penghadap,
disaksikan minimal 2 (dua) orang saksi, sedangkan dalam pembuatan akta wasiat
dibawah tangan wajib dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi, pada saat itu juga oleh
para penghadap, saksi dan Notaris menandatangani akta tersebut. Hal tersebut
menjelaskan bahwa para penghadap menandatangani akta Notaris setelah akta
tersebut dibacakan dihadapannya.
Apabila minuta akta tidak dimiliki oleh Notaris tersebut, maka bagaimana
kedudukan hukum atas salinan akta yang dikeluarkannya. Minuta akta ialah dasar
dari pembuatan salinan akta, karena salinan akta dapat dikeluarkan setelah
minuta akta dibuat dan telah ditandatangani secara sempurna oleh Notaris,
penghadap, dan para saksi.
Dalam Pasal 1 angka 9 UUJN mengenai salinan akta menyebutkan bahwa :
“Salinan akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada
bagian bawah salinan akta tercantum frasa “minuta akta ini telah
ditandatangani sebagaimana mestinya diberikan sebagai SALINAN yang
sama bunyinya”.”
Notaris menyatakan dari awal akta hingga akhir akta dimana dalam salinan
akta tersebut hanya tertera tanda tangan Notaris saja. Para penghadap telah
menghadap kepada Notaris diterangkan di awal akta, dan tercanttum keterangan
bahwa akta tersebut telah ditandatangani dengan sempurna, kalimat salinan yang
sama bunyinya terdapat di akhir akta.
Notaris harus memperhatikan dan melaksanakan UUJN dalam pembuatan
akta agar tidak ada penyimpangan yang bertentangan dari peraturan mengenai
kewajiban dan kewenangan Notaris. Pada kenyataanya masih terdapat
pelanggaran yang dilakukan Notaris dan ditemukan oleh Majelis Pengawas
Daerah, pelanggaran tersebut antara lain akta Notaris tidak ditandatangani secara
lengkap oleh para penghadap.
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah diatur dalam beberapa aturan
diantaranya :
1. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
2. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor. M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan
Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan
Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, dan;
3. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Majelis Pengawas Notaris.
Secara Umum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah diatur dalam Pasal
70 UUJN ialah sebagai berikut :
1. Memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris dengan cara
menyelenggarakan sidang;
2. Secara berkala, protokol Notaris dilakukan pemeriksaan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun, atau bila dianggap perlu dapat dilakukan setiap
waktu;
3. Izin cuti untuk Notaris dapat diberikan oleh Majelis Pengawas Daerah
sampai dengan 6 (enam) bulan;
4. Dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan, Majelis
Pengawas Daerah dapat menetapkan Notaris Pengganti;
5. Tempat penyimpanan protokol Notaris dapat ditentukan oleh Majelis
Pengawas Daerah saat serah terima Protokol Notaris yang telah berumur
25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
6. Dalam Pasal 11 ayat (4) menyebutkan bahwa Majelis Pengawas Daerah
dapat menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai Pejabat Negara;
7. Majelis Pengawas Daerah menerima laporan dari masyarakat mengenai
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran
ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan
8. Majelis Pengawas Daerah wajib membuat dan menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Dalam menjalankan prosedur pembuatan akta terkadang terjadi kesalahan
Notaris dalam prosedur mengeluarkan salinan akta. Berdasarkan Putusan
Pengadila Nomor 657/Pid.B/2015/PN Kis. Menunjukkan bahwa terdapat Notaris
yang telah mengeluarkan salinan akta, namun miuta akta dari salinan akta
tersebut belum lengkap tanda tangan oleh para penghadap. Hal tersebut bermula
ketika para penghadap hadir dihadapan Notaris tersebut untuk dibuatkan Akta
Pelapasan Hak dengan Ganti Rugi Nomor. 16 tertanggal 05 september 2012, dan
saat itu juga salah satu penghadap (penjual/terdakwa) meminta salinan akta untuk
diberikan kepada salah satu penghadap lainnya (pembeli), padahal akta tesebut
belum ditandatangani oleh terdakwa dan sepakat akan tanda tangan pada akta
tersebut di tanggal 07 September 2012. Setelah terbitnya akta Notaris Nomor. 16,
terdakwa datang menghadap Notaris dikantor Notaris dengan menyampaikan
maksud untuk membatalkan akta Notaris Nomor 16 karena pembeli masih ada
kurang bayar kepada penjual atas tanah tersebut, padahal akta Notaris dimaksud
sudah berada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Asahan untuk
proses pengurusan sertifikatnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas untuk mengetahui, meneliti dan
permasalahan tersebut dengan judul Tanggung Jawab Notaris Yang
Mengeluarkan Salinan Akta Terhadap Minuta Akta Yang Tidak Lengkap.

1.2 Rumusan Masalah


Penulis telah merumuskan beberapa masalah bedasarkan latar belakang
tersebut di atas yaitu :
1. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang mengeluarkan salinan akta
terhadap minuta akta yang tidak lengkap ?
2. Apakah minuta akta yang belum ditandatangani lengkap itu dapat disebut
sebagai minuta akta?
3. Bagaimana seharusnya sikap Notaris yang mengeluarkan salinan akta
terhadap minuta akta yang tidak lengkap?

1.3 Tujuan Masalah


Penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban atas permasalahn
tersebut diatas. Hasil yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Mengetahui dan menganalisis tanggung jawab Notaris yang mengeluarkan
salinan akta terhadap minuta akta yang tidak lengkap.
2. Mengetahui dan menganalisis minuta akta yang belum ditandatangani
lengkap itu dapat disebut sebagai minuta akta.
3. Mengetahui dan menganalisis sikap Notaris yang mengeluarkan salinan akta
terhadap minuta akta yang tidak lengkap.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan secara teoritis
bagi pengembangan Ilmu Hukum Kenotariatan, sekaligus dapat
memberikan pengetahuan tentang tanggung jawab Notaris pembuat
minuta akta yang tidak lengkap terhadap salinan akta yang
dikeluarkannya pada khususnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Untuk memperluas wawasan dan mendalami lebih jauh melalui
penelitian dengan menggunakan metode penelitian untuk pencapaian
tujuan tentang tanggung jawab Notaris pembuat minuta akta yang tidak
lengkap terhadap salinan akta yang dikeluarkannya.

1.5 Krangka Pemikiran


Tanggung Jawab Notaris Yang Mengeluarkan Salinan Akta Terhadap Minuta
Akta Yang Tidak Lengkap.
Das Sein adalah hukum sebagai fakta Das Sollen adalah kaidah hukum yang
(kenyataan) yang berkembang dan menerangkan kondisi yang diharapkan.
berproses di masyarakat (law in
action).
1. Bahwa Notaris telah mengabulkan Berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2004
permintaan salah satu penghadap Juncto UU Nomor 2 tahun 2014
(penjual) untuk tanda tangan pada tentang Jabatan Notaris (UUJN) :
akta tidak dihari, tanggal, bulan, dan 1. Pasal 1 :
tahun yang tertera dalam akta a. angka 8 : Minuta akta ialah asli
tersebut (dihari besoknya). akta yang mencantumkan tanda
2. Bahwa Notaris telah mengeluarkan tangan para penghadap, saksi, dan
salinan akta, dimana minuta akta Notaris, yang disimpan sebagai
belum ada karena akta tersebut bagian dari Protokol Notaris.
belum lengkap tanda tangannya oleh b. Angka 9 : Salinan akta adalah
para penghadap. salinan kata demi kata dari
3. Bahwa beberapa hari setelah seluruh akta dan pada bagian
Salinan akta dikeluarkan, salah satu bawah salinan akta tercantum
penghadap (penjual) meminta akta frasa “minuta akta ini telah
tersebut dibatalkan karena adanya ditandatangani sebagaimana
kekurangan pembayaran dari mestinya diberikan sebagai
penghadap lainnya (pembeli). SALINAN yang sama bunyinya”.
4. Bahwa salah satu penghadap 2. Pasal 44 ayat (1):
(penjual) tersebut ditetapkan sebagai Segera setelah akta dibacakan, akta
terdakwa yang mengakibatkan tersebut ditandatangani oleh setiap
penghadap lainnya (pembeli) penghadap, saksi dan Notaris,
mengalami kerugian, disamping itu kecuali bila ada penghadap yang
terdakwa kurang berterus terang tidak membubuhkan tanda tangan
dalam memberikan keterangan. dengan menyebutkan alasannya.
5. Bahwa terdakwa terbukti bersalah Berdasarkan Kitab Undang-Undang
melakukan tindak pidana penipuan Hukum Pidana :
yang secara berlanjut.
1. Pasal 263 ayat (1) : barang siapa
membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat
menimbulkan suatu hak, perikatan
atau pembebasan utang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti suatu
hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai
surat tersebut seolah-olah isinya
benar dan tidak palsu, diancam bila
pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat, dengan pidana
penjara paling lama enam tahun.
2. Pasal 264 ayat (1) : Pemalsuan surat
diancam dengan pidana penjara
paling lama delapan tahun bila
dilakukan terhadap :
1. Akta-akta otentik;
2. Surat hutang atau sertifikat hutang
dari sesuatu negara atau
bagiannya ataupun dari suatu
lembaga umum;
3. Surat sero atau hutang atau
sertifikat sero atau hutang dari
suatu perkumpulan, yayasan,
perseroan atau maskapai;
4. Surat kredit atau surat dagang
yang diperuntukkan untuk
diedarkan;
5. talon, tanda bukti dividen atau
bunga dari salah satu surat yang
diterangkan dalam 2 dan 3, atau
tanda bukti yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat-surat itu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Notaris
2.1.1 Pemgertian Akta Otentik
Notaris berdasarkan UUJN merupakan pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan Undang-Undang yang lain. Sehingga dapat dipahami bahawa
notaris ialah pejabat umum yang secara khusus dierikan wewenang oleh
Undang-Undang untuk membuat suatu alat bukti yang otentik yang
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Pengertian Notaris berdasarkan sistem hukum civil law sebagimana
yang terdapat dalam Pasal 1 Ord. Stbl. 1860 Nomor 3 tentang jabatan
Notaris di Indonesia yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860 yang
menyatakan bahwa Notaris ialah pejabat umum, khususnya (satu-satunya)
yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik tentang semua tindakan
dan keputusan yang diharuskan oleh perundang-udangan umum yang
dikehendaki oleh perundang-undangan umum yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat otentik,
menjamin tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse,
salinan-salinan (turunan-turunan) dan kutipan-kutipannya, semua itu
apabila pembuatan akta-akta demikian itu dikhususkan untuk itu atau
dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau orang lain.
Rumusan atas unsur-unsur Notaris sebagaimana yang terdapat
dalam UUJN terdiri dari :
1. Pejabat Umum.
2. Kewenangan lainnya yang diberikan oleh Undang-Undangan
diluar Undang-Undang Jabatan Notaris.
3. Mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik.
Dari sejarah kita mengetahui bahwa profesi Notaris itu ialah profesi
yang unik karena Notaris dikatakan sebagai : 8
1. Pejabat umum tapi bukan pegawai negeri.
2. Dapat menjaga berlakunya Undang-Undangan.
3. Teliti.
4. Dapat mejaga berlakunya Undang-undang.
5. Melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada
kewibawaan pemerintah.
6. Diangkat, dipindahkan, dipecat, dipensiun, dan diberhentikan
oleh pemerintahan; dan sebelum melaksanakan tugas disumaph
oleh pemerintah tetapi tidak diberi gaji.
7. Terikat pada aturan khusus.
8. Berkepribadian yang baik.
9. Tidak berat sebelah.
Sebagai penegasan tentang kewenangan Notaris dalam pembuatan
akta otentik yang diatur di luar UUJN sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 1868 KUHPerdata tersebut menyatakan bahwa :
“Akta otentik merupakan suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
umum yang berwenang ditempat dimana akta itu dibuat.”

2.1.2 Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Notaris


Menurut Pasal 15 UUJN, kewenangan Notaris antara lain :
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,

8
Liliana Tedjosaputro, 1991, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, Semarang: CV. Agung, Hlm.
15.
menjamin kepastian tanggal pembuatan ajta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-Undang.
2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Notaris berwenang pula :
a. Mengesahkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftarkan dalam buku khusus dan menegaskan
tanda tangan:
Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bahwa
tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau
oleh para penghadap di atas kertas yang bermetrai cukup
dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang
disediakan oleh Notaris.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus.
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya.
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta.
f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan atau
g. Membuat akta risalah lelang
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan kewenangan lain
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Apabila ketentuan kewenengan Notaris dikaitkan dengan Putusan
Nomor 657/Pid.B/2015/PN Kis., maka Notaris dalam Putusan tersebut
telah melkukan tindakan pembuatan akta sesuai dengan kewenangan yang
telah ditentukan dalam UUJN.
Selain kewenangan Notaris yang telah diuraikan diatas, di dalam
menjalakan tugas jabatan Notaris, seorang Notaris juga mempunyai
kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan di dalam Pasal 16 UUJN,
yaitu :
1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib :

2.2 Tinjauan Umum mengenai Akta Notaris


2.2.1 Syarat-syarat Akta Otentik
2.2.2 Ciri-ciri Akta Otentik
2.3 Tinjauan Umum Pertanggungjawaban Hukum Notaris sebagai Pejabat
Umum
2.3.1 Pertanggungjawaban Notaris secara Pidana
2.3.2 Pertanggungjawaban Notaris secara Perdata
2.3.3 Pertanggungjawaban Notaris berdasarkan Jabatan Notaris
2.3.4 Pertanggungjawaban Notaris berdasarkan Kode Etik
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pendekatan
3.2 Spesifikasi Penelitian
3.3 Sumber Dan Jenis Data
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.5 Teknik Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai