Anda di halaman 1dari 47

41

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, HONORARIUM NOTARIS,

PENGAWASAN NOTARIS, DAN KETENTUAN SANKSI DALAM

UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

2.1 Notaris

2.1.1 Pengertian Notaris

Istilah Notaris pada dasarnya berasal dari perkataan “notarius” (bahasa

Latin), yakni nama yang diberikan pada orang-orang Romawi dimana tugasnya

menjalankan pekerjaan menulis pada masa itu. Ada juga pendapat mengatakan

bahwa nama “notaries” itu berasal dari perkataan “nola litcraria”, yang berarti

tanda (letter merk atau karakter) yang menyatakan sesuatu perkataan.48

Munculnya lembaga notaris dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti

yang mengikat selain alat bukti saksi, sehingga notaris mempunyai peranan yang

sangat penting dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum

keperdataan, karena notaris berkedudukan sebagai pejabat publik, yang

mempunyai kewenangan untuk membuat akta dan kewenangan lainnya. 49 Secara

yuridis, pengertian notaris tercantum dalam beberapa peraturan sebagai berikut

ini :

1. Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia

(Reglement op Het Notaris Ambt In Indonesia). Didalam Pasal 1 Staatsblad

48.
Notodisoerjo, Soegondo. R, 1999, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan,
Rajawali Jakarta, hal. 13.
49.
H. Salim HS., 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan
Notaris, Bentuk dan Minuta Akta), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33.

41
42

1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, telah

dirumuskan:

Para notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya berwenang untuk


membuat akta-akta autentik mengenai semua perbuatan, persetujuan dan
ketetapan-ketetapan, yang untuk itu diperintahkan oleh suatu undang-
undang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang
berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan autentik, menjamin hari
dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-grosse,
salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semuanya itu sejauh pembuatan
akta-akta tersebut oleh suatu undang-undang umum tidak juga ditugaskan
atau diserahkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain.50

Ada dua hal yang tercantum dalam pasal ini, yaitu kedudukan notaris dan

kewenangannya. Kedudukan notaris dalam Pasal 1 Staatsblad 1860 Nomor 3

tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement op Het Notaris Ambt in

Indonesia), yaitu sebagai Pejabat Umum. Pejabat Umum, yaitu orang yang

memegang jabatan untuk mengurus kepentingan orang banyak. Kewenangan

notaris dalam ketentuan ini yaitu, untuk membuat akta autentik maupun akta-akta

yang dikehendaki oleh para pihak.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia

1945, dan berlangsung hingga kini, terutama setelah munculnya semangat

reformasi yang ditandai dengan adanya tuntutan perubahan dalam seluruh aspek

kehidupan, yang salah satu persoalan penting adalah tuntutan reformasi di bidang

penegakan hukum/supremasi hukum. Agenda reformasi yang berkaitan dengan

penegakan hukum/supremasi hukum ini tidak hanya terbatas pada upaya

penerapan sanksi hukum, akan tetapi juga penataan kembali berbagai produk

undang-undang yang dianggap tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat

50.
Salim HS., 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris,
Bentuk dan Minuta Akta), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33.
43

reformasi, agar diubah atau diganti dengan produk perundang-undangan yang

sesuai dengan semangat reformasi.

Salah satu produk penting dari peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan dalam era reformasi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris, yang selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 (selanjutnya disebut UUJN). Pembentukan Undang-Undang ini

disebabkan karena Peraturan Jabatan Notaris 1860 Nomor 3 tentang Reglement op

Het Notaris Ambt in Indonesia yang mengatur mengenai jabatan notaris tidak

sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sekarang ini.

Maka, setelah berlakunya UUJN, maka segala peraturan yang mengatur tentang

Jabatan Notaris dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

2. Pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berbunyi bahwa yang

dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan mimiliki kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Memperhatikan uraian Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris, dapat

dijelaskan bahwa Notaris adalah pejabat Umum, berwenang membuat akta,

otentik, ditentukan oleh undang-undang. Tugas notaris adalah mengkonstantir

hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu,

sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat

dalam suatu proses hukum.51

51.
Tan Thong Kie, op.cit, hal. 159.
44

3. Kode Etik Notaris, Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (Banten, 29-

30 Mei 2015) dalam Bab I ketentuan umum pada pasal 1 angka 4, bahwa yang

dimaksud dengan notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan

tugas jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam

Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.

Pasal 2 UUJN disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri, selanjutnya dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa untuk dapat diangkat

menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

a. Warga Negara Indonesia.


b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun.
d. Sehat jasmani dan rohani.
e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan.
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada
kantor No: prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris
setelah lulus strata dua kenotariatan, dan;
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau
tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris.

Pemerintah menghendaki notaris sebagai pejabat umum yang diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat

memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membantu membuat perjanjian,

membuat akta beserta pengesahannya yang juga merupakan kewenangan notaris.

Meskipun disebut sebagai pejabat umum, namum notaris bukanlah pegawai negeri

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kepegawaian. Notaris terikat dengan peraturan jabatan pemerintah, notaris


45

tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari

honorarium atau fee dari kliennya.52

Notaris merupakan pengemban profesi luhur yang memiliki 3 (tiga) cirri-

ciri pokok. Pertama, bekerja secara bertanggungjawab (dapat dilihat dari mutu dan

dampak pekerjaan). Kedua, menciptakan keadilan (tidak memihak dan tidak

melanggar hak pihak manapun). Ketiga, bekerja tanpa pamrih demi kepentingan

klien dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama anggota profesi dan

organisasi profesinya. Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya seorang notaris

harus berpegang teguh pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Notaris, sebab tanpa itu harkat dan martabat professionalisme akan hilang.

2.1.2 Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum

Istilah notarius oleh masyarakat Romawi diberikan kepada mereka yang

melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri pada zaman

tersebut tidaklah sama dengan fungsi notaris pada saat ini. 53 Sedangkan istilah

pejabat umum dalam Burgelijk Wetboek diterjemahkan oleh Subekti dan

Tjitrosudibio sebagai pejabat umum. 54 Ambtenaren jika diterjemahkan adalah

pejabat, 55 sedangkan openbare adalah umum atau publik, 56 dengan demikian

Openbare Ambtenaren dapat dikatakan sebagai pejabat umum. Jika dilihat dari

segi etimologi bahasa, maka dapat diartikan bahwa pejabat umum adalah pejabat

52 .
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, hal.16.
53.
ibid, hal. 8.
54 .
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 57.
55.
Marjanne Ternoshuizen, 2002, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta,
hal. 21.
56.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal.16.
46

yang diangkat oleh pemerintah serta memiliki kewenangan tertentu dalam suatu

lingkungan pekerjaan yang tetap (karena memangku suatu jabatan) yang berkaitan

dengan pelayan masyarakat.

Istilah Pejabat Umum yang merupakan terjemahan dari istilah Openbare

Amtbtenaren juga dipertegas dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan Pasal

1868 Burgerlijk Wetboek (BW). Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan

bahwa :57

De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om


authentieke akten op te maken wegens alle handelingen, overeenkomsten
en beschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de
belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift blijken zal,
daarvan de dagtekenig te verzekeren, de akten in bewaring te houden en
daarvan grossen, afschrif akten en uittreksels uit te geven; alles
voorzoover het opmaken dier akten door ene algemene verordening niet
ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is.
(Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat atau orang lain).

Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan :

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu, di tempat dimana akta itu dibuat.

Pasal 1 angka (1) UUJN menyebutkan : Notaris adalah Pejabat Umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.

57.
G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 31.
47

Undang-Undang Jabatan Notaris mengalami perubahan tanggal 15 Januari

2014 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Perubahan tersebut dikarenakan beberapa ketentuan dalam UUJN dirasakan sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini.

Dengan demikian notaris dalam menjalankan tugasya harus tunduk pada kedua

undang-undang tersebut.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian berbunyi bahwa pegawai negeri adalah mereka yang setelah

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara

lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan

diberi gaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan

Hoge Raad (H.R) dalam Arrest tanggal 30 Januari 1911 mengatakan bahwa

Pegawai Negeri adalah mereka yang diangkat oleh penguasa untuk

kepentingan/kegunaan dari setiap orang atau mereka yang bekerja pada badan

publik, misalnya Negara, propinsi atau kotapradja, yang mewakilkan badan itu

didalam menjalankan tugasnya dan menjalankan kekuasaan yang ada pada badan

itu, jadi Notaris adalah pejabat umum tapi bukan Pegawai Negeri; Notaris tidak

digaji oleh Negara; Notaris mendapatkan honorarium dari masyarakat yang

membutuhkan jasanya; Notaris sebagai pejabat umum untuk memenuhi ketentuan

Pasal 1868 KUHPerdata dan undang-undang lainnya.58

58.
Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for ocumentation
and Studies of Business Law, Yogyakarta, hal. 35.
48

Notaris merupakan pejabat yang diangkat oleh negara untuk mewakili

kekuasaan umum negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat di bidang

hukum perdata demi terciptanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum.

Bentuk pelayanan hukum di bidang keperdataan yang dilakukan oleh notaris

adalah dengan membuat akta otentik. Akta otentik diperlukan oleh masyarakat

untuk kepentingan pembuktian sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh. Hal-

hal yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima benar, kecuali dapat

dibuktikan hal yang sebaliknya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam

penjelasan umum UUJN. Notaris di Indonesia memiliki beberapa karakteristik,

yaitu :

1. Sebagai jabatan

UUJN dan perubahannya merupakan unifikasi dibidang pengaturan

jabatan notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang

yang mengatur jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan

dengan notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris

merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan notaris

sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat

oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu atau kewenangan tertentu

serta sifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan

hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak

berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian, jika seorang


49

pejabat (notaris) melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan,

dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Wewenang notaris

tercantung dalam UUJN Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3). Menurut Pasal 15 ayat (1)

UUJN, wewenang notaris adalah membuat akta. Pasal 15 ayat (3) UUJN

merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum

lain yang akan datang (ius constituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut,

jika notaris melakukan perbuatan diluar kewenangannya, maka produk atau akta

notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan.

3. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah

Pengangkatan dan pemberhentian notaris dilakukan oleh pemerintah, yaitu

melalui Menteri. Hal ini diatur dalam Pasal 2 UUJN. Dalam hal ini oleh Menteri

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Pasal 1 angka 14

UU Perubahan atas UUJN). Walaupun notaris secara administratif diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah, ini tidak berarti notaris menjadi subordinasi

(bawahan) dari yang mengangkatnya yaitu pemerintah. Dengan demikian notaris

dalam menjalankan tugas jabatannya bersifat mandiri (autonomous), tidak

memihak siapapun (impartial), tidak tergantung kepada siapapun (independent),

yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh

pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.

4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi notaris tidak

menerima gaji dan pensiunan dari pemerintah karena notaris bukan bagian

subordinasi dari yang mengangkatnya (pemerintah). Notaris hanya menerima


50

honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan

pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang kurang atau tidak mampu.

5. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat

Jabatan notaris berperan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang

memerlukan dokumen hukum tertulis berupa akta otentik dalam bidang hukum

perdata. Notaris bertanggung jawab untuk melayani masyarakat yang menggugat

secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata akta yang

dibuatnya tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum

yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas notaris kepada

masyarakat.59

Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

disebutkan bahwa : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang ini”. Memperhatikan uraian Pasal 1 angka 1 UU Perubahan atas

UUJN tersebut diatas, maka dapat dijelaskan bahwa Notaris adalah :

1. Pejabat umum

Menurut Kamus Hukum salah satu arti dari Ambtenaren adalah Pejabat.

Dengan demikian Openbare Ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai tugas

yang bertalian dengan kepentingan publik, sehingga tepat jika Openbare

Ambtenaren diartikan sebagai Pejabat Publik. Khusus berkaitan dengan Openbare

Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat

59.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal. 15-16.
51

yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan

publik, dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada Notaris.60

Notaris adalah pejabat umum, namun jika dikaitkan dengan tugas dan

wewenang Notaris sebagaimana Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, bahwa notaris berwenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan, maka notaris merupakan satu-satunya pejabat

umum. Hal ini dipertegas pula oleh Pasal 1868 KUHPerdata bahwa notaris

mempunyai wewenang membuat akta otentik, selain mempunyai kewenangan

untuk mengseahkan suatu akta yang dibuat oleh pihak-pihak yang menghadap

sebagai bukti adanya suatu hubungan hukum.

2. Berwenang membuat akta

Notaris berwenang membuat akta dan kewenangan lainnya. Berwenang

atau kewenangan berasal dari kata wewenang, dibedakan wewewang dalam

hukum administrasi dan hukum publik. Wewenang dari hukum administrasi

adalah wewenang pemerintahan, sedangkan wewenang dalam hukum publik,

adalah wewenang yang berkaitan dengan kekuasaan.

Wewenang yang diberikan kepada notaris yaitu untuk membuat akta

otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris.

60 .
Saleh Adiwinata, A. Teloeki, H. Boerhanoeddin St. Batoeah, 1999, Kamus Istilah
Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, Binacipta, Jakarta, hal. 363.
52

3. Otentik

Akta otentik, yaitu suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-

undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk

itu ditempat dimana akta dibuatnya (Pasal 1868 KUHPerdata). Dengan demikian :

dikualifikasikan sebagai suatu akta otentik jika akta tersebut dibuat dalam bentuk

yang telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh/dihadapan seorang pejabat

umum, dan pejabat umum tersebut harus memiliki kewenangan untuk itu

(kewenangan subyek, obyek, tempat, dan waktu).

4. Ditentukan oleh undang-undang

Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

notaris mempunyai kewenangan untuk membuat suatu akta otentik, akta otentik

juga dibuat oleh pejabat lain selain notaris yaitu, pejabat pembuat akta tanah

(PPAT) yang mempunyai wewenang untuk membuat suatu akta yang

berhubungan dengan tanah, sedangkan notaris mempunyai wewenang untuk

membuat suatu akta yang berkaitan dengan hubungan keperdataan.

Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yaitu negara

memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memperoleh tanda bukti atau

dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata, untuk keperluan tersebut

diberikan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh Notaris dan minuta atas akta

tersebut menjadi milik Negara yang harus disimpan sampai batas waktu yang

tidak ditentukan. Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan negara maka yang

diterima oleh notaris dalam kedudukan sebagai Jabatan, karena menjalankan

jabatan seperti itu, maka notaris memakai lambing negara, yaitu Burung Garuda.
53

Dengan konstruksi seperti itu bahwa Notaris menjalankan sebagian

kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata untuk melayani kepentingan

rakyat yang memerlukan bukti atau dokumen hukum berbentuk akta autentik yang

diakui oleh negara sebagai bukti yang sempurna. Otensitas akta notaris bukan

pada kertasnya, akan tetapi akta yang dimaksud dibuat oleh atau dihadapan notaris

sebagai Pejabat Umum dengan segala kewenangannya atau dengan perkataan lain

akta yang dibuat notaris mempunyai sifat autentik, bukan karena undang-undang

menetapkan sedemikian, akan tetapi oleh karena akta itu dibuat oleh atau

dihadapan Pejabat Umum, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868

KUHPerdata.61

2.1.3 Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Notaris dalam Undang-


Undang Jabatan Notaris

Setiap pemberian atau adanya suatu kewenangan senantiasa diikuti pula

dengan kewajiban dan/atau tanggung jawab dari padanya.62 Kewenangan notaris

dalam sistem hukum Indonesia cukup luas. Tidak hanya membuat akta autentik

semata-mata, tetapi juga kewenangan lainnya. Kewenangan notaris telah

ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Kewenangan itu, yaitu untuk membuat:

1. Akta autentik;

2. Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta;

3. Menyimpan akta;

61.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal. 42.
62.
Supriadi, 2006, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 37.
54

4. Memberikan grosse;

5. Salinan akta;

6. Kutipan akta;

7. Legalisasi akta dibawah tangan;

8. Waarmeking;

9. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan;

10. Pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

11. Penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

12. Akta pertanahan;

13. Akta risalah lelang; atau

14. Kewenangan lain yang diatur dalam perundang-undangan.

Kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris sebagai berikut :

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:


a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika
jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut
55

dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap
buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau
tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i
atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar
wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada
minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat
pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi
khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.

Calon notaris pun memiliki kewajiban yang diatur dalam Pasal 16 A

Undang-Undang Jabatan Notaris, pasal tersebut berbunyi :

(1) Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris
juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang
dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan
Akta.

Larangan bagi notaris, yang dalam bahasa Inggris, disebut dengan

prohibition for notary, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan verbod

voor notaris merupakan aturan yang memerintahkan kepada notaris untuk tidak

melakukan sesuatu yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Larangan bagi notaris telah ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1)
56

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang meliputi:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;


b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau
Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.

Bagi notaris yang melanggar larangan itu, maka ia dikenakan sanksi

berupa :

a. peringatan tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

2.1.4 Kewajiban dan Larangan Notaris Dalam Kode Etik Notaris

Kewajiban dan larangan notaris tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Kode

Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada

tanggal 29-30 Mei 2015 di Banten. Kode Etik Notaris mengacu pada Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Kewajiban dan larangan notaris secara

tegas disebutkan dalam Undang-Undang Perubahan Jabatan Notaris pada Pasal 16

dan Pasal 17.


57

Seperti yang telah dibahas diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris hasil

Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tahun 2015 yang

disesuaikan dengan Undang-Undang atas Perubahan Jabatan Notaris, maka dalam

Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun larangan untuk profesi dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1. Etika kepribadian notaris :

a. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;

b. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan

Notaris;

c. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang telah

dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;

2. Etika melakukan tugas jabatan :

a. Berprilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa

tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi

sumpah jabatan Notaris;

b. Dilarang menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Menetapkan satu kantor ditempat kedudukan dan kantor tersebut

merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam

melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;

d. Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang

berlaku;
58

e. Menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena alasan-

alasan tertentu;

f. Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik;

g. Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang

pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau

mendapatkan klien;

h. Dilarang membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk

menjalankan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-

Undang tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik;

i. Dilarang mengikuti pelelangan untuk mendapatkan

pekerjaan/pembuatan akta.

3. Etika pelayanan terhadap klien

a. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan

Negara;

b. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah

yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan;

c. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak

membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya;

d. Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya untuk

masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;

e. Dilarang untuk mendandatangani akta yang proses pembuatannya telah

dipersiapkan oleh pihak lain;

f. Dilarang mengirimkan minuta akta kepada klien untuk ditandatangani;


59

g. Dilarang untuk melakukan usaha atau upaya dengan jalan apapun, agar

seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu

ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui

perantara orang lain;

h. Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan

dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan

psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta

padanya;

4. Etika hubungan sesama rekan notaris :

a. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang

diselenggarakan oleh perkumpulan;

b. Menghormati, mematuhi, melaksanakan Peraturanperaturan dan

Keputusan-keputusan Perkumpulan;

c. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;

d. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang

meninggal dunia;

e. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium

yang ditetapkan Perkumpulan;

f. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam

melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling

memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling

menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin

komunikasi dan tali silaturahim;


60

g. Dilarang melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak

langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak

sehat dengan sesame rekan Notaris;

h. Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan

kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang

bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan dari karyawan kantor

Notaris lain;

i. Tidak menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta

yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau

menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di

dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau

membahayakan klien;

j. Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat

ekslusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau

lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk

berpartisipasi.

Kode Etik yang telah ditetapkan oleh Kongres INI wajib dilaksanakan oleh

seluruh anggota perkumpulan maupun seseorang yang menjalankan profesi

notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang

harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk

memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, notaris harus mengikuti

kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang maupun Kode

Etik Notaris. Notaris bertanggungjawab terhadap apa yang harus ia lakukan

terhadap klien maupun masyarakat.


61

Kewajiban maupun larangan yang merupakan petunjuk moral dan aturan

tingkah laku yang ditetapkan bersama oleh anggota notaris dan menjadi kewajiban

bersama oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.

2.2 Honorarium Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan


Kode Etik Notaris

Honorarium berasal dari kata latin Honor yang artinya Kehormatan,

kemuliaan, tanda hormat/penghargaan semula mengandung pengertian balas jasa

para nasabah atau klien kepada dokter, akuntan, pengacara dan Notaris. 63

Kemudian pengertian itu meluas menjadi uang imbalan atau jasa atau hasil

pekerjaan seseorang yang tidak berupa gaji tetap. Honorarium hanya diberikan

kepada mereka yang menjalankan tugas jabatan berdasarkan peraturan perundang-

undangan, sehingga honorarium itu berarti imbalan atas jasa yang diterima oleh

pekerja profesi dan ketentuannya telah diatur melalui suatu regulasi hukum.

Notaris selama menjalankan tugas jabatannya, meskipun diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah, tetapi tidak mendapat gaji dari pemerintah atau

uang pensiun dari pemerintah, sehingga honorarium yang diterima notaris sebagai

pendapatan pribadi notaris yang bersangkutan. Honorarium ini hak notaris, artinya

orang yang telah membutuhkan jasa notaris wajib membayar honorarium notaris,

meskipun demikian notaris berkewajiban pula untuk membantu secara cuma-

cuma untuk mereka yang tidak mampu memberikan honorarium kepada notaris.

Pengaturan mengenai honorarium atau imbalan atas jasa notaris dalam hal

pembuatan akta autentik telah diatur didalam ketentuan honorarium Undang-

Undang Jabatan Notaris pada Bab VI khususnya Pasal 36:

63.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal. 108.
62

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh notaris didasarkan pada nilai
ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari
objek setiap akta sebagai berikut:
a. Sampai dengan 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen
gram mas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah
2,5% (dua koma lima persen);
b. di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) honorarium yang diterima
paling besar 1,5% (satu koma lima persen); atau
c. di atas Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) honorarium yang
diterima didasarkan kesepakatan antara notaris dengan para pihak,
tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan
aktanya.
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap
akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp.5000.000,00
(lima juta rupiah).

Pasal 36 Undang-Undang Jabatan Notaris adalah merupakan satu-satunya

pasal didalam Undang-Undang Jabatan Notaris yang mengatur mengenai

ketentuan atas honorarium yang berhak diperoleh oleh notaris atas jasa yang

diberikannya. Sedangkan didalam pasal tersebut juga dinyatakan cukup jelas atas

uraian pasal tersebut; hanya terdapat sedikit penjelasan mengenai Pasal 36 ayat (4)

bahwa akta yang memiliki nilai sosiologis atau memiliki fungsi sosial berdasarkan

penjelasan Pasal 36 Undang-Undang Jabatan Notaris contohnya adalah: akta

pendirian yayasan; akta pendirian sekolah; akta tanah wakaf; akta pendirian

rumah ibadah; atau akta pendirian rumah sakit. Bila dilihat pengaturan mengenai

honorarium dalam pasal 36 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut; disana

terlihat bahwa Undang-Undang hanya mengatur mengenai tarif maksimal jasa

notaris atau honorarium yang berhak diterima oleh setiap notaris.


63

Meskipun Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur mengenai

honorarium hanya dalam satu pasal saja dan mengatur mengenai standar

honorarium atas jasa yang diberikannya, akan tetapi penetapan tarif jasa notaris

baik dibawah maupun diatas standar yang telah ditetapkan secara tidak langsung

merupakan pelanggaran terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris tersebut.

Pada dasarnya honorarium yang timbul merupakan kesepakatan antara

para pihak atau penghadap dan notaris, meskipun demikian penetapan honorarium

sangat bergantung pada nilai ekonomis akta. Semakin besar pencantuman nilai

nominal pada akta akan menentukan jumlah honorarium yang harus dibayarkan

oleh penghadap atau para pihak. Terkait dengan jumlah honorarium yang harus

dibayarkan oleh penghadap, Undang-Undang Jabatan Notaris telah memberikan

batasan tertinggi.

Honorarium merupakan hak daripada notaris sebagai imbalan atas jasa dan

pelayanan yang diberikan kepada kliennya. Penetapan honorarium bagi notaris

dapat dilihat dari latar belakang akta yang dibuat untuk kepentingan kliennya.

Akta yang memiliki nilai ekonomis akan berbeda dengan akta yang memiliki nilai

sosial. Semakin tinggi nilai ekonomis suatu akta akan mempengaruhi nilai

honorarium. Perbedaan nilai ekonomis dan sosial terhadap akta akan sangat

mempengaruhi penafsiran notaris yang satu dengan yang lainnya dalam

menetapkan honorarium.

Pengaturan mengenai honorarium juga tercantum dalam beberapa pasal

dalam Kode Etik Notaris. Berbeda dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang
64

Jabatan Notaris, dimana dalam Undang-Undang tersebut mengatur mengenai tarif

maksimal yang boleh ditetapkan oleh Notaris dalam suatu transaksi tetapi tidak

mengatur mengenai tarif minimal yang boleh ditetapkan dalam dalam suatu

transaksi. Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan bagi notaris untuk

menetapkan tarif dibawah standar yang telah ditetapkan oleh perkumpulan.

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat (14) bahwa Notaris dan orang

lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib melaksanakan dan

mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan Perkumpulan.

Hal ini berarti bahwa perkumpulan telah membuat suatu aturan yang berkaitan

dengan honorarium notaris.

Selain pasal tersebut dalam Pasal 4 ayat (10) Kode Etik Notaris juga

mengatur mengenai honorarium, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (10)

bahwa “Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan

jabatan Notaris) dilarang menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien

dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan

Perkumpulan”. Dari ketentuan pasal tersebut terlihat bahwa Kode Etik Notaris

tidak menghendaki adanya penetapan tarif yang lebih rendah.

2.3 Pengawasan Notaris

2.3.1 Pengertian Pengawasan Notaris

Pengawasan notaris, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan notary of

supervision, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan supervisie de

notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka melihat dan

menilik pelaksanaan tugas dan kewenangan notaris. Tanpa adanya pengawasan,


65

maka notaris akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Pengawasan notaris

terdiri dari dua suku kata, yaitu pengawasan dan notaris.

Pengawasan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjamin adanya

kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan untuk

menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan

berhasil guna. 64 Pada dasarnya pengertian dasar dari suatu pengawasan adalah

segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang

sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang

semestinya atau tidak. 65 Di dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia telah disajikan pengertian pengawasan. Pengawasan adalah:

Pemberian pembinaan dan pengawasan baik secara preventif maupun


kuratif kepada notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat
umum sehingga notaris senantiasa harus meningkatkan profesionalisme
dan kualitas kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan
perlindungan hukum bagi penerima jasa notaris dan masyarakat luas.66

P. Nicolai, menyajikan pengertian pengawasan. Pengawasan merupakan

langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan.67 P. Nicolai menyajikan konsep

pengawasan dari aspek pencegahannya. Sementara itu, Lord Acton

mengemukakan bahwa pengawasan merupakan:

Tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan sebuah kekuasaan yang


dipegang oleh Pejabat Administrasi Negara (Pemerintah) yang cenderung
disalahgunakan. Tujuannya untuk membatasi Pejabat Administrasi Negara
agar tidak menggunakan kekuasaan di luar batas kewajaran yang
bertentangan dengan ciri negara hukum, untuk melindungi masyarakat dari

64 .
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 2003, Hukum Administrasi
Pemerintahan di Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 233.
65 .
Sujamto, 2010, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung,
hal. 63.
66.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun
2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.
67.
Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 311.
66

tindakan diskresi Pejabat Administrasi Negara dan melindungi Pejabat


Administrasi Negara agar menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar
menurut hukum atau tidak melanggar hukum.68

Konsep Lord Acton, tentang pengawasan difokuskan pada pengendalian

terhadap pejabat adminsitrasi negara. Berdasarkan definisi diatas, maka

pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk melihat dan mengevaluasi

pelaksanaan kerja dari yang diawasi. Notaris dikonsepkan sebagai orang yang

diberi kewenangan untuk membuat akta autentik maupun kewenangan lainnya

yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Apabila diperhatikan konsep teoritis itu, maka pengawasan notaris

dikonsepkan sebagai cara untuk mengamati, mengawasi dan memeriksa notaris, di

dalam menjalankan kewenangannya yaitu, kewenangan membuat akta autentik

dan kewenangan lainnya yang telah ditentukan oleh undang-undang lain. Yang

menjadi tujuan pokok pengawasan adalah agar segala hak dan kewenangan

maupun kewajiban yang diberikan oleh peraturan dasar yang bersangkutan,

senantiasa dilakukan diatas jalur yang telah ditentukan, bukan saja jalur hukum

tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan

hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Sisi lain dari pengawasan terhadap

notaris adalah aspek perlindungan hukum bagi notaris didalam menjalankan tugas

dan jabatannya selaku pejabat umum. 69 Pengawasan terhadap notaris sangat

diperlukan, agar dalam melaksanakan tugas dan jabatannya notaris wajib

menjunjung tinggi martabat jabatannya. Ini berarti notaris harus selalu menjaga

68.
Ibid., hal. 70.
69.
Endang Purnamaningsih, 2015, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan
Perjanjian Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Adi I : Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 2, hal.
326.
67

segala tindak-tanduknya, segala sikapnya dan segala perbuatannya agar tidak

merendahkan martabatnya dan kewibawaannya sebagai notaris.70

Tujuan dari pengawasan yang dilakukan terhadap notaris adalah supaya

notaris dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut kepadanya, baik

yang berdasarkan Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris serta

berdasarkan pula kepercayaan yang diberikan masyarakat klien kepada notaris

tersebut demi menjamin keamanan dan kepentingan masyarakat. Notaris harus

selalu berada dibawah suatu pengawasan, agar notaris bersungguh-sungguh

menjalankan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku bagi pembuatan suatu akta

otentik, selain itu agar notaris menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

yang ada demi pengamanan kepentingan masyarakat umum.71

2.3.2 Dasar Hukum Pengawasan Notaris

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengawasan notaris

tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat pada zaman Belanda

dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan disahkan pada zaman

reformasi. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengawasan

notaris pada zaman Hindia Belanda, yaitu Staattsblaad 1860 Nomor 3 Peraturan

Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement Op Het Notaris-Ambt In Indonesie).

Pengaturan tentang pengawasan notaris dalam Stb. Dimuat dalam Bab V, dengan

judul pengawasan terhadap para notaris dan akta-aktanya.

70 .
L. Sumartini, 2001, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional
tentang Hukum Acara Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, hal. 35-36.
71.
G.H.S Lumban Tobing, , Op.cit, hal. 301.
68

Peraturan perundang-undangan yang dibuat pada zaman reformasi yang

mengatur tentang pengawasan notaris, yaitu tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo. Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pengawasan

notaris dalam kedua undang-undang itu terdiri atas 15 (lima belas) pasal, yaitu

dari Pasal 67 sampai dengan Pasal 81. Ke-15 (lima belas) pasal tersebut berkaitan

dengan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap notaris,

kedudukan, struktur, kewenangan dan kewajiban Majelis Pengawas Notaris.

Selain Undang-Undang Jabatan Notaris, pengawasan notaris diatur pula

didalam peraturan Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya

akan disebut Kode Etik adalah kaidah morah yang ditentukan oleh Perkumpulan

Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan”

berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan

yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan

dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di

dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat

menjalankan jabatan.

Pengawasan notaris di dalam Kode Etik Notaris, hanya diatur dalam satu

pasal, yaitu pada Bab V Bagian Pertama (Pengawasan) Pasal 7 yang memuat

mengenai lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap

notaris (Dewan Kehormatan), namun pasal-pasal berikutnya secara tidak langsung

telah menjabarkan kedudukan, kewenangan dan kewajiban daripada Dewan

Kehormatan Notaris.
69

2.3.3 Lembaga yang Berwenang Mengawasi Notaris Berdasarkan Undang-


Undang Jabatan Notaris

2.3.3.1 Majelis Pengawas Notaris

Lembaga yang berwenang untuk mengawasi notaris telah ditentukan

dalam Pasal 67 ayat (1) UUJN. Di dalam ketentuan ini disebutkan bahwa

pengawasan atas notaris dilakukan oleh Menteri. Menteri yang dimaksud dalam

ketentuan ini, yaitu Menteri Hukum dan HAM. Di dalam melakukan pengawasan,

Menteri Hukum dan Ham membentuk Majelis Pengawas Notaris atau disebut

Majelis Pengawas. Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, yang terdiri

atas unsur pemerintahan sebanyak 3 (tiga) orang, organisasi notaris sebanyak 3

(tiga) orang, ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.

Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris.

Majelis Pengawas terdiri atas Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas

Wilayah, dan Majelis Pengawas Pusat. Yang menjadi subjek yang diawasi oleh

Majelis Pengawas yaitu, notaris, notaris pengganti, dan pejabat sementara notaris.

Yang menjadi objek pengawasan notaris yaitu pembinaan, pengawasan, perilaku

notaris, dan pelaksanaan jabatan notaris.

A. Majelis Pengawas Daerah

Pembentukan, struktur, kewenangan dan kewajiban Majelis Pengawas

Daerah telah ditentukan dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris. Majelis pengawas dibentuk di kabupaten/kota. Keanggotaan Majelis


70

Pengawas Daerah terdiri dari unsur pemerintahan, organisasi notaris, ahli atau

akademisi dan masing-masing berjumlah 3 (tiga) orang.

Struktur organisasi Majelis Pengawas Daerah terdiri dari:

1. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh
anggota;
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali; dan
3. Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.72

Sementara itu, yang menjadi kewenangan dan kewajiban Majelis

Pengawas Daerah telah ditentukan dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kewenangan itu meliputi:

1. Menyelenggarakan siding untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode

Etik atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

3. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

4. Menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul notaris yang

bersangkutan;

5. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada saat serah terima

protokol notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

6. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara protokol

notaris yang diangkat sebagai pejabat negara;

72 .
Pasal 69 ayat (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
71

7. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; dan

8. Membuat dan menyampaikan laporan atas pelaksanaan kewenangannya.

Yang menjadi kewajiban Majelis Pengawas daerah telah ditentukan

dalamPasal 71 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Kewajiban itu meliputi:

a. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris


dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah
surat dibawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal
pemeriksaan terakhir;
b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tebusan kepada Notaris
yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat;
c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;
d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain
dari Notaris dan merahasiakannya;
e. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan
hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tebusan kepada pihak yang
melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan
Organisasi Notaris;
f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan
cuti.

B. Majelis Pengawas Wilayah

Kedudukan dan struktur Majelis Pengawas Wilayah telah ditentukan

dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota provinsi.

keanggotaan Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur pemerintahan,

organisasi notaris, ahli atau akademisi yang masing-masing berjumlah 3 (tiga)

orang.
72

Struktur organisasi Majelis Pengawas Wilayah terdiri dari:

1. Ketua dan Wakil ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan
oleh anggota;
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
3. Majelis Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah.73

Sementara itu, yang menjadi kewenangan Majelis Pengawas Wilayah telah

ditentukan dalam Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Kewenangan itu meliputi:

a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan


atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis
Pengawas Daerah;
b. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan
masyarakat;
c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah
yang menolak cuti yang diajukan oleh notaris pelapor;
e. Memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun perigatan tertulis;
f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat berupa:
1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan; atau
2) Pemberhentian dengan tidak hormat.

Keputusan Majelis Pengawas Wilayah bersifat fiinal. Setiap keputusan

penjatuhan sanksi dibuatkan berita acara. Untuk memeriksa setiap notaris yang

diduga melanggar Kode Etik maupun peraturan perundang-undangan yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah maka sidangnya bersifat tertutup untuk

umum. Sedangkan notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam

siding tersebut. Disamping mempunyai kewenangan Majelis Pengawas Wilayah

73.
Pasal 72 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
73

juga mempunyai kewajiban. Kewajiban itu meliputi menyampaikan keputusan

dan menyampaikan pengajuan banding dari notaris kepada Majelis Pengawas

Pusat. 74 Keputusan yang disampaikan oleh Majelis Pengawas Wilayah kepada

notaris dan tembusannya kepada Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris

adalah terdiri atas keputusan:

a. Hasil pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas adanya laporan

masyarakat;

b. Pemberian izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;

c. Hasil pemeriksaan dan keputusan atas keputusan Majelis Pengawas Daerah

yang menolak cuti yang diajukan oleh notaris pelapor;

d. Pemberian sanksi berupa teguran lisan atau tertulis; dan

e. Pemberian sanksi terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat.

Pada dasarnya, tidak semua keputusan yang dijatuhkan oleh Majelis

Pengawas Wilayah diterima oleh para notaris, namun notaris yang bersangkutan

mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Notaris yang menolak

keputusan itu, harus mengajukan banding kepada Majelis Pengawas Pusat. Objek

keputusan yang diajukan banding oleh notaris yaitu keputusan yang berkaitan

dengan penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.

C. Majelis Pengawas Pusat

Kedudukan dan struktur Majelis Pengawas Pusat telah ditentukan dalam

Pasal 76 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Majelis

Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara. Keanggotaan

74.
Pasal 75 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
74

Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur Pemerintah Organisasi Notaris, ahli

Ahli atau akademisi yang masing-masing berjumlah 3 (tiga) orang.

Struktur organisasi Majelis Pengawas Pusat terdiri dari:

1. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh
anggota;
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali; dan
3. Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Pusat.75

Sementara itu, yang menjadi kewenangan Majelis Pengawas Pusat telah

ditentukan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris. Kewenangan itu meliputi:

a. Menyelenggarakan siding untuk memeriksa dan mengambil keputusan


dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan;
c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak
hormat kepada menteri.

Pemeriksaan dalam siding Majelis Pengawas Pusat untuk memeriksa dan

mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan

penolakan cuti terhadap notaris maka sidangnya bersifat terbuka untuk umum.

Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan siding Majelis Pengawas

Pusat. Disamping kewenangannya, Majelis Pengawas Pusat juga mempunyai

kewajiban. Kewajiban itu ditentukan dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kewajibannya yaitu, menyampaikan

keputusan tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti kepada

Menteri dan notaris. Tembusan keputusan itu disampaikan kepada Majelis

75.
Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
75

Pengawas Wilayah, Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan; dan Organisasi

Notaris. Apabila notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, maka Majelis

Pengawas Pusat mengusulkan seorang pejabatn sementara notaris kepada menteri,

dan menteri menunjuk notaris yang akan menerima protokol notaris dari notaris

yang diberhentikan sementara.

2.3.3.2 Majelis Kehormatan Notaris

Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Thaun 2004 tentang Jabatan Notaris

sebagai berikut:

(1) Untuk kepentingan proses peradilan penyidik penuntut umum atau


hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris kewenangan pemberian persetujuan pemeriksaan Notaris untuk

kepentingan proses peradilan pada mulanya berada pada Majelis Pengawas

Daerah. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012

tertanggal 28 Mei 2012 yang menghapus frasa “dengan persetujuan Majelis

Pengawas Daerah” pada pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris kewenangan tersebut dihapus. Setelah diundangkannya

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, kewenangan pemberian


76

persetujuan pemeriksaan Notaris untuk kepentingan proses peradilan muncul

kembali dan dibebankan kepada Majelis Kehormatan Notaris.

Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai

kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan

persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan,

atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir

dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang

berada dalam penyimpanan Notaris.76

Peran Majelis Kehormatan Notaris sangat diperlukan untuk memberikan

suatu pembinaan dan perlindungan hukum bagi Notaris agar dapat terhindar dari

permasalahan hukum yang dapat menjatuhkan institusi notaris sebagai lembaga

kepercayaan bagi masyarakat. Kehadiran Majelis Kehormatan Notaris ini

diharapkan dapat memberikan suatu bentuk perlindungan hukum yang optimal

bagi notaris serta dapat memberikan pembinaan secara preventif maupun kuratif

dalam penegakan Undang-Undang Jabatan Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya sebagai pejabat umum.77

Tentang apa yang menjadi tugas dan fungsi syarat dan tata cara

pengangkatan dan pemberhentian struktur organisasi tata kerja dan anggaran

lembaga baru yang bernama Majelis Kehormatan Notaris telah diatur secara lebih

76.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
77.
Dyah Madya Ruth S. N., 2015, Peran Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Dalam
Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Jabatan Publik Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Studi di NTB), Indonesia Notary Community (INC), Bogor,
hal. 36.
77

rinci dalam suatu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.

Majelis Kehormatan Notaris terdiri atas:

A. Majelis Kehormatan Notaris Pusat

Majelis Kehormatan Notaris Pusat dibentuk oleh Menteri dan

berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Majelis Kehormatan Notaris

Pusat beranggotakan 7 (tujuh) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua 1 (satu)

orang wakil ketua dan 5 (lima) orang anggota. Pengusulan anggota Majelis

Kehormatan Notaris Pusat diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Unsur pemerintah diajukan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang


ditunjuk oleh Menteri sebanyak 2 (dua) orang;
b. Unsur Notaris diajukan oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia
sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. Unsur ahli atau akademisi diajukan oleh Dekan Fakultas Hukum
Perguruan Tinggi negeri yang menyelenggarakan Program Magister
Kenotariatan sebanyak 2 (dua) orang.78

Tugas dan fungsi Majelis Kehormatan Pusat tertuang dalam Pasal 17

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris adapun tugas dan fungsinya

yaitu bertugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap Majelis Kehormatan

Wilayah yang berkaitan dengan tugasnya dan mempunyai fungsi untuk melakukan

pengawasan terhadap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.

78.
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
78

B. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah

Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk oleh Direktur Jenderal atas

nama Menteri dan berkedudukan di ibukota Provinsi. Pengusulan anggota Majelis

Kehormatan Notaris Wilayah diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala

Kantor Wilayah dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Unsur pemerintah diajukan oleh Kepala Kantor Wilayah sebanyak 2


(dua) orang;
b. Unsur Notaris diajukan oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris
Indonesia sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. Unsur ahli atau akademisi diajukan oleh Dekan Fakultas Hukum
perguruan tinggi negeri pada wilayah provinsi tersebut sebanyak 2
(dua) orang.79

Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai tugas fungsi

sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis

Kehormatan Notaris. Bunyi pasal tersebut adalah :

(1) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai tugas:


a. Melakukan pemeriksan terhadap permohonan yang diajukan oleh
penyidik penuntut umum, dan hakim; dan
b. Memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan.
Penuntutan, dan proses peradilan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan
pembinaan dalam rangka:
a. Menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan
profesi jabatannya; dan
b. Memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan
kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi Akta.

Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan

keputusaan rapat Majelis Kehormatan Notaris Wilayah meliputi:

79.
Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
79

a. Pemeriksaan terhadap notaris yang dimintakan persetujuan kepada


Majelis Kehormatan Notaris Wilayah oleh penyidik penuntut umum
atau hakim;
b. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat
yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam
penyimpanan notaris; dan
c. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir dalam penyidikan
penuntutan dan proses peradilan yang berkaitan dengan akta atau
protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.80

Selain kewenangan tersebut diatas Majelis Kehormatan Notaris Wilayah

juga dapat mendampingi notaris dalam proses pemeriksaan dihadapan penyidik

terkait dalam hal-hal yang telah disebutkan pada Pasal 27 ayat (1) Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis

Kehormatan Notaris.

Peran MKN sangat diperlukan untuk memberikan suatu pembinaan dan

perlindungan hukum bagi notaris agar dapat terhindar dari permasalahan hukum

yang dapat menjatuhkan institusi notaris sebagai lembaga kepercayaan bagi

masyarakat. Kehadiran MKN diharapkan dapat memberikan suatu bentuk

perlindungan hukum yang optimal bagi notaris serta dapat memberikan

pembinaan secara preventif maupun reaktif dan kuratif dalam penegakan UUJN

dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum. Bersifat preventif

berarti menjaga dan mencegah agar notaris tidak terlibat dalam suatu

permasalahan hukum. Sementara reaktif berarti MKN baru bertindak apabila

terdapat permohonan dari penyidik penuntut umum dan hakim sebagai akibat

timbulnya pemasalahan hukum terkait notaris dan/atau produk hukum yang

80.
Pasal 20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
80

dihasilkan notaris. Kuratif berarti MKN memiliki kewenangan untuk memeriksa

dan mendudukan permsalahan hukum yang sebenarnya terjadi apabila timbul

sengketa dan/atau tindak pidana yang melibatkan notaris atau produk hukum yang

dibuat oleh notaris. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah memiliki diskresi untuk

menolak atau menyetujui permohonan yang diajukan oleh penyidik penuntut

umum dan hakim berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis

Pemeriksa.

2.3.4 Lembaga yang Berwenang Mengawasi Notaris Berdasarkan Kode Etik


Notaris

2.3.4.1 Dewan Kehormatan Notaris

Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan perkumpulan yang dibentuk

dan berfungsi menegakkan kode etik harkat dan martabat notaris yang bersifat

mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya dalam perkumpulan. Dewan kehormatan terdiri atas:

a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat Nasional;


b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat Propinsi;
c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota. 81

Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan

menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota biasa (dari

notaris aktif) Perkumpulan terhadap pelanggaran norma norma susila atau

perilaku yang merendahkan harkat dan martabat notaris atau perbuatan yang dapat

mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap notaris. 82 Dewan Kehormatan

Pusat berwenang pula untuk memberikan izin rekomendasi disertai usulan

81.
Pasal 1 angka 8 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
82.
Pasal 6 angka 3 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
81

pemecatan sebagai notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia 83 dan berhak serta berwenang pula untuk memberikan


84
penerangan kepada anggota dan masyarakat tentang Kode Etik. Dewan

Kehormatan Notaris memiliki beberapa kewajiban sebagai berikut:

a. Wajib memanggil secara tertulis anggota yang diduga melakukan

pelanggaran Kode Etik untuk memastikan dan memberikan kesempatan

kepada yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan.

b. Wajib untuk mengambil keputusan atas hasil pemeriksaan sekaligus

menentukan sanksi terhadap pelanggarnya apabila terbukti ada

pelanggaran yang nantinya akan dituangkan dalam Surat Keputusan.

c. Apabila anggota yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran

maka anggota tersebut dipulihkan namanya dengan Surat Keputusan dan

Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan surat tersbeut

kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya

kepada Pengurus Pusat. Dewan Kehormatan Pusat Pengurus Wilayah

Dewan Kehormatan Wilayah Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan

Daerah.

d. Dewan Kehormatan yang memutus sanksi setelah menerima surat

tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/fotocopy

berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

83.
Pasal 6 angka 8 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
84.
Pasal 15 angka 1 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
82

e. Wajib memanggil anggota yang mengajukan banding setelah menerima

permohonan banding untuk didengan keterangannya dan diberi

kesempatan untuk membela diri dalam siding Dewan Kehormatan Pusat.

f. Dewan Kehormatan Pusat wajib memutuskan permohonan banding setelah

anggota yang bersangkutan diperiksa pada sidang terakhir.

g. Apabila anggota yang bersangkutan dipanggil namun tidak hadir maka

Dewan Kehormatan Pusat tetap akan memutuskan dan wajib mengirimkan

Surat Keputusan kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan

tembusannya kepada Pengurus Pusat Pengurus Wilayah Dewa

Kehormatan Wilayah Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

h. Dewan Kehormatan yang memutus sanksi setelah menerima surat

tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/fotocopy

berkas pemeriksaan kepada Presidium Kongres melalui Sekretariat

Pengurus Pusat.

2.4 Ketentuan Sanksi Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode


Etik Notaris

Sanksi merupakan alat pemaksa, selain hukuman, juga untuk mentaati

ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian. Sanksi juga diartikan

sebagai alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian. Sanksi

sendiri dapat diartikan sebagai wujud dari dampak serta akibat dari suatu

perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan dan tentu saja tindakan tersebut

merupakan suatu tindakan yang tidak wajar atau bukan sebagaimana mestinya

atau bertentangan dengan sesuatu yang telah diatur. Sanksi merupakan alat

kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai
83

reaksi terhadap ketidakpatuhan pada norma hukum. Dengan demikian unsur-unsur

sanksi menurut Kode Etik Notaris sanksi adalah suatu hukuman yang

dimaksudkan sebagai sarana upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin

anggota perkumpulan maupun organ lain yang memangku dan menjalankan

jabatan notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi. Hal ini

berarti suatu sanksi dapat dijatuhkan atau diberikan jika terdapat adanya suatu

pelanggaran pada aturan yang ada. Suatu sanksi timbul dikarenakan adanya suatu

kewajiban yang melekat pada suatu jabatan dan layaknya suatu kewajiban yang

wajib dilakukan dalam hal ini oleh notaris yang mana jika notaris melanggar

aturan mengenai kewajibannya tersebut maka dia akan mendapatkan sanksi atas

tindakannya tersebut.

Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting dalam hukum dan

tiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi pada akhir aturan

hukum tersebut. Pembebanan sanksi di Indonesia tidak hanya terdapat dalam

bentuk undang-undang, tetapi bisa dalam bentuk peraturan lain, seperti keputusan

menteri ataupun bentuk lain dibawah undang-undang. Pencantuman sanksi dalam

berbagai aturan hukum tersebut merupakan kewajiban yang harus dicantumkan

dalam tiap aturan hukum.

Pengaturan mengenai sanksi terhadap notaris didalam Undang-Undang

Jabatan Notaris diatur didalam Pasal 84 dan Pasal 85. Ketentuan sanksi dalam

Pasal 84 tersebut dapat dikategorikan sebagai sanksi yang bersifat perdata karena

sanksinya berupa memberikan ganti rugi biaya-biaya tertentu ataupun bunga

kepada pihak yang dirugikan pasal 84 tersebut berbunyi sebagai berikut:


84

Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i Pasal 16 ayat (1)
huruf k Pasal 41 Pasal 44 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 atau Pasal
52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal
demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian
untuk menuntut penggantian biaya ganti rugi dan bunga kepada Notaris.

Dalam ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut

ditentukan ada dua jenis sanksi perdata yaitu aktanya hanya mempunyai kekuatan

pembuktian dibawah tangan atau bisa juga akta tersebut menjadi batal demi

hukum sedangkan ketentuan mengenai sanksi pada Pasal 85 Undang-Undang

Jabatan Notaris dapat dikategorikan sebagai sanksi yang bersifat administratif.

Rumusan Pasal 85 tersebut berbunyi sebagai berikut:

Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Pasal 16 ayat


(1) huruf a Pasal 16 ayat (1) huruf b pasal 16 ayat (1) huruf c Pasal 16 ayat
(1) huruf d Pasal 16 ayat (1) huruf e Pasal 16 ayat (1) huruf f Pasal 16 ayat
(1) huruf g Pasal 16 ayat (1) huruf h Pasal 16 ayat (1) huruf i Pasal 16 ayat
(1) huruf j Pasal 16 ayat (1) huruf k Pasal 17 Pasal 20 Pasal 27 Pasal 32
Pasal 37 Pasal 54 Pasal 58 Pasal 59 dan/atau Pasal 63 dapat dikenai sanksi
berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Pemberhentian sementara;
d. Pemberhentian dengan hormat;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat.

Sanksi-sanksi yang terdapat dalam pasal tersebut diatas berlakunya secara

berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian secara tidak

hormat. Teguran baik lisan maupun tulisan hanyalah merupakan tahap awal untuk

masuk kepada wujud sanksi yang sebenarnya yaitu pemberhentian sementara

pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Pasal 9

ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan alasan Notaris

diberhentikan sementara dari jabatannya yaitu karena dalam proses pailit atau
85

penundaan kewajiban pembayaran utang, berada dibawah pengampuan,

melakukan perbuatan tercela, melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan

larangan. Jabatan. Sedangkan alasan notaris dapat diberhentikan dari jabatannya

dengan hormat diuraikan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris

yaitu:

Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan
tugas jabatan notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Sanksi administratif yang terakhir adalah pemberhentian dengan tidak

hormat, alasan notaris dikenakan sanksi ini diuraikan dalam Pasal 12 dan Pasal

13 Undang-Undang Jabatan Notaris menurut pasal 12 yaitu:

Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri


atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:
a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. berada dibawah pengampuansecara terus menerus lebih dari 3 (tiga)
tahun;
c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat
jabatan Notaris; atau
d. melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan
jabatan.

Pasal 13 Undang-Undang Jabatan Notaris juga menguraikan hal yang

sama dengan Pasal 12 Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu alasan notaris dapat

diberhentikan dengan tidak hormat yaitu Notaris diberhentikan dengan tidak

hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan


86

Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Sanksi yang diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Jabatan

Notaris merupakan sanksi terhadap notaris yang berkaitan dengan akta yang

dibuat dihadapan dan oleh notaris. Hal ini berarti bahwa setiap notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya harus memperhatikan aturan-aturan dan

persyaratan-persyaratan tertentu karena jika tidak akan terdapat sanksi yang akan

didapat oleh notaris yang mengabaikan aturan-aturan yang ada. Penjatuhan

sanksi-sanksi atas pelanggaran kedua pasal tersebut dijatuhkan oleh Majelis

Pengawas.

Sanksi terhadap notaris yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan

Notaris tidak hanya berupa sanksi perdata atau sanksi administratif sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 84 dan Pasal 85, akan tetapi notaris juga dapat

dikenakan sanksi yang lain seperti sanksi pidana dan sanksi Kode Etik. Sanksi

pidana dapat dikenakan kepada notaris jika notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya telah memenuhi unsur-unsur delik tertentu suatu tindak pidana

berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan sanksi

Kode Etik diatur dalam Kode Etik Notaris pada Pasal 6 yaitu sebagai berikut:

1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran


Kode Etik dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;
d. pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan;
e. pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
2. Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai diatas terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas
pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.
87

Sanksi ini dapat dikenakan terhadap notaris yang melanggar ketentuan

Kode Etik Jabatan Notaris dan sanksi tersebut dijatuhkan oleh Dewan

Kehormatan Notaris. Mengenai pemecatan sementara dalam Kode Etik diatur

dalam Pasal 13 yang menyebutkan bahwa:

Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata


cara maupun penjatuhan sanksi; maka terhadap seorang anggota
perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris dan
dikenakan sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian
dengan tidak hormat; sebagai notaris oleh instansi yang berwenang; maka
anggota yang bersangkutan berakhir keanggotannya dalam Perkumpulan.

Anda mungkin juga menyukai