BAB II
2.1 Notaris
Latin), yakni nama yang diberikan pada orang-orang Romawi dimana tugasnya
menjalankan pekerjaan menulis pada masa itu. Ada juga pendapat mengatakan
bahwa nama “notaries” itu berasal dari perkataan “nola litcraria”, yang berarti
yang mengikat selain alat bukti saksi, sehingga notaris mempunyai peranan yang
sangat penting dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum
ini :
48.
Notodisoerjo, Soegondo. R, 1999, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan,
Rajawali Jakarta, hal. 13.
49.
H. Salim HS., 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan
Notaris, Bentuk dan Minuta Akta), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33.
41
42
dirumuskan:
Ada dua hal yang tercantum dalam pasal ini, yaitu kedudukan notaris dan
Indonesia), yaitu sebagai Pejabat Umum. Pejabat Umum, yaitu orang yang
notaris dalam ketentuan ini yaitu, untuk membuat akta autentik maupun akta-akta
reformasi yang ditandai dengan adanya tuntutan perubahan dalam seluruh aspek
kehidupan, yang salah satu persoalan penting adalah tuntutan reformasi di bidang
penerapan sanksi hukum, akan tetapi juga penataan kembali berbagai produk
50.
Salim HS., 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris,
Bentuk dan Minuta Akta), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33.
43
Het Notaris Ambt in Indonesia yang mengatur mengenai jabatan notaris tidak
sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sekarang ini.
Maka, setelah berlakunya UUJN, maka segala peraturan yang mengatur tentang
hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu,
sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat
51.
Tan Thong Kie, op.cit, hal. 159.
44
3. Kode Etik Notaris, Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (Banten, 29-
30 Mei 2015) dalam Bab I ketentuan umum pada pasal 1 angka 4, bahwa yang
dimaksud dengan notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan
diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat
Meskipun disebut sebagai pejabat umum, namum notaris bukanlah pegawai negeri
tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari
ciri pokok. Pertama, bekerja secara bertanggungjawab (dapat dilihat dari mutu dan
melanggar hak pihak manapun). Ketiga, bekerja tanpa pamrih demi kepentingan
klien dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama anggota profesi dan
harus berpegang teguh pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik
Notaris, sebab tanpa itu harkat dan martabat professionalisme akan hilang.
melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri pada zaman
tersebut tidaklah sama dengan fungsi notaris pada saat ini. 53 Sedangkan istilah
Openbare Ambtenaren dapat dikatakan sebagai pejabat umum. Jika dilihat dari
segi etimologi bahasa, maka dapat diartikan bahwa pejabat umum adalah pejabat
52 .
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, hal.16.
53.
ibid, hal. 8.
54 .
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 57.
55.
Marjanne Ternoshuizen, 2002, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta,
hal. 21.
56.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal.16.
46
yang diangkat oleh pemerintah serta memiliki kewenangan tertentu dalam suatu
lingkungan pekerjaan yang tetap (karena memangku suatu jabatan) yang berkaitan
Amtbtenaren juga dipertegas dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan Pasal
bahwa :57
Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu, di tempat dimana akta itu dibuat.
Pasal 1 angka (1) UUJN menyebutkan : Notaris adalah Pejabat Umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
57.
G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 31.
47
tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Dengan demikian notaris dalam menjalankan tugasya harus tunduk pada kedua
undang-undang tersebut.
yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara
Hoge Raad (H.R) dalam Arrest tanggal 30 Januari 1911 mengatakan bahwa
kepentingan/kegunaan dari setiap orang atau mereka yang bekerja pada badan
publik, misalnya Negara, propinsi atau kotapradja, yang mewakilkan badan itu
didalam menjalankan tugasnya dan menjalankan kekuasaan yang ada pada badan
itu, jadi Notaris adalah pejabat umum tapi bukan Pegawai Negeri; Notaris tidak
58.
Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for ocumentation
and Studies of Business Law, Yogyakarta, hal. 35.
48
adalah dengan membuat akta otentik. Akta otentik diperlukan oleh masyarakat
untuk kepentingan pembuktian sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh. Hal-
hal yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima benar, kecuali dapat
dibuktikan hal yang sebaliknya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam
yaitu :
1. Sebagai jabatan
yang mengatur jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan
sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat
oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu atau kewenangan tertentu
hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak
tercantung dalam UUJN Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3). Menurut Pasal 15 ayat (1)
UUJN, wewenang notaris adalah membuat akta. Pasal 15 ayat (3) UUJN
lain yang akan datang (ius constituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut,
jika notaris melakukan perbuatan diluar kewenangannya, maka produk atau akta
notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan.
melalui Menteri. Hal ini diatur dalam Pasal 2 UUJN. Dalam hal ini oleh Menteri
yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh
menerima gaji dan pensiunan dari pemerintah karena notaris bukan bagian
memerlukan dokumen hukum tertulis berupa akta otentik dalam bidang hukum
secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata akta yang
dibuatnya tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum
masyarakat.59
1. Pejabat umum
Menurut Kamus Hukum salah satu arti dari Ambtenaren adalah Pejabat.
59.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal. 15-16.
51
yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan
Notaris adalah pejabat umum, namun jika dikaitkan dengan tugas dan
umum. Hal ini dipertegas pula oleh Pasal 1868 KUHPerdata bahwa notaris
untuk mengseahkan suatu akta yang dibuat oleh pihak-pihak yang menghadap
60 .
Saleh Adiwinata, A. Teloeki, H. Boerhanoeddin St. Batoeah, 1999, Kamus Istilah
Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, Binacipta, Jakarta, hal. 363.
52
3. Otentik
Akta otentik, yaitu suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-
undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu ditempat dimana akta dibuatnya (Pasal 1868 KUHPerdata). Dengan demikian :
dikualifikasikan sebagai suatu akta otentik jika akta tersebut dibuat dalam bentuk
umum, dan pejabat umum tersebut harus memiliki kewenangan untuk itu
notaris mempunyai kewenangan untuk membuat suatu akta otentik, akta otentik
juga dibuat oleh pejabat lain selain notaris yaitu, pejabat pembuat akta tanah
dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata, untuk keperluan tersebut
diberikan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh Notaris dan minuta atas akta
tersebut menjadi milik Negara yang harus disimpan sampai batas waktu yang
jabatan seperti itu, maka notaris memakai lambing negara, yaitu Burung Garuda.
53
rakyat yang memerlukan bukti atau dokumen hukum berbentuk akta autentik yang
diakui oleh negara sebagai bukti yang sempurna. Otensitas akta notaris bukan
pada kertasnya, akan tetapi akta yang dimaksud dibuat oleh atau dihadapan notaris
sebagai Pejabat Umum dengan segala kewenangannya atau dengan perkataan lain
akta yang dibuat notaris mempunyai sifat autentik, bukan karena undang-undang
menetapkan sedemikian, akan tetapi oleh karena akta itu dibuat oleh atau
KUHPerdata.61
dalam sistem hukum Indonesia cukup luas. Tidak hanya membuat akta autentik
1. Akta autentik;
3. Menyimpan akta;
61.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal. 42.
62.
Supriadi, 2006, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 37.
54
4. Memberikan grosse;
5. Salinan akta;
6. Kutipan akta;
8. Waarmeking;
dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap
buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau
tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i
atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar
wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada
minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat
pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi
khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.
prohibition for notary, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan verbod
voor notaris merupakan aturan yang memerintahkan kepada notaris untuk tidak
yang berlaku. Larangan bagi notaris telah ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1)
56
berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
Kewajiban dan larangan notaris tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Kode
Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada
tanggal 29-30 Mei 2015 di Banten. Kode Etik Notaris mengacu pada Undang-
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Kewajiban dan larangan notaris secara
Seperti yang telah dibahas diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris hasil
Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tahun 2015 yang
Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun larangan untuk profesi dapat
Notaris;
berlaku;
58
alasan tertentu;
mendapatkan klien;
pekerjaan/pembuatan akta.
Negara;
g. Dilarang untuk melakukan usaha atau upaya dengan jalan apapun, agar
padanya;
Keputusan-keputusan Perkumpulan;
d. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia;
kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang
Notaris lain;
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di
membahayakan klien;
berpartisipasi.
Kode Etik yang telah ditetapkan oleh Kongres INI wajib dilaksanakan oleh
notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang
harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk
memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, notaris harus mengikuti
tingkah laku yang ditetapkan bersama oleh anggota notaris dan menjadi kewajiban
bersama oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.
para nasabah atau klien kepada dokter, akuntan, pengacara dan Notaris. 63
Kemudian pengertian itu meluas menjadi uang imbalan atau jasa atau hasil
pekerjaan seseorang yang tidak berupa gaji tetap. Honorarium hanya diberikan
undangan, sehingga honorarium itu berarti imbalan atas jasa yang diterima oleh
pekerja profesi dan ketentuannya telah diatur melalui suatu regulasi hukum.
diberhentikan oleh pemerintah, tetapi tidak mendapat gaji dari pemerintah atau
uang pensiun dari pemerintah, sehingga honorarium yang diterima notaris sebagai
pendapatan pribadi notaris yang bersangkutan. Honorarium ini hak notaris, artinya
orang yang telah membutuhkan jasa notaris wajib membayar honorarium notaris,
cuma untuk mereka yang tidak mampu memberikan honorarium kepada notaris.
Pengaturan mengenai honorarium atau imbalan atas jasa notaris dalam hal
63.
Habib Adjie, 2008, op.cit, hal. 108.
62
(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh notaris didasarkan pada nilai
ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari
objek setiap akta sebagai berikut:
a. Sampai dengan 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen
gram mas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah
2,5% (dua koma lima persen);
b. di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) honorarium yang diterima
paling besar 1,5% (satu koma lima persen); atau
c. di atas Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) honorarium yang
diterima didasarkan kesepakatan antara notaris dengan para pihak,
tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan
aktanya.
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap
akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp.5000.000,00
(lima juta rupiah).
ketentuan atas honorarium yang berhak diperoleh oleh notaris atas jasa yang
diberikannya. Sedangkan didalam pasal tersebut juga dinyatakan cukup jelas atas
uraian pasal tersebut; hanya terdapat sedikit penjelasan mengenai Pasal 36 ayat (4)
bahwa akta yang memiliki nilai sosiologis atau memiliki fungsi sosial berdasarkan
pendirian yayasan; akta pendirian sekolah; akta tanah wakaf; akta pendirian
rumah ibadah; atau akta pendirian rumah sakit. Bila dilihat pengaturan mengenai
honorarium hanya dalam satu pasal saja dan mengatur mengenai standar
honorarium atas jasa yang diberikannya, akan tetapi penetapan tarif jasa notaris
baik dibawah maupun diatas standar yang telah ditetapkan secara tidak langsung
para pihak atau penghadap dan notaris, meskipun demikian penetapan honorarium
sangat bergantung pada nilai ekonomis akta. Semakin besar pencantuman nilai
nominal pada akta akan menentukan jumlah honorarium yang harus dibayarkan
oleh penghadap atau para pihak. Terkait dengan jumlah honorarium yang harus
batasan tertinggi.
Honorarium merupakan hak daripada notaris sebagai imbalan atas jasa dan
dapat dilihat dari latar belakang akta yang dibuat untuk kepentingan kliennya.
Akta yang memiliki nilai ekonomis akan berbeda dengan akta yang memiliki nilai
sosial. Semakin tinggi nilai ekonomis suatu akta akan mempengaruhi nilai
honorarium. Perbedaan nilai ekonomis dan sosial terhadap akta akan sangat
menetapkan honorarium.
dalam Kode Etik Notaris. Berbeda dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang
64
maksimal yang boleh ditetapkan oleh Notaris dalam suatu transaksi tetapi tidak
mengatur mengenai tarif minimal yang boleh ditetapkan dalam dalam suatu
transaksi. Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan bagi notaris untuk
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat (14) bahwa Notaris dan orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib melaksanakan dan
Hal ini berarti bahwa perkumpulan telah membuat suatu aturan yang berkaitan
Selain pasal tersebut dalam Pasal 4 ayat (10) Kode Etik Notaris juga
jabatan Notaris) dilarang menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien
dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan
Perkumpulan”. Dari ketentuan pasal tersebut terlihat bahwa Kode Etik Notaris
notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka melihat dan
maka notaris akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Pengawasan notaris
berhasil guna. 64 Pada dasarnya pengertian dasar dari suatu pengawasan adalah
segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang
sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang
semestinya atau tidak. 65 Di dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
64 .
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 2003, Hukum Administrasi
Pemerintahan di Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 233.
65 .
Sujamto, 2010, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung,
hal. 63.
66.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun
2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.
67.
Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 311.
66
pelaksanaan kerja dari yang diawasi. Notaris dikonsepkan sebagai orang yang
dan kewenangan lainnya yang telah ditentukan oleh undang-undang lain. Yang
menjadi tujuan pokok pengawasan adalah agar segala hak dan kewenangan
senantiasa dilakukan diatas jalur yang telah ditentukan, bukan saja jalur hukum
tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan
hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Sisi lain dari pengawasan terhadap
notaris adalah aspek perlindungan hukum bagi notaris didalam menjalankan tugas
menjunjung tinggi martabat jabatannya. Ini berarti notaris harus selalu menjaga
68.
Ibid., hal. 70.
69.
Endang Purnamaningsih, 2015, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan
Perjanjian Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Adi I : Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 2, hal.
326.
67
yang berdasarkan Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris serta
menjalankan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku bagi pembuatan suatu akta
otentik, selain itu agar notaris menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan
notaris pada zaman Hindia Belanda, yaitu Staattsblaad 1860 Nomor 3 Peraturan
Pengaturan tentang pengawasan notaris dalam Stb. Dimuat dalam Bab V, dengan
70 .
L. Sumartini, 2001, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional
tentang Hukum Acara Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, hal. 35-36.
71.
G.H.S Lumban Tobing, , Op.cit, hal. 301.
68
notaris dalam kedua undang-undang itu terdiri atas 15 (lima belas) pasal, yaitu
dari Pasal 67 sampai dengan Pasal 81. Ke-15 (lima belas) pasal tersebut berkaitan
didalam peraturan Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya
akan disebut Kode Etik adalah kaidah morah yang ditentukan oleh Perkumpulan
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan
yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan
dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di
menjalankan jabatan.
Pengawasan notaris di dalam Kode Etik Notaris, hanya diatur dalam satu
pasal, yaitu pada Bab V Bagian Pertama (Pengawasan) Pasal 7 yang memuat
Kehormatan Notaris.
69
dalam Pasal 67 ayat (1) UUJN. Di dalam ketentuan ini disebutkan bahwa
pengawasan atas notaris dilakukan oleh Menteri. Menteri yang dimaksud dalam
ketentuan ini, yaitu Menteri Hukum dan HAM. Di dalam melakukan pengawasan,
Menteri Hukum dan Ham membentuk Majelis Pengawas Notaris atau disebut
Wilayah, dan Majelis Pengawas Pusat. Yang menjadi subjek yang diawasi oleh
Majelis Pengawas yaitu, notaris, notaris pengganti, dan pejabat sementara notaris.
Pengawas Daerah terdiri dari unsur pemerintahan, organisasi notaris, ahli atau
1. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh
anggota;
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali; dan
3. Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.72
bersangkutan;
5. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada saat serah terima
protokol notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
72 .
Pasal 69 ayat (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
71
Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; dan
orang.
72
1. Ketua dan Wakil ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan
oleh anggota;
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
3. Majelis Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah.73
ditentukan dalam Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
penjatuhan sanksi dibuatkan berita acara. Untuk memeriksa setiap notaris yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah maka sidangnya bersifat tertutup untuk
umum. Sedangkan notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam
73.
Pasal 72 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
73
notaris dan tembusannya kepada Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris
masyarakat;
b. Pemberian izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
Pengawas Wilayah diterima oleh para notaris, namun notaris yang bersangkutan
keputusan itu, harus mengajukan banding kepada Majelis Pengawas Pusat. Objek
keputusan yang diajukan banding oleh notaris yaitu keputusan yang berkaitan
74.
Pasal 75 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
74
Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur Pemerintah Organisasi Notaris, ahli
1. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh
anggota;
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali; dan
3. Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Pusat.75
penolakan cuti terhadap notaris maka sidangnya bersifat terbuka untuk umum.
Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan siding Majelis Pengawas
keputusan tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti kepada
75.
Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
75
dan menteri menunjuk notaris yang akan menerima protokol notaris dari notaris
sebagai berikut:
Pengawas Daerah” pada pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir
dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang
suatu pembinaan dan perlindungan hukum bagi Notaris agar dapat terhindar dari
bagi notaris serta dapat memberikan pembinaan secara preventif maupun kuratif
Tentang apa yang menjadi tugas dan fungsi syarat dan tata cara
lembaga baru yang bernama Majelis Kehormatan Notaris telah diatur secara lebih
76.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
77.
Dyah Madya Ruth S. N., 2015, Peran Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Dalam
Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Jabatan Publik Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Studi di NTB), Indonesia Notary Community (INC), Bogor,
hal. 36.
77
rinci dalam suatu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Pusat beranggotakan 7 (tujuh) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua 1 (satu)
orang wakil ketua dan 5 (lima) orang anggota. Pengusulan anggota Majelis
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris adapun tugas dan fungsinya
Wilayah yang berkaitan dengan tugasnya dan mempunyai fungsi untuk melakukan
78.
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
78
sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis
79.
Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
79
terkait dalam hal-hal yang telah disebutkan pada Pasal 27 ayat (1) Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis
Kehormatan Notaris.
perlindungan hukum bagi notaris agar dapat terhindar dari permasalahan hukum
pembinaan secara preventif maupun reaktif dan kuratif dalam penegakan UUJN
berarti menjaga dan mencegah agar notaris tidak terlibat dalam suatu
terdapat permohonan dari penyidik penuntut umum dan hakim sebagai akibat
80.
Pasal 20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
80
sengketa dan/atau tindak pidana yang melibatkan notaris atau produk hukum yang
dibuat oleh notaris. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah memiliki diskresi untuk
umum dan hakim berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis
Pemeriksa.
dan berfungsi menegakkan kode etik harkat dan martabat notaris yang bersifat
menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota biasa (dari
perilaku yang merendahkan harkat dan martabat notaris atau perbuatan yang dapat
81.
Pasal 1 angka 8 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
82.
Pasal 6 angka 3 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
81
pemecatan sebagai notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Daerah.
83.
Pasal 6 angka 8 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
84.
Pasal 15 angka 1 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.
82
Surat Keputusan kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan
Pengurus Pusat.
ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian. Sanksi juga diartikan
sebagai alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian. Sanksi
sendiri dapat diartikan sebagai wujud dari dampak serta akibat dari suatu
perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan dan tentu saja tindakan tersebut
merupakan suatu tindakan yang tidak wajar atau bukan sebagaimana mestinya
atau bertentangan dengan sesuatu yang telah diatur. Sanksi merupakan alat
kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai
83
sanksi menurut Kode Etik Notaris sanksi adalah suatu hukuman yang
dimaksudkan sebagai sarana upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin
jabatan notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi. Hal ini
berarti suatu sanksi dapat dijatuhkan atau diberikan jika terdapat adanya suatu
pelanggaran pada aturan yang ada. Suatu sanksi timbul dikarenakan adanya suatu
kewajiban yang melekat pada suatu jabatan dan layaknya suatu kewajiban yang
wajib dilakukan dalam hal ini oleh notaris yang mana jika notaris melanggar
aturan mengenai kewajibannya tersebut maka dia akan mendapatkan sanksi atas
tindakannya tersebut.
tiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi pada akhir aturan
bentuk undang-undang, tetapi bisa dalam bentuk peraturan lain, seperti keputusan
Jabatan Notaris diatur didalam Pasal 84 dan Pasal 85. Ketentuan sanksi dalam
Pasal 84 tersebut dapat dikategorikan sebagai sanksi yang bersifat perdata karena
ditentukan ada dua jenis sanksi perdata yaitu aktanya hanya mempunyai kekuatan
pembuktian dibawah tangan atau bisa juga akta tersebut menjadi batal demi
berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian secara tidak
hormat. Teguran baik lisan maupun tulisan hanyalah merupakan tahap awal untuk
diberhentikan sementara dari jabatannya yaitu karena dalam proses pailit atau
85
dengan hormat diuraikan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris
yaitu:
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan
tugas jabatan notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
hormat, alasan notaris dikenakan sanksi ini diuraikan dalam Pasal 12 dan Pasal
sama dengan Pasal 12 Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu alasan notaris dapat
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Notaris merupakan sanksi terhadap notaris yang berkaitan dengan akta yang
dibuat dihadapan dan oleh notaris. Hal ini berarti bahwa setiap notaris dalam
persyaratan-persyaratan tertentu karena jika tidak akan terdapat sanksi yang akan
Pengawas.
Notaris tidak hanya berupa sanksi perdata atau sanksi administratif sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 84 dan Pasal 85, akan tetapi notaris juga dapat
dikenakan sanksi yang lain seperti sanksi pidana dan sanksi Kode Etik. Sanksi
pidana dapat dikenakan kepada notaris jika notaris dalam menjalankan tugas
Kode Etik diatur dalam Kode Etik Notaris pada Pasal 6 yaitu sebagai berikut:
Kode Etik Jabatan Notaris dan sanksi tersebut dijatuhkan oleh Dewan