Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN JABATAN DAN ETIKA PROFESI NOTARIS

“PEJABAT UMUM DAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM”

Makalah

KELOMPOK 1

Ade Septyana : 22302022021

Kristin Riti : 22302022026

Robert Dicky Syahputra : 22302022040

Siti Noor Auliya Balqis : 22302022019

Sulthan Hafizh : 22302022018

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2024
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

A. Pengertian Pejabat Umum dan Notaris Sebagai Pejabat Umum 1

B. Dasar Hukum 3

C. Istilah Kenotariatan 5

D. Kode Etik 9

Kesimpulan 13

Daftar Pustaka 14

ii
A. Pengertian Pejabat Umum dan Notaris Sebagai Pejabat Umum

Pejabat Umum merupakan terjemahan dari istilah openbare amtbtenaren yang

dalam pengartiannya ini dibagi menjadi dua kata yaitu “openbare” artinya “publik” dan

“amtbtenaren” yang memiliki arti “pejabat”. Dengan demikian openbare amtbtenaren

adalah pejabat yang mempunyai tugas yang bertalian dengan kepentingan publik,

sehingga tepat jika openbare ambtenaren diartikan sebagai pejabat publik. Pejabat

umum merupakan suatu jabatan yang diberikan kepada mereka yang diberi wewenang

oleh aturan hukum dalam pembuatan akta otentik untuk melayani kebutuhan publik.

Sebagaimana Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan

bahwa :

“suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat.”
Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta

otentik yang melayani kepentingan publik dan dari kualifikasi itu hanya diberikan

kepada Notaris. Notaris masuk di Indonesia diawali pada permulaan abad ke-17 yang

dikenal dengan nama “Republik der Verenigde Nederlanden” dengan hadirnya “Oost

Ind. Compagnie” di Indonesia. Pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchoir Kerchem

diangkat sebagai Notaris pertama di Indonesia, Melchoir Kerchem merupakan seorang

sekretaris College van Schenpenen, yang bertugas menjadi seorang Notaries Publicus.

Keberadaan Melchoir Kerchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga

Eropa dan Timur Asing dalam membutan dokumen legal di Ibu Kota. Kepadanya

ditugaskan untuk menjalankan pekerjaan itu sesuai dengan sumpah setia yang

diucapkan pada waktu pengangkatannya di hadapan Baljuw di kasteel Batavia.1

1
M. Syahrul Borman, 2019. Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat umum Dalam Perspektif Undang-
Undang Jabatan Notaris. Jurnal Hukum dan Kenotariatan. 3 (1). hlm. 77.

1
Notaris dalam bahasa Inggris disebut dengan notary, sedangkan dalam bahasa

belanda disebut dengan van notaris. Notaris mempunyai penaran yang sangat penting

dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum keperdataan, karena notaris

berkedudukan sebagai pejabat publik yang mempunyai kewenangan untuk membuat

akta dan kewenangan lainnya.2 Notaris itu bersifat “nota literaria” artinya tanda tulisan

atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan ungkapan

kalimat yang disampaikan nara sumber. Tanda atau karakter yang dimaksud adalah

tanda yang dipakai dalam penulisan cepat (stenografie).3

Pengertian Notaris sebagai Pejabat Umum dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa :

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik

dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini

atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Jabatan Notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat umum (private notary) yang

ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat akan alat

bukti otentik yang memberikan kepastian hubungan hukum di bidang keperdataan.

Sehingga, sepanjang alat bukti otentik tetap diperlukan oleh sistem hukum negara maka

Jabatan Notaris akan tetap diperlukan eksistensinya di masyarakat.

Persoalan dalam ranah hukum privat di Indoensia ditangani oleh pejabat umum

bukan pejabat negara ataupun pejabat pemerintahan. Apabila dilihat dari segi

pemangku jabatannya, pejabat umum di Indonesia dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu

yang dipangku oleh Non Pegawai Negeri Sipil (Non PNS) dan yang dipangku oleh

PNS. Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang Kelas II
2
Salim H.S., 2015. Teknik Pembuatan Suatu akta (konsep Teoritis, Kewenangan Notarism bentuk dan
Minuta Akta). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hlm 33.
3
M. Syahrul Borman, Loc.Cit.

2
merupakan pejabat umum yang dijabat oleh Non PNS, sedangkan Pejabat Lelang Kelas

I (Pejabat Direktorat Keuangan Negara) dan catatan sipil disandang oleh PNS.4

B. Dasar Hukum

Notaris sebagai Pejabat Umum diberikan kepadanya kewenangan untuk membuat

akta otentik. Pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, mengartikan bahwa Notaris sebagai

Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sebagaimana

kewenangannya ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menyatakan bahwa :

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangn
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta
autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberika
grosse, salinan dan kutipa Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.”
Untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai

“pejabat umum”. Merujuk pada rumusan UUJN tersebut, maka dapat dipahami bahwa

pejabat umum adalah orang yang menjalankan fungsi publik dari negara, khususnya di

bidang hukum perdata. Pejabat umum merupakan seseorang yang diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani

publik dalam hal-hal tertentu karena ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang

bersumber pada kewibawaan dari pemerintah. Dalam jabatannya tersimpul suatu sifat

atau ciri khas yang membedakannya dengan jabatan-jabatan lainnya dalam masyarakat.

Notaris sebagai pejabat publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum

kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya

kepastian hukum dalam masyarakat.

4
Rusdianto Sesung, 2017. Pemisahan Jabatan Pejabat Umum Di Indonesia. Universitas Narotama. 22
(3). hlm. 203

3
Pemberian kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan

wewenang Notaris. Menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN bahwa Notaris berwenang

membuat akta otentik, sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pemberian wewenang kepada pejabat atau

instansi lain, seperti Kantor Catatan Sipil, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai

Pejabat Umum tapi hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika

membuat akta-akta yang ditentukan oleh aturan hukum, dan kedudukan mereka tetap

dalam jabatannya seperti semula sebagai Pegawai Negeri.

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dalam melaksanakan sebagian

fungsi publik dari negara dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum khususnya

dalam bidang hukum perdata, walaupun diangkat oleh Menteri notaris bukanlah

pegawai negeri yang menerima gaji dari negara. Pelayanan dalam kepentingan umum

memuat pelayanan dalam bidang pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang dibebankan

kepada notaris, yang melekat predikat sebagai pejabat umum dalam lingkup tugas dan

wewenang notaris.

Akta notaris yang diterbitkan oleh notaris memberikan kepastian hukum bagi

masyarakat. Menurut Nusyirwan notaris adalah orang semi swasta, karena ia tidak bisa

bertindak bebas sebagaimana seorang swasta, teteapi harus menjunjung tinggi

martabatnya, oleh karena itu ia diperkenankan menerima uang jasa (honorarium) untuk

setiap pelayanan yang diberikan.5 “Honorarium” berasal dari kata latin yaitu honor

yang artinya kehormatan, kemuliaan, tanda hormat/penghargaan semula mengandung

pengertian balas jasa para nasabah atau klien kepada dokter, akuntan, pengacara, dan

notaris.6 Balas jasa inilang yang seringkali menjadi ujian utama dari kewenangan

5
Nusyirwan, 2000. Membedah Profesi Notaris. Bandung: Universitas Padjadjaran. hlm. 3-4.
6
Ensiklopedia Nasiona Indonesia, 2004. Jakarta: Delta Pamungkas. hlm 472

4
notaris, karena balas jasa ini lebih identik dengan pembayaran yang dispakati dari awal

antar notaris dengan kliennya.

C. Istilah Kenotariatan

Dalam konstruksi hukum kenotariatan, salah satu tugas jabatan notaris adalah

memformulasikan keinginan atau tindakan penghadap/para penghadap kedalam bentuk

akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. Bahwa notaris tidak

memihak tetapi mandiri dan bukan sebagai salah satu pihak dan tidak memihak kepada

mereka yang berkepentingan. Itulah sebabnya dalam menjalankan tugas dan jabatannya

selaku pejabat umum terdapat ketentuan undang-undang yang demikian ketat bagi

orang tertentu, tidak diperbolehkan sebagai saksi atau sebagai pihak berkepentingan

pada akta yang dibuat dihadapannya.

Seseorang dapat dikatakan sebagai pejabat publik apabila memenuhi 3 (tiga)

syarat, yaitu: ia adalah pegawai pemerintah, menjabat sebagai pimpinan, dan tugasnya

adalah mengurusi kepentingan orang banyak. Notaris mempunyai karakteristik yaitu:

sebagai jabatan, notaris mempunyai kewenangan tertentu, diangkat dan diberhentikan

oleh pemerintah, tidak menerima gaji/pensiun dari yang mengangkatnya dan

akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat. Karakteristik notaris sebagai

pejabat publik dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sebagai Jabatan

Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi di bidang pengaturan

Jabatan Notaris yang artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-

undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia. Segala hal yang berkaitan

dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris

merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan Notaris

sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat

5
oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu)

serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

2. Notaris Mempunyai Kewenangan Tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukum

yang mengaturnya sebagai suatu batasan supaya jabatan tersebut dapat berjalan

dengan baik dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan

demikian jika seorang pejabat (notaris) melakukan suatu tindakan diluar dari

wewenang yang telah ditentukan, maka pejabat tersebut dapat dikategorikan telah

melakukan suatu perbuatan melanggar wewenang. Wewenang Notaris

dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) UUJN.

3. Diangkat dan Diberhentikan oleh Pemerintah

Berdasarkan pasal 1 angka 14 UUJN, notaris diangkat dan diberhentikan

oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi hukum. Notaris

meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak

berarti Notaris menjadi subordinasi yang mengangkatnya. Dengan demikian

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya :

a. bersifat mandiri (autonomous);

b. tidak memihak siapa pun (impartial);

c. tidak tergantung pada siapa pun (independent), yang artinya dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang

mengangkatnya atau oleh pihak lain.

4. Tidak Menerima Gaji/Pensiunan Dari Pemerintah

Pemerintah yang mengangkat notaris dalam hal ini adalah menteri hukum

dan hak asasi manusia. Notaris hanya menerima honorarium atas jasa hukum

yang diberikan kepada masyarakat berdasarkan kewenangannya.

6
5. Akuntabilitas atas Pekerjaannya kepada Masyarakat

Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat atas akta yang

dibuatnya. Masyarakat berhak menggugat notaris apabila ternyata akta yang

dibuatnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal

ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.

Notaris dalam melaksanakan kewenangannya perlu memperhatikan asas-asas

pelaksanaan tugas jabatan Notaris yang baik, yang dikenal asas-asas sebagai berikut :7

1. Asas Persamaan

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan

satu dengan lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau alasan lainnya.

Alasan-alasan seperti ini tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh Notaris dalam

melayani masyarakat, hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa

Notaris dapat tidak memberikan jasa kepada yang menghadap Notaris.

2. Asas Kepercayaan

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan

mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris sebagai orang yang dapat

dipercaya. Salah satu bentuk dari Notaris sebagai jabatan kepercayaan, maka

Notaris mempunyai kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta

yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai

dengan sumpah/janji jabatan.

3. Asas Kepastian Hukum

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara

normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan

diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan

7
Habib Adjie, 2008. Hukum Notaris Indoensia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris). Bandung: Refika Aditama. hlm. 34-38.

7
hukum yang berlaku akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta

yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku.

4. Asas Kecermatan

Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan

pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti semua bukti yang diperlihatkan

kepada Notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib

dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini

merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) huruf a.

5. Asas Pemberian Alasan

Setiap akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris harus mempunyai

alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau ada

pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak/penghadap.

6. Larangan Penyalahgunaan wewenang

Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan Notaris dalam menjalankan

tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang yaitu suatu tindakan yang

dilakukan oleh Notaris di luar dari wewenang yang telah ditentukan. Jika Notaris

membuat suatu tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, maka tindakan

Notaris dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewnang dan sudah tentu

merugikan para pihak yang bersangkutan.

7. Larangan Bertindak Sewenang-wenang

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan, tindakan

para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta Notaris atau tidak. Sebelum

sampai pada keputusan seperti itu, Notaris harus mempertimbangkan dan melihat

semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris. Dalam hal ini Notaris

8
mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam

bentuk akta atau tidak, dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan

hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak.

8. Asas Proporsionalitas

Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam

perbuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, wajib

mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak.

Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangkan keinginan

para pihak agar tindakannya dituangkan dalam bentuk akta Notaris, sehingga

kepentingan para pihak terjaga secara proporsional.

9. Asas profesionalitas

Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e, Notaris wajib memberikan pelayanan

sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

Asas ini mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya, berdasarkan UUJN dan Kode Etik jabatan Notaris. Tindakan

Professional Notaris dalam menajalankan tugas jabatannya diwujudkan dalam

melayano masyarakat dan akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris.

D. Kode Etik

Dalam prakteknya, setiap orang yang memiliki suatu jabatan tertentu itu diatur

atau memiliki pedoman moral yang mengikat kepada dirinya dan ditentukan oleh suatu

kelompok atau perkumpulan tertentu yang disebut sebagai kode etik. Kode etik

merupakaan suatu pedoman moral bagi suatu orang/profesi tertentu dengan

menggunakan kewajiban-kewajiban dalam menjalankan profesinya dimana hal-hal

ersebut bersifat mengikat dalam prakteknya. Etika profesi adalah sikap etis yang

9
dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi

berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dalam masyarakat. Etika profesi

diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik.

Setiap organisasi profesi mempunyai kode etik yang dibutuhkan sebagai pedoman

anggotanya dalam berperilaku, dalam hal ini kode etik notaris adalah sebuah pedoman

moral dan kesusilaan baik secara pribadi maupun dalam jabatannya dalam upaya

memberikan pelayanan (di bidang perdata) yang merupakaan kewenangannya. Kode

Etik Notaris yang berlaku adalah kode etik yang dibuat oleh suatu organisasi yang

bernama Ikatan Notaris Indonesia atau “INI” dan peraturan jabatan notaris yang berasal

dari reglement op het Notaris.8 Dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris memiliki

kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan oleh Ikatan Notaris Indonesia, tercantum

dalam pasal 3 kode etik Ikatan Notaris Indonesia, kewajiban tersebut adalah:9

1. Memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik

2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat serta jabatan notaris

3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan

4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak (netral), penuh rasa tanggung jawab

berdasarkan peraturan perundang-undangan serta isi sumpah jabatan notaris

Notaris yang melaksanakan profesi harus tunduk pada suatu peraturan yang

bersifat internal yang masih berlaku dalam suatu organisasi profesi tertentu, disamping

itu kode etik notaris juga menjadi suatu sarana kontrol sosial. Dalam pelaksaaan tugas

jabatan notaris ini, terdapat beberapa hal yuridis yang menjadi pertimbangan untuk

diperhatikan, diantarannya yaitu:

8
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, (Bandung: Bayu
Grafika, 1995). Hlm. 9.
9
Sukaman Purba, et al, Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri, (Medan: Yayasan Kita
Menulis, 2020), Hlm. 40.

10
Notaris merupakan pejabat publik yang mempunyai tugas untuk melaksanakan

jabatan publik :10

1. Notaris dalam melaksanakan tugasnya tidak diperbolehkan untuk

mencoreng maupun mencemarkan nama baik dari korps pengemban profesi

hukum

2. Notaris dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh mencemarkan nama baik

dari lembaga Notariat

3. Kode etik ini diharapkan akan selalu menjadi pengingat agar senantiasa

menjunjung tinggi keluhuran dari tugas serta martabat jabatannya, dan

melaksanakan tugas dengan memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh

peraturan perundang-undangan.

Landasan Kode Etik Notaris seharusnya dilandasi oleh landasan moral, praktis

memiliki nilai juang, notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki

keahlian yang berkeilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang tersebut. Pelayanan

jasa yang diberikan oleh seorang notaris itu memlikiki beban tanggung jawab secara

langsung kepada notaris itu sendiri secara pribadi. Terjadi hubungan personal, antara

seorang notaris itu dengan kliennya dimana hal ini membangun hubungan personal-

proffesional dan hubungan formal-yuridis antar subjek hukum. Namun hal ini tidak

serta merta dilandasi oleh suatu hubungan atas dasar percaya, karena seoarng klien itu

tidak memiliki pilihan lain selain memberikan kepercayaannya kepada seorang notaris

yang belum dia kenal. Walau demikian, notaris itu tentu harus mengemban profesinya

dengan memberikan pelayanannya secara professional, bermutu, bermartabat dan ter-

intergrasi.

10
Fitria Dewi Navisa, Sunardi, Peraturan Jabatan Dan Etika Profesi Notaris, (Gresik: Thalibul Ilmi Publishing &
Education, 2023), Hlm 145-146

11
Tanggung jawab merupakan suatu prinsip profesionalisme yang merupakan

wujud dari sebuah komitmen yang harus dimiliki oleh notaris terhadap pelaksanaan

jabatannya sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

Dalam doktrin yang ada mengenai tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan

terhadap orang lain dapat dibedakan dalam tiga teori, yaitu :11

1. Tanggung jawab kesalahan (sculd aansprakelijkheid) kesalahan disini diberi

makna yang luas yang juga mencakup sifat melanggar hukumnya perbuatan,

orang yang menimbulkan kerugian pada orang lain bertanggung jawab sejauh

kerugian itu merupakan akibat pelanggaran suatu norma dan pelakunya dapat

menyesali karena melanggar norma tersebut.

2. Teori tanggung jawab dengan pembalikan pembuktian pihak yang dirugikan

wajib membuktikan bahwa pelaku telah melakukan tindakan melanggar hukum,

maka disini pelanggaran norma dianggap ada dan selanjutnya mewajibkan pelaku

meniadakan anggapan atau persangkaan ini menunjukkan bahwa ia tidak berbuat

melanggar hukum.

3. Teori tanggung jawab risiko seorang atasan bertanggung jawab atas kerugian

yang dilakukan oleh perbuatan melanggar hukum oleh bawahannya yang

dilakukan dalam ruang lingkup tugasnya.

Tanggung jawab notaris muncul dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas serta

kewajiban yang telah dibebankan kepada notaris yang didasarkan oleh wewenang yang

sudah diberikan oleh hukum. Tanggung jawab yang dimiliki oleh notaris berpatokan

pada konsep tanggung jawab berdasarkan kesalahan (based of fault of liability). Konsep

11
Wiwin Musdiyanti, et al, Etika dan Pertanggungjawaban Moral Profesi Notaris (Kajian Undang-Undang No. 2
Tahun 2014 dan Kode Etik Notaris Tahun 2015, Otentik’s: Jurnal Hukum Kenotariatan Volume 4 Nomor 1, Hlm
22

12
tanggung jawab didasarkan pada kesalahan harus terpenuhi empat unsusr utama,

diantaranya:

1. Terdapat perbuatan

2. Terdapat unsur kesalahan

3. Terdapat kerugian yang diderita

4. Terdapat kasualitas hubungan antara kesalahan dan kerugian

Namun dalam realita yang terjadi di lapangan, terdapat masih banyak Notaris

yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris tersebut, atau notaris-notaris tersebut

belum menjalankan aturan-aturan yang ada sebagaimana mestinya. Perbuatan

melanggar hukum ini, bukanlah sekedar perbuatan yang langsung melanggar hukum,

akan tetapi juga termasuk perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain,

diantaranya peraturan yang terdapat diranah kesusilaan, keagamaan, serta sopan santun

dalam masyarakat dan paling tidak akan menyebabkan kerugian bagi orang yang

meminta jasa pelayanan notaris tersebut.

D. Kesipulan

Notaris sebagai pejabat umum, dalam pengertian mempunyai wewenang dengan

pengecualian, yang mengkategorikan Notaris sebagai pejabat publik, dalam hal ini

publik yang bermakna hukum. Notaris sebagai pejabat publik tidak berarti sama dengan

Pejabat Publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan sebagai Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-masing Pejabat

Publik tersebut. Notaris sebagai Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang

terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian.

13
Daftar Pustaka

Ensiklopedia Nasiona Indonesia, 2004. Jakarta: Delta Pamungkas.

Habib Adjie, 2008. Hukum Notaris Indoensia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris). Bandung: Refika Aditama.

M. Syahrul Borman, 2019. Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat umum Dalam Perspektif

Undang-Undang Jabatan Notaris. Jurnal Hukum dan Kenotariatan. 3 (1).

Nusyirwan, 2000. Membedah Profesi Notaris. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Rusdianto Sesung, 2017. Pemisahan Jabatan Pejabat Umum Di Indonesia. Universitas

Narotama. 22 (3).

Salim H.S., 2015. Teknik Pembuatan Suatu akta (konsep Teoritis, Kewenangan Notarism

bentuk dan Minuta Akta). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai