Anda di halaman 1dari 54

BAB 2

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK ATAS SALINAN AKTA YAG


DIBUAT NOTARIS YANG MENJALANI PEMIDANAN

2.1 Tinjauan Umum Notaris Sebagai Pejabat Umum


1. Notaris Sebagai Pejabat Umum
Kata Notaris berasal dari kata Notarius ialah nama yang pada zaman

Romawi, diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis.

Nama Notarius ini lambat laun memiliki arti mereka yang mengadakan pencatatan

dengan tulisan cepat, seperti stenograaf sekarang (Notodisoerjo, 1993, hal. 13)

Notaris disebut sebagai pejabat umum. Pejabat Umum merupakan

terjemahan dari istilah openbare amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1

Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa notaris berwenang

membuat akta sepanjang dikehendaki para pihak atau menurut aturan hukum

wajib dibuat dalam bentuk akta autentik. Pembuatan akta tersebut harus

berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta

notaris, sehingga Jabatan Notaris sebagai Pejabat Umum tidak perlu lagi diberi

sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris ,(selanjutnya disebut UUJN) menyatakan Notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Notaris adalah Pejabat umum

(open baar ambtenaar) dalam sistem hukum di negara Republik Indonesia.

1
Notaris diberikan wewenang dan tugas oleh pemerintah untuk melakukan segala

pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan Notaris (Pasal 104 Peraturan

Peralihan). Pasal ini merupakan penyempurnaan dari Pasal 1 Peraturan Jabatan

Notaris yang merupakan Salinan dari pasal 1 “Notariswet” yang berlaku di

Belanda dan merupakan terjemahan yang kurang tepat dari Pasal 1 “Ventosewet”

yang berlaku di Negara Perancis.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris yang selanutnya disebut UUJN, definisi Notaris: adalah Notaris adalah

Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dimaksud dalam undang-undang ini. Salah satu

bentuk pelayanan Negara kepada rakyat yaitu untuk memperoleh tanda bukti atau

dokumen hukum yang berkaitan dengan hukum perdata dan keperluan tersebut

diserahkan kepada Notaris sebagai Pejabat Umum. Minuta atas akta yang

dikeluarkan oleh seorang Notaris tersebut menjadi milik Negara yang wajib

disimpan sampai batas waktu yang tidak ditentukan Bentuk pelayanan negara

kepada masyarakat yang memperoleh atau mendapatkan tanda bukti atau

dokumen hukum notaris menjadi milik negara yang wajib disimpan sampai batas

waktu yang tidak ditentukan. Sebagai bentuk dalam menjalankan kekuasaan

negara yang diterima oleh Notaris dalam kedudukannya sebagai jabatan bukan

sebagai profesi semata, karena hal tersebut maka notaris diberikan hak untuk

memakai lambing Negara yaitu Burung Garuda dalam menjalankan jabatannya

(Adjie, 2016, hal.42)

2
Notaris dalam hal ini selain “berwenang” (Bevoegd) juga “membuat”

(Verlijden) akta autentik. Membuat (Verlijden) disini memiliki arti memproduksi

akta dalam bentuk yang ditetukan oleh Undang-Undang (In wettelijke vorm) oleh

Notaris, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, dengan

perkataan “oleh” (door) dan “di hadapan” ( ten overstaan). Perkatan tersebut

memberikan stempel autentisitas kepada akta produk Notaris.

Berdasarkan uraian bunyi dari pasal-pasal dari dua Undang-Undang yang

masih berlaku tersebut, pejabat umum yang dimaksud Pasal 1868 KUHPerdata

satu-satunya adalah Notaris, walaupun pasal 1868 KUHPerdata hanya

menerangkan apa yang dimaksud “akta autentik”, bukan menyatakan apa itu

“pejabat umum” juga tidak menerangkan tempat dimana ia berhak atau batas

kewenangannya sedemikian, sampai dimana batas-batas haknya dan bagaimana

bentuk menurut hukum yang dimaksud. Akta Notaris adalah akta autentik dan

Pejabat Umum yang dimaksud dalam pasal 1868 KUHPerata bertalian degan

Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 15 ayat 1 UUJN. Pasal-Pasal tersebut

menjadikan Notaris sebagai satu-satunya pegawai umum atau pejabat umum, akan

tetapi Notaris bukan pegawai negeri (karena tidak mmiliki Nomor Induk

Kepegawaian/NIP) dan juga bukan merupakan organ Pemerintah oleh karenanya

tidak berhak atas gaji dari negara. Notaris tidak digaji akan tetapi menerima

imbalan jasanya dari pihak-pihak yang meminta jasanya.

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk

membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan

3
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian

tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, Salinan dan kutipannya,

semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain (Lumban Tobing,

1992, hal. 31)

Menurut Andi Prajitno, Notaris adalah pejabat umum yang independent

(mandiri) berhak mengatur, menentukan kantor baik berupa letak maupun bentuk

gedung dan karyawan dari jumlah maupun gaji, tidak tergantung kepada pejabat

maupun lembaga lain. Bila adaistilah “Publik” dalam jabatan notaris maka public

disisni mempunyai arti pejabat ini melayani masyarakat umum dalam hal

pembutan beragam atau banyak macam dari akta autentik yang berhubungan

dengan bidang hukum perdata yang kewenangan ini belum dilimpahkan kepada

pejabat lain dan diminta oleh masyarakay umum yang membutuhkan atau

berkepentingan agar perbuatan hukum mereka dinyatakan dalam bentuk akta

autentik dan oleh undang-undang mengharuskan dalam bentuk akta autentik

(Prajitno, 2010. hal. 26)

Notaris sebagai Pejabat Umum berbeda dengan Pejabat Publik yang

berkaitan dengan hukum pidana atau hukum tata usaha negara dimana pejabat

disisni merupakan pejabat pemerintah yang melayani kepentingan publik, negara

dan masyarakat umum dengan mengeluarkan Surat Penetapan atau Surat

Keputusan (besluit) maupun serifikasi yang merupakan kewenangan, kewajiban

dan tugas dari pejabat publik atau pejabat pemerintah tersebut, baik diminta

maupun tidak diminta oleh masyarakat umum, karena masih dalam lingkup

4
hukum publik yang mencaup hukum pidana dan hukum tata usaha negara.

Menurut Habib Adjie, Notaris sebagai pejabat Publik:

a. Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari Openbaar Ambtenaar,

dalam konteks ini, Openbaar, idak bermakna Umum, tetapi bermakna

Publik, dan Ambt pada dasarnya adalah jabatan public, maka Pejabat

Umum yang dimkasud dalam Pasal 1 angka 1 UUJN harus dibaca

sebagai Pejabat Publik atau Notaris sebagai Pejabat Publik yang

berwenang untuk membuat akta autenik (Pasal 15 ayat (1) UUJN) dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)

dan (3) UUJN.

b. Mengategorikan Notaris sebagai Pejabat Publik, dalam hal ini publik

yang bermakna hukum, bukan public sebagai khalayak umum, Notaris

sebagai Pejabat Publik tidak berarti sama dengan Pejabat Publik dalam

bidang pemerintah yang dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara. Hal ini dapat dibedakan dari produk akhirnya yaitu akta

autentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam

hukum pembuktian. Akta tidak memenuhi syarat sebagai Keputusan

Tata Usaha Negara yang bersat konkret, individual, dan final dan tidak

menimbulkan akibat hukum perdata bagi seseorang atau badan hukum

perdata, karena akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak

(wilsvorming) para pihak yang dituangkan dalam akta Noaris yang

dibuat di hadapan atau oleh Notaris dan bukan kehendak Notaris.

Sengketa dalam bidang perdata diperiksa di pengadilan umum. Pejabat

5
Publik dalam bidang pemerintahan produknya yaitu surat Keputusan

atau ketetapan yang terikat dalam ketentuan Hukum Administrasi

Negara yang memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis yang bersifat

individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang

atau badan hukum perdata, serta sengketa dalam Hukum Administrasi

Negara diperiksa di Pengadialan Tata Usaha Negara, dengan demikian

Notaris sebagai Pejabat Publik yang bukan Pejabat atau Badan Tata

Usaha Negara. Notaris dalam kategori sebagai ejabat Publik yang bukan

Pejabat Tata Usaha Negara merupakan suatu Jabatan tetap dengan

wewenang yang tersebut dalam aturan hukum yang mengatur Jabatan

Notais yang sekarang berlaku (Adjie, 2008, hal. 163-164)

Pejabat umum juga merupakan dari organ negara yang memberikan

pelayanan kepada masyarakat dibidang hukum perdata saja, hal tersebut yang

membedakan dengan Pejabat Tata Usaha Negara (Pandoman, 2017, hal. 93).

Notaris juga merupakan pejabat umum bukan sebagai pegawai Negeri (Budiono,

2015, hal.143). Notaris yang mengemban jabatan sebagai pejabat umum yang

memegang kepercayaan masyarakat. Sumpah atau janji dan KEN merupakan

norma jati diri yang selalu dipegang oleh Notaris dalam bersikap dan berperilaku.

Notaris di Indonesia juga mempunyai arti sebagai pejabat yang dalam

menjalankan jabatan dituntut professional di bidangnya yaitu membuat keterangan

atau membua akta sebagai alat bukti tertulis yang mempunyai tugas dan juga

fungsi sosial. Dalam hal membuat akta autentik yang diakui oleh Undang-

Undang, maka notaris tentu saja memiliki kedudukan dan jabatan mulia, serta

6
memiliki harkat dan martabat yang sangat tinggi dan terhormat,karena jaatan

Notaris adalah jabatan kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah atas nama

Negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang Hukum

Keperdataan. (Prajitno, 2010, hal. 29). Arti dan fungsi sosial dari Notaris

memberikan keringan biaya atau bahkan membebaskan biaya, jika masyarakat

bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan dengan menunjukan surat bukti

(keterangan) tidak mampu dari instansi yang berwenang.

2. Tugas dan Wewenang Notaris

Notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud

dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 atau berdasarkan

undang-undang lainnya. Wewenang notaris sebagai pejabat umum membuat akta

autentik, bersifat umum, sedangkan wewenang pejabat lainnya merupakan

pengecualian, artinya wewenang itu tidak lebih dari pada pembuatan akta autentik

yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh undang-undang (Sjaifurrachman

dan Habib Adjie, 2011, hal. 63).

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan

bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta

Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan

oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

7
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-

undang.

Notaris sebagai pejabat umum memiliki wewenang yang diberikan oleh

Undang-Undang. Kewenangan Notaris yaitu melayani kebutuhan masyarakat

terhadap pembuatan akta autentik, dimana akta autentik tersebut adalah alat bukti

sempurna mengenai perbuatan dibidang hukum keperdataan. Notaris sebagai

pejabat umum memiliki wewenang untuk membuat akta notaris yang dikenal

sebagai akta autentik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang telah

ditetapkan yakni: bentuk aktanya ditentukan oleh undang-undang; dibuat oleh

atau dihadapan pejabat umum; dan dimana tempat akta itu dibuat.

Kewenangan notaris ditegaskan membuat akta autentik, yang diperluas

dengan kewenangan lainnya. perluasan wewenang tersebut berdasarkan pada

perencanaan yang baik dengan mengacu pada kenyataan yang ada dimasyarakat

yaitu tuntutan akan bantuan jasa notaris. Adapun tugas dan wewenang notaris

dalam pasal 15 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 diatur

sebagai berikut:

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan

8
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

(2) Selain kewenangan yang dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang pula:

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus (waarmerking);

c) Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

d)Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya

(legalisir);

e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f) Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan;

g) Membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Kewenangan yang diberikan Notaris dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan UUJN bertujuan untuk meyakinkan

dalam akta autentik akan hal-hal:

a. Perbuatan hukum (rechts handeling);

b. Perbuatan nyata (feitelijke handeling);

9
c. Perjanjian (verbintenis);

d. Ketetapan Notaris hanya mencatat atau menuangkan suatu perbuatan

hukum yang dilakukan oleh para pihak/penghadap ke dalam akta.

Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan

dialaminya dari para pihak/penghadap berikut menyesuaikan syarat-syarat formil

pembuatan 37 akta autentik kemudian menuangkannya ke dalam akta. Notaris

tidak diwajibkan untuk menyelidiki kebenaran isi materiil dari akta autentik. Hal

ini mewajibkan Notaris untuk bersikap netral dan tidak memihak serta

memberikan semacam nasihat hukum bagi klien yang meminta petunjuk hukum

pada Notaris yang bersangkutan.

Menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Tahun 2014

menyatakan bahwa wewenang Notaris adalah sebagai berikut:

“1. Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau


kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah
ditandatangani
2. Pembetulan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan
penghadap, saksi, dan Notais yang dituangkan dalam berita acara dan
memberikan catatan tentang al tersebut pada Minuta Akta asli dengan
menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan.
3. Salinan Akta berita acara sebagaiaman dimaksud pada ayat (2) wajib
disampaikan kepada para pihak.
4. Pelanggarana terhadap ketentuan sebagaiman dimaksud dalam ayat (2)
mengakibatakan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akata di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak
yang menderita kerugian untuk menuntu penggantian biaya ganti rugi,
an bunga kepada Notaris.”

Menurut Pasal 54 Undang-Undang Jabatan Notaris Tahun 2014

menyatakan sebagai berikut:

(1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan

isi akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta kepada orang yang

10
berkepentingan langsung pada akta Akta, ahli waris, atau orang yang

memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh praturan perundang-

undangan.

(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana pada ayat (1) dapat

dikenai sanksi berupa:

a. peringatan tertulis;

b pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat;atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Seorang Notaris dalam menjalankan jabatan terkait dengan

kewenangannya juga mempunyai tugas yang harus dipatuhi sesuai Undang-

Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Tugas Notaris adalah

mengkonstatir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan

format tertentu, sehingga merupakan suatu akta autentik. Notaris adalah pembuat

dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Maka tugas pokok dari Notaris,

adalah membuat akta-akta autentik, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal

1868 KUH Perdata.

3. Hak, Kewajiban, dan Larangan Notaris

Kewajiban yang diemban Notaris adalah kewajiban jabatan (ambtsplicht).

Notaris wajib melakukan perintah tugas jabatannya sesuai dengan isi sumpah pada

waktu hendak memangku jabatan Notaris. Batasan seorang Notaris dikatakan

mengabaikan tugas atau kewajiban jabatan, apabila Notaris tidak melakukan

perintah imperatif undangundang yang dibebankan kepadanya (Anshori, 2009,

11
hal. 177). Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris mempunyai beberapa hak,

kewajiban serta larangan. Hak dari seorang Notaris berupa:

1. Hak untuk cuti (Pasal 25 ayat (1)

2. Hak untuk mendapat honorarium atas jasa hukumnya (Pasal 36 ayat (1))

3. Hak ingkar (Pasal 4, jo Pasal 16 huruf f jo Pasal 54)

Carzon memberikan pengelompokan mengenai kewajiban, antara lain yaitu:

1. Kewajiaban mutlak, dikhususkan kepada dii sendiri dan tidak melibatkan

hak.

2. Kewajiban public, contohnya: mematuhi hak publik salah satunya

kewajiaban perdata timbul karena adanya perjanjian dan hak perdata.

3. Kewajiaban positif dan kewajiabn negative, kewajiabn positif dengan cara

melakukan perbuatan positif, seperti penjual berkewajiabn untuk

menyerahkan barang kepada pembeli sedangkan kewajiban negative

dengan cara tidak melakukan perbuatan yang menggangu orang lain.

4. Kewajiban universal atau umum dan kewajiban khusus, kwajiban universal

dimaksudkan untuk semua warga negara, sedangkan umum dimaksudkan

untuk suatu golongan tertentu, da kewajiban khusus timbul karena adanya

bidang hukum tertentu, seperti perjanjian.

5. Kewajiban primer, tidak timbul dari suatu perbuatan melawan hukum dan

bersifat memberikan sanksi.

Menurut UUJN, Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai

kewajiban yang harus dilaksanakan, kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16,

yaitu:

12
a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta

Akta;

d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang ini,

kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/

janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga; i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan

wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen

13
yangtugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5

(lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan; 20 l. Mempunyai cap/ stempel yang memuat lambang negara

Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,

jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh

penghadap, saksi, dan Notaris;

n. Menerima magang calon Notaris.

Kewajiban merupakan suatu peran atau tugas yang memiliki sifat

imperatid yaitu sesuatu yang harus dilaksanakan (Sasongko, 2011, hal. 53).

Menurut pndapat Franz Magnis Suseno, dan kawan-kawan, mengatakan bahwa

setiap pemegang profesi dtuntut untuk 2 hal kewajiban, yaitu yang pertama

kewajiban untuk melakukan profesinya dengan cara yang bertanggung jawab dan

kedua kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain (Sumaryono, 1995, hal.

148). Kewajiaban Notaris adalah suatu keharusan atau wajib dilakukan oleh

seorang Notaris dan apabila dilanggar maka akan dikenakan sanksi terhadap

notaris tersebut. Ketentuan mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16

ayat (1) huruf a sampai k UUJN (Adjie, 2016, hal. 86)

Menurut Habib Adjie, kewajiban Notaris meliputi: (Adjie, 2011, hal. 91-

92)

14
a. Mengucapkan sumpah/janji sebelum menjalankan jabatannya (Pasal 4

ayat (1)

b. Wajib menjalankan jabatan secara nyata, menyampaikan berita acara

sumpah/janji jabatan, alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf

serta teraan cap/stempel jabatan Notaris (Pasal 7 ayat (1))

c. Bertindak jujur, bijaksana, mandiri, tidak berpihak; dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum (Pasal 16 ayat

(1) huruf a)

d. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf b)

e. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari pengahadap pada Minuta

Akta (Pasal 16 ayat (1) huruf c)

f. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan. Akta,

berdasarkan Minuta Akta (Pasal 16 ayat (1) huruf d)

g. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

(Pasal 16 ayat (1) huruf e)

h. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

supah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 16

ayat (1) huruf f)

i. Menjilid akta (Pasal 16 ayat (1) huruf g)

j. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga (Pasal 16 ayat (1) huruf h)

15
k. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan

waktu pembuatan akta tiap bulan (Pasal 16 ayat (1) huruf i)

l. Mengirimkan daftar akta ke Daftar Pusat Wasiat Departemen dalam

waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama tiap bulan berikutnya (Pasal

16 ayat (1) huruf j)

m. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada

setiap akhir bulan (Pasal 16 ayat (1) huruf k)

n. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan (Pasal 16 ayat (1) huruf l)

o. Membacakan akta di hadapan penghadap (Pasal 16 ayat (1) huruf m)

p. Menerima magang calon Notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf n)

q. Berkantor di tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat (1)

r. Wajib memberikan jasa hukum kepada orang yang tidak mampu (Pasal

37 ayat (1))

Selain memiliki kewajiban, Notaris mempunyai larangan-larangan.

Larangan menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai perintah

(aturan) yang melarang suatu perbuatan. Adanya larangan bagi Notaris

dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang memerlukan jasa

Notaris.

Larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya diatur dalam

ketentuan pasal 17 UUJN antara lain:

a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya.

16
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah.

c. Merangkap sebagai pegawai negeri.

d. Merangkap sebagai pejabat negara.

e. Merangkap jabatan sebagai advokat.

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik

negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta.

g. Merangkap jabatan sebagi Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau

Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan notaris.

h. Menjadi Notaris Pengganti.

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan

martabat jabatan Notaris.

Sanksi untuk notaris dapat didasarkan kepada ketentuan pasal 1868 dan

1869 KUHPerdata, yaitu tidak berwenangnya notaris yang bersangkutan yang

berkaitan dengan tempay dimana akta dibuat, maka akta yang dibuat tidak

diperlakukan sebagai akta autentik, tetapi mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta dibawah tangan, jika di tandatangi oleh para pihak. (Adjie, 2016, hal.

91)

4. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan

negara di bidang hukum perdata terutama untuk membuat alat bukti autentik (akta

notaris). Dalam pembuatan akta notaris baik dalam bentuk partij akta maupun

17
relaas akta, notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya

mempunyai sifat autentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868

KUHPer. Kewajiban notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang

berlaku di Negara Indonesia juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku

terhadap para pihak yang datang kepada notaris untuk membuat akta. Hal tersebut

sangat penting agar supaya akta yang dibuat oleh notaris tersebut memiliki

otentisitasnya sebagai akta otentik karena sebagai alat bukti yang sempurna.

Berikut tanggung jawab Notaris antara lain:

a. Tanggung Jawab Notaris Secara Perdata Atas Akta yang Dibuatnya

Konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab perdata atas

kebenaran materiil terhadap akta yang dibuat oleh notaris adalah konstruksi

perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). Apa yang disebut dengan

perbuatan melawan hukum memiliki sifat aktif maupun pasif. Aktif dalam artian

melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, jadi

sengaja melakukan gerakan, maka dengan demikian perbuatan melawan hukum

merupakan suatu perbuatan yang aktif. Pasif dalam artian tidak melakukan suatu

perbuatan namun sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan kewajiban baginya

atau dengan tidak melakukan suatu perbuatan tertentu –suatu yang merupakan

keharusan maka pihak lain dapat menderita suatu kerugian. Unsur dari perbuatan

melawan hukum ini meliputi adanya suatu perbuatan melawan hukum, adanya

kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.

b. Tanggung Jawab Notaris Secara Pidana Atas Akta yang Dibuatnya

18
Dalam ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan notaris yaitumembuat alat

bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan

notaris membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap,

tanpa ada permintaan dari para pihak, notaris tidak akan membuat akta apapun,

dan notaris membuatkan akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau 44

keterangan atau pernyataan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau

diperlihatkan kepada atau di hadapan notaris, dan selanjutnya notaris

membingkainya secara lahiriah (kekuatan pembuktian keluar), formil dan materil

dalam bentuk akta notaris, dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau tata cara

atau prosedur pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan

hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta. Peran notaris dalam hal

ini juga untuk memberikan nasihat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang

ada, apapun nasihat hukum yang diberikan kepada para pihak dan kemudian

dituangkan dalam akta yang bersangkutan tetap sebagai keinginan atau keterangan

para pihak yang bersangkutan, tidak atau bukan sebagai keterangan atau

pernyataan notaris. (Adjie, 2009, hal. 22)

c. Tanggung Jawab Notaris Berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris (UUJN)

Peraturan jabatan Notaris adalah peraturan-peraturan yang ada dalam

kaitannya dengan profesi notaris di Indonesia. Regulasi mengenai notaris di

Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

(UUJN).Berkaitan dengan tanggung jawab Notaris secara eksplisit disebutkan

dalam Pasal 65 UUJN yang menyatakan bahwa notaris (notaris pengganti, notaris

pengganti khusus dan pejabat sementara notaris) bertanggung jawab atas setiap

19
akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan

kepada pihak penyimpan protokol notaris. Ketentuan sanksi dalam UUJN diatur

dalam BAB XI Pasal 84 dan Pasal 85. Pasal 84 menyatakan bahwa tindakan

pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf i, Pasal 16 ayat 1 huruf k, Pasal 41, Pasal

44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 atau Pasal 5052 yang mengakibatkan

suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan

atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang

menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga

kepada notaris.

d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

Kode Etik Notaris Profesi

Notaris dapat dilihat dalam perspektifnya secara integral. Melalui

perspektif terintegrasi ini maka profesi Notaris merupakan profesi yang berkaitan

dengan individu, organisasi profesi, masyarakat pada umumnya dan Negara.

Tindakan notaris akan berkaitan dengan elemen-elemen tersebut oleh karenanya

suatu tindakan yang keliru dari notaris dalam menjalankan pekerjaannya tidak

hanya akan merugikan Notaris itu sendiri namun dapat juga merugikan organisasi

profesi, masyarakat dan Negara. (Anshori, 2009, hal. 13-14)

Menurut Mudofir Hadi, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

membuat akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna, seorang Notaris dapat

saja melakukan kesalahan-kesalahan dalam menjalankan tugasnya. Adapun

Kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi, yaitu:

20
a. Kesalahan ketik pada salinan notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut

dapat diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang

asli dan hanya salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai

kekuatan sama seperti akta asli;

b. Kesalahan bentuk akta notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat

berita acara rapat tapi oleh notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan

rapat;

c. Kesalahan isi akta notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para

pihak yang menghadap notaris, di mana saat pembuatan akta dianggap

benar tapi ternyata kemudian tidak benar. (Mudofir Hadi, 1991, hal.

142-143)

Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada akta-akta yang dibuat oleh notaris

akan dikoreksi oleh hakim pada saat akta notaris tersebut diajukan ke pengadilan

sebagai alat bukti. Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta notaris

tersebut batal demi hukum, dapat dibatalkan atau akta notaris tersebut dinyatakan

tidak mempunyai kekuatan hukum. Setiap orang harus bertanggung jawab

(aanspraklijk) atas perbuatannya, oleh karena itu bertanggung jawab dalam

pengertian hukum berarti suatu keterikatan.Dengan demikian tanggung jawab

hukum (legal responsibility) sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan

hukum. Apabila tanggung jawab hukum hanya dibatasi pada hukum perdata saja

maka orang hanya terikat pada ketentuanketentuan yang mengatur hubungan

hukum diantara mereka. (M.Waluyo, 1997, hal. 15) Notaris terikat dan

bertanggung jawab dengan para pihak dalam konteks pembuatan akta autentik.

21
Notaris mutlak bertanggung jawab terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat

olehnya.

Terhadap tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris menyebabkan

suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan

atau akta menjadi batal demi hukum, maka pihak yang merugikan dapat menuntut

penggantian biaya, ganti rugi dan bunga pada notaris. Dalam hal suatu akta notaris

dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan, maka jika menimbulkan kerugian

bagi para pihak yang berkepentingan, notaris dapat dituntut untuk memberikan

ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh karena kesalahan notaris

namun dalam hal pembatalan akta notaris oleh pengadilan tidak merugikan para

pihak yang berkepentingan maka notaris tidak dapat dituntut untuk memberikan

ganti rugi walaupun kehilangan nama baik. (Santoso, 2009) Umumnya seorang

notaris dapat dituntut untuk membayar ganti rugi dalam hal :

1. Adanya kesalahan yang dilakukan notaris;

2. Adanya kerugian yang diderita;

3. Antara kerugian yang diderita dengan kelalaian atau pelanggaran notaris

terdapat hubungan sebab akibat (causalitas). (Santoso, 2009)

Dalam hal akta yang diterbitkan oleh notaris mengandung cacat, maka

kerugian yang ditimbulkan kecacatan tersebut merupakan tanggung jawab notaris.

Bahkan jelas dalam putusan Mahkamah Agung dengan putusan nomor 1440

K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 menegaskan bahwa suatu akta otentik (atau akta

dibawah tangan) hanya berisi satu perbuatan hukum. Bila ada akta mengandung

dua perbuatan hukum (misalnya pengakuan hutang dan pemberian kuasa untuk

22
menjual), maka akta ini telah melanggar adagium tersebut, dan akta seperti ini

tidak memiliki kekuatan eskekusi (executorial title) ex pasal 244 HIR, bukan tidak

sah. Seorang notaris mempunyai tanggung jawab moral serta dapat dituntut untuk

memberi ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan karena kelalaian notaris dalam

akta yang dibuatnya.

5. Akta Notaris

Akta yang dibuat secara notariel menurut Undang-Undang mempunyai

sifat, bahas, bentuk, bagian dan teknik pembuatan yang spesifik atau khusus. Akta

notaris dapat diuraikan sebagai berikut:

Akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang

berwenang untuk itu menurut ketentuan UndangUndang. Perkataan dibuat oleh di

atas ini mengandung pengertian bahwa yang membuat itu adalah pejabat yang

bersangkutan. Sedangkan dibuat di hadapan artinya yang membuat akta itu adalah

para pihak sendiri tetapi disaksikan oleh pejabat tersebut. (Syahrani, 2000, hal.

84)

Dengan demikian akta otentik itu ada dua yaitu:

1. Akta autentik yang dibuat oleh yang sering disebut dengan akta pejabat

2. Akta autentik yang dibuat di hadapan pejabat yang sering disebut

dengan akta partai (partij acte).

Akta notaris sebagai akta autentik bersumber dari pasal I Undang-Undang

No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dimana notaris menjadi pejabat umum

sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya

23
tersebut memperoleh sifat akta autentik, seperti yang termuat dalam pasal 1868

KUHPerdata. Jika sesuatu akta hendak memperoleh status otentisiteit, hal mana

terdapat pada akta notaris, maka menurut pasal 1868 KUHPerdata, akta yang

bersangkutan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Akta tersebut harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum

dan oleh karenanya dalam hubungannya dengan aktaakta notaris

mengenai perbuatan perjanjian dan ketetapan.

2. Akta harus dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang,

yang demikian dengan diancam kehilangan keotentikannya. Hal ini

berarti, bahwa setiap kelalaian mengakibatkan tidak sahnya sesuatu

akta, demikian misalnya pelanggaran terhadap suatu atau lebih

ketentuan dalam pasal-pasal 84 dan 85 Undang-Undang No.30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris mengakibatkan batalnya akta notaris itu,

begitu juga dalam hal terjadi pelanggaran terhadap notaris yang

bersangkutan sehingga akta notaris kehilangan keautentikannya dan

hanya akta notaris mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan.

Kekuatan Hukum Pembuktian Akta Notaris merupakan keharusan dan

ketentuan perundang-undangan, bahwa sebagai alat pembuktian dan dari tugasnya

yang diberikan oleh Undang-Undang kepada notaris. Dalam pembebanan tugas

inilah terletak pemberian tanda kepercayaan terhadap notaris dan pemberian

kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat. Sebab jika tidak

demikian, untuk menugaskan kepada notaris untuk memberikan keterangan dan

semua yang disaksikannya dalam menjalankan jabatannya dan menugaskan

24
notaris untuk membuat akta mengenai hal tersebut; Kekuatan pembuktian akta

notaris dibedakan dalam tiga hal, yakni:

1. Kekuatan pembuktian lahir

Kekuatan pembuktian lahir tersebut dimaksudkan kemampuan dari

akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta

autentik. Kemampuan ini menurut pasal 1875 KUHPerdata tidak dapat

diberikan kepada akta di bawah tangan, akta yang dibuat di bawah

tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang betul-betul dari orang,

terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatanganinya

mengakui kebenaran dan tanda tangannya.

Lain halnya dengan akta otentik di mana akta notaris termasuk di

dalanmya. Akta notaris sebagai akte otentik membuktikan sendiri

keabsahannya, di sini berlaku azas publica probant sese ipsa, artinya

bahwa suatu akta yang wujudnya tampak sebgai akta otentik serta

memenuhi syaratsyarat yang ditentukan, maka akta itu berlaku atau

harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali terbukti sebaliknya. Tanda

tangan pejabat menandakan keasliannya, kecuali jika terbukti palsu.

Beban bukti terletak pada pihak yang mempersoalkan oteritik

tidaknya, menurut tata cara yang diatur dalam pasal 138 HIR, pasal 164

RBg. Kekuatan lahir atau keluar ini berlaku bagi kepentingan atau

keuntungan dan terhadap setiap orang, sehingga tidak terbatas pada para

pihak saja. Sebagai akta otentik, maka keistimewaannya adalah terletak

pada kekuatan pembuktian lahir tersebut.

25
2. Kekuatan pembuktian formil.

Bahwa akta, otentik menjadi bukti kebenaran dari apa yang dilihat,

didengar dan dilakukan oleh pejabat pembuat akta. Segala hal tentang

tanggal, tempat akta dibuat, dan tanda tangan pejabat yang benar.

Pada akta pejabat menjadi bukti bahwa segala keterangan

pernyataan yang dimuat di dalamnya diberikan oleh pejabat. Dan pada

akta partai menjadi bukti bahwa dari pejabat yang memuat pernyataan

atau keterangan di atas tanda tangan mereka. Akta pejabat tidak lain

hanya dapat rnembuktikan kebenaran apa yang dilihat dan dilakukan

oleh pejabat Apabila pejabat mendengar keterangan pihak yang

bersangkutan maka itu hanyalah berarti bahwa telah pasti pihak yang

bersangkutan menerangkan demikian, terlepas kebenaran dari isi

keterangan tersebut.

Dalam arti formil akta notaris membuktikan kebenaran dan apa

yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar dan juga dilakukan

sendiri oleh notaris sebagai pejabat di dalam menjalankan jabatannya.

Akta notaris dalam arti formil pula, maka terjamin kebenaran tanggal

dan akta itu, kebenaran dan tanda tangan yang ada dalam akta itu,

identitas dan orang-orang yang hadir, demikian juga tempat di mana

akta itu dibuat.

3. Kekuatan pembuktian materiil.

Pembuktian secara materi bahwa apa yang dinyatakan dalam akta

notaris itu ada, akan tetapi juga isi dan apa yang diterangkan dalam akta

26
itu dianggap dibuktikan sampai dibuktikan sebagai yang benar terhadap

setiap orang, yang menyuruh membuat akta itu sebagai tanda bukti.

Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam pasal 1870, 1871,

dan 1875 KUHPerdata, antara para pihak dan para ahli waris serta para

penerima hak mereka akta itu memberikan pembuktian lengkap tentang

kebenaran dari apa yang tercantum di dalam akta itu, dengan

pengecualian dan apa yang dicantumkan di dalamnya sebagai hanya

suatu pemberitahun belaka dan yang tidak mempunyai hubungan

langsung dengan yang menjadi pokok dari akta itu. Jadi misalnya suatu

akta notaris mengenai pinjaman uang membuktikan, bahwa A benar

telah meminjamkan uang Rp 126 kepada B, dengan bunga sebesar 5%

per bulan, dengan syaratsyarat tertentu dan syaratsyarat itu dibuktikan

oleh akta notaris tersebut.

Sebab akta notaris itu, isi keterangan yang dimuat di dalamnya

berlaku sebagai benar, isinya itu mempunyai kepastian sebagai yang

sebenarnya, menjadi terbukti dengan sah di antara para pihak dan para

ahli waris serta penerima hak mereka, dengan pengertian:

a) Bahwa akta itu, apabila digunakan di muka pengadilan, adalah

cukup dan bahwa hakim tidak diperkenankan untuk meminta

tanda pembuktian lainnya

b) Bahwa pembuktian sebaliknya senantiasa diperkenankan dengan

alat-alat pembuktian biasa, yang diperbolehkan untuk itu.

27
Akta yang dibuat oleh notaris adalah suatu akta yang dibuat berdasarkan

inisiatif notaris itu sendiri, misalnya akta tentang berita acara mengenai rapat

umum pemegang saham. Sedangkan yang dibuat di hadapan notaris atau akta

partai artinya akta tersebut dibuat atas inisiatif para pihak yang menghadap dan

notaris dalam hal ini hanya bertindak sebagai saksi atas perbuatan hukum kedua

belah pihak.

1. Sifat Akta

Akta Notaris (Notariel Acta) sebagaimana diuraikan UUJN mempunyai

sifat autentik, sehingga tidak perlu diragukan lagi kesempurnaan (keabsahannya)

karena proses pembuatan maupun kewenaga pejabatnya telah sesuai dengan yang

dimaksud pada pasal 1870 KUHPerdata bertalian dengan pasal 1868

KUHPerdata. Di dalam Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Suatu Akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli
warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang
sempurna tentang apa yang dimaksud didalamnya”.

Di dalam Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”

Akta Notaris adalah akta autentik yang memilik kekuatan hukum dengan

jaminan kepastian hukum sebagai alat bukti tulisan yang sempurna (volledig

bewijs), idak memerlukan tambahan alat pembuktian lain, dan hakim terikat

karenanya. Karena grosse akta notaris sama kedudukannya dengan vonis

keputusan hakim yang tetap dan pasti (inkracht van gewijsde) dan mempunyai

kekuata Eksekutorial.

28
Menurut Undang-Undang, suatu akta resmi memiliki kekuatan pembuktian

yang sempurna (volledig bewijs), sehingga apabila ada pihak memajukan suatu

akta yang resmi, maka hakim harus menerimanya dan menganggap bahwa apa

yang ditulis di dalam akta itu sungguh-sungguh telah terjadi, sehingga hakim tidak

boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. (Saleh, 1981, hal. 62)

2. Bahasa Akta

Akta Notaris harus mengunakan Bahasa Indonesia yang dapat dimengerti

oleh pihak-pihak yang membuatnya, tetapi di dalam menghadapi jaman modern

dan di era globalisasi ini maka akta notaris harus dpat memenuhi kebutuhan

masyarakat International. UUJN menyesuaikan untuk dapat memenuhi kebutuhan

tersebut sebagaimana tercantum di dalam Pasal 44 ayat 1 UUJN, berbunyi sebagai

berikut:

(1) Akta dibuat dalam Bahasa Indonesia

(2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang yang digunakan dalam

akta, notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam

Bahasa yang dimengerti oleh penghadap

(3) Apabila notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta

tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.

(4) Akta dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh notaris dan saksi

apabila pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang-

undang tidak menentukan lain.

(5) Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib

menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

29
3. Bagian dan Bentuk Akta Notaris

Bagian bagian akta sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 UUJN, dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Awal akta atau kepala akta, terdiri dari;

a. Judul akta; pokok materi

b. Nomor akta; berupa angka 1 dan seterusnya. Angka tidak ada tambahanhuruf

atau abjad apapun dibelakang angka tersebut.

c. Jam, hari, tanggal, bulan, tahun dimana saat akta itu dibuat, dan

d. Nama lengkap dan kedudukan notaris.

2. Badan akta, memuat;

a. Komparisi; di dalamnya tercantum nama lengkap (tidak boleh disingkat),

alamat, status/jabatan, kapasitas atau kewenangannya selaku pihak

penghadap.

b. Premis; di dalamnya tercantum data poko atau maksud inti yang dikehendaki

oleh pihak secara ringkas atau singkat;dimungkinkan pula terdapat nama

saksi pengenal atau yang diperkenalkan oleh penghadap lengkap dengan data-

datanya.

c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari Pihak yang

berkepentingan. Dengan menggunakan peraturan/aturan atau ketentuan atau

syarat-syarat yang dipakai, disetujui, akan diputuskan oleh pihak-pihak

dicantumkan berupa pasal-pasal yang menentukan waktu, hak dan kewajiban,

saksi, domisili hukum

30
d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan

dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

3. Akhir/Penutup akta, memuat:

a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1

huruf i atau Pasal 16 ayat 7

b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau

penerjemahan akta apabila ada.

c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan

tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.

d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadinya dalam pembuatan

akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,

pencoretan, atau penggantian. (Prajitno, 2010, hal. 59)

Dalam bagian ini tercantum selesainya pembuatan akta, nama status dari saksi,

keterangan notaris dibaca atau tidak dibacakan dan diterangkan kepada penghadap

dan penghadap menyatakan jelas dan mengerti, maka segera diparaf dana tau

ditandatangani/dibubuhi cap empu jari oleh pihak, saksi-saksi dan notaris.

2.2 Penyimpanan Dan Penyerahan Protokol Notaris Dari Notaris Yang

Sedang Menjalani Pemidanaan Kepada Notaris Lain.

Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara

yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan

peraturan perudang-undangan. Kumpulan dokumen negara tersebut berfungsi

sebagai alat bukti fisik yang harus disimpan dan dijaga dengan baik oleh Notaris.

Protokol Notaris berupa Minuta Akta merupakan dasar yang digunakan Notaris

31
untuk membuat Grosse Akta, Salinan Akta, maupun Kutipan yang dibutuhkan

oleh pihak-pihak yang penah menggunakan jasa Notaris di dalam melakukan

perbuatan hukum. Kewajiban untuk menyimpan Protokol Notaris tidak terbatas

pada penyimpanan protokol yang dibuat oleh dan/atau dihadapan Notaris itu

sendiri, akan tetapi juga berlaku untuk penyimpanan protokol yang diserahkan

dari Notaris itu, dimana Notaris yang menerima protokol tersebut bertugas

sebagai penyimpan protokol terhadap protokol yang telah diserahkan kepadanya.

Protokol Notaris yang merupakan arsip dokumen Negara berfungsi sebagai

lat bukti yang kuat harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. Pembuktian dalam

hukum acara mempunyai arti yuridis berarti hanya berlaku bagi pihak-pihak yang

berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka dan tujuan dari pembuktian ini

adalah untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya suatu

peristiwa-peristiwa tertentu. (Mertokusumo, 1998)

Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara

yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. Kewajiban untuk menyimpan

Protokol Notaris tidak terbatas pada penyimpanan protocol yang dibuat oleh

dan/atau di hadapan Notaris itu sendiri, akan tetapi juga berlaku untuk

penyimpanan protocol yang diserahkan dari Notaris itu, dimana Notaris yang

menerima protocol tersebut bertugas sebagai penyimpan protocol terhadap

protocol yang telah diserahkan kepadanya. (Adjie, 2008, hal. 135)

Notaris di dalam menjalankan tugasnya memiliki wewenang untuk dapat

membuat akta dengan baik dan benar sesuai sengan perundang-undangan. Artinya

akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak

32
yang berkepentingan. Notaris berwenang untuk mengetahui kebenaran mengenai

identitas para pihak yang menghadap. Notaris juga diharuskan untuk

menghasilkan akta yang bermutu, artinya akta yang dibuatnya itu harus

sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang

berkepentingan dalam arti yang sebenarnya, sehinggasiapapun akan mengakui

akta Notaris itu mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Selain itu Notaris

harus memiliki wewennag untuk menjelaskan dan membacakan kebenaran isi dan

prosedur akta yang dibuatnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan akta

itu. Kewenangan Notaris selama menjabat terkait juga dengan penyimpanan

seluruh protokol yang dimilikinya.

Undang-undang tidak hanya mengatur cara penyimpanannya, akan tetapi

juga mengatur tempat penyimpanannya. Tempat penyimpanannya itu harus

mudah dicapai dan aman, tempat penyimpanannya itu juga harus dapat dikunci.

Akta-akta, reportorium, dan lain-lainnya itu harus diamankan terhadap kerusakan

disebabkan kebakaran dan pengaruh-pengaruh lainnya dri luar, seperti misalnya

kelembaban dan binatang-binatang yang dapat merusaknya dan juga terhadap

pencurian. Walaupun undang-undang sendiri tidak menyebutkan hal itu harus

dilakukan, akan tetapi dengan memperhatikan bagaimana kebiasaan seseorang

untuk menyimpan dan mengamankan uangnya, surat-surat penting dan harta-harta

berharga lainnya, yakni dengan menyimpannya dalam lemari besi dan lain-lain

tempat yang aman terhadap kebakaran, maka harus diambil kesimpulan, bahwa

sudah pada tempatnya pula Notaris menyimpan akta-aktanya dengan cara dan

pada tempat-tempat sedemikian.

33
Dalam Pasal 62 Undang-Undang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa

penyerahan Protokol Notaris dalam hal Notaris:

a. Meninggal dunia;

b. Telah berakhir masa jabatannya;

c. Minta sendiri

d. Tidak mampu secara rohani dana tau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga ) tahun;

e. Diangkat menjadi pejabat negara;

f. Pindah wilayah jabatan;

g. Diberhentikan sementara;atau diberhentikan dengan tidak hormat.

Dalam hal mengenai penyerahan Protokol Notaris diatur dalam Pasal 63

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Perubahan yaitu:

(1) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan

paling lambat 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara

penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahan

dan yang menerima Protokol Notaris.

(2) Dalam hak terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a,

penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada

Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas daerah.

(3) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g,

penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain

yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika pemberhentian

sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.

34
(4) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud Pasal 62 huruf b, huruf c,

huruf

d, huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh

Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis

Pengawas Daerah

(5) Protokol Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya

berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris

penerima Protokol notaris kepada Majelis Pengawas Daerah.

Protokol Notaris menurut penjelasan pasal 62 Undang-undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang jabatan Notaris terdiri atas:

1. Minuta Akta adalah Asli Akta Notaris, yang merupakan bagian dari Protokol

Notaris. Akta-akta yang dibuat oleh Notaris selama sebulan dijilid menjadi

buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta. Jika jumlah akta

melebihi dari 50 akta, maka kelebihan akta tersebut dibuat dalam buku baru.

Disetiap sampul buku dicatat jumlah akta yang dibuat dengan nomor urut,

bulan dan tahun pembuatan akta-akta tersebut. Akta-akta yang telah dijilid

dalam satu buku disebut bundel minuta akta. Pada umumnya minuta akta

disebut akta otentik telah memenuhi syarat otentisitas suatu akta apabila akta

tersebut disusun, dibacakan oleh Notaris dihadapan para penghadap dengan

dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani saat itu juga

oleh penghadap, saksi dan Notaris. Minuta akta yang merupakan bagian dari

Protokol Notaris dan bagian dari administrasi Notaris adalah arsip Negara yang

wajib disimpan, dijaga dan dipelihara oleh Notaris dengan sebaik-baiknya.

35
2. Buku Daftar Akta (Reportorium), yaitu buku yang memuat nomor urut, nomor

bulanan yang menunjukan akta tiap bulan, jumlah dari akta yang dibuat oleh

Notaris. Buku daftar akta sebelum dipergunakan, terlebih dahulu oleh Notaris

wajib diserahkan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris untuk disahkan

penggunaannya. Reportorium juga berguna untuk menunjukan eksistensi dari

akta yang dibuat oleh Notaris, yang terdiri dari:

a. Nomor urut dari akta yang dibuat oleh Notaris sejak diangkat hingga pensiun

b. Nomor bulanan, menunjukan berapa banyak akta yang dibuat dalam

satubulan

c. Tanggal

d. Sifat akta yang menunjukan akta apa yang dibuat.

e. Nama para penghadap

3. Buku Daftar Akta dibawah tangan yang terdiri dari:

a. Akta yang dibuat di bawah tangan yang ditandatangani oleh pihak-pihak

yang bersangkutan dihadapan Notaris disebut Legalisasi. Akta dibawah tangan

yang disahkan itu adalah akta yang dibuat sendiri oleh para pihak, akan tetapi

pembubuhan tanda tangan para pihak itu dilakukan dihadapan Notaris.

Maksudnya adalah agar dapat dipastikan bahwa orang yang menandatangani

itu benar-benar adalah orang yang bersangkutan karena mereka

menandatangani dihadapan Notaris. Oleh karena itu isi dari akta dibawah

tangan itu lebih kuat mengikat para pihak karena Notaris menjamin bahwa para

pihak benar menandatanganinya dihadapan Notaris. Dan dalam ketentuan

36
umum, bahwa surat-surat yang ditanda tangani oleh seseorang maka isi dari

surat tersebut mengikat orang-orang yang menandatanganinya.

b. Akta dibawah tangan yang didaftarkan atau di dicatatkan (Warmerking).

Surat bawah tangan yang sudah ditanda tangani para pihak kemudian dibawa

ke Notaris untuk dicatat dalam buku daftar surat bawah tangan dan

kegunaannya hanya untuk mencatat resume dari isi surat di bawah tangan

sehingga jika surat di bawah tangan yang didaftar tersebut hilang, maka

resumenya dapat dilihat di kantor Notaris. Dalam pengajuan kehadapan

Notaris, tidak harus dilakukan oleh 2 (dua) belah pihak, tetapi dapat dilakukan

oleh 1 (satu) pihak saja.

4. Buku Nama Daftar penghadap atau klapper. Klapper dibuat untuk daftar akta

dan daftar surat dibawah tangan yang disahkan. Merupakan catatan menurut

alphabet atas nama-nama dari para penghadap, yang terdiri dari Nomor, nama,

sifat akta, tanggal, nomor reportorium. Klapper ini berguna sebagai buku

kendali dalam mencari minuta.

5. Buku Daftar Protes. Cara penomoran daftar protes dimulai dengan nomor urut

01 dan terus berlanjut selama masa bakti jabatannya selaku Notaris dan nomor

urut ini merupakan nomor urut daftar protes sedangkan nomor aktanya

mengikuti nomor urut bulanan yang tercantum dalam daftar akta, protes wesel

dan cek, sudah tidak lagi digunakan sehingga buku daftar protes nihil.

6. Buku Daftar Wasiat. Merupakan buku yang mencatat siapa-siapa saja yang

member wasiat. Wasiat dicatatkan dalam dua buku yaitu pada nomor akta

dicatat dalam reportorium dan buku daftar wasiat. Setiap tanggal 5 (lima) dari

37
setiap bulan, Notaris harus melaporkan ada atau tidak wasiat pada bulan

sebelumnya ke daftar pusat wasiat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia dalam bentuk salinan daftar wasiat. Dan setiap pengiriman

salinan daftar wasiat dicatatkan dalam buku daftar akta pada penutup bulan dan

disebutkan tanggal berapa akta tersebut dikirim.

7. Buku Daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Notaris dalam menjalani tugas dan wewenangnya memiliki tanggung

jawab terhadap aktanya dan menjadikan sebagai protokolnya. Notaris harus

bertanggung jawab atas semua proses pembuatan akta, baik secara lahir, materiil

dan formil agar sesuai dengan pembuatan tata cara serta bentuk yang sesuai

dengan undang-undang dalam pembuatan akta autentik. Pembuatan akta autentik

dari awal meminta dokumen kepada klien, pembuatan aktanya hingga

penandatanganan akta, hal ini disebut dengan verlijden akta atau peresmian akta,

yang tertuang dalam Pasal 16 UUJN huruf m yaitu membacakan akta di hadapan

penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi, atau 4 orang saksi

khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada

saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Setelah peresmian akta, Notaris

wajib untuk menyimpan protokolnya dan mempertanggung jawabkan protokolnya

sesuai yang tertuang dalam Pasal 65 UUJN Notaris.

Selanjutnya menurut Habib Adjie tentang Pasal 65 UUJN dapat dinilai

tentang:

38
1. Mereka yang diangkat sebagai notaris, notaris pengganti, notaris pengganti

khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap sebagai menjalankan tugas

pribadi dan seumur hidup sehingga tanpa ada batas waktu

pertanggungjawaban.

2. Pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus,

dan pejabat sementara notaris dianggap melekat, kemanapun dan dimanapun

mantan notaris, mantan notaris pengganti, mantan notaris pengganti khusus,

dan mantan pejabat sementara notaris berada. (Adjie, 2009,. hal. 43)

Ketentuan yang telah dijelaskan diatas tersebut bahwa notaris bertanggung

jawab atas setiap akta yang dibuat atau dihadapannya meskipun protokol Notaris

telah diserahkan atau dipindahkan tangankan kepada pihak penyimpan protokol

notaris lain sesuai dengan ketentuan Pasal 63 ayat (4) yaitu dalam hal terjadi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, atau

huruf h, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain

yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah. Maksud dari

Pasal-pasal tersebut ialah tanggung jawab protokol yang berkaitan dengan isi akta

yang telah dibuat sebagai minuta dan bukan tanggung terhadap pembuat salinan,

jika Notaris pemegang protokol ialah Notaris lain dasar untuk membuat salinan

yaitu minuta yang dibuat oleh Notaris sebelumnya, jadi tanggung jawab untuk

membuat salinan hanya sebatas permintaan para pihak bukan tentang tanggung

jawab isi akta tersebut.

Salinan itu sendiri telah diatur dalam Pasal 1 angka 9 yaitu “Salinan Akta

adalah salinan kata demi kata dari seluruh Akta dan pada bagian bawah salinan

39
Akta tercantum frasa "diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya". Dalam

hal ini menyebutkan yang sama bunyinya, maksudnya sama bunyinya dengan

minuta akta dengan kata lain tidak ada perbedaan isi akta yang dibuat oleh atau

dihadapan Notaris pembuat akta tersebut.

Pembuatan Salinan Akta tersebut menimbulkan suatu tanda tanya bahwa

pemegang protokol dapat membuat salinan berdasarkan minuta yang dibuat

Notaris pembuat minuta jika minuta tersebut harus mengalami pembaruan dan

sampai kapan batas waktu tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya,

dibalik hal ini pada hukum keperdataan Pasal 1967 KUHPerdata menjelaskan

bahwa tuntutan dalam hukum perdata akan hapus setelah melewati batas waktu 30

tahun. Sedangkan notaris adalah pejabat yang mempunyai batasan waktu pensiun

di umur 65 tahun dan dapat diperpanjang 67 tahun sampai tidak menjabat menjadi

notaris lagi.

Bahwa dibalik tanggung jawab terhadap protokol notaris tersebut, Notaris,

Notaris Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap

Akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau

dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. Hal ini dapat dikatakan

Notaris harus bertanggung jawab seumur hidup berdasarkan Pasal 65 UUJN.

Tanggung jawab juga berlaku terhadap Notaris yang sedang menjalani

pemidanaan dan dikenakan sanksi pemberhentian sementara. Tanggung jawab

yang dimaksud adalah tanggung jawab atas akta-akta yang sebelumnya dibuat

oleh/ di hadapan Notaris sebelum dikenakan sanksi pemberhentian sementara dari

40
Menteri Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia atas ususlan dari Majelis

Pengawas Pusat.

Subekti mengemukakan pendapatnya terkait dengan pengertian

penyerahan. Penyerahan yang sering juga disebut dengan istilah “levering” atau

“overdracht” mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan

kekuasaan belaka (“feitelijke levering”). Kedua perbuatan hukum yang bertujuan

memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering”). (Subekti, 1980,

hal. 71)

Bertitik tolak dari adanya pendapat Subekti tersebut, relevansi dengan

penyerahan protokol kepada penerima protokol, merupakan suatu perbuatan

hukum untuk dapat memindahkan kepemilikan dan tanggung jawab terkait

dengan Protokol Notaris dari Notaris yang sedang dikenakan sanksi

pemberhentian sementara karena terkena masalah pidana kepada Notaris

penerima protokol. Dengan diserahkannya protokol kepada penerima protokol

maka, penerima protokol mempunyai tanggung jawab terhadap penyimpanan

protokol tersebut dan mempunyai kewenangan terhadap protokol sesuai dengan

ketentuan yang telah diberikan oleh undang-undang.

Undang-undang Jabatan Notaris telah menetapkan bahwa Notaris harus

menjaga keauntentikan protokol-protokol yang telah dibuat dalam masa

jabatannya sebagai Pejabat Umum. Terkait dengan adanya Protokol Notaris dari

Notaris yang sedang dikenakan pemberhentian sementara telah ditentukan oleh

undang-undang bahwa berdasarkan Pasal 62 huruf Undang-Undang No. 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris. Penyerahan Protokol Notaris sebagaimana

41
dimkasud dalam Pasal 62 UUJN, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara

penyerahan Protokol yang ditandatangani oleh pemberi dan penerima Protokol

Notaris.

Dalam Pasal 63 huruf g UUJN, penyerahan protokol Notaris yang sedang

diberhentikan sementara, dilakukan oleh Notaris yang sedang dikenakan sanksi

pemberhentian sementara kepada Notars lain yang ditunjuk oleh Majelis

Pengawas Daerah jika pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.

Pengaturan tentang Notaris yang sedang diberikan sanksi pemberhentian

sementara juga terdapat dalam pasal 80 UUJN. Dalam Pasal 80 UUJN tersebut

dinyatakan bahwa:

(1) Selama Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis

Pengawas Pusat mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada

menteri.

(2) Menteri menunjuk Notaris yang akan menerima Protkol Notaris dari

Notaris yang diberhentikan sementara.

Dalam penelitian yang dilakukan penulis, dimana mengkaji tentang

perbuatan pidana yang dilakukan Notaris dengan ancaman penjara kurang dari 5

(lima) tahun. Perbuatan pidana yang dilakukan Notaris yang dikaji dalam

penelitian ini adalah perbuatan pidana pengelapan dan pemalsuan sertifikat.

Perbutan pidana yang dilakukan Notaris dianggap melanggar ketentuan

sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum

42
Pidana selanjutnya disebut (KUHP) dan Pasal 372 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1)

Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman 4 (empat) tahun penjara.

Perbuatan Notaris yang telah melakukan perbuatan pidana pengelapan dan

pemalsuan sertifikat dianggap telah melakukan perbuatan yang melanggar

terhadap kewajiban dan larangan jabatan. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal

9 ayat (1) huruf d Undang-Undang Jabatan Notaris. Pelanggaran pidana

pengelapan dan pemalsuan sertifikat memiliki konsekuensi hukum terhadap

Notaris tersebut. Proses pidana atas perbuatan yang dilakukan Notaris sampai

pemidanaan, menjadikan Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena

telah melanggar UUJN. Dengan diberhentikan sementara maka Notaris tersebut

tidak memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik, serta tidak memiliki

wewenang mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, dan Kutipan untuk para

pihak atau penghadap yang pernah membuat akta di Notaris yang sedang

diberhentikan sementara karena sedang menjalani proses pidana.

Penyerahan Protokol Notaris dari Notaris kepada Notaris lain penerima

Protokol Notaris karena diberhentikan sementara, hal tersebut sesuai dengan Pasal

62 huruf g bahwa penyerahan Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris

diberhentikan sementara. Penyerahan Protokol Notaris adalah salah satu bentuk

perlindungan hukum terhadap para pihak yang pernah membuat akta autentik dan

memerlukan Grosse Akta, Salinan Akta, maupun Kutipan Akta.

Peraturan mengenai penyerahan Protokol Notaris yang diberhentikan

sementara juga terdapat dan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi

Manuasia Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

43
Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris. Pasal 8 Peraturan Menteri

Hukum dan Ham Nomor 61 Tahun2016 tersebut menyatakan bahwa:

(1) Notaris yang sedang menjalani masa pemberhentian sementara harus

menyerahkan protokol Notaris kepada Notaris lain sebagai pemegang

protokol.

(2) Penunjukan Notaris Pemegang Protokol sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditetapkan oleh Menteri atas penunjukan Majelis Pengawas Daerah.

(3) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di

hadapan Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam jangka waktu 14 (empat

belas) Hari terhitung sejak keputusan pemberhentian sementara.

Penyerahan Protokol Notaris yang diberhentikan sementara oleh Menteri

Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia juga diatur dalam Pasal 88 Peraturan

Menteri Hukum dan HAM Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, Dan Perpanjangan Masa

Jabatan Notaris. Pasal 88 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 19 Tahun

2019 tersebut menyatakan bahwa:

(1) Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

87 wajib melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka

waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan

diterima.

(2) Dalam hal jangka waktu pemberhentian sementara Notaris berakhir,

Notaris pemegang protokol wajib melakukan serah terima kembali

protokol kepada Notaris yang diberhentikan sementara, dihadapan MPD

44
dalam jangka paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

pemberhentian sementara berakhir.

Peraturan mengenai pelaksanaan penjatuhan sanksi pemberhentian

sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b Peraturan

Menteri Hukum dan Hk Asasi Manusia Republik Indonesia No 15 Tahun 2020

Tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas terhadap Notaris. Menteri

menerbitkan keputusan tentang pemberhentian sementara dan melakukan

penunjukan pemegang Protokol Notaris dan pemblokiran akun Notaris tersebut

secara sementara. Notaris yang dikenakan sanksi pemberhentian sementara wajib

melakukan penyerahan Protokol Notaris kepada Notaris lain. Pasal 51 Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No 15 Tahun 2020 menyatakan bahwa:

(1) Notaris yang dijatuhi sanksi pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 47 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d wajib melakukan serah

terima Protokol Notaris.

(2) Serah terima Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Notaris kepada Notaris pemegang protokol paling lama 14

(empat belas) Hari sejak putusan diterima.

(3) Serah terima Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dituangkan dalam berita acara serah terima Protokol Notaris yang

ditandatangani di atas materai oleh Notaris kepada Notaris pemegang

protokol yang diketahui oleh Majelis Pengawas Daerah.

45
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum

dilakukan serah terima Protokol Notaris, Majelis Pengawas Daerah berhak

mengambil alih serah terima Protokol Notaris tersebut.

2.3 Pembuatan Dan Penyerahan Salinan Akta kepada Para Pihak.

Notaris yaitu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik

sejauh akta autentik tersebut tidak dikhususkan kepada Pejabat umum lainnya, hal

itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris sebagai

pejabat umum adalah subyek yang menjalankan ketentuan yang diatur oleh

negara, khususnya dibidang hukum perdata. Notaris dalam melaksanakan tugas

pembuatan akta autentik harus dapat menciptakan kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum bagi para penghadap atau klien yang membutuhkan jasa dari

Notaris tersebut.

Proses hukum dan pemidanaan dengan ancaman hukuman kurang dari 5

tahun yang sedang dihadapai oleh Notaris, menjadikan Notaris tidak aktif dan

menjalani hukuman pemberhentian sementara. Menteri Hukum dan Hak Asasi

Republik Indonesia memberikan hukuman pemebrhentian sementara kepada

Notaris tersebut seleha melalui berbagai tahapan pemeriksaan yang dilakukan

mulai dari Majelis Pengawas Daerah dengan membentuk Dewan Pemeriksa

sampai dengan pemeriksaan dan pengusulan pemberian hukuman oleh Majelis

Pengawas Pusat. Usulan dari Majelis Pengawas Pusat menjadi dasar dan

pertimbangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Indonesia menberikan hukuman

46
pemberhentian sementara kepada Notaris yang menjalani proses pemidanaan yang

diancam hukum kurang dari 5 tahun.

Dengan dijatuhkannya hukuman pemberhentian sementara kepada Notaris

yang sedang menjalani proses pidana maka Majelis Pengawas Pusat memiliki

wewenang sesuai dengan Pasal 80 UUJN yaitu:

(1) Selama Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis

Pengawas Pusat mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada

Menteri

(2) Menteri menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol Notaris dari

Notaris yang diberhentikan sementara.

Protokol Notaris merupakan dokumen negara yang harus dipelihara dan

disimpan oleh Notaris, dalam Pasal 1 angka 13 UUJN Protokol Notaris

merupakan dokumen negara yang memiliki fungsi sebagai alat bukti tertulis dan

alat bukti autentik suatu perbuatan hukum perdata yang dilakukan oleh para pihak.

Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang

harus disimpan dan dipelihara oleh Noaris sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan tidak hanya sebagai dokumen pelengkap saja yang

merupakan protocol notaris namum sebgai asli akta atau minuta akta termasuk

didalamnya, sesuai dengan Pasal 16 UUJN yaitu membuat akta dalam bentuk

minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris.

Protokol Notaris merupakan dasar pembuatan Salinan Akta yang diminta

oleh para pihak atau ahli waris dari para pihak. Notaris yang menerima protokol

Notaris diberikan wewenang untuk mengeluarkan Salinan Akta berdasarkan

47
Minuta Akta yang dibuat oleh Notaris yang menyerahkan Protokol Notaris.

Tanggung jawab terhadap isi dan substansi dari Salinan Akta yang dibuat

berdasarkan Protokol Notaris berupa Minuta Akta merupakan tanggung jawab

dari Notaris yang membuat Minuta Akta dan bukan tanggung jawab pembuat

Salinan akta tersebut yang merupakan Noais penerima Protokol Notaris.

Tanggung jawab untuk membuat Salinan hanya sebatas permintaan para pihak

bukan tentang tanggung jawab isi akta tersebut.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Notaris Machmud

Fauzi, S.H pada hari Senin tanggal 8 Mei 2023, beliau berpendapat bahwa Notaris

yang sedang tesangkut masalah pidana dan menjalani proses pidana dan menjadi

tersangka, maka sejak dilakukan penahanan oleh polisi sudah tidak memiliki

kewenangan menjalani jabatan notaris. Notaris yang sedang menjalani penahanan

sesuai dengan Pasal 9 huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undng Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Pasal tersebut menyatakan bahwa Notaris yang sedang menjalani masa penahanan

diberhentikan sementara dari jabatannya. Penahanan yang sedang dijalani oleh

Notaris dalam pemeriksaan proses pidana merupakan alasan dijatuhkannya sanksi

administatif berupa pemberhentian sementara yang merupakan kewenangan dari

Majelis Pengawas Pusat. Kewenangan tersebut merupakan delegasi dari Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (Machmud Fauzi, 2023)

Lebih lanjut menurut Notaris Mahmud Fauzi, S.H., dengan penahanan

yang dilakukan terhadap Notaris maka Notaris tidak memiliki kewenangan

menjalani jabatan notaris. Hilangnya kewenangan Notaris tersebut karena

48
mengacu pada Pasal 19 ayat (1) UUJNP, menyatakan bahwa notaris dalam

menjalankan tugas dan wewenanngnya wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu

di tempat kedudukannya. Dengan dilakukan penahan maka Notaris tidak berhak

melakukan pembuatan akta autentik maupun membuat dan mengeluarkan Grosse

Akta, Salinan Akta, maupun Kutipan.

Notaris dalam menjalankan jabatan Notaris harus memiliki dan menjaga

martabat dan kehormatannya sebagai pejabat umum dan pejabat publik. Proses

pidana yang dijalani oleh Notais sudah mencoreng nama baik dan martabat

Notaris dihadapan masyarakat dan para penghadap. Pemberhentian sementara

seorang Notaris yang sedang menjalani proses pidana baik itu penahan maupun

pemidanaan menjadikan Notaris tersebut tidak dapat menjalankan jabatan Notaris.

Dikelurkannya Surat Keputusan pemberhentian sementara dari Majelis Pengawas

Pusat maupun Surat Keputusan pemberhentian tidak hormat dari Menteri Hukum

Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, disaat yang sama juga dilakukan

pemberian Surat Keputusan Penunjukan Notaris lain untuk menerima Protokol

Notaris. Penyerahan Protokol Notaris adalah salah satu perlindungan hukum dan

hak para pihak untuk dapat mendapatkan hak-haknya seperti Salinan kata, Grosse

Akta, maupun Kutipan Akta.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Notaris I Ketut

Mustika Udaya, S.H., beliau menyatakan bahwa Notaris yang sedang terkena

masalah pidana dan menjadi tersangka dalam kasus tersebut, selama Notaris

tersebut tidak dilakukan penahanan dan dalam proses yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas Notaris belum ada Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi

49
Manusia Republik Indonesia, maka Notaris tersebut masih aktif dan memiliki

kewenangan menjalani jabatannya sebagai Notaris dan berwenang membuat akta

autentik dan berhak mengeluarkan Salinan Akta yang dibutuhkan oleh para pihak

yang membuat akta autentik dibuat oleh/ dihadapan Notaris tersebut. (Mustika

Udaya, 2023)

Notaris I Ketut Mustika Udaya, S.H., berpendapat bahwa proses

pemidanaan yang telah memiliki putusan inkract van gewijsde terhadap Notaris

yang terkena kasus pidana, mengenai ancaman hukuman dan berapa lama

hukuman yang diputuskan oleh majelis hakim, merupakan dasar Majelis

Pengawas Notaris yang memiliki jenjang dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis

Pengawas Wilayah sampai dengan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas

Pusat memiliki wewenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada

Notaris, maupun sebagai dasar untuk mengusulkan pemberian sanksi berupa

pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia apabila ancaman hakim lebih dari 5 tahun atau

perbuatan pidana yang dilakukan Notaris tersebut terkit dengan Pasal 12 huruf c

dan d yaitu notaris tersebut melakukan perbutan yang merendahkan kehormatan

dan martabat jabatan Notaris atau melakukan pelanggaran berat terhadap

kewajiban dan larangan jabatan.

Surat Keputusan Pemberhentian Sementara yang dikeluarkan Majelis

Pengawas Pusat maupun surat Keputusan Pemberhentian Tidak Hormat yang

dibuat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia juga diiringi Surat

Keputusan Penunjukan penerima Protokol Notaris. Notaris pemegang Protokol

50
Notaris harus menjaga, menyimpan Protokol Notaris yang merupakan dokumen

negara di tempat aman agar terjaga dan terawat dengan baik. Penyimpanan

Protokol Notaris yang baik akan memudahkan bagi Notaris pemegang Protokol

Notaris, apabila suatu saat ada para pihak yang sebelumnya membuat akta

autentik di Notaris pemberi Protokol Notaris memerlukan Salinan Akta.

Notaris pemegang Protokol Notaris memiliki wewenang untuk

mengeluarkan Salinan Akta. Kewenangan yang dimiliki oleh Notaris pemegang

Protokol Notaris diatur dalam Pasal 64 ayat (2) UUJN. Pasal tersebut menyatakan

bahwa Notaris Pemegang Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berwenang mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta. Salinan

Akta yang dibuat Notaris pemegang Protokol Notaris yang diminta para pihak

sebelumnya harus secara teliti dan dengan menerapakan prinsip kehati-hatian.

Notaris wajib memeriksa kebenaran identitas para pihak dan memastikan bahwa

identitas dan orang-orang yang menghadap adalah benar-benar merupakan para

pihak atau orang tersebut merupakan orang yang berkepentingan langsung pada

akta, ahli waris atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai pemberian Salinan Akta

kepada para pihak terdapat pada Pasal 54 UUJN yang menyatakan bahwa:

“ Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi


akta, gross Akta, Salinan Akta aau Kutipan Akta, kepada orang yang
berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak,
Skewajiban ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.”

Pembuatan Salinan Akta yang dilakukan oleh Notaris pemegang Protokol

Notaris, harus berpedoman terhadap Minuta Akta yang melekat pada protokol

Notaris yang Notaris pegang. Pembuatan Salinan Akta haruslah sama bunyinya

51
dengan apa yang dibuat di Minuta Akta sebagai konsekuensi dari frasa “ diberikan

sebagai Salinan yang sama bunyinya”. Pembuatan Salinan Akta dilakukan oleh

Notaris pemegang Protokol Notaris yang sesuai dengan Minuta Akta , maka akta

tersebut telah memenuhi syarat materiil dari suatu akta notaris dan merupakan alat

bukti autentik bagi para pihak, ahli waris atau pihak-pihak yang berkepentingan

langsung dengan Salinan Akta tersebut. Pembuat dan penyerahan Salinan Akta

kepada para pihak yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu

Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan perlindungan hukum dan

memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan langsung pada

Salinan Akta tersebut.

Daftar Pustaka

Adjie, H, 2008, Sanksi Perdata dan administratif Kepada Notaris Sebagai


Pejabat Umum, PT. Refika Aditama, Bandung.

52
_______, 2009, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-
Undang Nomor 30 Tahun Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama
Bandung.
_______, 2009, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
_______, 2011, Aspek Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta,
CV. Mandar Maju, Bandung.
_______, 2016, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung.
Anshori, A. G, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Prespektif Hukum dan
Etika. Yogyakarta: UII Press.
Budiono, H, 2015, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,
PT. Citra, Bandung.
Lumban Tobing, G, 1992, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.
M.Waluyo, B, 1997, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta.
Mertokusumo, S, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Mudofir Hadi, 1991,. Varia Peradilan ahun VI Nomor 72, Pembatalan Isi Akta
Notaris Dengan Putusan Hakim.
Notodisoerjo, R, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Pandoman, A, 2017, Teori & Praktek Akta Perikatan Publisitas & Non Publisitas,
PT. Raja Utama Kreasi, Jakarta.
Prajitno, A. A. (2010, hal. 29). Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, CV. Putra
Media Nusantara, Surabaya.
Prajitno, A. A, 2010,. Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, CV Putra Media
Nusantara, Surabaya.
Saleh, K. W, 1981, Hukum Acara Perdata (RBg/HIR),J Ghalia Indonesia, Jakarta.
Santoso, D, 2009, Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta yang Memuat
Dua Perbuatan Hukum (Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor
1440.K/PDT/1996), . Tesis, Program Pascasarjana, Magister
Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang.
Sasongko, W, 2011, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.

53
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris
dalam Pembuatan, Mandar Maju, Bandung.
Subekti, R, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta.
Sumaryono, E, 1995, Etika Profesi Hukum (Norma-Norma Bagi Penegak
Hukum), Kanisius, Yogyakarta.
Syahrani, R, 2000, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Umum, PT Garuda
Metropolitan Press, Jakarta.

54

Anda mungkin juga menyukai