PROPOSAL TESIS
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
NOVEMBER 2020
2
A. Latar Belakang
1
Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. V, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 3.
Universitas Indonesia
3
bukti tertulis berupa akta autentik. Dalam setiap perkara, baik perkara perdata
maupun pidana, pasti tidak akan lepas dari pembuktian. Pembuktian merupakan
sesuatu yang mutlak harus ada. Menang atau kalahnya seorang penggugat atau
tergugat, tergantung kevalidan bukti-bukti yang diajukan ke pengadilan. Semakin
kuat bukti, maka semakin kuat pula keyakinan seorang hakim mengenai kebenaran
suatu perkara. Salah satu bentuk alat bukti adalah akta.
Pasal 1868 KUH Perdata merupakan sumber untuk otensitas Akta Notaris juga
merupakan dasar legalitas eksistensi Akta Notaris, dengan syarat-syarat berikut:2
1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang
Pejabat Umum.
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.
3. Pejabat Umum oleh–atau dihadapan siapa Akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat Akta tersebut.
Syarat-syarat tersebut merupakan syarat kumulatif dan dengan tidak
dipenuhinya salah satu syarat tersebut dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan,
apabila ditandatangani oleh para pihak, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1869
KUH Perdata yang berbunyi:
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai
termaksud di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan
sebagai akta autentik namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah
tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak” 3
Akta atau surat yang autentik bisa dikatakan sebagai alat bukti yang paling
sempurna.4 Ditegaskan pula, bahwa untuk merahasiakan segala sesuatu yang
2
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 7
3
R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
(Jakarta:Pradnya Paramitha,1996), Ps.1869
4
Baharudin, Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah, Jurnal
Hukum Universitas Bandar Lampung, Lampung, 2014, hlm.2.
Universitas Indonesia
4
5
Habib Adji, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT, (PT. Citra Aditya Bakti:Bandung, 2014)
hlm. 12
6
Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 51-52.
7
Urip Santoso, Pejabat Pembuat Akta Tanah (Perspektif Regulasi, Wewenang dan Sifat Akta),
(Prenadamedia Group: Jakarta, 2016), hlm. 61
8
Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, (LaksBang PressIndo:Yogyakarta, 2011), hlm.
46
Universitas Indonesia
5
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah maka posisi Notaris
sebagai PPAT semakin baik dan diakui dan dimasukkannya pada Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang UUJN, satu-satunya jabatan yang boleh dirangkap oleh
Notaris adalah jabatan PPAT pada tempat kedudukan dimana Notaris diangkat.
Notaris atau PPAT sebagai salah satu pejabat umum yang mempunyai peranan
penting di dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum
melalui akta autentik yang dibuat oleh dan dihadapannya, menjadikan akta autentik
sebagai alat bukti yang kuat dan apabila terjadi sengketa di Pengadilan, kecuali dapat
dibutikan ketidakbenarannya sehingga akta Notaris/PPAT memberikan suatu
pembuktian yang sempurna seperti yang disebutkan di dalam Pasal 1870 KUH
Perdata kepada para pihak yang membuatnya.9 Apabila terjadi sengketa terhadap
akta tersebut maka akta tersebut bisa dibatalkan atau batal demi hukum. 10
Menurut Djoko Soepadmo, Akta Autentik adalah akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan atau menurut aturan dalam undang-undang oleh atau
dihadapan umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat, 11
sedangkan menurut Husni Thamrin, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh
pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah
ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan dari pihak-pihak yang berkepentingan,
yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat dalamnya oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, akta autentik tersebut memuat keterangan seorang pejabat yang
menerangkan tentang apa yang dilakukannya atau dilihat dihadapannya. 12 Pasal 1868
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)
menyebutkan bahwa “akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum
9
Nurman Rizal, Implementasi UUJN Kaitannya dengan Pengawasan, Renvoi 30 (November 2005): 2005.
10
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm.16.
11
Djoko Soepadmo, Teknik Pembuatan Akta Seri B-1, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994), hlm.ii.
12
Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, Cetakan 2, (Yogyakarta: Laksbang Pressindo,
2011), hlm 11.
Universitas Indonesia
6
13
Kitab Undang Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan R.
Tjitrosudibio, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 2013), Ps.1868.
14
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 6.
15
E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius, (Jakarta: PT Storia Grafika, 2001), hlm 11.
16
Ibid., hlm.12.
Universitas Indonesia
7
17
K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 5-6.
Universitas Indonesia
8
18
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 1993), hlm.
7.
19
A. Kohar, Notaris dalam Praktek Hukum, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 64.
Universitas Indonesia
9
autentik dapat menyebabkan notaris bertanggung gugat dan akan dikenai sanksi ganti
rugi yang telah dialami para pihak.
Hanya saja didalam Undang-undang Notaris baik Undang-undang yang
terdahulu maupun Undang-undang yang sekarang ada, tidak diatur dengan jelas
tentang bagaimana seorang Notaris itu selaku Pejabat umum
mempertanggungjawabkan secara hukum apabila dia melakukan kesalahan dalam
membuat akta yang dibuatnya, hanya dikatakan bahwa seorang Notaris tidak boleh
menolak untuk membuat suatu akta yang dimohon dan seorang Notaris tidak boleh
membuat akta yang bertentangan dengan hukum. 20
Ditinjau dari aspek teoritik dan praktik pada hakekatnya dalam menjalankan
jabatannya tersebut maka yang harus dipunyai oleh seorang Notaris dan PPAT
adalah aspek kehati-hatian, kecermatan dan kejujuran yang merupakan hal mutlak
dalam melaksanakan jabatan tersebut. Apabila aspek ini terabaikan dalam pembuatan
suatu akta, maka dapat berakibat langsung maupun tidak langsung kepada suatu
perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara administrative 21 dan bisa
berupa pelanggaran perdata 22bahkan perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana.
Dalam kaitannya mengenai prosedur pembuatan akta, maka penandatanganan
suatu akta dihadapan Notaris seharusnya menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan bagi seorang Notaris/PPAT dan merupakan salah satu bentuk
pengaturan yang telah diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris.
Berkaitan dengan akta Notaris dalam perkembangan hukum dewasa ini bahwa
Notaris dapat dipanggil ke pengadilan melalui persetujuan dari Majelis Pengawas
Daerah untuk memberikan keterangan terhadap akta ataupun surat-surat yang
20
Yuliana Zamrotul Khusna, “Peran Notaris dan PPAT Dalam Mencegah Penyeludupan Hukum,” Jurnal
Akta Vol 4 (September 2017): hlm.395
21
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, LN No. 3 Tahun 2014,, Ps.16
22
Ibid., Ps.84
Universitas Indonesia
10
mengalami sengketa. 23 Hal ini akan terkait apakah Notaris telah bertindak tidak
sesuai dengan peraturan perundang–undangan dan kode etik Notaris atau ada
kekeliruan baik disengaja ataupun tidak disengaja oleh para pihak atau salah satu
pihak untuk berusaha melakukan kecurangan sehingga menimbulkan kerugian bagi
pihak lain dengan memberikan keterangan dan dokumen–dokumen yang tidak benar.
24
Undang Undang Jabatan Notaris sampai saat ini tidak mengatur mengenai
sanksi pidana terhadap Notaris, walaupun demikian dalam praktek ditemukan
kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan Notaris
sebenarnya dapat dijatuhkan sanksi pidana sesuai dengan KUHP. Bahkan beberapa
orang Notaris telah menjadi tersangka, yang mana berdasarkan penyidikan, akta yang
dibuat di hadapan Notaris bersangkutan telah memenuhi unsur-unsur pidana,
misalnya dalam kategori turut serta melakukan atau membantu melakukan
pemalsuan surat atau akta.
Kasus pembuatan akta pemindahan dan penyerahan hak (cessie) yang terdapat
pada Putusan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Nomor
2/PTS/MJ.PWN.DKI Jakarta/XI/2017 merupakan kasus dimana Pelapor menduga
bahwa terlapor (Notaris) telah bekerjasama dengan adik pelapor untuk merekayasa
surat hutang, surat kesepakatan bersama, surat pernyataan, kwitansi dan akta notaris
cessie dengan tujuan untuk melakukan penipuan dan menggelapkan asset milik
Pelapor.
Pelapor menyatakan tidak pernah menghadap, dan menandatangani akta
dihadapan Terlapor (notaris) dan bahwa pelapor benar telah menandatangani suatu
23
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan R. Subekti dan R.
Universitas Indonesia
11
akta dihadapan karyawan Terlapor dan tidak dihadapan Terlapor tetapi isinya tidak
seperti yang disebutkan dalam akta cessie yang menyatakan kesepakatan ganti rugi
mesin yang sudah dicuri adik pelapor. Pelapor juga sudah beberapa kali meminta
Salinan akta yang telah dibuat namun Terlapor tidak dapat memberikan Salinan
tersebut.
Terlapor (Notaris) dalam kasus ini membuat akta pemindahan dan penyerahan
hak (cessie) dengan melakukan pelanggaran yaitu bahwa Terlapor melanggar Pasal
16 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang secara jelas menyatakan bahwa:
-Dalam jabatannya Notaris wajib membacakan Akta dihadapan penghadap
dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi
khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan dan ditandatangani saat itu
juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.25
Terlapor (Notaris) dalam kasus ini dengan sengaja dan dengan
sepengetahuannya membiarkan serta memperbolehkan karyawannya membuat dan
membacakan minuta aktanya di kantornya sendiri dengan menggunakan jabatan
Terlapor (Notaris) dan juga membuatkan dan menandatangani Salinan aktanya serta
menjadikan karyawan tersebut sebagai saksi dalam akta cessie itu. Hal ini dianggap
telah melanggar ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa:
1. Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya;
2. Tempat kedudukan Notaris sebagai PPAT wajib mengikuti tempat
kedudukan Notaris
3. Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan
jabatannya di luar tempat kedudukannya;
4. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
25
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, LN No. 3 Tahun 2014, Ps.16 (1)
Universitas Indonesia
12
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis sebelumnya, yang
menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana peran notaris dalam melahirkan keabsahan akta pemindahan dan
penyerahan hak (cessie) dengan dasar kesepakatan bersama?
2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban notaris terhadap pemindahan dan
penyerahan hak (cessie) dengan dasar kesepakatan bersama pada Putusan Majelis
Pengawas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2/PTS/MJ.PWN.DKI
Jakarta/XI/2017?
26
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, LN No. 3 Tahun 2014, Ps.19 (2)
Universitas Indonesia
13
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan pokok permasalahan, penelitian ini terdiri dari dua jenis,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman dan
informasi kepada masyarakat luas mengenai peran notaris dalam melahirkan
keabsahan akta cessie dan juga pertanggungjawabannya dalam Putusan Majelis
Pengawas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2/PTS/MJ.PWN.DKI
Jakarta/XI/2017.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Menjelaskan mengenai peran notaris dalam melahirkan keabsahan akta pemindahan
dan penyerahan hak (cessie) dengan dasar kesepakatan bersama;
b. Menjelaskan pertanggungjawaban notaris terhadap pemindahan dan penyerahan hak
(cessie) dengan dasar kesepakatan bersama dalam Putusan Majelis Pengawas
Wilayah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2/PTS/MJ.PWN.DKI Jakarta/XI/2017
D. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan berdasarkan
metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mendalami atau mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan
cara menganalisanya.27
1. Bentuk Penelitian
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2005),
hlm. 43.
Universitas Indonesia
14
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer dan sekunder sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat.28 berupa peraturan perundang-undangan di Indonesia, dalam
penelitian ini yang digunakan yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memiliki hubungan
dengan bahan hukum primer yang digunakan sebagai sarana membantu
menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer, seperti misalnya
buku, skripsi, jurnal, artikel ilmiah, penelusuran internet, surat kabar, dan makalah.
28
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet. 9. (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2016), hlm. 119.
Universitas Indonesia
15
4. Tipe Penelitian
Adapun tipe penelitian yang Penulis lakukan yaitu penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis.31 Tipe penelitian ini
digunakan untuk menjelajah bagaimana pertanggungjawaban notaris dalam
pembuatan akta pemindahan dan penyerahan hak dalam peraturan perundang-
undangan Indonesia dan bagaimana pertanggungjawaban tersebut diberlakukan
pada Putusan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Nomor
2/PTS/MJ.PWN.DKI Jakarta/XI/2017.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisannya akan dibagi menjadi 4
(empat) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab untuk
mempermudah pemahaman. Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai
berikut:
29
Amiruddin dan Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, hlm. 66.
30
Ibid., hlm. 82.
31
Ibid., hlm. 9.
Universitas Indonesia
16
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini mencakup latar belakang, pokok permasalahan, tujuan
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian yang digunakan dalam
penyusunan skripsi. Latar belakang merupakan penjabaran alasan dari Penulis
untuk menulis tesis ini. Pokok permasalahan merupakan permasalahan terkait
peran notaris dalam melahirkan keabsahan akta pemindahan dan penyerahan hak
dengan dasar kesepakatan bersama yang merupakan alasan Penulis untuk
menulis tesis ini. Metode penelitian merupakan metode yang akan digunakan
penulis dalam mendapatkan data dalam menulis tesis ini. Sistematika penulisan
merupakan penjabaran urutan dari penulisan tesis ini.
Universitas Indonesia
17
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Adji. Habib. Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2014.
Universitas Indonesia
18
II. Jurnal
Endah, Siti Noer. “Pertanggungjawaban Notaris Berkenaan dengan Kebenaran Substansi
Akta Otentik.” Rechtidee Vol.12 (Desember 2017): 270-271.
Khusna, Yuliana Zamrotul. “Peran Notaris dan PPAT Dalam Mencegah Penyeludupan
Hukum.” Jurnal Akta Vol 4 (September 2017): 367-397.
Rizal, Nurman. “Implementasi UUJN Kaitannya dengan Pengawasan.” Renvoi 30
(November 2005): 2005.
Universitas Indonesia
19
IV. Internet
“Akta Notaris Sebagai Akta Otentik.”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt550c0a7450a04/akta-notaris-
sebagai-akta-otentik/. Diakses pada 13 November 2020
“Cessie.” https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl311/cessie/. Diakses pada
tanggal 12 November 2020
“Fungsi Akta Otentik dalam Hukum Perdata dan Implementasinya di Persidangan Gugatan
Perdata.” https://www.hukum-hukum.com/2016/04/fungsi-akta-otentik-dalam-
konsep-hukum.html. Diakses pada 12 November 2020
“Jerat Hukum bagi Notaris yang Memalsukan Akta Autentik.”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c5a568ab332f/jerat-hukum-
bagi-notaris-yang-memalsukan-akta-autentik/. Diakses pada 13 November 2020
“Peran, Fungsi dan Keberadaan Notaris Indonesia.”
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d89c363be3a9/peran--fungsi-dan-
keberadaan-notaris-indonesia-oleh--herlien-budiono/. Diakses pada tanggal 11
November 2020
“Perbedaan Kode Etik Notaris dengan PPAT.”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt509f7875153dc/perbedaan-kode-etik-
notaris-dengan-ppat/. Diakses pada tanggal 12 November 2020
“Subrogasi, Cessie dan Novasi dalam Hukum Perjanjian/Kontrak.”
https://doktorhukum.com/subrogasi-cessie-dan-novasi-dalam-perjanjian-kontrak/.
Diakses pada tanggal 13 November 2020
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia