Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN SAKSI AKTA

MENJAGA RAHASIA AKTA NOTARIS

“PROPOSAL PENELITIAN TESIS”

Oleh :
LILA AYU FAUZIAH
NPM : 22102022031

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN SAKSI AKTA


MENJAGA RAHASIA AKTA NOTARIS

Proposal Tesis Ini Oleh Lila Ayu Fauziah, Telah Disetujui Untuk Seminar
Proposal pada tanggal 2022 Oleh :

Pembimbing I,

Dr. Sunardi, S.H.,MHum.


NIDN

Pembimbing II,

Dr. Rahmatul Hidayati, S.H., M.H.


NIDN
ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN SAKSI AKTA
MENJAGA RAHASIA AKTA NOTARIS

A. LATAR BELAKANG

Negara republik Indonesia merupakan negara hukum, negara

hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin adanya kepastian hukum,

ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara, dan untuk

menjamin adanya kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum

yang berintikan kebenaran dan keadilan, dibutuhkan alat bukti tertulis

yang bersifat otentik tentang perbuatan, perjanjian, penetapan, dan

kejadian atau perbuatan hukum yang dibuat atau dihadapan notaris.

Indonesia merupakan negara yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk masyarakat Indonesia, ketertiban dan perlindungan hukum

melalui alat bukti yang dapat menentukan dengan jelas hak dan kewajiban

subjek hukum didalam masyarakat. Salah satu dari jaminan kepastian

hukum yang memberikan perlindungan hukum, adalah dengan alat bukti

yang kuat dan penuh yaitu akta otentik.1

Kehidupan didalam masyarakat membutuhkan adanya kepastian

hukum antara lain pada sektor publik yang saat ini semakin berkembang

dengan seiringnya meningkatnya kebutuhan masyarakat atas adanya

dibidang jasa. Serta berdampat pada meningkatnya jasa dibidang notaris,

peran notaris dalam pelayanan jasa sebagai pejabat yang diberi

1
Salim, H.S., Teknik Pembuatan Akta Satu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015,hlm 22
kewenangan oleh negara untuk bisa melayani masyarakat dalam bidang

perdata khususnya dalam pembuatan akta otentik.

Berdasarkan pasal 1868 BW, akta otentik adalah akta yang dibuat

dan diresmikan dalam bentuk menurut undang-undang, oleh dan

dihadapan pejabat-pejabat umum yang berwenang untuk berbuat dimana

akta itu dibuat. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuatan yang

mutlak, apabila terjadi sengketa apa yang tertulis diakta otentik merupakan

bukti yang sempurna, sehingga tidak diperlukan pembuktian dengan alat

bukti lainnya dan telah mempunyai kepastian hukum yang kuat.2

Undang-undang yang pertama kali mengatur tentang notaris adalah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dengan

berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diharapkan bisa

memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan atau notaris

sendiri. Kedudukan notaris sebagai pejabat fungsional dalam masyarakat

sampai sekarang masih disegani masyarakat. Notaris dianggap sebagai

pejabat tempat dimana seseorang dapat memperoleh nasihat yang dapat

dipercaya. Dan segala sesuatu yang ditulis dan ditetapkan adalah benar,

notaris adalah pembuat dokumen yang kuat atau otentik dalam proses

hukum.3

Terdapat perubahan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang JAbatan Notaris setealh diundangkannya Undang-Undang baru

Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30


2
Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, hlm 179
3
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris, Cetakan Kedua, PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, hlm, 444
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau selanjutnya yang disebut UUJN.

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan lainnya yang berhubungan dengan hukum privat kepada

masyarakat yang membutuhkan. Dan menuurt pasal 1 ayat (1) UUJN

menyebutkan bahwa :

“ Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat


akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

R. Tresna menyatakan, “pada umumnya akta adalah suatu surat


yang ditandatangani, yang memuat keterangan tentang kejadian-kejadian
atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu haka tau suatu perjanjian,
dan dapat dikatakan bahwa akta itu adalah sutu tulisan dengan mana
dinyatakan sebagai suatu perbuatan hukum.”4

Melalui akta yang telah dibuat oleh notaris harus mempunyai

kepastian hukum untuk masyarakat. Akta notaris merupakan akta otentik

yang memiliki kekuatan hukum mengikat dengan adanya jaminan

kepastian hukum yang dapat digunakan sebagai alat bukti. Akta notaris

adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum dengan jaminan

kepastian hukum sebagai alat bukti tulisan yang sempurna

(volledigbewijs), tidak memerlukan adanya tambahan alat bukti lain, dan

hakim terikat karenanya.5

Akta notaris lair karena adanya keterlibatan langsung dari para

pihak yang menghadap kepada notaris, para pihak yang menjadi kunci

dalam pembuatan akta notaris sehingga bisa menciptakan akta otentik.

4
R.Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hlm 142
5
A.A. Andi Prajitno, Apa dan Siapa Notaris di Indonesia?, cetakan Pertama, Putra Media Nusantara,
Surabaya, 2010, hlm 51
Akta notaris merupakan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan

notaris sesuai dengan bentuk dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh

undang-undang. Akta yang dibuat oleh notaris harus menguraikan secara

tegas, jelas, dan otentik tentang semua perbuatan, perjanjian, dan

penetapan yang telah disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi. 6

Dan dalam akta otentik memuat perjanjian anatara para pihak yang telah

menghadap kepada notaris.

Jabatan Notaris ada karena sudah dikehendaki oleh aturan hukum

atau undang-undang dengan maksud dan tujuan dapat membantu dan

melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Notaris tidak

berarti apa-apa apabila masyarakat tidak membutuhkannya. Menjadi

notaris yang mempunyai dedikasi dan integritas dalam menjalankan

jabatannya harus sudah dibentuk moral serta akhlak sejak dilahirkan,

namun secara khusus, moral dan akhlak sebagai notaris harus dibentuk

sejak dini sebagai notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk

menyimpan rahasia mengenai akta yang telah dibuatnya dan keterangan

atau pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali

undang-undnag memerintahkannya untuk membuka rahasia dan

memberikan keterangan kepada pihak yang berwenang.7

6
Wawan Tunggal Alam, Hukum Bicara Kasus-Kasus dalam Kehidupan Sehari-hari, Milenia Populer,
Jakarta, 2001, hlm, 85
7
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm 14
Kewajiban bagi notaris untuk merahasiakan isi akta dan segala

keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta, yang bertujuan untuk

bisa melindungi kepentingan para pihak yang terkait dengan akta tesebut.

Merahasiakan isi akta merupakan salah satu kewajiban notaris yang telah

diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN yang menyebutkan bahwa :

“dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib merahasiakan segala


sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan,
kecuali undnag-undang menentukan lain.”

Notaris dapat atau boleh membuka rahasia tentang akta yang

dibuatnya Ketika diperbolehkan oleh undang-undang lain. Misalnya

apabila notaris sedang dipanggil oleh penyidik maupun dihadapan

persidangan dalam pemeriksaan, membuka rahasia dan memberikan

keterangan yang seharusnya dirahasiakan dapt dilakukan oleh notaris,

tentunya dengan prosedur yang telah ditentukan.

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ Burgerlijk

Wetboek selanjutnya disebut KUHPerdata, telah ditegaskan bahwa salah

satu syarat terbentuknya akta otentik adalah akta yang ditentukan oleh

Undang-Undang. Bentuk akta otentik yang dibuat oleh notaris diatur

dalam pasal 38 UUJN. Salah satu syarat formal yang harus ada dalam akta

notaris adalah hadirnya 2 (dua) orang saksi yang identitasnya disebutkan

secara tegas pada akhir akta. Dalam pasal 40 UUJN menyatakan bahwa :

(1) Setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit
2 (dua) orang saksi, kecuali peraturang perundang-undangan
menentukan lain.
(2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memnuhi
syarat sebagai berikut:
a. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau
sebelumnya telah menikah;
b. Cakap melakukan perbuatan hukum;
c. Mengerti Bahasa yang digunakan dalam akta;
d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf;dan
e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan
darah garis lurus keatas atau ke bawah tanpa
pembatasan derajat dan garis ke samping sampai
dengan derajat ketiga Notaris atau para pihak.
(3) Saksi sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) harus dikenal
oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau
diterangkan tentang identitas dan kewenangan kepada Notaris
oleh penghadap.
(4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan
saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.

Saksi akta notaris merupakan para saksi yang ikut serta dalam

pembuatan akta (instrument), tugas saksi akta ini adalah membubuhkan

tanda tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta dan

dipenuhinya formalitas yang telah ditetapkan oleh undnag-undang.

Didalam duni praktik notaris paling banyak ditemui yang menjadi saksi

akta adalah karyawan notaris itu sendiri.

Saksi akta dari karyawan notaris secara otomatis akan mengetahui

tentang bagaimana proses pembuatan akta dan bahkan yang bersifat

rahasia dalam akta terssebut. Saksi akta yang merupakan karyawan dari

kantor notaris dan yang masih bekerja di kantor notaris, masih ada saling

berkaitan antara karyawan dengan notarisnya, serta tanggung jawab

terhadap segala pekerjaan yang dilakukan di kantor notaris dan

kerahasiaan akta yang diketahui saat menjadi saksi akta.


Kewajiban seorang notaris untuk merahasiakan setiap akta yang dibuat

telah diatur didalam UUJN dan sumpah “bahwa saya akan merahasiakan

isi akta dan keteranmgan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”

yang dilakukan Ketika diangkat sebagai notaris. Kewajiban dalam

merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan surat-

surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang ada

diakta tersebut. Dan tedapat pula sanksi yang dijatuhkan kepada notaris

apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diwajibkan maupun

dalam kode etik yang melekat pada jabatannya. Sanksi yang dimaksud

terdapat dalam pasal 7 ayat (2) UUJN menyatakan sebagai berikut :

“Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Pemberhentian sementara
c. Pemberhentian dengan hormat; atau
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.”

Saksi akta atau saksi instrumenter merupakan saksi yang

mengetahui proses pembuatan akta notaris, pembacaan akta notaris, serta

berhak untuk melakukan tanda tangan dan paraf dalam akta, secara

otomatis saksi akta akan mengetahui siapa saja para pihak dalam akta,

maupun ketentuan-ketentuan isi akta yang dibuat notaris. Hal ini menjadi

suatu perhatian peneliti mengingat bahwa kerahasiaan akta notaris harus

dijaga dan dilindungi kerahasiaannya terhadap pihak-pihak yang tidak

berkepentingan.

Saksi akta dalam keterlibatannya dalam pembuatan akta notaris

sebagai pihak yang netral atau tidak memihak siapapun dan seharusnya
diatur mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan akta dan sanksi

apabila membocorkan kerahasiaan akta yang dibuat oleh notaris. Belum

adanya pengaturan yang jelas atau pastu tentang bagaimana kewajiban,

tanggungjawab, serta akibat hukum maupun sanksi kepada saksi akta

dalam menjaga kerahasiaan akta notaris dan bisa berpotensi terjadinya

penyalahgunaan dengan pembocoran akta notaris yang dapat berakibat

memberikan kerugian para pihak atau notaris itu sendiri. Dan suatu hal

yang belum diatur oleh undang-undang merupakan kekosongan hukum

(rechtsvacuum).

Akibat yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum

terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur dapat terjadi

ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) atau ketidakpastian perundang-

undangan di masyarakat dan yang lebih jauh lagi dapat berakibat pada

kekacauan huku(rechtsverwarring), dalam artian selama tidak diatur

berarti boleh. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan atau kekacauan

dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau

ditetapkan. Didalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian hukum atau

aturan yang ditetapkan untuk mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi.8

Bukan hanya kerahasiaan akta saja melainkan segala hal yang

berkaitan dengan kantor notaris akan menjadi rawan untuk bisa terbuka

kemasyarakat umum yang seharusnya hal tersebut merupakan rahasia,

sehingga secara khusus perlu adanya regulasi atau aturan yang jelas

8
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, Jakarta,1989,hlm
78
tentang pengaturan yang lebih rinci terhadap setiap Tindakan atau

perbuatan yang mengatur tentang kewajiban dan tanggungjawab saksi akta

dalam menjaga rahasia akta notaris. Sehubungan dengan latar belakang

diatas terdapat problematika berupa kekosongan hukum (rechtsvacuum)

yang menarik untuk dikaji sebagai suatu penelitian dalam bentuk tesis

yang berjudul : “Analisis Yuridis Terhadap Kewajiban Saksi akta

menjaga Rahasia Akta Notaris”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan kewajiban saksi akta dalam menjaga

rahasia akta notaris?

2. Bagaimana perlindungan hukum saksi akta bilamana

mengungkapkan rahasia isi akta dalam perkara perdata atau

pidana?

C. Batasan Masalah

Batasan penelitian dalam penulisan tesis ini agar tidak melebar dalam

pembahasan lainnya maka difokuskan untuk meneliti tentang :

1. Meneliti dan membahas tentang pengaturan kewajiban saksi akta

dalam menjaga rahasia akta notaris.

2. Meneliti dan membahas tentang perlindungan hukum saksi akta

bilamana mengungkapkan rahasia isi akta dalam perkara perdata

atau pidana.
D. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan pasti mempunyai tujuan yang ingin diperoleh

dari hasil penelitian. Dalam tujuan penelitian, peneliti berpegang pada

masalah yang telah dirumuskan, dan Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan kewajiban saksi

akta dalam menjaga rahasia akta notaris.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum saksi

akta bilamana mengungkapkan rahasia isi akta dalam perkara

perdata atau pidana.

E. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian harus mempunyai manfaat untuk pemecahan

masalah yang sedang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampu

memberikan manfaat akademis kepada bidang hukum dan manfaat praktis

pada kehidupan masyarakat. Penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi

yang saling berkaitan dari segi teoritis dan segi praktis. Berhubungan

dengan adanya penelitian ini, maka peneliti sangat berharap dapat

memberikan manfaat kepada :

1. Manfaat Akademis

1) Untuk mengembangakn ilmu pengetahuan yang diperoleh

dalam perkuliahan.

2) Sebagai wawasan untuk mengembangkan wacana dan

pemikiran bagi peneliti dalam lingkup hukum kenotariatan.


3) Menambah literatur atau wawasan ilmiah yang dapat

digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya

dibidang hukum kenotariatan tentang pengaturan kewajiban

saksi akta dalam menjaga rahasia isi akta notaris

2. Manfaat Praktis

1) Untuk masyarakat : dapat memberikan informasi bagi

masyarakat umum tentang saksi akta untuk ikut serta

menjaga rahasia isi akta notaris dan tanggung jawab hukum

saksi akta dalam mengungkapkan isi akta notaris.

2) Untuk pemerintah : dapat kut serta dalam memberikan

pemikiran dibidang hukum pada umumnya dan pada

khususnya tentang pentingnya pengaturan tentang saksi akta

dalam menjaga rahasia isi akta notaris untuk memberikan

perlindungan hukum bagi para pihak, saksi akta, dan

notaris.

3) Untuk universitas : sebagao ilmu pengetahuan dan wawasan

bagi mahasiswa fakultas hukum, khususnya Magister

Kenotariatan dalam bidang hukum kenotariatan.


F. Penelitian Terdahulu
- Peneliti 1 Penelitian 2 Perbandingan Catatan
Nama Glory Bastian/ Imam Safi’i/ Universitas - -
Peneliti Uiversitas Jember9 Narotama Surabaya10
dan
Lembaga
Judul Kewajiban saksi Tanggung jawab hukum Penelitian 1 fokus Judul/fokus
instrumentair dan mantan karyawan notaris membahas tentang penelitian
akibat hukumnya sebagai saksi akta saksi instrumentair tidak sama
terhadap terhadap kerahasiaan akta dan penelitian 2
kerahasiaan dalam fokus membahas
pembuatan akta mantan karyawan
notaris notaris
Rumusan 1. Apakah saksi 1. Bagaimana tanggung Penelitian 1 Rumusan
Masalah instrumentair jawab mantan membahas masalah
berkewajiban karyawan notaris yang pengaturan kedepan tidak sama
merahasiakan membocorkan rahasia tentang kewajiban
isi akta notaris? akta? saksi instrumentair
2. Apakah akibat 2. Sejauhmana dalam menjaga
hukum perlindungan hukum rahasia akta,
terhadap akta bagi mantan karyawan penelitian 2
notaris yang notaris sebagai saksi membahas tanggung
rahasianya terhadap kerahasiaan isi jawab mantan
dibuka oleh akta? notaris yang
saksi membocorkan
instrumentair? rahasia akta
3. Bagaimana
pengaturan
kedepan
tentang
kewajiban saksi
instrumentair
dalam menjaga
kerahasiaan isi
akta notaris?
kesimpulan 1. Tanggung 1. Tanggung jawab Penelitian 1 : Penulis
jawab saksi mantan karyawan spesifikasi menyatakan
instrumentair notaris dalam menyatakan bahwa bahwa
terhadap kerahasiaan isi akta tanggung jawab aturan yang
kerahasiaan isi yaitu memiliki saksi instrumentair mengatur
akta menjadi tanggung jawab pribadi terhadap isi akta tentang saks
tidak jelas dalam menjaga rahasia tidak jelas karena instrumentai

9
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/98379
10
http://tesis.narotama.ac.id/files/TANGGUNG%20JAWAB%20HUKUM%20MANTAN%20KARYAWAN
%20NOTARIS%20SEBAGAI%20SAKSI%20AKTA%20TERHADAP%20KERAHASIAN%20AKTA
karena tidak yang berperan sebagai belum ada aturan belum ada
adanya aturan saksi instrumentair, yang mengatur maka dari itu
kewajiban dijalankan dalam dengan tegas, terdapat
hukum proses pembuatan Penelitian 2 hasil kekosongan
karyawan perjanjian kerja yang dari penelitiannya hukum. Dan
notaris sebagai telah dibuat notaris dan adalah Mantan apabila
saksi mantan karyawan karyawan notaris karyawan
instrumentair sebelum bekerja di yang membocorkan atau mantan
terhadap kantor notaris. isi akta dengan karyawan
kerahasiaan isi 2. Mantan karyawan sengaja maka ada
akta notaris notaris yang dikenakan sanksi perjanjian
dalam UUJN membocorkan isi akta berdasarkan pasal sebelum
2. Pembocoran dengan sengaja maka 1365 KUHPerdata. kerja untuk
rahasia isi akta dikenakan sanksi Menjelaskan bahwa ikut sert
notaris oleh berdasarkan pasal 1365 tiap perbuatan menjaga
karyawan KUHPerdata. melanggar hukum rahasia akt
notaris Menjelaskan bahwa yang membawa notaris
dikategorikan tiap perbuatan dampak kerugian menjaga
sebagai melanggar hukum yang pada orang lain, semua yang
perbuatan membawa dampak mengharuskan dilihat
melawan kerugian pada orang orang yang dikantor
hukum seperti lain, mengharuskan membuat kerugian notaris
Pasal 1365 orang yang membuat untuk mengganti tersebut.
KUHPerdata kerugian untuk kerugian tersebut.
karena mengganti kerugian
bertentangan tersebut.
dengan asas
kepatutan,
ketelitian, serta
sikap hati-hati
yang harus
dimiliki
seseorang.
3. Terdpat
kekosongan
norma dalam
UUJN-P 2014
jo UUJN 2004
terkait
kewajiban
hukum
karyawan
notaris sebagai
saksi
instrumentair
atas
kerahasiaan isi
akta.
Sumber data: https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/98379 Diakses pada
hari rabu, tanggal 23 maret, pukul 18.57, tahun 2022

G. Tinjauan Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah unsur yang wajib ada didalam

negara. Disetiap pembentukan negara selalu ada hukum untuk

mengatur warga negaranya. Dan terdapat hubungan antara negara

dengan warga negaranya sendiri, dan hubungan ini yang akan

melahirkan hak dan kewajiban anatar warga negara. Perlindungan

hukum akan menjadi hak untuk warga negara akan tetapi

perlindungan hukum menjadi wajib bagi negara.11

Negara Indonesia wajib memberikan perlindungan hukum

untuk setiap warga negaranya, sebagaimana yang tercantum dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD 1945) pasal 1 ayat (3) yang berbunyi :

“ Indonesia adalah negara hukum.”

Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang

diberikan kepada subjek hukum (dari Tindakan sewenang-wenang

seseorang) dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik tertulis amaupun

tidak tertulis.12 Perlindungan hukum merupakan suatu gambaran

11
Rusdianti Sesung, dkk, Hukum & Politik Hukum Jabatan Notaris, R.A.De.Rozarie, Surabaya, 2017, hlm 35
12
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm 2
dari fungsi hukum, yaitu hukum dapat memberikan suatu keadilan,

ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Phillipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan

hukum untuk rakyat dengan suatu Tindakan pemerintah bersifat

preventif dan represif, sebagai berikut:

a. Preventif bisa bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, dan yang bisa mengarahkan Tindakan

pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan berdasarkan kewenangan.

Notaris sebagai pejabat umum dan harus bisa

berhati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya

berdasarkan kewenangan yang sudah diberikan

negara, untuk membuat akta otentik agar bisa

menjamin kepastian hukum bagi masyarakat dan

warga negara Indonesia.

b. Perlindungan hukum yang bersifat represif

bertujuan unttuk menyelesaikan terjadinya sengketa,

termasuk salah satunya penanganan yang terjadi di

Lembaga peradilan. Dalam hal ini, dengan

banyaknya akta yang dibuat oleh notaris, dan notaris

sering dipermasalahakan oleh salah satu pihak

karena dianggap sudah merugikan kepentingannya,


baik dengan pengingkaran isi akta, tanda tangan

maupun kehadiran para pihak dihadapan notaris.

Perlindungan hukum menjadi unsur penting dan menjadi

tugas dalam negara hukum, dengan ini negara wajib menjamin

hak-hak hukum warga negaranya.

2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan dimana peraturan itu dibuat dan

diundangkan dengan pasti karena mengatur dengan jelas. Jelas

dalam artian tidak adanya kekosongan hukum, kekaburan norma

atau keraguan, sehingga tidak menimbulkan konflik norma dalam

penerapan. Kepastian hukum dapat menentukan pemberlakuan

hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, dan

pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan yang

sifatnya subjektif.

Kepastian hukum merupakan tujuan dari setiap adanya

peraturan. Kepastian hukum akan tercapai apabila kata dan kalimat

undang-undang tersusun dengan jelas dan tidak menimbulkan

penafsiran yang berbeda-beda, dan kepastian hukum mempunyai

hubungan erat dengan penegakan hukum. Penegakan hukum

merupakan proses untuk bisa mewujudkan keinginan hukum

menjadi kenyataan.

Theo Huijibers berpendat, tujuan politik hukum bukun

sekedar untuk menjamin keadilan, akan tetapi untuk bisa


menciptakan kedamaian hidup dengan adanya kepastian hukum.

Yang artinya, kepastian hukum bukan menjadi tujuan politik

hukum, melainkan hal yang wajib ada bilamana keadailan dan

ketentraman mau diciptakan. Adanya kepasstian hukum di Negara

adalah adanya peraturan perundang-undangan yang jelas dan

perundang-undangan telah diterapkan dengan baik oleh hakim

maupun penegak hukum lainnya.13

Teori kepastian hukum mempunyai dua pengertian sebagai

berikut:

a. Aturan yang bersifat umum, membuat individu mengetahui

perbuatan mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

b. Keamanan hukum untuk individu dari kewenangan

pemerintah dengan adanya aturan hukum yang bersifat

umum individu dapat mengetahui mana saja yang boleh

dilakukan oleh negara terhadap individu, dan kepastian

hkum ini sangat dibutuhkan guna untuk menjamin

kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.

Kepastian hukum dapat diartikan seseorang bisa memperoleh

suatu yang diharapkan dengan keadaan tertentu. Kepastian juga

diartikan sebagai kejelasan norma hukum sehingga dapat dijadikan

sebagai pedoman untuk masyarakat dengan peraturan yang ada.

Pengertian kepastian dapat diartikan bahwa dengan kejelasan dan

13
Abdul rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Bayumedia Publishing, Malang,2005, hlm 22
ketegasan berlakunya hukum didalam warga negaranya, dan

bertujuan tidak menimbulkan banyak tafsir.

Kepastian hukum dengan adanya kejelasan perilaku yang

bersifat umum dan mengikat semua warga negara termasuk salah

satunya yaitu konsekuensi hukumnya. Kepastian hukum diartikan

jga sebagai hal yang dapat ditentukan oleh hukum dalam hal yang

konkret.14 Kepastiian hukum merupakan perlindungan yustisiabel

terhadap Tindakan wewenang yang berarti bahwa seorang bisa

memperoleh apa yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Dan

hukum bertugas bisa menciptakan kepastian hukum karena

bertujuan untuk menciptakan ketertiban didalam masyarakat.15

Kepastian hukum merupakan salah satu ciri yang tidak dapat

dipisahkan dari hukum, terutama dalam norma hukum tertulis.

Hukum tanpa ada nilai kepastian hukum akan kehilangan makna

karena tidak dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku untuk

warga negara atau masyarakat.

3. Teori Perbuatan Melawan Hukum

Pasal 1365 KUHPerdata merupakan satu-satunya ketentuan

yang mengatur tentang pelaku perbuatan melawan hukum

berkewajiban memberikan ganti rugi kepada penderita kerugian

karena perbuatan yang melawan hukum tersebut. Pasal 1365

KUHPerdata dalam buku III yang berbunyi :


14
Van apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan ke-24, Pradnya Paramita, Jakarta,1990, hlm 24-25
15
Fance M, wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum oleh Hakim, (Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol 19
No.3 oktober 2007, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2007), hlm, 192
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Beberapa definisi yang dipaparkan para ahli hukum

terhadap perbuatan melawan hukum sebagai berikut :

a. Menurut wirjono prodjodikoro “onrechtmatigde

daad” didalam Bahasa belanda mempunyai arti yang

sempit, yaitu yang digunakan pasal 1365 BW dan

hanya berhubungan dengan penafsiran pasal

tersebut, sedangkan istilah perbuatan melanggar

hukum ditujukan kepada hukum yang sedang

berlaku di Indonesia. Istilah perbuatan melanggar

hukum tidak hanya dilakukan untuk perbuatan

hukum secara langsung tetapi untuk pelanggaran

tidak langsung, seperti kesusilaan, keagamaan dan

sopan santun.16

b. Dan menurut Mariam Darus Badrulzaman,

perbuatan melawan hukun dengan mengatakan

bahwa pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa

perbuatan yang melawan hukum yang dapat

membawa kerugian pada seseorang, dan

mewajibkan orang karena kesalahannya

menerbitkan kerugian maka harus mengganti


16
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Penerbit Sumur, Bandung, 1993, hlm 7
kerugian tersebut, selain itu dalam pasal 1365

KUHPerdata mempunyai arti yang sangat penting

karena dengan adanya pasal ini hukum tidak tertulis

diperhatikan pasal ini.17

Dengan ini, muncul dua definisi tentang perbuatan

melawan hukum yang berkembang dari sejarah perbuatan melawan

hukum, yaitu definisi dalam arti sempit dan dalam artian luas,

sebagai berikut :

a. Arti sempit berarti, perbuatan yang bertentangan

dengan hak oramg lain yang timbul karena undnag-

undang, atau setiap perbuatan bertentangan dengan

ketentuan hukumnya sendiri yang ada karena

undang-undang.

b. Arti luas berarti, dapat diartikan tidak hanya

perbuatan yang melanggar kaidah tertulis atau

melanggar dengan kewajiban hukum pelaku dan

melanggar hak subjektif orang lain, akan tetapi

perbuatan tidak tertulis seperti contohnya kaidah

yang mengatur tentang tata Susila, keputusan,

ketelitian dan kehati-hatian yang harus dimiliki

dalam pergaulan dimasyarakat atau terhadap harta

benda. Perumusan perbuatan melawan hukum

17
Mariam darus Badrulzaman, KUHPerdata buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung:
Alumni, 1983, hlm 146
dalam pergaulan dimasyarakat yang awalnya bukan

termasuk perbuatan melawan hukum, tetapi

dikemudian hari masuk dalam kategori perbuatan

melawan hukum.18

Pasal 1365 KUHPerdata merupakan satu-satunya

pasal yang ada dalam KUHPerdata yeng terpenting dan

memuat ketentuan tentang unsur-unsur yang harus

dipenuhi dapat mengganti kerugian berdasarkan perbuatan

melawan hukum. Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar

dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum

adalah sebagai berikut:

a. Perbuatan itu harus melawan hukum


(onrechmatig).
b. Perbuatan harus menimbulkan kerugian.
c. Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan
atau kelalaian.
d. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul
harus ada hubungan kuasal.
Abdulkadie Muhammad menjelaskan tentang unsur-unsur perbuatan melawan

hukum yaitu:

1. Perbuatan harus melawan hukum

Perbuatan yang dilakukan harus melawan hukum. Berdasarkan

putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad) sebelum tahun

18
Op.cit.hlm9
1919 mengartikan perbuatan melawan hukum itu sebagai “suatu

perbuatan yang melanggar hak orang lain atu jika orang berbuat

bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.”

Dari putusan Mahkamah Agung telah berpandangan luas terhadap

rumusan perbuatan melawan hukum tidak hanya perbuatan yang

melanggar kaidah hukum tertulis, yaitu dengan perbuatan yang

bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku dan melanggar

hak subjektif orang lain, akan tetapi perbuatn yang tidak tertulis.

Salah satu contohnya kaidah tentang kesusilaan, kepatutan,

ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya bisa dimiliki oleh

seorang dalam hidup bermasyarakat atau terhadap harta benda.

2. Perbuatan harus menimbulkan kerugian.

Dalam undang-undang ttidak hanya menjelaskan tentang ukuran

dan yang termasuk kerugian. Undang-undang ini hanya

menyebutkan sifta dari kerugian yaitu materiil dan imateriil. Apa

ukuran dari kerugian tersebut, apa yang termasuk kerugian itu,

tidak ditentukan lebih lanjut didalam undang-undang yang

berhubungan dengan perbuatan melawan hukum.19 Dengan

pernyataan diatas bagaimana bisa menentukan kerugian akibat

perbuatan melawan hukum , dengan ini yang termasuk kerugian

materiil dan imateriil adalah sebagi berikut :

19
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Program pascasarjan FHUI, Jakarta, 2003, hlm 148
a) Materiil berarti bersifat kebendaan. Salah satu contohnya
adalah kerugian karena kerusakan mobil, rusaknya rumah,
hilangnya keuntungan.
b) Immaterial berari, tidak kebendaan. Yang contohnya adalah

dirugikan nama baik seseorang, pembukaan rahasia yang

mengakibatkan kerugian.

3. Perbuatan hanya dilakukan dengan kesalahan

Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang disengaja atau

lalai melakukan perbuatan dan perbuatan itu melawan hukum.

Menurut hukum perdata, seorang dapat dikatakan bersalah jika

telah menyadari perbuatn yang telah dilakukan atau tidak

melakukan suatu perbuatan yang seharusnya bisa dihindarkan.

Perbuatan yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan tidak

terlepas dari bisa atau tidaknya hal itu dikira-kira. Dikira-kira harus

bisa diukur secara objektif, artinya manusia sadar dengan sendiri

dapat merancang atau merencanakan perbuatan yang seharusnya

dilakukan atau tidak dilakukan.

Suatu Tindakan bisa dianggap mengandung unsur kesalahan,

sehingga dapat diminta pertanggungjawaban hukum, dan jika telah

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a) Kesengajaan
b) Kelalaian
c) Tidak ada alas an pembenar atau alas an pemaaf, seperti
keadaan overmacht, membela diri, tidak waras dan lain-
lain.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat diartikan bahwa perbuatan

melawan hukum adalah perbuatan yang sengaja atau lalai melakukan

perbuatan tersebut. Kesalahan dalam unsur ini merupakan suatu

perbuatan yang dapat dikira-kira atau diperhitungkan oleh pikiran

manusia sebagai Tindakan yang dilakukannya atau tidak dilakukannya

perbuatan itu.

4. Perbuatan kerugian ada hubungan kausal

Hubungan kausal atau yang disebut dengan hubungan sebab akibat

digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan antara

perbuatan hukum dengan kerugian tersebut, sehingga seorang yang

sedang melakukan perbuatan dapat diminta untuk

bertanggungjawab. Menurut teori Conditio Sine Quo yang

dikemukakan oleh Von Buri “bahwa setiap masalah merupakan

syarat untuk timbulnya suatu akibat merupakan yang menjadi

sebeb akibat.”20

Pasal 1365 KUHPerdata, yang menjadi hubungan klausal

ini dapat melihat dari kalimat perbuatan yang sebab kesalahannya

dapat menimbulkan kerugian. Oleh karena itu kerugian ada karena

disebabkan dengan adanya perbuatan, atau kerugian merupakan

akibat dari perbuatan yang dilakukan. Dan jika anatara perbuatan

dan kerugian ada hubunngan kausalitas maka sudah bisa dikatakan

setiap kerugian merupakan akibat dari perbuatan.

4. Teori tanggung jawab


20
Rosa Agustina, Op.Cit, hlm.91
Terdapat dua (2) istilah tentang pertanggungjawaban dalam kamus

hukum, yaitu responsibility dan liability. Menurut kamus hukum Henry

campbell Black’s Law Dictionary tanggung jawab adalah :

Tanggung jawab yang bersifat umum atau yang disebut responsibility


sedangkan tanggung jawab hukum disebut liability. Liability diartikan
dengan condition of being responsible for a possible or actual loss,
penalty, evil, expense or burden, condition which creates a duty to
performact immediately or in the future.21
Dalam pemgertian dan penggunaan praktis, yang dimaksud dengan
liability fokus pada pertanggungjawaban hukum atau konsekuensi hukum
yaitu tanggung jawab akibat kesalahan yang telah dilakukan oleh subyek
hukum, dan istilah responsibility fokus pada pertanggungjawaban politik
atau kewajiban hukum.22

Teori tanggung jawab hukum untuk bisa menjelaskan bagaimana

tanggung jawab saksi akta terhadap menjaga rahasia akta notaris.

Bilamana saksi akta melanggar maka dapat mengakibatkan kerugian

pada para pihak dan bisa menjadi delik atau perbuatan yang harus

dipertanggungjawabkan. Hans Kelsen memnagi pertanggung jawaban

menjadi empat antara lain:23

a. Pertanggung jawaban individu adalah orang atau individu bisa


bertanggung jawab dengan pelanggaran yang telah dilakukannya
sendiri.
b. Pertanggungjawaban kolektif adalah seorang individu
bertanggungjawab atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh
orang lain.
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan adalah seorang

individu bertanggung jawab karena pelanggaran yang sudah

21
Hery Campbell Black, Black’s Law Dictionary, : St Paul Minn Wesr Publishing, Boston,Co, 1991, hlm 914
22
Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta,2006, hlm 335-337
23
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisyl Mutaqien, Nuansa & Nusamedia,Bandung, 2006,
hlm 140
dilakukan dengan sengaja dan diketahui dengan tujuan untuk

menimbulkan kerugian.

d. Pertanggungjawaban mutlak seorng individu bertanggung jawab

atas pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja atau tidak

sengaja dan tidak diperkirakan.

Sedangkan menurut Roscoe Pound pertanggungjawaban

dengan meminta ganti rugi terhadap orang yang telah melakukan

kerugian terhadapnya (injury), baik dilakukan oleh orang pertama

atau oleh sesuatu dibawah kekuasaannya. Roscoe Pound

menyatakan hukum ada tiga (3) tanggung jawab atas delik, antara

lain:

a. Pertanggungjawaban atas kerugian yang disengaja.


b. Pertanggungjawaban atas kerugian karena kealpaan dan
tidak disengaja.
c. Pertanggungjawaban dalam perkara tertentu atas
kerugian yang dilakukan karena kelalaian serta tidak
disengaja.
Pertanggungjawaban muncul karena adanya kesalahan yang

dilakukan dan menyebabkan kerugian, disyaratkan apabila

perbuatan yang melanggar hukum dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan orang lain dan

diantara mereka tidak ada perjanjian (Hubungan hukum perjanjian),

dan berdasarkan undang-undang atau terjadi hubungan hukum

antara orang yang menimbulkan kerugian.24

24
AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan ke-2, Diapit Media, Jakarta,2002, hlm 77
5. Teori Penemuan Hukum

Sistem hukum Indonesia berasal dari Belanda sebagai

negara yang pernah menjajah negara Indonesia, sehingga hukum

Belanda diterapkan di Indonesia yang berdasarkan asas

konkordansi. Asas konkordansi adalah asas yang melandasi

diberlakukannya hukum eropa atau belanda untu diberlakukan

kepada bangsa pribumi atau Indonesia juga. Sehingga asas

konkordansi adalah asas yang diberlakukannya hukum belanda

kepada bangsa pribumi atau bangsa Indonesia, meskipun

pemberlakuannya masih dipisahkan menurut golongan.25

Sistem hukum Belanda adalah system hukum Eropa

Kontinental (civil law), sistem hukum Indonesia juga mengikuti

siste hukum Eropa civil law, dan dasar hukum Indonesia adalah

dasar hukum tertulis, dengan diwujudkan dalam bentuk perundang-

undangan. Karakteristik civil law dengan adanya kodifikasi atau

pembukuan atau undang-undang, dalam kodifikasi dihimpun

sebanyak-banyaknya ketentuan hukum dan disusun secara

sistematis.

Kehidupan masyarakat selalu bergerak secara dinamis,

adanya penemuan baru dengan berjalannya waktu, dengan

demikian akan ada kekuranga dari undang-undang yang mengatur

secara jelas dan lengkap dengan berjalannya waktu. Sehingga perlu

adanya pembaharuan peraturan atau perundang-undangan tersebut.


25
Ansori Ahmad, Sejarah dan Kedudukan BW di Indonesia, Rajawali, Jakarta,1986, hlm. 26-27
Adanya permasalahan hukum yang masih belum ditemukan dasar

hukum yang mengaturnya berarti ada kekosongan hukum. Apabila

ada kekosongan hukum yang mengatur permasalahan hukum maka

harus menciptakan hukum dengan penemuan hukum baru.

Penemuan hukum yang prosesnya bisa dilakukan oleh

hakim, pembentuk undang-undang, ahli hukum, atau apparat

penegak hukum lainnya yang diberi tugas untuk penerapan

peraturan hukum pada peristiwa hukum konkrit. Menurut Paul

Scholten yang dimaksud dengan penemuan hukum adalah sesuatu

yang lain daripada hanya penerapan peraturan-peraturan pada

peristiwanya. Dan terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan,

baik dengan interpretasi atau dengan analogi dengan penghalusan

pengkonkretan hukum (rechvervijning). 26

Sumber utama dalam penemuan hukum adalah peraturan

perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian

internasional, dan doktrin. Penemuan hukum dilakukan dengan

konstruksi hukum, bertujuan agar hasil putusan hakim atau

pembentukan hukum bisa mengakomodasi peristiwa hukum yang

konkrit dan dapat keadilan serta mampu memberikan manfaat untu

pencari keadilan. Penemuan hukum melalui metode konstruksi

hukum ada empat (4), antara lain :

a. Argumentum Per Analogium (Analogi)

26
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru dengan Interpretasi Teks,UII Press,
Yogyakarta,2005, hlm.51
Analogi merupakan penemuan hukum dengan mencari

esensi yang lebih umum dari peristiwa hukum atau

perbuatan hukum baik yang sudah diatur oleh undang-

undang atau belum diatur. Contohnya pasal 1576

KUHPerdata mengatur jual beli tidak memutuskan

hubungan sewa menyewa, lantas bagaimana dengan

waris/hibah? Dan hal tersebut tidak diatur, yang diatur

hanyalah jual beli. Dengan ini dianalogikan bahwa warisan

atau hibah sama dengan jual beli tidak bisa memutuskan

hubungan sewa-menyewa.

b. Argumentum a Contrario (Bertolak Belakang)

Dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa apabila undang-

undang menetapkan peristiwa tertentu, yang berarti

peraturan itu hanya terbatas untuk peristiwa tersebut, dan

peristiwa diluar berlaku sebaliknya. Dikarenakan ada

kalanya peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-

undang, kebalikan dari peristiwa tersebut diatur oleh

undnag-undang.

c. Rechtvervinjning (penyempitan hukum)

Bertujuan untuk mengfokuskan aturan hukum yang abstrak,

pasif dan umum, dan agar bisa ditetapkan pada peristiwa

tertentu. Abstrak berarti aturan hukum bersifat umum atau

norma luas dan dikatakan pasif karena aturan hukum tidak


menimbulkan akibat hukum Ketika peristiwa konkret. Dan

didalam metode ini terdapat pengecualian atau

penyimpangan baru dari peraturan yang bersifat umum.

Peraturan bersifat umum ditetapkan terhadap peristiwa atau

hubungan hukum khusus dengan adanya penjelasan atau

konstruksi dengan ciri-ciri tersendiri.

d. Fiksi hukum

Sebagai penemuan hukum yang berlandaskan pada asas

setiap orang dianggap mengetahui hukum. Esensi dari fiksi

hukum adalah metode penemuan hukum yang

mengemukakan fakta-fakta baru, sehingga adanya

personifikasi untuk masyarakat. Fungsi fiksi hukum selain

untuk menciptakan stabilitas hukum, yang utamanya untuk

mengisi kekosongan hukum. Contohnya ada anak yang

didalam kandungan dianggap ada (hak-haknya atau sebagai

ahli waris), Ketika kepentingan anak menghendaki dan

telah lahir, akan tetapi Ketika anak meninggal dunia masih

dalam kandungan atau saat melahirkan anak itu dianggap

tidak pernah ada.

H. Metode Penelitian

Permasalahan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian

sebagai berikut:
1. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diketahui adanya

kekosongan hukum tentang perlindungan hukum terhadap saksi

akta bilamana mengungkapkan rahasia akta notaris. Untuk melihat

adanya kekosongan hukum tersebut, penelitian ini menggunakan

jenis penelitian hukum normatif. Jenis penelitian hukum normative

yaitu penelitian fokus kepada law in books sebagaimana yang

tertulis dalam peraturan perundang-undang. Menurut Hans Kelsen

penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap norma

hukum dalam sifat normativitasnya, yaitu penelitian terhadap

norma sebagai keharusan (sollen) dan bukan penelitian terhadap

norma sebagai terapan (sein).27

Karakteristik utama penelitian hukum normative adalah

sumber utamanya adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan

bukan data atau fakta empiris. Dalam penelitian hukum normative

peneliti akan fokus untuk menemukan norma untuk mengisi

kekosongan hukum tersebut. Peneliti tetap mengacu terhadap

peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum dan teori-teori

hukum. Hukumpositif tertulis mengacu dengan peraturan

perundang-undangan dibidang kenotariatan, salah satunya ada

UUJN, KUHPerdata, dan peraturan perundang-undangan lainnya

yang berkaitan dengan penelitian peneliti.

2. Pendekatan Penelitian

27
Bahdar Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung 2008. Hlm 86
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

dengan berdasarkan kekosongan hukum adalah menggunkan

pendekatan perundang-undangan, teori-teori hukum dari para ahli

hukum dengan cara menganalogi dan selanjutnya digunakan untuk

mengkonstruksikan norma sebagai dari penemuan hukum. Peneliti

juga menggunakan pendekatan untuk menghasilkan konsep

perbaikan, melalui pendekatan-pendekatan tersebut peneliti

menganalisis bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dan

selanjutnya akan ditarik kesimpulan.

a. Pendekatan Undang-undang (statue Approach)


Pendekatan dilakukan dengan menganalisis perundang-

undangan, pendekatan tersebut dilakukan untuk meneliti

serta mengkaji tentang perlindungan hukum saksi akta

notaris.

b. Pendekatan Konsep Hukum (Analytical Conseptual

Approach)

Analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum,

asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum dan berbagai

konsep yuridis. Analisis terhadap bahan hukum adalah

untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah yang

digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara

konsepsional, sekaligus dapat memahami serta mengetahui

penerapannya.28

28
Made Pasek Diantha, hlm 160-
Pendekatan konsep (conseptual approach)

dipergunakan untuk menguraikan serta untuk dapat

menganalisis mengenai permasalahan dalam penelitian

karena adanya kekosongan hukum. Artinya dalam sistem

hukum yang berlaku pada saat ini belum ada norma dari

peraturan perundang-undangan, yang dapat diterapkan pada

permasalahan kekosongan hukum. Sehingga dapat

diformulasikan konsep hukum yang relevan untuk

membantu memperkuat dan melengkapu argumentasi

dalam memecahkan permasalahan yang diteliti.

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian


Bahan hukum untuk penelitian ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Penjelasan dari metode pengumpulan bahan hukum untuk

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer yang digunakan dalam proses

menemukan norma untuk dapat mengisi kekosongan

hukum atau yang selanjutnya untuk mengkonstruksi norma

hukum yang diperoleh dengan cara mengumpulkan hukum

positif tertulis yang berhubungan dengan penelitian ini.

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan


perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan

hukum primer penelitian ini sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang

dapat memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer,

hal tersebut dapat berupa rancangan undang-undang, hasil

penelitian, hasil karya dari ahli hukum dan lain-lainnya.29

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum

yang terdiri dari teori-teori atau doktrin dari para ahli

hukum yang ada di literatur buku, jurnal hukum, dan media

cetak lainnya. Bahan hukum dapat berupa publikasi tentang

ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum kenotariatan

29
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Malang, 2012, hlm 392
tentang saksi akta , yang bukan merupakan dokumen resmi

yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan

sekunder. Bahan hukum tersier dapat berupa artikel seperti

koran atau media cetk lainnya yang dalam format tertulis

atau dalam elektronik dan dari internet.30

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Penelitian

Bahan hukum yang digunakan penelitian ini adalah bahan

yang diperoleh dari studi kepustakaan, dengan mengumpulkan

berbagai bahan hukum baik dari peraturan perundang-undangan,

kode etik notaris, karya ilmiah, buku yang relevan dengan

penelitian ini tentang saksi akta menjaga rahasia akta notaris.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian

Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara

kritas dan kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan

memahami dan merangkai bahan hukum yang telah diperoleh dan

disusun secara sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Dalam

penelitian ini dalam menemukan norma untuk mengisi kekosongan

hukum, dan selanjutnya menganalisis bahan hukum untuk

dikonstruksikan dari bahan hukum dan selanjutnya menjadi

30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hlm 14
penemuan hukum. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan

cara berfikir deduktif, yang artinya dengan cara berfikir yang

mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik

kesimpulan secara khusus untuk dilakukan penemuan hukum yang

mengisi adanya kekosongan hukum.

I. Sistematika Penulisan
Untuk Menyusun penelitian ini, sistematika penulisan dibagi dalam :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan beberapa tinjauan umum
tentang teori-teori dan konsep yang diangkat dan yang
relevan terhadap judul penelitian ini. Dan pengertian-
pengertian yuridis yang relevan dengan pokok
permasalahan yang terkait dengan penelitian ini.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang metode penelitian tentang
penelitian ini. Diantaranya ada jenis penelitian,
pendekatan penelitian, jenis dan sumber bahan hukum
penelitian, Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian,
dan Teknik analisis bahan hukum penelitian.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil dari penelitian dan pembahasan
secara deskriptif yaitu penemuan hukum terhadap
perlindungan hukum saksi akta menjaga rahasia akta
notaris yang diperoleh dari bahan-bahan hukum yang telah
dianalisis.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan atas pembahasan dan
saran-saran terkait kewajiban saksi akta menjaga rahasia
akta notaris.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Andi Prajitno, A.A, 2010, Apa dan Siapa Notaris di Indonesia?, cetakan Pertama,
Putra Media Nusantara, Surabaya.
Alam Tunggal Wawan, 2001, Hukum Bicara Kasus-Kasus dalam Kehidupan
Sehari-hari, Milenia Populer, Jakarta.
Adjie Habib, 2008, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.
Apeldorn Van, 1990, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan ke-24, Pradnya Paramita,
Jakarta.

Agustina Rosa, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Program pascasarjan FHUI,


Jakarta.
Ahmad Ansori, 1986, Sejarah dan Kedudukan BW di Indonesia, Rajawali, Jakarta
Budiono Rachmad Abdul, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Bayumedia Publishing,
Malang.
Badrulzaman Darus Mariam, 1983, KUHPerdata buku III, Hukum Perikatan
dengan Penjelasan, Bandung.
Black Campbell Hery, 1991, Black’s Law Dictionary, : St Paul Minn Wesr
Publishing, Boston,Co.

Hadjon M. Phillipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT Bina


Ilmu, Surabaya.

H.R Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Hamid Jazim, 2005, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru dengan
Interpretasi Teks, UII Pres, Yogyakarta.
Ibrahim Johny, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Banyumedia Malang.
Kelsen Hans, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisyl Mutaqien, Nuansa &
Nusamedia,Bandung.
Kansil C.S.T, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka Jakarta, Jakarta.
Nasution Johan Bahdar, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung.
Nasution A.Z, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan ke-2, Diapit
Media, Jakarta.
Prodjodikoro Wirijono, 1993, Perbuatan Melanggar Hukum, Penerbit Sumur,
Bandung.
Salim, H.S. 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Subekti, 1980, pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta.
Sesung Rusdianti, dkk, 2017, Hukum & Politik Hukum Jabatan Notaris,
R.A.De.Rozarie, Surabaya.
Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris, Cetakan Kedua,
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Tresna.R, 1993, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta.

Jurnal
wantu M. Fance, Antinomi Dalam Penegakan Hukum oleh Hakim, (Jurnal
Berkala Mimbar Hukum, Vol 19 No.3 oktober 2007, (Yogyakarta:
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2007),

Anda mungkin juga menyukai