Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjamin
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dalam konteks hukum perdata diperlukan
suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai keadaan, peristiwa, atau
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) “akta autentik adalah
suatu akta yang di buat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh/atau
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu, ditempat di mana akta
dibuat”. seperti yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (selanjutnya disebut UUJN). “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang”
1
Adolf, J. J., & Handoko, W. “Eksistensi Wewenang Notaris Dalam Pembuatan Akta Bidang Pertanahan” Notarius.
13(1). 181
Akta Notaris sebagai alat bukti autentik yang memiliki kepastian hukum dan
perlindungan hukum yang lebih spesifik dibandingkan dengan Akta dibawah tangan,
karena Akta autentik tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang paling sempurna
Diangkat oleh Pemerintah dan bertugas menjalankan fungsi pelayanan publik dalam
bidang hukum (privat).2 Seorang notaris diberikan kuasa oleh Undang-Undang untuk
membuat suatu akta yang memiliki suatu nilai pembuktian yang sempurna dan spesifik.
Oleh karena kedudukan notaris yang independent dan tidak memihak, maka akta yang
dihasilkannya merupakan simbol kepastian dan jaminan hukum yang pasti. Perjanjian
yang dibuat oleh para pihak di hadapan Notaris tersebut dituangkan ke dalam suatu Akta
Notaris. 3akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna dan merupakan suatu alat bukti
yang sah tanpa diperlukan lagi alat bukti lain dalam suatu sengketa hukum perdata.
Dalam sistem hukum, notaris bersifat netral tidak memihak dan wajib
memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat, hal ini diatur dalam pasal 16 ayat
(1) UUJN kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya “bertindak amanah, jujur,
seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak terkait perbuatan
hukum” Itu sebabnya seorang notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bisa diintervensi
oleh kehendak salah satu pihak sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya. 4
2
Tjukup, I. K., Layang, I. W. B. S., Nyoman, A. M., Markeling, I. K., Dananjaya, N. S., Putra, I. P. R. A., &
Tribuana, P. A.R “Akta Notaris (Akta Otentik) Sebagai Alat Bukti Dalam Peristiwa Hukum Perdata” Acta Comitas,
Universitas Udayana. 182
3
Purnayasa, A. T “Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta
Autentik” Acta Comitas. Jurnal Hukum Kenotariatan University Udayana, 3(3) 309.
4
Prabawa, B. G. A “Analisis Yuridis Tentang Hak Ingkar Notaris Dalam Hal Pemeriksaan Menurut Undang-
Undang Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris” Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, Universitas Udayana
2(1), 99
kenotariatan dewasa ini turut membuka peluang terjadinya pergeseran kedudukan, fungsi,
tugas wewenang dan tanggung jawab dari notaris itu sendiri. Salah satunya adalah
dengan terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris
UUJN untuk membuat akta autentik dan turutannya, juga memiliki kewenangan yang
terhadap identitas serta sumber dana kliennya yang digunakan sehubungan dengan
notaris bersifat tidak memihak pihak manapun dan tidak dapat diintervensi menjadi
berpihak dan berpotensi untuk tidak merahasiakan informasi yang diperoleh dari para
pihak dalam proses pembuatan akta tersebut. Notaris pada dasarnya hanya mencari
kebenaran formil dari informasi yang diperolehnya. Sedangkan identifikasi dan verifikasi
yang diatur dalam permenkumham sama halnya dengan mencari kebenaran materiil.
tanggung jawab Notaris berdasarkan ketentuan di dalam UUJN akan tampak tumpang
tindih dengan kewenangan pokok notaris membuat akta autentik sesuai dengan ketentuan
Pasal 15 ayat (1) UUJN.5 Independensi notaris yang bersifat mandiri dan tidak berpihak
serta kewajiban merahasiakan isi akta yang lebih dikenal dengan istilah kewajiban ingkar
seorang notaris yang di atur di dalam ketentuan Pasal 16 UUJN ayat (1) huruf f
kewajiban notaries “merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain” serta dalam sumpah jabatan diatur
dalam pasal 4 ayat (2) UUJN “Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan
amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. bahwa saya akan menjaga sikap,
tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. bahwa saya akan
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau
menjanjikan sesuatu kepada siapa pun.” Dalam kode etik, notaris dalam menjalankan
tahun 2017 pasal 2 ayat (1) notaris wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa”
atau customer due diligence notaris disini tidak lagi hanya mencari kebenaran formil
namun juga bergeser untuk mencari kebenaran materiil suatu informasi para pihak,
5
Oktaviany, C., Muhjad, M. H., & Haiti, D. (2022). “Asas mengenali Pengguna Jasa Notaris dikaitkan dengan
Tanggung Jawab Jabatan Notaris”Banua Law Review, 4(1). 48
dengan menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa (customer due diligence).6 Pasal 2
ayat (2) prinsip mengenali pengguna jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) paling sedikit
memuat: identifikasi pengguna jasa, verifikasi pengguna jasa dan pemantauan transaksi
pengguna jasa” tujuan dari adanya ketentuan ini adalah untuk mencegah adanya
pencucian uang yang dilakukan para pihak, jika notaris dalam menerapkan prinsip
customer due diligence menemukan adanya indikasi pencucian uang, notaris wajib
melaporkan hal tersebut ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
sebagaimana diatur dalam Permenkumham No 9 Tahun 2017 pasal 24 ayat (2) bahwa
notaris wajib melaporkan kepada PPATK mengenai adanya transaksi keuangan yang
mencurigakan” Dalam hal notaris melaporkan para pengguna jasanya tersebut ke PPATK
terdapat benturan kebijakan serta sumpah jabatan notaris yang akan menjaga kerahasiaan
data yang diperoleh dari para pihak dalam pembuatan akta tersebut, serta notaries yang
identifikasi serta verifikasi identitas dan sumber dana kliennya, serta Bagaimanakah
merahasiakan isi akta yang di atur di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dengan
kewajiban notaris untuk melakukan identifikasi dan verifikasi identitas dan sumber dana
kliennya serta melaporkan indikasi pelanggaran tindak Pidana Pencucian Uang yang
6
Rahma, Helmi Fariska. "Tanggung Jawab Dan Akibat Hukum Notaris Dalam Melakukan Identifikasi Dan Verifikasi
Data Pengguna Jasa Dalam Permenkumham Nomer 9 Tahun 2017." Universitas Islam Indonesia. 68
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian tersebut dilakukan melalui
pengkajian norma hukum itu sendiri dan mengkaji asas-asas, peraturan perundang-
undangan lain, pendapat ahli hukum, dan sumber hukum lainnya. Dalam metode
penelitian hukum secara normatif, meneliti untuk menemukan hukum positif atau hukum
yang berlaku kini, serta dengan studi kepustakaan dari berbagai macam buku, jurnal, atau
juga pernyataan-pernyataan dari para ahli serta literatur-literatur dan kemudian setelah
mendapatkan itu semua, maka dikaitkanlah dengan isu-isu hukum yang terjadi di
Adolf, J. J., & Handoko, W. “Eksistensi Wewenang Notaris Dalam Pembuatan Akta
Tjukup, I. K., Layang, I. W. B. S., Nyoman, A. M., Markeling, I. K., Dananjaya, N. S.,
Putra, I. P. R. A., & Tribuana, P. A.R “Akta Notaris (Akta Otentik) Sebagai Alat
Pemeriksaan Menurut Undang- Undang Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris”
Rahma, Helmi Fariska. "Tanggung Jawab Dan Akibat Hukum Notaris Dalam