Anda di halaman 1dari 11

Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses

Peradilan

Dosen Pengampu: Dr.Habib Adjie S.H, M.Hum.

Disusun Oleh:

ARDA FEBRI GIANT P. 21921043


DINDA NURFITRIA PUTRI Y. 21921048
INCE ALDY MIERALDI 21921056
SELLY NOFRIANTI 21921081
YUNIZCHA MOHAMAD P. 21921087

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA
2022

A. Latar Belakang

Notariat sudah dikenal di tanah air kita, semenjak Belanda menjajah Indonesia, karena
notariat adalah suatu lembaga yang sudah dikenal dalam kehidupan mereka di tanah
airnya sendiri. Keberadaan lembaga Notaris di Indonesia senantiasa dikaitkan dengan
keberadaan fakultas hukum, hal ini terbukti dari institusi yang mengahasilkan Notaris
semuanya dari fakultas hukum dengan kekhususan Program Pendidikan Spesialis Notaris
atau sekarang ini Program Studi Magister Kenotariatan. Keberadaan lembaga Notaris
muncul hadir di negara kita, karena untuk mewujudkan kepastian dan perlindungan
hukum bagi anggota masyarakat. Mengingat dalam wilayah hukum privat (perdata),
Negara menempatkan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenangan dalam hal
pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian atau alat bukti.
Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk
perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta Notaris, dimana Notaris merupakan salah
satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan
akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Dalam pembuatan
akta otentik ini ada yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka
menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Notaris selain membuat
akta otentik sebagaimana diharuskan oleh undangundang, juga membuat akta otentik
berdasarkan keinginan dan kepentingan para pihak yang menginginkan adanya kepastian
hukum terhadap perbuatan hukum yang akan mereka lakukan atau juga perbuatan hukum
yang telah mereka lakukan dilegalisasikan kemudian oleh Notaris.
Tugas notaris memberikan bantuan tentang membuat akta otentik. Dan demikian,
penting bagi notaris untuk dapat memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang
supaya masyarakat umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat
memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum. Kepastian, ketertiban, dan pelindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu
lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam
masyarakat
Jabatan notaris didasarkan kepercayaan antara notaris dan pihak yang menggunakan
jasanya. Karenanya, ia hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan
isi akta, grosse akta, minuta akta, salinan akta/kutipan akta kepada orang yang
berkepentingan langsung atau pihak-pihak yang disebut dalam akta, ahli waris.
Dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN mengenai sumpah/janji Notaris ditegaskan ”bahwa saya
akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan
saya”, dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, bahwa Notaris berkewajiban “merahasiakan
segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain”.
Secara umum Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa Notaris
tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan
dengan akta tersebut, dengan demikian batasannya hanya undang-undang saja yang dapat
memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan yang
diketahui Notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud.
Setiap menjalankan tugas jabatannya dalam membuat suatu akta, seorang notaris
memiliki tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sebagai suatu realisasi keinginan
para pihak dalam bentuk akta autentik. Tanggung jawab notaris berkaitan erat dengan
tugas dan kewenangan serta moralitas baik sebagai pribadi maupun selaku pejabat umum.
Notaris mungkin saja melakukan suatu kesalahan atau kekhilafan dalam pembuatan akta.
Apabila ini terbukti, akta akan kehilangan otentisitasnya dan batal demi hukum atau dapat
dibatalkan. Dalam hal ini apabila menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan
dengan akta tersebut, Notaris dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.
Sanksi yang dikenakan secara pidana adalah menjatuhkan hukuman pidana dan sanksi
secara perdata adalah memberikan ganti rugi kepada pihak yang berkepentingan tersebut.
Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan, Hak dan Kewajiban Notaris dalam Proses Peradilan ditinjau
dari UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris?

PEMBAHASAN

a. Kedudukan, Hak Dan Kewajiban Notaris Serta Perlindungan Hukum


Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris
Kedudukan Notaris dalam proses peradilan terkait dengan akta yang dibuat di
hadapannya erat kaitannya dengan pembuktian. Bahwa Ketika notaris dihadirkan dalam
tindak sebagai saksi dalam hal memberikan keterangan di hadapan hakim terkait akta
yang dibuat di hadapannya, yang dibutuhkan oleh penegak hukum untuk menemukan
kebenaran dalam perkara pidana. Dan ini memerlukan notaris sebagai pihak yang
mengkonstatir kehendak para pihak dan juga membutuhkan keterangan notaris terkait
akta-akta yang telah dibuatnya. Pasal 27 ayat (1) 2 UUD 1945 menyatakan: “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Namun lain halnya untuk pemanggilan notaris, terdapat ketentuan khusus yang
dibunyikan dalam Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Asas equality before the law dalam jabatan notaris tidak berlaku mutlak, dalam artian
bahwa notaris termasuk suatu jabatan yang dikecualikan dalam asas equality before the
law selama dalam menjalankan jabatannya ia berpegang teguh pada UUJN dan Kode Etik
Notaris. Sehingga notaris berhak dalam perlindungan hukum. Salah satu perlindungan
hukum yang dimaksud adalah adanya mekanisme khusus dalam memberikan izin
pemeriksaan terhadap notaris yang diatur dalam Pasal 66 UUJN.
Dalam kedudukan notaris memberikan keterangan di depan hakim (perkara perdata)
notaris dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk membuat kesaksian. Karena
jabatannya menurut Undang-Undang diwajibkan merahasiakannya (Pasal 1909 ayat (3)
KUH Perdata). Beberapa tindakan kedudukan notaris dalam hal memberikan keterangan
di depan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapannya dapat diatasi dengan
memaksimalkan peran Majelis Pengawas yang tetap eksis dalam melakukan pengawasan
terhadap notaris karena masih banyak kewenangan lain dibidang pengawasan yang
diberikan oleh UUJN.
Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan produk hukum yang dimaksudkan untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi notaris dalam menjalankan
profesinya sebagai pejabat pembuat akta autentik. Oleh karena itu, dalam UUJN memuat
aturan hukum yang salah satunya adalah bentuk perlindungan hukum terhadap notaris.
khususnya dalam proses peradilam pidana.
Selanjutnya dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris dimana Notaris di dalam menjalankan jabatannya di muka peradilan memiliki hak
diam. Bahwa Notaris dapat menggunakan hak diam untuk tidak bicara sekalipun di
muka pengadilan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan lain.
Artinya, Kewajiban menggunkan hak diam bagi notaris adalah sesuai tuntutan dan
perwujudan dari ketentuan Pasal 16 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
yaitu kewajiban menyimpan/menjaga rahasia jabatan. Akibat hukum bagi seorang notaris
dalam menggunakan hak diamnya di depan pengadilan yaitu Pertama, bahwa notaris
harus dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi/ memberikan kesaksian di muka
pengadilan, apabila ia menggunakan hak ingkar. Kedua, Membebaskan notaris dari
segala tuntutan hukum dari pihak-pihak yang berkepentingan, apabila hak ingkar tersebut
ternayata ditolak oleh hakim/pengadilan atau menurut ketentuan hukum ia diwajibkan
memberikan kesaksian dimuka pengadilan. Ketiga, Notaris sepanjang menyangkut
pemeriksaan terhadap akta yang dibuat, masih dimungkinkan untuk menggunakan hak
ingkar sepanjang tidak berkaitan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana pajak. Di luar ketentuan tersebut, notaris diperbolehkan
untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan pernyataan para
pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta-akta. Sehingga kewajiban untuk
merahasiakan isi akta dan keterangan yang dibuat oleh notaris ini berkaitan dengan
sumpah jabatan yang diucapkan pada saat diangkat menjadi notaris. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat 2 UUJN yang menyatakan bahwa,”saya akan merahasiakan isi akta
dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”.
Dan jika Notaris harus dihadapkan pada proses Peradilan, maka UUJN jauh sudah
mengatur ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan sebagai berikut3 :
1) Ketentuan yang mengatur tentang kewajiban ingkar dan hak ingkar Notaris
yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 54.
Salah satu bagian dari sumpah atau janji Notaris adalah bahwa Notaris akan
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam melaksanakan
jabatan Notaris. Dalam hal ini Notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala
sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh
guna perbuatan akta sesuai sumpah aatau janji jabatan. Kecuali Undang-
Undang menentukan lain. Dalam hal memberikan kesaksian, seorang notaris
tidak dapat mengungkapkan akta yang dibuatnya baik sebagian ataupun
keseluruhannya kepada pihak lain. Hal ini sesuai dengan Pasal
54 UUJN Karena sebagai seorang kepercayaan. Notaris berkewajiban untuk
merahasiakan semua hal yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya
sebagai notaris, sekalipun ada sebagaian yang tidak dicantumkan dalam
akta, dan telah dianggap mewakili diri notaris dalam suatu persidangan
sehingga akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris merupakan suatu alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. 4
2) Meletakkan sidik jari di minuta akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf c yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris
wajib meletakkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta
Akta. Hal ini menjadi tugas bagi Majelis Pengawas Notaris (MPN) untuk
melakukan pengawasan pada saat memeriksa kelengkapan dokumen
pendukung pembuatan minuta akta. Fungsu sidik jari di sini untuk lebih
memperkuat alat bukti. Dengan demikian, diaturnya tentang sidik jari adalah
untuk menguatkan masalah pembuktian. Diharapkan dengan meletakkan sidik
jari lebih memberikan perlindungan hukum terhadap notaris. 5
3) Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ketentuan Pasal 66 ayat (1)
UUJN Perubahan disebutkan bahwa untuk kepentingan proses peradilan,
penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan
Notaris (MKN). Pasal tersebut secara jelas menentukan tentang Lembaga yang
memberikan persetujuan untuk dapat dipanggilnya dan atau diambilnya
Minuta Akta dan/atau surat-surat yang diletakkan pada Minuta Akta atau
Protokol Notaris dalam penyimpanan notaris. Namun, dalam Pasal 66A Ayat
(3) UUJN disebutkan bahwa mengenai Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ini
akan diatur dengan Peraturan Menteri tetapi hingga saat ini peraturan tersebut
belum ada. Berdasarkan ketentuan Pasal 66A tersebut, maka dalam proses
memberikan perseyujuan MKN harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 70 huruf a
UUJN Perubahan, yaitu dengan menyelenggarakan tindak terlebih dahulu
untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran tindak pelaksanaan jabatan
Notaris terhadap seorang Notaris. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasil akhir
dari pemeriksaan MKN dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan, yang isinya
memberikan persetujuan atau menolak permintaan Penyidik, Penuntut Umum
atau Hakim.
4) Perlindungan Terhadap Notaris sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Ketentuan mengenai organisasi notaris diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UUJN
Perubahan yang menyebutkan bahwa Organisasi Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI). Pemberian
perlindungan hukum pada anggota, diletakkan dalam rangka komitmen
terhadap nilai kebersamaan sesama rekan seprofesi dan komitemen terhadap
keluhuran martabat notaris selaku Pejabat Umum. Sebagai inti tujuan pendirian
perkumpulan, INI memberikan jaminan perlindungan bagi para notaris
berkaitan dengan profesi dan jabatannya sebagai pejabat publik. Oleh karena
itu untuk memberikan perlindungan hukum bagi anggotanya, INI juga
melakukan tindakan dengan Lembaga kepolisian melalui nota kesepahaman
antara INI dengan POLRI Nomor: 01/MoU/PP-INI/V/2006 yang intinya adalah
untuk mengatur pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang hukum.
Hal tersebut merupakan suatu perlindungan hukum tersendiri bagi notaris
terkait dengan rahasia jabatan sebagai profesi yang didasarkan kepercayaan.
Nota kesepahaman tersebut di atas adalah merupakan tata cara atau prosedur
yang harus dilakukan jika notaris dipanggil atau diperiksa oleh pihak
kepolisian.
5) Pengawasan terhadap praktik profesi notaris. Penegakan hukum harus
dilakukan dengan adanya sistem pengawasan atas praktik- praktik hukum
sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh para praktisi hukum. Dicabutnya
frasa dengan persetujuan pada Pasal 66 UUJN dapat menjadi salah satu
pendorong bagi organisasi Notaris Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Majelis
Pengawasan Notaris (MPN) untuk melakukan pengawasan secara lebih intensif
terhadap para notaris yang ada dalam naungannya secara lebih baik terhadap
praktik profesi notaris sehingga para notaris kecil kemungkinan terkena
dampak masalah hukum apabila telah menjalankan tugas dan kewajiban sesuai
dengan aturan dan hukum yang berlaku. Pengawasan terhadap notaris
berdasarkan Pasal 67 ayat (5) Perubahan Atas UUJN yang meliputi:
Pengawasan terhadap perilaku notaris. Pengawasan terhadap perilaku notaris
dan pelaksanaan jabatan notaris. Pengawasan terhadap perilaku notaris dalam
perubahan UUJN dapat dilihat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dan Pasal 12
huruf c, yaitu perilaku notaris yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan
tercela dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan
notaris.
Dengan demikian, perlindungan hukum harus diberikan kepada semua orang,
termasuk seorang notaris sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Perlindungan hukum
terhadap notaris dalam proses penegakan hukum di persidangan dapat dilakukan melalui
proses penggunaan tindakan kewajiban ingkar notaris maupun pemanggilan notaris oleh
Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim harus dilakukan dengan mendapatkan persetujuan
MKN. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN. Bentuk
perlindungan hukum yang lain adalah dalam bentuk pengawasan, melekatkan sidik jari
pada minuta akta dan perlindungan hukum dari induk organisasi notaris (INI).
KESIMPULAN

Kedudukan Notaris dalam proses peradilan terkait dengan akta yang dibuat di
hadapannya erat kaitannya dengan pembuktian. Bahwa Ketika notaris dihadirkan dalam
tindak sebagai saksi dalam hal memberikan keterangan di hadapan hakim terkait akta
yang dibuat di hadapannya, yang dibutuhkan oleh penegak hukum untuk menemukan
kebenaran dalam perkara pidana. Dan ini memerlukan notaris sebagai pihak yang
mengkonstatir kehendak para pihak dan juga membutuhkan keterangan notaris terkait
akta-akta yang telah dibuatnya. Dalam kedudukan notaris memberikan keterangan di
depan hakim (perkara perdata) notaris dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk
membuat kesaksian. Karena jabatannya menurut Undang-Undang diwajibkan
merahasiakannya (Pasal 1909 ayat (3) KUH Perdata). Beberapa tindakan kedudukan
notaris dalam hal memberikan keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang
dibuat di hadapannya dapat diatasi dengan memaksimalkan peran Majelis Pengawas yang
tetap eksis dalam melakukan pengawasan terhadap notaris karena masih banyak
kewenangan lain dibidang pengawasan yang diberikan oleh UUJN. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dimana Notaris di dalam menjalankan
jabatannya di muka peradilan memiliki hak diam. Notaris berhak dalam perlindungan
hukum. Salah satu perlindungan hukum yang dimaksud adalah adanya mekanisme khusus
dalam memberikan izin pemeriksaan terhadap notaris yang diatur dalam Pasal 66 UUJN.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Mukti Fajar ND Yulianto Achmad. 2010. Cetakan I. Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

R. Subekti, 1983, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.

R.Soesanto, 2013, “Tugas, Kewajiban, dan Hak-hak Notaris,Wakil

Notaris,Pradnya Paramita”, Jakarta.

Jurnal:

Djoko Sukisno, Pengambilan Foto Copi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris,

Mimbar Hukum Jurnal Berkala Fakultas Hukum UGM Volume 20, Nomor

1, Februari 2008.

Web:

http://jurnal.unissulla.ac.id. diakses sabtu 4 juni 2022 (Pukul 16.00 wib)

Anda mungkin juga menyukai