Oleh;
Dr. Azmi Fendri,SH.,M.Kn.
STRATEGI NOTARIS DALAM MENGHADAPI PERKARA
PIDANA/PERDATA DALAM KAITANNYA DENGAN KEWENANGAN MPD DAN
MKN1
Oleh : Azmi Fendri, SH, M.Kn.2
A. Pendahuluan
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh
pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Dalam pembuatan akta otentik ini ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum. Notaris selain membuat akta otentik sebagaimana diharuskan oleh undang-
undang, juga membuat akta otentik berdasarkan keinginan dan kepentingan para
pihak yang menginginkan adanya kepastian hukum terhadap perbuatan hukum yang
akan mereka lakukan atau juga perbuatan hukum yang telah mereka lakukan
dilegalisasikan kemudian oleh Notaris.
Sebagai pejabat umum yang diberi wewenang oleh undang-undang, maka
sayogyanya dalam menjalankan jabatannya juga harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Disamping undang-undang Jabatan Notaris, Notaris juga
terikat dengan aturan yang disebut juga dengan “kode etik Notaris” sebagai
mekanisme control bagi profesi Notaris.
Dalam menjalankan jabatannya, Notaris seringkali dihadapkan berbagai
macam persoalan, mulai dari persoalan antar sesama Notaris, persoalan para pihak
yang tidak mempunyai kesepahaman dan kesepakatan dalam pembuatan
perjanjian, bahkan sampai kepada persoalan hubungan kerja sama dengan pihak
terkait sebagai mitra kerja notaris. Jika persoalan tersebut tidak disikapi secara
bijaksana (di luar koridor hukum) oleh Notaris, maka anggapan yang mengatakan
Notaris hanya tukang pembuat akta memang ada benarnya. Apalagi dengan alasan
menjaga hubungan baik dengan relasi, lantas mengabaikan kaedah normative yang
ada. Hal ini justru akan semakin menelanjangi profesi Notaris di mata hukum dan
1
Diampaikan dalam Acara Up Grading Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Sumatera Barat Pengurus
Daerah Pariaman tanggal 27 Maret 2017 di Pariaman
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas
masyarakat. Masyarakat akan menganggap Notaris sama halnya dengan seorang
partikelir yang hanya mencari keuntungan atas profesinya.
Stigma yang menganggap Notaris sama halnya dengan seorang partikelir
merupakan suatu fenomena yang tidak terbantahkan. Fakta itu semakin melekat dan
tercermin dari sikap dan perilaku Notaris yang tidak lagi mengindahkan kaidah
hukum yang berlaku. Notaris semakin asyik dengan parodi serta kemuflase
masyarakat yang membutuhkan jasa Notaris. Dalam hal ini hukum tidak lagi
dianggap sebagai panglima, akan tetapi sebagai alat untuk melegitimasi setiap
perbuatan yang mereka lakukan
Secara filosofi, hukum bertujuan untuk mengendalikan perilaku masyarakat
yang tidak taat hukum, bukan sebaliknya masyarakat yang mengatur hukum. Agar
hukum itu mempunyai kekuatan mengikat tentu harus diformalisasikan oleh lembaga
yang berwenang. Begitu juga dengan Profesi Notaris, dengan legalitas formal
seharusnya Notaris bisa menciptakan ketertiban dalam masyarakat, bukan
sebaliknya mengacaukan ketertiban masyarakat dengan perilaku yang tidak sesuai
dengan norma hukum dan Kode Etik Notaris.
Selain itu, Notaris juga harus mempunyai kemandirian dalam sikap dan
tindakannya. Kemandirian sikap dan perbuatan dengan selalu berpegang kepada
norma hukum, akan menempatkan posisi Notaris semakin dihargai dan dihormati
oleh masyarakat, khususnya mereka yang membutukan pelayanan jasa seorang
Notaris. Sebaliknya Notaris yang hanya mengejar materi tanpa mengindahkan
norma hukum yang ada, justru akan merendahkan kehormatan Profesi Notaris.
Berbeda halnya dengan pelayanan pada umumnya, yang lebih
mengutamakan servis guna memberikan kepuasan kepada pelanggan. Untuk itu
berbagai teknik dan cara dilakukan, bahkan kalau perlu dengan cara memanipulasi
keadaan agar keinginan mereka tercapai. Dalam konteks ini, kaidah hukum tidaklah
menjadi pertimbangan utama, akan tetapi yang lebih penting bagaimana
memberikan kepuasan kepada pengguna jasa dimaksud. Untuk itu tulisan ini akan
mengupas sisi problematic profesi Notaris dalam menjalankan jabatan serta
penegakkan hukumnya
3
Lihat Pasal 20 Permenkumham No. 25 tahun 2014
4
Lihat Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2004 menyebutkan bahwa surat keterangan cuti
paling sedikit memuat:
a. Nama notaris
b. Tanggal mulai dan berakhirnya cuti
c. Nama notaris pengganti disertai dokumen yang mendukung Notaris Pengganti tersebut sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan
Penolakan permohonan cuti notaris oleh MPD dapat diajukan keberatan kepada
Majelis Pengawas Wilayah (MPW), jika MPW juga menolak permohonan cuti notaris
dapat diajukan keberatan kepada Majelis Pengawas Pusat (MPP).
Disamping kewenangan dalam Pasal 27 UUJN, MPD juga berwenang dalam
hal;
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode
etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris
b. Melakukan pemeriksaan terhadap protocol notaris secara berkala 1 (satu) tahun
atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c. Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. Menetapkan Notaris Pengganti;
e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima
Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
f. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol
Notaris yang diangkat sebagai Pejabat Negara
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode
Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang;
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
Mencermati wewenang MPD tersebut dapat disimpulkan bahwa
Kewenangan pengawasan oleh MPD bukan kewenangan yang bersifat mandiri.
MPD sebagai perpanjangan tangan dari Menteri Hukum dan HAM. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan MPD terhadap Notaris berupa rekomendasi kepada
MPW, dan MPW akan meneruskan kepada MPP. Pelaksanaan penjatuhan sanksi
bagi notaris tetap ada pada Menteri Hukum dan HAM sebagai pejabat yang
mengangkat dan memberhentikan notaris jika terbukti melakukan pelanggaran-
pelanggaran administrasi dalam UUJN.
Literatur
- Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana
telah dirubah dengan Undang-Undang No. 2 tahun 2014
- Permenkumham No. 25 tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Permberhentian, Dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris
- Permenkumham No. 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris