Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

PENAFSIRAN BEBERAPA PASAL DALAM UNDANG-UNDANG NO. 2


TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS DALAM UNDANG-
UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 TENTANG NOTARIS

(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Notaris yang


Diampu oleh Dr. H. Ngadino, SH., Sp.N., MH)

Disusun Oleh :

ISWAR DANIANTO

NIM. 21302000040

MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020
PERTANYAAN MENGENAI PENAFSIRAN BEBERAPA PASAL DALAM
UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
DALAM UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 TENTANG NOTARIS

1. Bagaimana Menurut Anda, Pasal 20 UUJN tentang Persekutuan Perdata


dalam menjalankan jabatan notaris, sedangkan pasal 12 PJN melarang
hal mengadakan persekutuan dalam menjalankan jabatan notaris?
Sesuai pasal 20 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris dapat menjalankan
jabatan dalam bentuk perserikatan perdata. Hal ini tidak sejalan dengan pasal
12 Peraturan Jabatan Notaris (PJN) Staatsblad No. 1860. No. 3 yang berbunyi,
“atas ancaman kehilangan jabatan, para notaris tidak diperkenankan melakukan
persekutuan untuk menjalankan jabatan mereka.”1
Sucipto, SH seorang notaris senior secara individual meluncurkan gagasan
mengenai perlunya para notaris membentuk perserikatan perdata dalam
menjalankan jabatan yang kemudian diakomodir dalam UU. Pihak yang kontra
melihat ide pembentukan perserikatan perdata sebagai akal-akalan bagi notaris
senior untuk membentuk dinasti tempat bernaung keluarga notaris serta guna
melanggengkan asetnya agar tetap bertahan. Di sisi lain, pihak yang pro
melihat pembentukan perserikatan bermanfaat bagi dunia notaris karena dapat
mengakomodir problem ke depan.2
Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 20 UUJN, ditetapkanlah Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
M.HH.01.AH.02.12.TAHUN 2010, yang memberikan kepastian hukum dan
landasan bagi para notaris di Indonesia dalam mendirikan perserikatan perdata.
Namun Permenkumham ini kemudian dihapus setelah terbitnya UU No 2
Tahun 2014. Jika dibandingkan antara Persekutuan Perdata dalam KUH

1
Ngadino, 2019, “Tugas dan Tanggung Jawab Notaris di Indonesia, “ Universitas PGRI Semarang
Press, Semarang, hal. 26.
2
Pasal-Pasal Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Notaris,
https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol10567/pasalpasal-krusial-dalam-rancangan-undang
undang-jabatan-notaris/, diakses tanggal 4 Oktober 2020.
Perdata, UUJN, dan Permenkumhan bersangkutan, maka kita dapat
menemukan perbedaan yang dapat dijelaskan mengenai bentuk persekutuan
perdata notaris yang dimaksud.
Berdasarkan Pasal 1618 KUH Perdata, persekutuan perdata merupakan
suatu “perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya”. Menurut Pasal ini syarat persekutuan
perdata ialah adanya pemasukan sesuatu kedalam persekutuan (inbreng), dan
ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan tersebut, suatu
persekutuan perdata dibuat berdasarkan perjanjian oleh para pihak yang
mendirikannya, dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukkan sesuatu
(modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan
(keuntungan) kemudian dibagi diantara para pihak sesuai dengan perjanjian.3
Karakteristik persekutuan perdata notaris sama dengan pasal 1618 KUH
Perdata. Namun, bentuk persekutuan perdata notaris di dalam UUJN tidak
menentukan mengenai cara pendirian persekutuan, sehingga perjanjian
perserikatan bentuknya sesuai dengan kesepakatan para pihak dan harus sesuai
dengan asas-asas yang ada dalam perjanjian yang dapat dilakukan dengan akta
otentik ataupun akta dibawah tangan. Karakteristik Persekutuan perdata notaris
yang diatur dalam UUJN dan Permenkumham adalah persekutuan perdata yang
bertujuan tidak menjalankan perusahaan dalam arti komersil, para notaris yang
tergabung dalam persekutuan perdata notaris sebagai pejabat umum yang
menjalankan profesi yang diemban sebagai tanggung jawab pekerjaan,
keuntungan bukan menjadi bagian atau orientasi dalam menjalankan
profesinya. Notaris melakukan pekerjaannya atas dasar dan alasan idiil yang
secara teratur dan mandiri dalam bidang tertentu yang memiliki kualitas pribadi
yang sangat terpelajar dalam bidangnya dan didasarkan pada kedudukannya
sebagai pejabat umum.4

3
Ina Zakhnia, “Karakteristik dan Bentuk Persekutuan Perdata Notaris,” Jurnal Magister
Kenotariatan Universitas Brawijaya, 2016. hal. 23.
4
Ibid
Persekutuan perdata notaris tidak dapat dikatakan menjalankan perusahaan
melainkan persekutuan perdata dalam arti kantor bersama. Kemudian di dalam
praktek persekutuan perdata notaris dikonsepkan sebagai bentuk kerjasama
dimana dua atau lebih notaris menyewa satu gedung dan menempatinya
bersama-sama, dengan pembagian ruangan-ruangan dalam gedung tersebut
sebagai kantor dari masing-masing notaris dalam persekutuan perdata tersebut,
klien diharapkan secara bebas memilih notaris mana dalam gedung tersebut
yang akan digunakan jasanya. Hubungan dengan pihak lain merupakan
hubungan secara pribadi demikian juga pertanggungjawabannya.5
Klien yang datang pada persekutuan perdata Notaris, nantinya akan
menghadap pada salah satu Notaris yang tergabung di dalam persekutuan
perdata Notaris tersebut, sehingga yang bertanggung jawab terhadap klien
tersebut adalah Notaris yang bersangkutan. Tanggung jawab yang Notaris
lakukan tidak lain harus sesuai dengan aturanyang telah ada dalam UUJN
maupun dalam kode etik jabatan Notaris meskipun Notaris yang bersangkutan
tergabung dalam persekutuan perdata, namun tanggung jawabnya tetap
merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing sebagai jabatan Notaris dan
bukan sebagai sekutu dari persekutuan perdata Notaris.6
Pembentukan perserikatan perdata notaris juga diharapkan dapat
memaksimalkan pemberian pelayanan kepada publik. Dengan berkantor pada
kantor yang sama para Notaris dapat saling berbagi ilmu dan pengalaman,
karena seorang Notaris mungkin saja ahli dalam bidang hukum pertanahan dan
hukum waris, tetapi kurang menguasai hukum pasar modal misalnya, sehingga
dengan berbagi ilmu dan pengalaman tersebut dapat memberikan pelayanan
yang maksimal kepada publik.7

5
Ibid
6
Andria Fairuz Tuka, dkk, ”Kerjasama Antar Notaris Dalam Bentuk Persekutuan Perdata,” Jurnal
Hukum Magnum Opus, 2019, Vol. 2, No. 2. Hal. 17
7
Yasmin Mersi dkk, “Kemandirian Notaris Dalam Perserikatan Perdata Menurut Pasal 20
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”,
http://mersiyasmin.blogspot.co.id/2012/01/kemandirian-notaris-dalam-perserikatan.html ,
diakses 04 Oktober 2020.
Jadi persekutuan perdata notaris merupakan persekutuan dalam arti
sempit, adanya kebersamaan dalam penggunaan fasilitas perlengkapan kantor.
Persekutuan diantara para notaris bukanlah yang melibatkan para notaris atau
persekutuannya dalam suatu kebersamaan tanggungjawab, kesalahan baik
dalam bentuk kelalaian maupun kealpaan yang dilakukan oleh seorang notaris
dalam persekutuan perdata akan ditanggung oleh pribadi notaris tanpa
melibatkan teman sekutu yang lainnya. Setiap notaris dalam persekutuan
perdata notaris harus mempunyai protokol tersendiri, buku-buku surat
tersendiri dan saksi akta masing-masing.8
Namun, pemerintah perlu pengkajian lebih lanjut mengenai bentuk serta
pelaksanaan persekutuan perdata Notaris dan menetapkan peraturan pelaksana
yang dapat mengakomodir mengenai persekutuan perdata Notaris mengingat
telah dihapusnya Permenkumham MHH.01.02.12 Tahun 2010 sebagai
pelaksana ketentuan lebih lanjut sebagaimana dalam Pasal 20 ayat (3) UUJN.
Selain itu Notaris-Notaris yang tergabung dalam persekutuan perdata Notaris
ini harus cermat dan mengerti urusan-urusan mana yang menjadi tanggung
jawab pribadinya termasuk tanggung jawab pribadi terhadap klien yang datang
menghadap kepadanya.

8
Habib Adjie, 2015, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung,
hal. 155.
2. Bagaimana pendapat Anda, di era globalisasi terhadap tugas notaris
terutama kewajiban membacakan akta apabila dilakukan dengan
teleconference/daring?
Sesuai dengan beberapa pasal dalam UU No. 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang
berbunyi:
Pasal 16 berbunyi :
1) “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:
m. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat
itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris.”
9) “Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan
ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.”
Pasal 4 ayat 2 UUJN berbunyi :
“... bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya. ....”
Pasal 17 ayat 1 UUJN berbunyi :
1) “Notaris dilarang:
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya.”
Berdasarkan penafsiran tematik dari pasal-pasal UUJN di atas maka
membacakan akta melalui media teleconference/video conference akan
mengubah keotentikan akta menjadi akta di bawah tangan, karena melanggar
beberapa pasal dalam UUJN, yaitu :9
a. Merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan, artinya apabila pembacaan akta dilakukan secara
daring, maka tidak ada jaminan orang lain tidak turut mengetahui isi
akta dan keterangan yang diberikan oleh pihak yang melakukan
teleconference/video conference.

9
Bachruddin, dkk, 2019, “Hukum Kenotariatan,” Refika Aditama, Bandung, hal. 90.
b. Notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya,
artinya apabila pembacaan dan penandatanganan akta notaris kepada
penghadap yang berada di luar wilayah jabatan notaris dilakukan
melalui teleconference/video conference, maka notaris dianggap telah
melaksanakan jabatan di luar wilayah jabatannya.
c. Notaris harus mengenal para penghadap atau diperkenalkan kepadanya
oleh dua orang saksi pengenal, artinya dua orang saksi pengenal
tersebut harus pula menghadap notaris secara fisik, bukan secara
daring. (Pasal 40 ayat 3 dan 4 UUJN)
Berdasarkan teori kewenangan dan menurut UUJN, kewenangan notaris
terkait dengan pembuatan akta notaris melalui video conference tidak ada,
karena hanya dibatasi pada sertifikasi transaksi yang dilakukan secara
elektronik (cyber notary). Padahal dengan perkembangan ini notaris dapat
mengembangkan kewenangannya membuat akta notaris melalui video
conference yang dapat menghubungkan langsung pihak satu dengan pihak lain
lewat media gambar nyata dan suara tanpa harus bertatap muka secara
langsung.10
Notaris diwajibkan untuk membacakan akta dihadapan para penghadap
dan saksi-saksi, jadi dalam pedoman perumusan pembuatan akta notaris, akta
notaris harus dibacakan, namun ada pengecualian dalam hal pembacaan ini,
apabila para pihak menghendaki dan menyatakan bahwa akta tidak perlu untuk
dibacakan dan telah dimengerti oleh para pihak maka notaris tidak perlu
membacakan lagi akta notaris tersebut.11
Selain itu, apabila pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta
dilakukan tanpa kehadiran secara fisik para penghadap di hadapan notaris,
termasuk melalui teleconference/video conference atau bukti elektronik sebagai
wacana yang berkembang saat ini, maka ini dinilai berpotensi melahirkan
persaingan tidak sehat dalam praktek jabatan notaris. Notaris juga akan dapat
menguasai secara dominan pembuatan akta di seluruh wilayah Indonesia yang
10
Erlinda Saktiani Karwelo, dkk, 2017, “Prospek Pembacaan dan Penandatanganan Akta Notaris
Melalui Video Coference,” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, hal. 7.
11
Ibid
tentunya tidak sesuai dengan cita-cita UUJN yang akan melahirkan
kesenjangan dan ketimpangan ekonomi di antara para notaris dan mengabaikan
keadilan dalam pelaksanaan jabatan notaris.12

12
Florenshia, 2019, “Tinjauan Yuridis Keabsahan Akta Notaris Yang Dibuat Berdasarkan RUPS
Online Dalam Era Cyber Notary,” Jurnal Pascasarjana Universitas Sumetera Utara, Hal. 20
3. Pada pandemi Covid-19, untuk memutus penularan virus sesuai dengan
anjuran pemerintah, kita tidak diperbolehkan bertatap muka yang tidak
mematuhi protokol kesehatan/ physical distancing. Bagaimana menurut
pendapat Anda dengan wabah Covid-19 terhadap tugas dan
tanggungjawab notaris dalam hal para pihak harus menghadap?
Banyak bidang pekerjaan yang terpengaruh pandemi virus Corona (Covid-
19) dikarenakan adanya keharusan menjaga jarak fisik guna mencegah
penyebaran virus. Semua yang bisa dilakukan dari jarak jauh, dilakukan
melalui daring di rumah masing-masing, menyisakan hanya pekerjaan yang
betul-betul tidak bisa dilakukan dari rumah, yang masih harus bekerja ke luar.
Notaris, sebagai pejabat publik yang dimandatkan oleh peraturan
perundang-undangan diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik, yaitu
sebuah pembuktian tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna bagi masyarakat; peraturan perundangan mengatur dengan tegas
bahwa syarat utama otentisitas sebuah akta otentik adalah kehadiran para pihak
di hadapan Notaris.
Mengenai penanganan Covid-19 dalam dunia kenotariatan, telah
dikeluarkan Surat Himbauan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI)
tanggal 17 Maret 2020, kantor Notaris dihimbau untuk mengurangi aktivitas di
kantor atau di luar kantor dan apabila tidak ada keperluan yang mendesak,
pekerjaan-pekerjaan yang wajib diselesaikan, semaksimal mungkin
diselesaikan di rumah. (Surat Himbauan PP INI Nomor 65/33-III/PP-INI/2020)
Perbuatan hukum yang memerlukan surat pernyataan dan/atau perjanjian
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat ditunda dan yang tidak
dapat ditunda. Secara bebas, bisa diartikan bahwa surat dan/atau perjanjian
yang dapat ditunda adalah yang tidak harus dilakukan sekarang atau dengan
segera sehingga dapat dilakukan menunggu kondisi menjadi lebih baik.
Sebaliknya, surat dan/atau perjanjian yang tidak dapat ditunda adalah yang
harus dilakukan dengan segera atau tidak dapat menunggu.
Untuk kelompok yang pertama, PP-INI melalui Surat Edaran Nomor
67/35-III/PP-INI/2020 telah memberikan panduan yang jelas bagi Notaris
dalam menjalankan jabatannya dalam kondisi bekerja dari rumah yaitu sebagai
berikut:
a. Mengatur ulang jadwal penandatanganan akta dengan para penghadap,
hingga kondisi memungkinkan;
b. Merekomendasikan rekan Notaris lain yang kondisinya memungkinkan
untuk menjalankan jabatan;
c. Untuk perjanjian, perbuatan, atau rapat yang menurut peraturan perundang-
undangan dokumennya dapat dibuat di bawah tangan, agar dicantumkan
klausula “akan dibuat/dinyatakan kembali dalam Akta Otentik segera
setelah kondisi darurat Covid-19 dicabut oleh Pemerintah”.
Kelompok yang kedua, yaitu akta-akta yang tidak dapat ditunda, yaitu
sebagai berikut:
a. Akta-akta pertanahan. Selain karena adanya ketentuan bahwa PPAT dalam
waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan, wajib menyampaikan akta yang dibuatnya kepada
kantor pertanahan untuk didaftarkan (Pasal 40 PP No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah), Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Covid-19 (PMK 9/2020) juga harus diperhatikan. Pasal 13
ayat (1) dan (3) PMK 9/2020 mengatur mengenai peliburan sekolah dan
kantor yang mengecualikan kantor atau instansi strategis yang
memberikan pelayanan terkait, salah satunya adalah layanan pertanahan.
Dikecualikannya kantor layanan pertanahan dari peliburan tentunya
mempengaruhi ketersediaan layanan kantor PPAT.
b. Akta-akta menyangkut perubahan badan hukum dan
pendaftarannya. Untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap
perekonomian, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk
memitigasi dampak bagi dunia usaha seperti misalnya keringanan
pembayaran kredit usaha. Untuk bisa mengakses keringanan-keringanan
seperti ini, dokumen-dokumen legal perusahaan seperti Anggaran Dasar
haruslah mutakhir. Seringkali badan-badan usaha terutama UKM,
meskipun telah berbentuk badan hukum luput untuk memutakhirkan
dokumen legalnya, sehingga terpaksa melakukannya dengan mendadak
dan segera.
c. Akta-akta berkaitan dengan hubungan antar subjek hukum perorangan
seperti perjanjian kawin, utang piutang dan wasiat notariil beserta
pendaftarannya. Ini adalah akta-akta yang dibutuhkan oleh orang
perorangan berdasarkan kebutuhan mereka yang tidak urung karena
adanya pandemi bahkan justru muncul karena pandemi, seperti wasiat
notariil.
Untuk akta-akta yang pembuatannya tidak dapat ditunda seperti
dicontohkan di atas, PP-INI telah menegaskan bahwa untuk pekerjaan yang
tidak dapat diselesaikan dari rumah, maka diselesaikan di kantor Notaris
dengan kewajiban melaksanakan protokol pencegahan penyebaran Covid-19
yang telah diterbitkan oleh Pemerintah atau panduan pencegahan Covid-19
yang berlaku umum seperti penggunaan masker, penyediaan cairan penyanitasi
tangan, pemberlakuan jam kerja karyawan secara bergantian dan peningkatan
kebersihan kantor secara umum. Berbagi dokumen draf akta kepada klien
sebelum penandatanganan melalui jalur daring yang aman juga penting untuk
dipertimbangkan guna menghindari revisi berkepanjangan dan mempercepat
proses penandatanganan.
Sebagai referensi kita juga bisa melihat penyesuaian kegiatan kantor
Notaris di berbagai negara lain. Di Italia misalnya, semua layanan konsultasi
dengan klien kini dilangsungkan menggunakan video atau voice
call. Dalam situs resmi Pemerintah Belgia mengenai informasi Covid-19
disebutkan bahwa layanan kantor Notaris tetap tersedia sepanjang diperlukan
dengan memperhatikan ketentuan jaga jarak dan penggunaan komunikasi
elektronik dengan klien digunakan sepanjang memungkinkan. Beberapa kantor
Notaris bahkan, memungkinkan stafnya bertindak selaku kuasa dari para pihak
jika dikehendaki.
Di Amerika Serikat, National Notary Association mengeluarkan panduan
penandatanganan dokumen notariil termasuk verifikasi dokumen
pendukungnya agar dilakukan melalui kaca pemisah antara Notaris dan para
pihak dengan jarak sesuai panduan umum yang diberlakukan oleh Pemerintah.
Panduan ini juga mengatur mengenai hak Notaris dan/atau para pihak untuk
menolak dilangsungkannya penandatanganan dalam hal terdapat resiko
penularan. Selain itu, beberapa negara bagian juga tengah mempercepat
pemberlakuan layanan remote online notarization untuk beberapa layanan
tertentu.
Demikianlah upaya-upaya yang dapat ditempuh oleh kantor Notaris/PPAT,
untuk menjaga dan melangsungkan perannya dalam membuat akta otentik guna
tetap memenuhi kebutuhan masyarakat. Peran lain yang juga perlu dilakukan
adalah menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perbuatan
hukum dan layanan kenotariatan di tengah pandemi Covid-19 agar masyarakat
tahu dan mengerti.
Memperhatikan keadaan sekarang dan tuntuan teknologi, tema cyber
notary menjadi hal yang diprediksi akan berlaku di masa depan. Hal ini
relevansi dengan pembahasan pada Kongres Internasional Notaris ke-29 di
Jakarta pada bulan November 2019. Wacana mengenai penggunaan teknologi
dan perubahan prinsip dan tata cara kerja Notaris di abad ke-21 kini menjadi
begitu nyata. Selama beberapa tahun terakhir, organisasi notaris
dunia, International Union of Notaries (UINL) dengan melihat perkembangan
kebutuhan masyarakat, telah memulai diskusi mengenai perlunya pengkajian
ulang atas definisi kehadiran fisik para pihak; mekanisme penandatanganan
jarak jauh; dan mekanisme verifikasi dan kesaksian jarak jauh oleh Notaris.
Hal-hal yang tampaknya menjadi semakin penting untuk dikaji dan diterapkan
saat ini atau kemudian di Era Pasca Covid-19.13
Secara umum, pada saat ini tidak ada regulasi yang bisa mendukung
adanya pembuatan akta secara elektronik. Termasuk keadaan sekarang ini
dalam kedaruratan kesehatan masyarakat akibat adanya covid-19, karena tidak

13
Prita Miranti Suyudi, 2020, “Notaris/PPAT dan Pandemi Covid-19,” https://m.hukumonline
.com/berita/baca/lt5e8efcaac54aa/notaris-ppat-dan-pandemi-covid-19-oleh-prita-miranti-suyudi/
diakses tanggal 4 Oktober 2020.
ada pengaturan yang dapat dirujuk atau dijadikan dasar hukum berkaitan
dengan pengesampingan ketentuan UUJN, termasuk tentunya UU ITE (Pasal 5
ayat (4)). Pemberlakukan UUJN adalah hukum yang memaksa, di mana hukum
yang bersifat memaksa (dwingend recht) adalah peraturan-peraturan hukum
yang tidak boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang
berkepentingan, terhadap peraturan-peraturan mana orang-orang yang
berkepentingan harus tunduk dan mentaatinya. Oleh karena itu apabila ada
notaris yang membuat akta dengan mengesampingkan ketentuan hukum yang
berlaku karena alasan kedaruratan tersebut, sementara tidak ada regulasi yang
mendukungnya, maka akan berpengaruh terhadap keontentikan akta yang
dihasilkannya dan tentunya berpengaruh terhadap para pihak yang
membuatnya.
Pemanfaatan IT dalam jabatan Notaris adalah hanya membantu saja, tidak
bisa menggunakan IT dalam hal pembuatan akta otentik, artinya ketentuan
UUJN masih harus dipakai dalam pembuatan akta otentik yang dibuat di
hadapan notaris dan pembuatan akta otentik yang dibuat oleh notaris. Cyber
notary adalah konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para
notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, yaitu digitalisasi
dokumen, penandatanganan akta secara elektronik, pelaksanaan Rapat Umum
Pemegang Saham secara teleconference, dan hal-hal lain yang sejenis, dan hal
tersebut sampai dengan sekarang masih sebatas konsep. Maka dari itu perlu
diadakan rekonstruksi dan revisi beberapa pasal-pasal dan UUJN jika konsep
cyber notary ingin diberlakukan demi memudahkan jabatan dan profesi notaris
saat ini dan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Adjie, Habib, 2015, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia, Bandung:
Refika Aditama
Bachruddin, dkk, 2019, Hukum Kenotariatan, Bandung: Refika Aditama
Ngadino, 2019, Tugas dan Tanggung Jawab Notaris, Semarang: Universitas
PGRI Semarang Press
Sesung, Rusdianto, dkk, 2017, Hukum dan Politik Hukum Jabatan Notaris,
Surabaya: IKAPI

Jurnal
Florenshia, 2019, “Tinjauan Yuridis Keabsahan Akta Notaris Yang Dibuat
Berdasarkan RUPS Online Dalam Era Cyber Notary,” Jurnal Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Karwelo, Erlinda Saktiani, dkk, 2017, “Prospek Pembacaan dan Penandatanganan
Akta Notaris Melalui Video Coference,” Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Malang.
Tuka, Andria Fairuz, dkk, 2017 ”Kerjasama Antar Notaris Dalam Bentuk
Persekutuan Perdata,” Jurnal Hukum Magnum Opus, Jakarta.
Zakhnia, Ina, 2016, “Karakteristik dan Bentuk Persekutuan Perdata Notaris,”
Jurnal Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya Malang.

Internet
Prita Miranti Suyudi, 2020, “Notaris/PPAT dan Pandemi Covid-19,”
https://m.hukumonline .com/berita/baca/lt5e8efcaac54aa/notaris-ppat-dan-
pandemi-covid-19-oleh-prita-miranti-suyudi/ diakses tanggal 4 Oktober 2020.
Yasmin Mersi dkk, “Kemandirian Notaris Dalam Perserikatan Perdata Menurut
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”,
http://mersiyasmin.blogspot.co.id/2012/01/kemandirian-notaris-dalam-
perserikatan.html , diakses 04 Oktober 2020.
Pasal-Pasal Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Notaris,
https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol10567/pasalpasal-krusial-dalam-
rancangan-undang undang-jabatan-notaris/, diakses tanggal 4 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai