Anda di halaman 1dari 2

Pasal 38

(1) Setiap Akta terdiri atas:


a. awal Akta atau kepala Akta;
b. badan Akta; dan
c. akhir atau penutup Akta.
(2) Awal Akta atau kepala Akta memuat:
a. judul Akta;
b. nomor Akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan Akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para
penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak
yang berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan,
jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi
pengenal.
(4) Akhir atau penutup Akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat
penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap
c. saksi
nama Akta;
. . . dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam
pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang
dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian
serta jumlah perubahannya.

Pasal 44
(1) Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut
ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris,
kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat
membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 54
(1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau
memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau
Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada
Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam perkara pidana, seorang Notaris dapat dihadapkan sebagai terdakwa, saksi dan maupun ahli.
Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjerat seorang Notaris melakukan tindak pidana dan
diminta pertanggungjawaban pidana sebagai tersangka/terdakwa. Kemungkinan-kemungkinan
tersebut sebagai berikut :

a. Tanggal dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak;

b. Para pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir;


c. Para pihak tidak ada membubuhi tandatangan tetapi ditulis atau ada tandatangannya;
d. Akta sebenarnya tidak dibacakan akan tetapi diterangkan telah dibacakan;
e. Luas tanah berbeda yang diterangkan oleh para pihak;
f. Notaris ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian;
g. Dalam akta disebutkan bahwa pihak-pihak telah membayar lunas apa yang diperjanjikan padahal
sebenarnya belum lunas atau bahkan belum ada pembayaran secara riil;
h. Pencantuman pembacaan akta yang harus dilakukan oleh Notaris sendiri padahal sebenarnya
tidak;
i. Pencantuman mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya tidak mengenalnya.

Kecakapan dan kewenangan Penghadap bertindak pun, harus dimuat, diuraikan dan disebutkan
dalam akta. Pencantuman, “Penghadap saya, Notaris kenal”, yang disebut dalam akta ini
merupakan keterangan Notaris dan bukan keterangan Penghadap. UUJN tidak merumuskan apa yang
dimaksud dengan, “Kenal atau Mengenal Penghadap”, sehingga hal ini menimbulkan suatu
interpretasi yang subyektif dari masing-masing Notaris dengan kata, “Kenal atau
Mengenal”, tersebut. UUJN tidak merumuskan secara eksplisit arti kata Kenal atau Mengenal
Penghadap itu, tapi UUJN hanya merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang
menghadap kepada Notaris.

Pencantuman saya Notaris kenal haruslah diartikan bahwa Notaris menjamin pemenuhan syarat-
syarat sebagai penghadap yang ditentukan UUJN atau sebaliknya jika penghadap diperkenalkan oleh
saksi pengenal maka saksi pengenal yang harus menjamin pemenuhan syarat-syarat yang harus
dipenuhi penghadap tersebut.

Dalam hal Notaris diperiksa sebagai saksi maupun ahli, maka Notaris dapat berlindung pada
ketentuan pasal 66 UUJN yaitu harus ada persetujuan terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan
Notaris, akan tetapi ketika Notaris diperiksa sebagai tersangka/terdakwa maka persetujuan
tersebut tidaklah diperlukan, mengingat sebagai tersangka/terdakwa Notaris senantiasa diperiksa
atas dasar ketentuan pasal 55 KUHP tentang Penyertaan (deelneming) yaitu sebagai turut serta
melakukan (mededader atau medepleger), maupun dengan ketentuan pasal 56 KUHP tentang
Pembantuan (medeplichtigheids), sehingga sangat besar kemungkinan penyidik maupun penuntut
umum telah memperoleh minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dalam perkara tersebut.

Pasal-pasal pidana yang dapat muncul dalam pelaksanaan tugas/jabatan Notaris, antara lain :
1. Pasal-pasal tentang Pemalsuan, yaitu pasal 263 dan 264 KUHP.
2. Pasal-pasal tentang Penggelapan, yaitu pasal 372 dan 374 KUHP.
3. Pasal tentang Pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
4. Pasal tentang Memberikan Keterangan Palsu di Bawah Sumpah, sebagaimana diatur dalam pasal
242 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai