(5) Akta notaris pengganti dan pejabat sementara notaris, selain memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan
tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
Pembahasan:
A. AWAL AKTA ATAU KEPALA AKTA
Pada bagian awal atau kepala akta (Pasal 38 ayat (2) UUJN), isinya mengandung
makna yang memuat keterangan dari notaris mengenai fakta hukum yang sebenarnya,
berupa judul akta, nomor akta, jam, tanggal, bulan, dan tahun, serta nama notaris dan
tempat kedudukan notaris. Notaris menjamin kebenaran dan kepastian tanggal, waktu
serta tempat dilaksanakan pembacaan dan penandatanganan akta di tempat kedudukan
notaris. Apabila keterangan notaris tersebut tidak sesuai dengan fakta hukum yang
sesungguhnya, berarti notaris telah memberikan keterang tidak benar (Palsu-Pidana).
B. BADAN AKTA
Pada bagian badan akta memuat:
1. KOMPARISI
Dimaksud dengan para penghadap adalah mereka yang benar-benar hadir
dihadapan notaris pada saat pembacaan dan penandatanganan akta notaris dan bukan
mereka yang diwakili dalam akta, baik diwakili secara lisan maupun secara tertulis
(bukan dihadapan assisten/karyawan notaris). Selanjutnya, keterangan mengenai
kedudukan bertindak penghadap yang dikenal dengan istilah komparisi. Di dalam
komparisi notaris menerangkan tentang kecakapan dan kewenangan dari penghadap
untuk melakukan tindakan hukum di dalam akta yang dibuat oleh notaris. Pada bagian
komparisi notaris menjelaskan siapa dan dalam kedudukan sebagai apa penghadap.
Komparisi dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
berikut bukti-buktinya. Kecakapan pada umumnya adalah mereka yang telah dewasa
yang dikaitkan dengan umur seseorang. Setiap orang dianggap cakap melakukan
tindakan hukum, sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang (dapat dibaca
ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata). mereka yang tidak cakap adalah orang yang secara
umum tidak dapat melakukan tindakan hukum. Kecakapan adalah ketentuan umum
sedangkan ketidakcakapan merupakan pengecualian. Pengemban hak dan kewajiban
adalah subjek hukum sehingga memiliki kewenangan bertindak menurut hukum. Tidak
berwenang adalah mereka yang oleh undang-undang dilarang melakukan tindakan
hukum tertentu. Hal ini berbeda dengan ketidakcakapan, yakni orang tidak dapat
melakukan tindakan hukum pada umumnya. Tidak cakap menurut hukum adalah
mereka yang oleh undang-undang dilarang melakukan tindakan hukum pada umumnya
(dapat dibaca Pasal 1330 KUHPerdata).
2. PREMISSE
Keterangan pendahuluan yang merupakan dasar atau pokok masalah yang akan
diatur di dalam akta. Pada bagian ini diuraikan alasan terjadinya suatu perjanjian yang
disepakati oleh para pihak sehingga alur dibuatnya akta notaris menjadi jelas. Premisse
umumnya dibuat dengan menggunakan bahasa deskriptif, artinya bersifat uraian alasan
dan dimulai dengan frasa ‘bahwa’.
3. ISI AKTA
Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan.
Mengenai syarat sahnya perjanjian dapat dilihat ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,
yakni adanya kata sepakat, kecakapan, hal tertentu, dan kausa yang halal. Selain kata
sepakat, perjanjian juga dibuat dalam bentuk formil dan harus pula dipenuhi bentuk
perjanjian apakah harus dibuat dalam bentuk akta autentik atau hanya cukup dibuat
secara dibawah tangan. Isi dan bagian dari perjanjian terdiri atas bagian essentialia,
naturalia, accendentalia. Bagian Essentialia, merupakan bagian yang harus ada pada
suatu perjanjian tertentu, karena jika ternyata tidak ada maka bukan merupakan
perjanjian (bernama) yang dikehendaki oleh para pihak. Contoh bagian essentialia pada
perjanjian jual beli, yaitu: kata sepakat, objek jual beli, harga jual beli. Bagian Naturalia,
merupakan bagian dari suatu perjanjian yang berdasarkan sifat dari perjanjian (bernama)
dianggap ada tanpa perlu secara khusus diperjanjikan. Contoh bagian naturalia pada
perjanjian sewa menyewa, yaitu: penyewa dilarang mengubah bentuk bangunan rumah
tanpa izin tertulis dari pemilik. Bagian Accendentalia adalah bagian yang berupa
ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak, contoh: cara pembayaran,
pemilihan domisili, tempat dan cara penyerahan barang, dll.
Akhir atau penutup akta dimaksud mengandung makna bahwa, notaris dalam membuat
akta harus sesuai dengan fakta hukum yang sesungguhnya (sesuai realita). Apabila
keterangan oleh notaris baik yang ada pada awal akta maupun akhir akta, termasuk
tentang pembacaan akta, kehadiran para saksi, dan penandatanganan akta maka akan
membawa konsekwensi hukum yakni akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan (dapat dibaca Pasal 41 UUJN). Terhadap perbuatan
hukum yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dibuat dalam bentuk akta
autentik, maka akan berakibat batal demi hukum dan notaris dapat dituntut secara
hukum pidana.
Notaris harus memahami betul kerangka berpikir dan alur berpikir dalam membuat akta
notaris sesuai ketentuan UUJN, oleh karena itu UUJN harus dipahami secara utuh dan
menyeluruh sehingga diharapkan akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris
menjadi akta yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna.
ARMANLANY