Anda di halaman 1dari 13

PERAN PPAT DALAM MEMBERANTAS MAFIA TANAH1

Oleh:
Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S,H, M.H.

I. PENGANTAR
Topik peran PPAT dalam pemberantasan mafia tanah,
sangatlah penting sebagai materi pembekalan calon-calon
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Alasannya, karena di
satu sisi praktek mafia tanah bersentuhan secara langsung
dengan tugas dan wenang PPAT. Pada sisi lain, mafia tanah
saat ini sangat semarak, sehingga pelaksanaan tugas PPAT
selalu terancam oleh para mafia tanah, baik yang
menggunakan cara-cara konvensional, maupun menggunakan
teknologi digital. Hal ini sangat membahayakan harkat dan
martabat profesi PPAT serta berdampak buruk bagi masyarakat
dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan, khususnya
iklim investasi.

Saat ini, terdapat sengketa, konflik dan perkara tanah dan


ruang yang sulit diselesaikan karena terindikasi adanya
keterlibatan mafia tanah yang berperan mempengaruhi
penanganan dan penyelesaiannya.

Untuk itu, materi presentasi saya akan meliputi peran dan


kewenangan PPAT, Modus2 Mafia Tanah, Ketentuan-ketentuan

1
Materi Pendidikan dan Pelatihan Tingkat I dan Tingkat II Serta Pembekalan Kode Etik Kepada Calon PPAT
Anggota IPPAT dengan Thema “Etika & Tanggungjawab PPAT Pada Era Digital Elektronik Dalam Mendukung
Investasi, Jumaat, 5 November 2021.

1
yang Penting untuk mencegah dan memberantas mafia tanah
baik dalam Peraturan Pemerintah Tentang Pejabat Pembuat
Akta Tanah, Kode Etik PPAT dan Peraturan Teknis
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang Pejabat Pembuat
Akta Tanah,

II. PERAN DAN KEWENANGAN PPAT


Dapat dikatakan bahwa akta-akta yang menjadi
kewenangan PPAT sangat terbatas, yaitu 8 (delapan) jenis
akta sebagaimana yang diatur dalam Pasal 95 Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997
juncto Pasal 2 Peraturan Jabatan PPAT yaitu sebagai berikut:
Pasal 2 Peraturan Jabatan PPAT
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan
dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut:

a. jual beli;

b. tukar menukar;

c. hibah;

d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

e. pembagian hak bersama;

2
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik;
g. pemberian Hak Tanggungan;

h. pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.


PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta
pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah, dan akta-akta
lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan
pendaftaran tanah tentunya harus mengedepankan prinsip
profesionalisme dan prinsip kehati-hatian, agar akta yang dibuatnya
bernilai untuk pembuktian di masa yang akan datang. Para pihak
sengaja menggunakan jasa PPAT dalam melakukan sebuah perbuatan
hukum agar mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum apabila di
kemudian hari terjadi peristiwa sengketa.
Profesionalisme merupakan persyaratan yang diperlukan untuk
menjabat suatu pekerjaan (profesi) tertentu, yang melaksanakannya
memerlukan ilmu pengetahuan, keterampilan, wawasan dan sikap
yang mendukung sehingga pekerjaan profesi tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian dapat difahami bahwa
profesionalisme merupakan suatu kualitas pribadi yang wajib dimiliki
oleh seseorang dalam menjalankan suatu pekerjaan tertentu dalam
melaksanakan pekerjaan yang diserahkan kepadanya.( Abdul
Manan, 2007 : 194 )
Sedangkan yang dimaksud dengan azas kehati-hatian atau
bertindak cermat meunurut Makhfudz (2013 : 45) bahwa setiap
pejabat administrasi Negara harus bertindak secara cermat agar tidak
menimbulkan kerugian pada masyarakat.

3
III. BENTUK-BENTUK MODUS MAFIA TANAH

Mengacu kepada Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pemberantasan


Mafia Tanah ( Petunjuk Teknis Nomor 01/Juknis/D.VII/2018, mafia tanah
adalah adalah individu, kelompok dan/atau badan hukum yang
melakukan tindakan dengan sengaja untuk berbuat kejahatan yang
dapat menimbulkan dan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan
penanganan kasus pertanahan. Terdapat bentuk-bentuk modus mafia
tanah, yaitu:

a. Menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat


girik/pipil/ketitir/pepel/yasan/letter c/surat tanah
perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan
penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan
tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan
dengan tanah oleh Kepala Desa/Lurah kepada beberapa pihak
terhadap satu bidang tanah yang sama;
b. Menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi
palsu terkait tanah seperti sertipikat hak atas tanah/akta van
eigendom/erfpacht/opstal, girik/pipil/ketitir/pepel/yasan/letter
c/surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat
pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat
keterangan tidak sengketa, yang diterima oleh Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
c. Melakukan okupasi atau pengusahaan tanah tapa ijin di atas
tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang
sudah berakhir maupun yang mash berlaku haknya;
4
d. Merubah/ memindahkan/ menghilangkan patok tanda batas
tanah;
e. Mengajukan permohonan sertipikat pengganti karena hilang,
sementara sertipikat tersebut mash ada dan masih dipegang
oleh pemiliknya atau orang lain dengan itikad baik, sehingga
mengakibatkan terdapat dua sertipikat di atas satu bidang
tanah yang sama;
f. Memanfaatkan lembaga peradilan untuk mengesahkan bukti
kepemilikan atas tanah, dengan cara:
1). Mengajukan gugatan dengan menggunakan surat yang tidak
benar, sehingga ketika gugatan tersebut diputus dan telah
berkekuatan hukum tetap, surat tersebut dijadikan sebagai
alas hak pada Kementerian Agraria dan Tata Rung/Badan
Pertanahan Nasional;
2). Mengajukan gugatan di pengadilan untuk dinyatakan
sebagai pemilik tanah, sedangkan pemilik tanah yang sah sama
sekali tidak mengetahui atau tidak dijadikan sebagai pihak
dalam gugatan tersebut;
3). Melakukan pembelian terhadap tanah yang mash menjadi
objek perkara dengan itikad tidak baik dan mengupayakan agar
putusan pengadilan tersebut berpihak kepadanya/kelompoknya;
4). Mengajukan gugatan terus menerus yang menimbulkan
banyaknya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
dengan putusan yang saling bertentangan satu sama lain,
sehingga putusan tersebut tidak dapat dijalankan
mengakibatkan sengketa dan konflik tanah dan rung tidak
terselesaikan.
g. Permufakatan jahat yang dilakukan dalam akta otentik/surat
keterangan oleh mafia tanah dengan melibatkan Pejabat
5
Umum (Notaris/PPAT/Camat/Lurah/Kades) yang
mengakibatkan sengketa, konflik dan perkara tanah yang
berdimensi luas.
IV. BEBERAPA KETENTUAN KODE ETIK TERKAIT
PEMBERANTASAN MAFIA TANAH
Secara keseluruhan, Kode Etik berfungsi untuk menjaga
atau menghindari tindakan yang dapat mengarah kepada kegiatan
yang berpihak kepada praktek mafia pertanahan. Namun dari
beberapa ketentuan yang terdapat dalam Kode Etik PPAT ada
beberapa normat etika yang dapat secara langsung berdampak
pada praktek mafia Pertanahan:
Kewajiban PPAT
Dalam rangka melaksanakan tugas jabatan para PPAT serta PPAT
Pengganti ataupun dalam kehidupan sehari-hari, setiap PPAT
diwajibkan untuk:
1. berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan
kehormatan PPAT;
2. menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang berlaku serta
bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan dan kode etik;
3. memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan nasional, khususnya di bidang hukum;
4. bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan
tidak berpihak;
5. memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat
yang memerlukan jasanya;
6. menjaga dan membela kehormatan serta nama baik korps PPAT
atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara
konstruktif;

6
7. Dalam hal seorang PPAT menghadapi dan/atau menemukan
suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di
dalamnya terdapat kesalahan- kesalahan yang serius dan/atau
membahayakan klien, maka PPAT tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang
dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan
untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap
klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;

Kegiatan yang Dilarang Bagi PPAT


Setiap PPAT, baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan maupun
dalam kehidupan sehari-hari, dilarang:
1. secara langsung mengikutsertakan atau menggunakan perantara-
perantara dengan mendasarkan pada kondisi-kondisi tertentu;
2. menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat
akta yang rancangannya telah disiapkan oleh PPAT lain, kecuali
telah mendapat izin dari PPAT pembuat rancangan.
3. berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari PPAT lain
kepadanya dengan jalan apapun, baik upaya itu ditujukan
langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui
perantaraan orang lain;
4. menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata
menandatangani akta buatan orang lain sebagai akta yang dibuat
oleh/di hadapan PPAT yang bersangkutan;

V. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NOMOR 1


TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN

7
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998
TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Terdapat beberapa ketentuan dalam Perka BPN Nomor 1


yang terkait dengan upaya pemberantasan mafia tanah, yaitu
berkaitan dengan ketentuan Blako Akta dan Pembuat Akta.
Ketentuan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memberantas
mafia tanah.
1. Blanko akta PPAT dibuat dan diterbitkan oleh Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan hanya boleh
dibeli oleh PPAT, PPAT Pengganti, PPAT Sementara atau
PPAT Khusus. (Pasal 51)
2.  PPAT melaksanakan tugas pembuat akta PPAT di
kantornya dengan dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan
hukum yang bersangkutan atau kuasanya sesuai peraturan
perundang-undangan. Pasal 52 ayat (1)
3. PPAT dapat membuat akta di luar kantornya hanya apabila
salah satu pihak dalam perbuatan hukum atau kuasanya
tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah,
dengan ketentuan pada saat pembuatan aktanya para pihak
harus hadir dihadapan PPAT di tempat pembuatan akta
yang disepakati. (Pasal 52 ayat (2).
4. Akta PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta yang tersedia
secara lengkap sesuai petunjuk pengisiannya. (Pasal 53
ayat (1)
5. Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar serta

8
didukung dengan dokumen sesuai peraturan perundang-
undangan. (Pasal 53 ayat (2)
6.  pembuatan akta PPAT dilakukan dengan disaksikan oleh 2
(dua) orang saksi yang memberi kesaksian mengenai :
1) Identitas dan kapasitas penghadap;
2) kehadiran para pihak atau kuasanya;
3) kebenaran data fisik dan data yuridis obyek perbuatan
hukum dalam hal obyek tersebut sebelum terdaftar;
4) keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam
pembuatan akta;
5) telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh
para pihak yang bersangkutan.
7. Yang dapat menjadi saksi adalah orang yang telah
memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
8. Sebelum pembuatan akta mengenai perbuatan hukum yang
menjadi kewenangan PPAT, PPAT wajib melakukan
pemeriksaan kesesuaian/keabsahan sertipikat dan catatan
lain pada Kantor Pertanahan setempat dengan menjelaskan
maksud dan tujuannya.
9.  Dalam pembuatan akta tidak diperbolehkan memuat kata-
kata“sesuai atau menurut keterangan para pihak” kecuali
didukung oleh data formil.
10. PPAT berwenang menolak pembuatan akta, yang tidak
didasari data formil.
11.  PPAT tidak diperbolehkan membuat akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sampai
dengan huruf g, atas sebagian bidang tanah yang sudah
9
terdaftar atau tanah milik adat, sebelum diukur oleh Kantor
Pertanahan dan diberikan Nomor Identifikasi Bidang Tanah
(NIB).
12.  Dalam pembuatan akta, PPAT wajib mencantumkan
NIB dan atau nomor hak atas tanah, nomor Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB, penggunaan
dan pemanfaatan tanah sesuai dengan keadaan lapangan.

VI. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PPAT


Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPAT merupakan salah
satu bentuk untuk meningkatkan peran PPAT dalam
Pemberantasan Mafia Tanah. Pembinaan dan pengawasan
terhadap PPAT dilakukan oleh Menteri dan Pembinaan dan
pengawasan di daerah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN
dan Kepala Kantor Pertanahan. Pembinaan dan Pengawasan
Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bertujuan untuk mewujudkan
PPAT yang profesional, berintegritas dan melaksanakan jabatan
PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan Kode Etik.
Adapun beberapa bentuk pembinaan oleh Menteri dapat
berupa:
a. penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas
jabatan PPAT;
b. pemberian arahan pada semua pihak yang
berkepentingan terkait dengan kebijakan di bidang ke-
PPAT-an;
c. menjalankan tindakan yang dianggap perlu untuk
memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sesuai

10
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
dan/atau
d. memastikan PPAT menjalankan tugas dan fungsi
sesuai dengan Kode Etik.
Sedangkan pengawasan terhadap PPAT dapat berupa:
a. pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan PPAT; dan
b. penegakan aturan hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang PPAT.

Pemberian Sanksi.
Adapun pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT
yang melakukan pelanggaran dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b.pemberhentian sementara;
c.pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Selain itu Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/


Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 112/KEP-
4.1/IV/2017 tentang Kode Etik PPAT dalam Pasal 6 ayat (1)
menetapkan sanksi berupa :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Schorsing(pemecatansementara)darikeanggotaanIPPAT;
d. Onzetting(pemecatan)darikeanggotaanIPPAT;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
IPPAT.

11
Penjatuhan sanksi disesuaikan dengan kuantitas dan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.

Sanksi Pemberhentian
Pasal 28 ayat (2) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 tahun
2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
tentang Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan :
PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
oleh Kepala Badan, karena:
1. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau
kewajiban sebagai PPAT;
2. dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan
kejahatan perbuatan pidana yang diancam hukuman
kurungan atau penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih
berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
3. melanggar kode etik profesi.
Pelanggaran berat sebagaimana dimaksud antara lain:
1. membantu melakukan permufakatan jahat yang mengakibatkan
sengketa atau konflik pertanahan;
2. melakukan pembuatan akta sebagai permufakatan jahat yang
mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan;
3. melakukan pembuatan akta di luar daerah kerjanya kecuali
yang dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (3) Peraturan
Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan PPAT
4. memberikan keterangan yang tidak benar di dalam akta yang
mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan;

12
5. membuka kantor cabang atau perwakilan atau bentuk lainnya
yang terletak di luar dan atau di dalam daerah kerjanya
6. melanggar sumpah jabatan sebagai PPAT;

Jakarta, 5 November 2022

13

Anda mungkin juga menyukai