Anda di halaman 1dari 28

USULAN PENELITIAN TESIS

PELAKSANAAN PERSEKUTUAN PERDATA BAGI JABATAN NOTARIS

BERDASARKAN PRINSIP KEMANDIRIAN DAN KERAHASIAAN

NI KADEK WINDA NANDAYANI

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan bertambah pula keperluan akan

pelayanan jasa hukum khususnya di bidang kenotariataan, sehingga dalam kegiatan sehari-hari

seseorang atau subjek hukum dalam hal untuk menyatakan hak dan kewajibannya hampir tidak

terlepas dari peran notaris terutama dalam melakukan perjanjian atau perikatan dalam lapangan

hukum perdata, misalnya tentang adanya perjanjian jual beli tanah, yang pasti membutuhkan

legalitas dan kepastian terhadap akta yang dibuat sehingga memerlukan jasa notaris. Undang-

Undang Jabatan Notaris (UUJN) mengkategorikan Notaris sebagai Pejabat Umum, pembuat

akta yaitu akta otentik.

Pengertian akta otentik berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yaitu “suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh

atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu dan di tempat di mana akta yang

dibuatnya.” Sebagai contoh, awal peraturan Jabatan Notaris(PJN) ada larangan tentang

pembentukan perserikatan perdata, tapi sejak diubah dan diundangkannya Undang-Undang

Jabatan Notaris maka sebaliknya, bahwa notaris diperkenankan membentuk perserikatan

perdata. Akhirnya dengan adanya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Pasal

20 ayat 1 perubahan dari Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004, notaris dimungkinkan

membuat dan atau membentuk perkumpulan antar notaris dengan bentuk Persekutuan

Perdata,persekutuan perdata yang dimaksud adalah kantor bersama.1

1
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Telematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 2.
Persekutuan perdata atau yang biasa disebut dengan Maatschap merupakan suatu

persetujuan antara dua orang atau lebih yang biasanya berprofesi sama, dengan bertujuan untuk

menghimpun sesuatu (barang, uang, ataupun, keahlian) ke dalam persekutuan agar

memperoleh keuntungan dan manfaat yang dapat dibagikan di antara mereka. Persekutuan

perdata biasanya digunakan untuk mencapai tujuan bersama atau keuntungan dalam suatu

proyek atau usaha tertentu.Dalam persekutuan perdata, para pihak yang terlibat biasanya

membuat perjanjian tertulis yang mengatur semua aspek kerja sama, termasuk pembagian laba,

tanggung jawab, kewajiban, kontribusi modal, dan berbagai hal lainnya. Meskipun tidak ada

entitas hukum yang terpisah, setiap anggota persekutuan perdata memiliki tanggung jawab

pribadi terhadap kewajiban dan utang yang timbul dari usaha tersebut.

Dalam hal mendirikan suatu persekutuan perdata juga dapat dilakukan oleh notaris,

sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(selanjutnya disebut UUJN). Pasal tersebut mengatur bahwa notaris dapat menjalankan

jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan

ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya, bentuk perserikatan perdata sebagaimana

dimaksud diatur oleh para notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,dan

ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan notaris dalam bentuk

perserikatan perdata diatur dalam Peraturan Menteri. 2

Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 20 UUJN, ditetapkanlah Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH.01.AH.02.12.TAHUN

2010 pada tanggal 8 Februari 2010 yang memberikan kepastian hukum dan landasan bagi para

notaris di Indonesia dalam mendirikan perserikatan perdata. Dalam PerMenKumHAM 12/2010

2
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 95.
ini mengatur mengenai perserikatan perdata Notaris (Perserikatan), sebagaimana pada

ketentuan Pasal 1 angka 1 yang berbunyi : “Perserikatan Perdata Notaris, yang selanjutnya

disebut Perserikatan adalah perjanjian kerjasama para Notaris dalam menjalankan jabatan

masing-masing sebagai Notaris dengan memasukkan semua keperluan untuk mendirikan dan

mengurus serta bergabung dalam satu kantor bersama Notaris.” Tujuan Perserikatan menurut

ketentuan Pasal 2 PerMenKumHAM 12/2010 antara lain : meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat di bidang kenotarisan; meningkatkan pengetahuan dan keahlian Teman Serikat;

dan efisiensi biaya pengurusan kantor.

Munculnya ketentuan bahwa notaris di Indonesia dapat menjalankan jabatannya dalam

bentuk perserikatan perdata notaris merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendukung

peningkatan pemberian pelayanan kepada masyarakat di seluruh Indonesia di bidang

kenotariatan, dan meningkatkan pengetahuan serta keahlian para notaris.3 Berdasarkan konsep

perserikatan perdata dalam UUJN tersebut, mengindikasikan bahwa notaris dapat membentuk

suatu wadah kerjasama. Pembentukan perserikatan perdata notaris juga diharapkan dapat

memaksimalkan pemberian pelayanan kepada publik. Dengan berkantor pada kantor yang

sama para Notaris dapat saling berbagi ilmu dan pengalaman, karena seorang Notaris mungkin

saja ahli dalam bidang hukum pertanahan dan hukum waris, tetapi kurang menguasai hukum

pasar modal misalnya, sehingga dengan berbagi ilmu dan pengalaman tersebut dapat

memberikan pelayanan yang maksimal kepada publik. 4

Berdasarkan Pasal 1618 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUHPdt), persekutuan perdata merupakan suatu “perjanjian dimana dua orang atau lebih

mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk

3
Herlien Budiono. 2007. Notaris dan Kode Etiknya. Medan: Upgrading dan Refreshing Course Nasional
Ikatan Notaris Indonesia. Hal. 3
4
Habib Adjie. 2008. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Bandung:
Refika Aditama. Hal. 79
membagi keuntungan yang terjadi karenanya” menurut Pasal ini syarat persekutuan perdata

ialah adanya pemasukan sesuatu kedalam persekutuan (inbreng), dan ada pula pembagian

keuntungan dari hasil pemasukan tersebut, suatu persekutuan perdata dibuat berdasarkan

perjanjian oleh para pihak yang mendirikannya, dalam perjanjian itu para pihak berjanji

memasukkan sesuatu (modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan

(keuntungan) kemudian dibagi diantara para pihak sesuai dengan perjanjian.

Persekutuan perdata didirikan dengan maksud membagi keuntungan. Sedangkan,

seorang Notaris dalam memberi layanan jasa pembuatan akta autentik secara mandiri memiliki

rate honorarium sebagai jasa profesi pelayanan kepada masyarakat, bukan mencari 7

keuntungan dan terlebih membagi keuntungan. Oleh karena itu bagaimana Notaris-Notaris

dalam suatu Persekutuan membagi keuntungan sedangkan hal tersebut tidak sesuai dengan

kewajiban notaris. Seorang notaris memiliki kewajiban untuk mengutamakan pengabdian

kepada kepentingan masyarakat dan negara. Hal tersebut sesuai dengan yang ditentukan

berdasarkan Pasal 3 Angka 6 Kode Etik Notaris. Dapat diartikan bahwa notaris diangkat bukan

untuk kepentingan individu notaris, jabatan Notaris adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu

notaris harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara.

Selain itu, Akta notaris menganut asas kemandirian dan kerahasiaan. Asas kerahasiaan

terbatas merupakan hak ingkar bagi notaris dalam menjalankan jabatannya. Asas rahasia

terbatas dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN yang mewajibkan

notaris untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali

Undang-Undang menentukan lain. Pada kenyataannya, adanya Perserikatan Perdata Notaris

dalam UUJN ini masih menimbulkan pro dan kontra dalam praktik kenotariatan karna

dikhawatirkan bertentangan dengan asas kemandirian dan asas kerahasiaan, terlebih ketika PJN

masih berlaku, Perserikatan Perdata Notaris tersebut tidak diperbolehkan, apalagi Persekutuan
Perdata Notaris dalam UUJN-P yang masih menimbulkan ragam penafsiran yang berbeda-beda

karena tidak adanya aturan lebih lanjut mengenai Persekutuan Perdata Notaris seiring

dihapusnya Pasal 20 ayat (3) di dalam UUJN-P. Notaris yang merupakan pejabat umum yang

dalam praktiknya diberikan kewenangan untuk menjalankan jabatannya dalam bentuk

Persekutuan Perdata Notaris berdasar UUJN dan UUJN-P,namun masih adanya beberapa hal

yang mengakibatkan perbedaan persepsi dalam pelaksanaanya. Berdasarkan paparan latar

belakang di atas maka penulis akan melakukan penelitian mengenai Pengaturan Pelaksanaan

Jabatan Notaris Dalam Bentuk Persekutuan Perdata Berdasarkan Prinsip Kemandirian dan

Kerahasiaan.

1.2 Rumusan Masalah:

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat ditarik dua rumusan masalah

yaitu:

1. Bagaimanakah kemandirian dan kerahasiaan Notaris dalam menjalankan jabatannya

sebagai anggota persekutuan perdata?

2. Bagaimanakah dampak dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota persekutuan

perdata?

1.3 Orisinalitas Penelitian

Membahas mengenai pelaksanaan persekutuan perdata bagi jabatan notaris

berdasarkan prinsip kemandirian dan kerahasiaan merupakan hal yang menarik untuk dibahas

dalam sebuah obyek penelitian. Dalam melakukan penelitian ini, di perlukannya sebuah

perbandingan dengan penelitian penelitian yang lain yang membahas tentang kekuatan akta

yang diterbitkan oleh notaris. Adapun penelitian tersebut antara lain:


1. Ghea Tivany, Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada,

2019, dengan judul “ Kajian Yuridis Terhadap Pengaturan Notaris Untuk

Menjalankan Jabatannya Dalam Bentuk Persekutuan Perdata”. Rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana analisis dari ketidaksesuaian konsep persekutuan [erdata yang diatur

UUJN-P dengan konsep persekutuan perdata yang diatur dalam KUHPerdara

b. Bagaimana penggunaan terminologi yang tepat mengenai suatu wadah bagi notaris

yang menjalankan jabatannya bersama-sama dalam satu kantor menurut UUJN-P

Hasil penelitian yang dimiliki dalam penelitian ini adalah bahwa konsep persekutuan

perdata menurut KUHPerdata adalah menjalankan suatu kegiatan usaha atau badan

usaha yang bertujuan untuk mencari suatu keuntungan, sedangkan konsep persekutuan

perdata yang dimaksud UUJN-P adalah kantor bersama Notaris, dalam menjalankan

jabatannya Notaris lebih mengutamakan pelayanan publik kepada masyarakat. Hal ini

tidak relevan dengan tujuan persekutuan perdata yang diatur dalam KUHPerdata.

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian tersebut, karena penelitian

yang dilakukan penulis membahas mengenai bagaimana kemandirian dan kerahasiaan

Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota persekutuan perdata. Selain itu

dalam penelitian ini penulis akan mengkaji pula mengenai dampak dalam menjalankan

jabatannya sebagai anggota persekutuan perdata.

2. Amri Nasution, Tesis Magister kenotariatan Universitas Gadjah Mada,2015, dengan

judul “ Kajian Yuridis Mengenai Bentuk Persekutuan Perdata Notaris Menurut

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa eksistensi keberadaan persekutuan perdata notaris bersumber pada

Pasal 20 ayat (1) juncto Pasal 20 ayat (2) UUJN-P sebagai ketentuan khusus serta
KUHPerdata sebagai ketentuan umumnya. Persekutuan perdata notaris dibandingkan

dengan persekutuan perdata pada umumnya memiliki perbedaan mendasar dalam hal

pengertian, inbreng, tujuan didirikannya persekutuan, persyaratan pendirian, tanggung

jawab para sekutu, hubungan antar sekutu beserta berakhirnya persekutuan.

Kemandirian notaris dalam Persekutuan Perdata Notaris menurut Pasal 20 UUJN-P

tidak akan terpengaruhi meskipun notaris menjalankan jabatannya dalam bentuk

persekutuan perdata. Kemandirian notaris diwujudkan dengan tetap bertindak sendiri-

sendiri dalam hal pembuatan akta, berikut mengenai manajemen dan administrasi

kantor, hubungan dengan klien, serta pengelolaan dokumen notaris. Seorang notaris

dalam persekutuan perdata notaris hanya akan bertanggung jawab atas akta yang dibuat

olehnya atau dihadapannya saja. Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan

penelitian tersebut, karena penelitian yang dilakukan penulis membahas mengenai

bagaimana kemandirian dan kerahasiaan Notaris dalam menjalankan jabatannya

sebagai anggota persekutuan perdata. Selain itu dalam penelitian ini penulis akan

mengkaji pula mengenai dampak dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota

persekutuan perdata.

3. R. Raka Andika Jagad Nata, Tesis Magister kenotariatan Universitas Sriwijaya,, dengan

judul “Karakter Hukum Perserikatan Perdata Notaris Dan Implikasi Kekosongan

Hukum Peraturan Pelaksananya”. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa, karakter hukum Persekutuan yang sesuai dengan pelaksanaan jabatan Notaris

adalah, Persekutuan dipandang secara terbatas sebagai kantor bersama, yang mana

masing-masing dari para Notaris memasukkan inbreng misalnya berupa biaya listrik,

alat tulis kantor, sewa bangunan, dan tenaga kebersihan. Kesemuanya, dimanfaatkan

untuk mengefisiensikan pengeluaran operasional dibandingkan apabila mendirikan

kantor secara mandiri, bukan untuk mencari dan membagi keuntungan, tetapi terbatas
kepada menerima manfaat dari inbreng tersebut. Implikasi kekosongan hukum

peraturan pelaksana Persekutuan Perdata Notaris adalah ketidakpastian hukum karena

ketentuan mengenai Persekutuan dalam UUJN P menjadi multitafsir terkait bentuk

inbreng apa yang dimasukkan dan perihal frasa “dengan maksud membagi keuntungan”

yang bertentangan dengan pelaksanaan jabatan Notaris. Kebijakan hukumnya di masa

mendatang, demi kepastian hukum, adalah dengan jalan menambah satu ayat dalam

Persekutuan dalam UUNN perubahan berikutnya yang menyatakan bahwa ketentuan

lebih lanjut mengenai dijalankannya jabatan Notaris dalam bentuk Persekutuan diatur

dalam Peraturan Menteri. Selanjutnya, adalah dengan menambahkan penjelasan pasal,

bahwa yang dimaksud dengan “Persekutuan Perdata” adalah kantor bersama Notaris.

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian tersebut, karena penelitian

yang dilakukan penulis membahas mengenai bagaimana kemandirian dan kerahasiaan

Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota persekutuan perdata. Selain itu

dalam penelitian ini penulis akan mengkaji pula mengenai dampak dalam menjalankan

jabatannya sebagai anggota persekutuan perdata.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus.

Adapun tujuan penelitian tersebut antara lain:

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengembangan Ilmu Hukum

khususnya terhadap bidang Hukum Kenotariatan. Tujuan umum dalam penelitian ini

meliputi tentang pelaksanaan persekutuan perdata bagi jabatan notaris berdasarkan

prinsip kemandirian dan kerahasiaan

1.4.2 Tujuan Khusus


Penelitian ini dilakukan untuk menemukan hasil atau tujuan yang bersifat lebih khusus,

antara lain :

1. Memahami serta menganalisis tentang bagaimana kemandirian dan kerahasiaan Notaris

dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota persekutuan perdata?

2. Memahami dan menganalisis mengenai dampak dalam menjalankan jabatannya sebagai


anggota persekutuan perdata?

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam membuat sebuah penelitian diharapkan dapat memberikan suatu manfaat secara

luas sehingga dapat memberikan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Adapun manfaat dari

penelitian ini dapat dibagi menjadi dua baik secara teoritis maupun secara praktis

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapakan dapat meningkatkan

pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya bidang hukum kenotariatan serta dapat

memberikan pemahaman terkait dengan kedudukan notaris dalam pelaksanaan

persekutuan perdata bagi jabatan notaris berdasarkan prinsip kemandirian dan

kerahasiaan serta mengenai dampak dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota

persekutuan perdata.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yaitu dapat

menjadi referensi atau masukan bagi pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini baik bagi pembaca, notaris ataupun

penulis sendiri sehingga dapat memahami terkait pelaksanaan persekutuan perdata bagi
jabatan notaris berdasarkan prinsip kemandirian dan kerahasiaan serta mengenai

dampak dalam menjalankan jabatannya sebagai anggota persekutuan perdata.

1.6 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

Dalam mendukung penelitian yang dibuat ini diperlukan teori-teori, asas-asas dan konsep-

konsep yang relevan yang terdapat dalam landasan teori. Penentuan pemilihan teori, asas-asas

dan konsep adalah harus dapat memberikan manfaat serta sinkron dengan inti permasalahan

penelitian guna memberikan kemudahan terhadap analisis topik yang akan dikaji tersebut.

Adapun macam-macam teori, asas dan konsep hukum yang termuat dalam penelitian ini

sebagai sebuah pisau analisis dalam membedah permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini,

landasan teori dan kerangka berpikir yang dipergunakan sebagai berikut :

1.6.1 Teori Kepastian Hukum

Pedoman bagi setiap individu dalam menjalankan kehidupan dimasyarakat

diperlukannya sebuah hukum yang berisi mengenai aturan-aturan yang bersifat umum,

baik secara tertulis ataupun tidak tertulis yang diperlukan untuk menjadi pembatas

dalam bertingkah laku dalam suatu masyarakat. Hukum hadir dalam masyarakat untuk

terciptanya suatu kepastian hukum, maka suatu peraturan dibuat serta diundangkan

haruslah mengatur secara jelas dan sinkron sehingga tidak menimbulkan banyaknya

penafsiran terhadap sebuah hukum. Kepastian hukum merupakan satu gerbong yang

dimana individu, masyarakat ataupun pemerintah berada dalam satu koridor yang

digarisi oleh aturan hukum.

Pengertian kepastian hukum secara normatif adalah sejak suatu peraturan

dibentuk serta diundangkan secara resmi dengan tujuan mengatur secara jelas dan

masuk akal. Kejelasan tersebut dengan kata lain tidak menimbulkan multi tafsir serta

keragu-raguan bagi masyarakat. Gagasan mengenai kepastian hukum diperkenalkan


oleh Gustav Radbruch dalam bukunya yang berjudul "einführung in die

rechtswissenschaften" yang melihat 3 (tiga) nilai dasar dari hukum yaitu:5

1. Keadilan (Gerechtigkeit)

2. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit)

3. Kepastian Hukum (Rechtssicherheit)

Pendapat Gustav Radbruch juga dikutip oleh Theo Huijber menyebutkan kepastian

hukum dapat dilihat sebagai 3 (tiga) pengertian kepastian hukum yaitu : 6

1. Keadilan dalam arti yang sempit yaitu keadilan yang berarti kesamaan hak

untuk semua orang didepan pengadilan.

2. Tujuan keadilan yang menentukan isi dari hukum, sebab isi hukum memang

sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

3. Kepastian hukum atau legalitas yaitu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi

sebagai peraturan yang harus ditaati

Kepastian hukum memberikan kejelasan bahwa suatu norma dengan norma

lainnya tidak boleh bertentangan atau berbenturan sehingga menimbulkan konflik

norma. Kepastian hukum mengharuskan adanya pemberlakuan hukum yang jelas,

konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan hukum tersebut sehingga tidak dapat

diganggu oleh keadaan yang bersifat subjektif. Kepastian serta keadilan bukanlah

sekedar tuntutan moral, melainkan secara factual mencirikan aturan hukum. Hukum

yang tidak memberikan kepastian dan keadilan bagi masyarakat adalah suatu hukum

yang buruk.

1.6.2 Teori Efektivitas Hukum

5
Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 19
6
Theo Huijber, 2007, Filsafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Cetakan Keempatbelas, Yogyakarta, hal 163
Menurut Soerjono Soekanto, salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat untuk

mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum sangat mungkin digunakan sebagai

alat oleh pelopor perubah (agent of change). Agent of change atau pelopor perubahan

adalah seorang atau kelompok orang yang memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga

kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarakat dalam mengubah sistem

sosial dan dalam menjalankan hal itu langsung terkait dengan tekanan-tekanan untuk

melakukan perubahan. Setiap perubahan sosial yang dikehendaki atau yang

direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor

perubahan tersebut. Oleh karena itu, cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat

dengan sistem-sistem yang direncanakan dan diatur lebih dahulu dinamakan social

engineering atau social planning.7

Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana

pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya

daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya. Alasannya, karena lebih

menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia

(meskipun yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme

dari konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama dari

penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia.8 Faktor- Faktor yang

mempengaruhi efektivitas hukum dalam masyarakat yaitu:

a. Kaidah Hukum

7
Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial (Yogyakarta: Thafa Media, 2013), hlm. 114.
8
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), hlm. 79.
b. Hukum harus relevan dengan kondisi dan perubahan-perubahan yang

terjadi sehingga dapat memenuhi rasa keadilan serta memberikan

kepastian hukum bagi masyarakat.

c. Penegak Hukum

d. Penegak hukum harus memiliki integritas yitu adanya moralitas yang

tinggi dalam menjalankan profesi sesuai dengan etika profesi dan tidak

menyalahkan kesenjangan yang dimilikinya. Penegak hukum selain

harus memiliki integritas juga harus profesional yaitu menjalankan

profesinya dengan bidang ilmu yang ditekuni dan perkembangan dari

ilmu pengetahuan yang ditekuninya.

e. Sarana Prasarana

f. Sarana dan Prasarana dalam penegakan hukum harus berfungsi dan

dapat dimanfaatkan. Sarana dan Prasarana ini harus dapat digunakan

untuk mencapai tujuan, jika sarana dan prasarana tidak mendukung

maka penegakan hukum tidak akan tercapai.

g. Kesadaran Hukum Masyarakat

h. Masyarakat sebagai sumber daya yang baik mereka mengetahui adanya

hukum,mengerti hukum serta menaati hukum. Kesadaran masyrakat

harus dihargai dengan pembelajaran. Pendekatan formal maupun non

formal seperti sosialisasi. Ketika suatu peraturan perundang-undangan

sudah diberikan maka masyarakat dianggap tahu dan mengerti isi dari

aturan tersebut sekali pun masyarakat tidak mendapatkan sosialisasi

terkait aturan tersebut

Ketentuan notaris dapat menjalankan jabatannnya dalam bentuk persekutuan perdata

diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUJN-P. Pasal tersebut menyatakan bahwa “....”
1.6.3 Konsep Jabatan Notaris

Notaris merupakan suatu jabatan yang diciptakan oleh negara berdasarkan

undang-undang. Seorang dapat menjadi Notaris melalui pengangkatan yang dilakukan

oleh menteri. Notaris merupakan satu-satunya pejabat umym yang berkewenangan

untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan

yang diharuskan oleh para puhak yang memiliki kepentingan untuk dimuat dalam

suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggal, menyimpan akta, memberikan

groose, salinan dan kutipan akta sepanjang tidak bertentangan dengan aturan

perundang-undangan.

Jabatan Notaris menjadi bagian dari pejabat umum sehingga dalam

melaksanakan kewenangan jabatannya harus dapat mewujudkan kepastian,ketertiban

serta perlindungan hukum yang didasarkan pada suatu kebenaran.9 UUJN-PPasal 1

angka 1 menyebutkan bahwa:

“ Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau

berdasarkan undang-undang lainnya”

Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum dapat dikatakan sebagai jabatanyang

dipercaya karena diberikan oleh undang-undang, sehingga seseorang dengan jabatan

Notaris tersebut bertanggung jawab untuk melaksanakan tanggungjawab tersebut

sebaik-baiknya serta menjunjung tinggi etika hukum.

Peraturan Jabatan Notaris termasuk kedalam hukum publik, hal terscbut

dikarenakan undang - undang dan peraturan- peraturan organiknya mengatur

9
Krisdianto,R.Maradesa,2014, Kewenangan Serta Tanggung Jawab Hukum Atas Pembuatan Akta Otentik
Oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, Lex Privatum,2(3).pp 138-146.hal 145
mengenai jabatan notaris. Materi yang diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris ini

termasuk dalam hukum publik sehingga ketentuan - ketentuan yang terdapat di

dalamnya adalah peraturan yang bersifat memaksa. Notaris sebagai pejabat umum

ditugaskan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat mengenai alat bukti

autentik sebagai pemberi kepastian hukum, sehingga selama alat bukti autentik

tersebut terus diperlukan hal tersebut mengakibatkan jabatan Notaris akan selalu

memiliki eksistensi di tengah kehidupan masyarakat.10 Causa formality means that the

deed is functioning to complete or complete a legal act, so its not a legal act.11

Dalam melaksanakan kewenangannya seorang Notaris harus berpedoman pada

Undang-Undang Jabatan Notaris serta kode etik jabatan Notaris. Kode etik ini

meruoakan bentuk dari sikap profesional serta rasa percaya masyarakat kepada

Notaris.12 Jasa yang ditawarkan oleh seorang yang memiliki profesi sebagai Notaris

memiliki keterkaitan terhadap kepercayaan antara para pihak tersebut, sehingga

Notaris memiliki tanggung jawab atas kepercayaan para pihak tersebut, baik secara

moral maupun hukum.13

Notaris dalam menjalan jabatannya dapat membentuk suatu persekutuan

perdata, ini diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUJN-P yang menyatakan bahwa: “ Notaris

dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata dengan tetap

memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.”.

Aturan mengenai diperbolehkannya seseorang yang memiliki jabatan Notaris

10
M Syahrul Borman,2019, Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Perspektif Undang-Undang
Jabatan Notaris, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 3(1) pp 74-83, hal.77
11
Unggul Basoeky,2021, Juridical Analysis Of The Authenticity Of Notary Deed After Apostille is
Implemented In Indonesia, Budabest Internasional Research and Critics Institute, Journal (BIRCI-Journal). Pp
2907-2919. Hal.2912
12
Ajeng Fitrah Ramadhan,2019, Makna Alasa-Alasan tertentu Dalam Kode Etik Notaris Terkait Kewajiban
Menjalankan Jabatan Notaris Dikantornya, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 4(1). Pp
15-28, hal.15.
13
Topan Aditya Putra,2016, “ Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Notaris Atas Minuta Akta Yang Hilang
Atau Rusak”. (tesis) Program Studi Magister KenotariatanUniversitas Narotama, Surabaya
membentuk suatu persekutuan perdata menunjukkan bahwa habatan Notaris dapat

membentuk suatu wadah kerjasama sebagi upaya pemerintah untuk mendukung

peningjatan pemberian pelayanan kepada masyarakat di seluruh Indonesia di bidang

kenotaritan agar dapat meningkatkan pengetahuan serta keahlian dari Notaris.

1.6.4 Konsep Persekutuan Perdata

Persekutuan Perdata adalah suatu badan usaha yang termasuk dalam hukum

dagang, sebab menjalankan perusahaan. Badan usaha tersebut diatur dalam Pasal 1618

KUHPer yaitu: “suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri

untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi

keuntungan yang terjadi karenanya.” Maatschap adalah bentuk persekutuan yang

diatur dalam Bab VIII Bagian Satu Buku III KUH Perdata yang dalam buku

Terjemahan Subekti atas Wet Boek van Burgerlijk diterjemahkan sebagai

Persekutuan.14

Berdasarkan Pasal 1618 KUHPer, persekutuan perdata didirikan atas dasar

perjanjian.15 Namun dalam Pasal tersebut tidak ada keharusan adanya sutau syarat

tertulis, maka perjanjian yang dimaksud bersifat konsensual, yakni dianggap cukup

dengan adanya persetujuan kehendak atau kesepakatan (consensus). Perjanjian

tersebut mulai berlaku sejak saat perjanjian itu menjadi sempurna atau sejak saat yang

ditentukan dalam perjanjian (Pasal 1624). Untuk kepastian hukum, baik bagi para

pendiri maupun pihak ketiga yang berhubungan dengan persekutuan pada umumnya

persekutuan perdata dibuat dengan akta uutentik, dalam hal ini Akta Notaris.16

14
Rudhi Prasetya. 2004. Maatschap Firma dan Persekutuan Komandinter. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal.
1
15
H.M.N Purwosutjipto. 1999. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Djambatan. Hal. 21
16
Sentosa Sembiring. 2008. Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 37
Persekutuan perdata terdapat 2 (dua) jenis. Jenis dari persekutuan perdata tersebut

adalah:

a) Persekutuan Perdata Umum

Dalam jenis ini diperjanjikan suatu pemasukan yang terdiri dari seluruh harta

kekayaan masing-masing sekutu atau bagian tertentu dari harta kekayaan

secara umum, yang artinya tanpa perincian. Persekutuan perdata macam ini

dilarang oleh Pasal 1621 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Rasio dari

larangan itu ialah bahwa dengan adanya pemasukan seluruh atau sebagian

harta kekayaan tanpa perincian itu, orang tidak akan dapat membagi

keuntungan secara adil seperti ditetapkan dalam Pasal 1633 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1633 Kitab UndangUndang Hukum

Perdata ditentukan, bila bagian keuntungan dari masing-masing sekutu tidak

ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan masing-masing sekutu

tidak ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan perdata, maka

pembagian keuntungan harus didasarkan atas keseimbangan pemasukan dari

masing-masing sekutu. Persekutuan perdata jenis ini diperkenalkan juga asal

diperjanjikan bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan seluruh

kekuatan kerjanya untuk mendapatkan laba yang dapat dibagi-bagi antara para

sekutu. Persekutuan perdata jenis ini oleh Pasal 1622 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dinamakan persekutuan perdata keuntungan.17

b) Persekutuan Perdata Khusus Dalam persekutuan perdata jenis khusus ini para

sekutu masing-masing menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau

17
H.M.N Purwosutjipto. Op.Cit. Hal. 23
sebagian dari pada tenaga kerjanya (Pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata). Adapun bentuk-bentuk Persekutuan Perdata, yaitu:18

1) Persekutuan dengan harta bersama yang terdiri dari benda-benda

tertentu, yang akan dipergunakan untuk memperoleh keuntungan

melaluinya;

2) Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dari suatu benda-benda

tertentu, untuk memperoleh keuntungan yang akan dibagikan untuk

kepentingan bersama;

3) Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dan hasil-hasil yang

diperoleh dari benda-benda tertentu;

4) Persekutuan sebagai suatu perusahaan (dengan pengertian bahwa jenis

persekutuan ini adalah persekutuan yang dilaksanakan secara terus

menerus, tanpa suatu jangka waktu tertentu);

5) Persekutuan yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu (yang

akan berakhir dengan sendirinya setelah usaha tersebut selesai);

6) Persekutuan dari beberapa orang, untuk melaksanakan suatu pekerjaan

tetap tertentu (yang didasarkan pada keahlian yang dimiliki oleh para

pihak yang menjadi sekutu dalam persekutuan tersebut).

1.6.5 Konsep Kemandirian dan Kerahasiaan Notaris

Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah Autonomy,

Independency, dan Self Relience. Pada dasarnya kemandirian dapat dimanifestasikan

dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari

terbentuknya suatu perbuatan. Kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis

18
Gunawan Widjaja. 2005. Segi Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Hal. 80
mengandung pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya yang mampu

memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Kemampuan

demikian hanya mungkin 50 dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan

dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam

segi-segi manfaat atau keuntungannya maupun segi-segi negatif dan kerugian yang

akan dialaminya.

Sebagai Pejabat Umum, Notaris harus Independen. Dalam istilah sehari-hari

istilah independen ini sering disama artikan dengan Mandiri. Dalam konsep

Manajemen bahwa penerapan istilah Mandiri berarti institusi yang bersangkutan

secara manajerial dapat berdiri sendiri tanpa tergantung kepada atasannya, tetapi

secara institusional tetap tergantung kepada (depend on) atasannya. Sementara itu,

Independen baik secara manajerial maupun institusional tidak tergantung kepada

atasannya ataupun kepada pihak lainnya.19

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah. Pemerintah yang dimaksud

dalam hal ini adalah menteri yang membidangi hukum (Pasal 1 ayat (14)) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014. Notaris meskipun secara administratif diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti menjadi subordinasi (bawahan) yang

mengangkat pemerintah. Dengan demikian, Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya:20

1) Bersifat mandiri (autonomous);

2) Tidak memihak siapapun (impartial);

19
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia-Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (Bandung: Refika Aditama, 2008), hal 31.
20
Ibid, hlm.16.
3) Tidak tergantung kepada siapapun (independent), yang berarti dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang

mengangkatnya atau oleh pihak lain.

Habib Adjie menyebutkan bahwa jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau

tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta

bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

Jabatan notaris mempunyai ciri yang essential, satu diantaranya adalah

kemandirian. Kemandirian jabatan notaris berada pada kedudukan yang netral dan

tidak memihak. Secara administratif notaris diangkat dan diberhentikan oleh

pemerintah, tetapi notaris tidak menjadi subordinasi dari yang mengangkatnya dalam

hal ini adalah pemerintah. Notaris juga bukan merupakan salah satu pihak dalam

hubungan hukum yang akan dilakukan oleh para pihak. Sehingga dalam menjalankan

tugas jabatannya, notaris harus bersifat mandiri, tidak memihak siapapun, tidak

tergantung kepada siapapun.21

Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum

memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya yang tidak memihak dan mandiri

(independensi), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu pihak”.

Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan

kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta autentik sama sekali bukan

pihak dari yang berkepentingan. Notaris sungguh netral tidak memihak kepada salah

satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris tercermin dari

keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan

memiliki keterampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik.

21
Ibid
Kemandirian seorang Notaris dalam melaksanakan kewajibannya selaku

Pejabat umum, hanyalah mengkonstatir atau merekam secara tertulis dan autentik dari

perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya,

ia bukan merupakan bagian dari pihak yang melakukan perbuatan hukum itu. Notaris

harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum

yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang

boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan

pihak pemerintah daerah dan para pihak terkait demi tercapainya tujuan hukum, sebab

pada dasarnya seorang Notaris tidak dapat melakukan pekerjaannya sendiri dengan

sempurna tanpa keterlibatan pihak-pihak lain.

Senada dengan apa yang disampaikan oleh Notaris I Ketut Ariyasa, SH., M.Kn,

menurutnya kemandirian seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya, bahwa

Notaris tidak bergantung pada pihak lain, tidak bisa di dikte oleh pihak lain bahkan

sekalipun itu pemerintah sebagai pihak dalam menghadap Notaris. Selanjutnya

mandiri itu tidak condong kepada salah satu pihak yang menghadap dan tidak

berpihak.

1.7 Metode Penelitian

Metodelogi merupakan pedoman atau cara-cara peneliti untuk mengkaji, mempelajari

dan memahami permasalah yang sedang dihadapi agar hasil dari penelitian tersebut

merupakan dari pencari yang bernilai edukatif. Metode penelitian hukum adalah suatu

kegiatan ilmiah yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode,

sistematika, serta kerangka pemikiran tertentu yang bertujuan untuk menemukan,

merumuskan, menganalisa maupun memecahkan masalah-masalah tertentu untuk

mengungkapkan kebenaran.
Sehingga dalam membahas permasalahan yang ada, metode sangatlah penting dalam

tahapan pengumpulan data-data dalam konteks pembahasan suatu masalah, maka dalam

tulisan ini metode yang digunakan ialah :

1.7.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dikarenakan

ditemukannya sebuah konflik norma diantara satu undang-undangan dengan undang-

undangan lainnya. Penelitian hukum normatif menurut Peter Mahmud Marzuki dapat

juga disebut penelitian hukum doktrinal yaitu suatu proses untuk menemukan suatu

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab

isu hukum yang dihadapi.22 Permasalahan dari konflik norma ini berakar dari tidak

selarasnya aturan mengenai Pengaturan Pelaksanaan Jabatan Notaris Dalam Bentuk

Persekutuan Perdata Berdasarkan Prinsip Kemandirian dan Kerahasiaan.

1.7.2 Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan

terhadap aturan undang-undang (statute approach), pendekatan terhadap kasus (case

approach), pendekatan dari segi historis (historical approach), dan pendekatan secara

konseptual (conceptual approach).23 Pengkajian mengenai kedudukan hukum notaris

yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dikaji melalui pendekatan terhadap

aturan undang-undang (statute approach) yang diteliti dengan cara mengkaji serta

memahami aturan undang-undang dan regulasi terkait dengan isu hukum yang

diangkat sebagai pokok masalah. Pendekatan secara konseptual (conceptual approach)

yang bersumber dari pendapat-pendapat serta doktrin-doktrin yang hidup dalam ilmu

22
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hal 35
23
Ibid,, hal 93
hukum. Peneliti akan mempelajari pendapat maupun doktrin tersebut sehingga akan

melahirkan ide-ide mengenai pengertian hukum, konsep hukum, serta asas hukum

yang akan sesuai dan cocok dengan isu yang diteliti.

1.7.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian adalah bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier. Bahan hukum

primer merupakan hal yang terpenting dalam melakukan penelitian. Bahan hukum

primer terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 teentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan aturan undang-undang lainnya.

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang menjelakan mengenai

bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang sering kali digunakan adalah

pendapat-pendapat dari para ahli hukum, hasil dari penelitian hukum, serta hasil dari

penelitian ilmuah dari berbagai kalangan hukum. Bahan hukum sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berhubungan dengan hukum

perdata dan hukum perjnjian, buku-buku tentang akta notaris dan jabatan notaris serta

buku-buku lain yang berhubungan dengan penelitiaan yang dilakukan.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang akan menjadi petunjuk serta

penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum

terssier adalah kamus, kamus hukum,ensiklopedia, dan lainnya.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum


Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipakai dalam penelitian tentang

pengaturan pelaksanaan jabatan notaris dalam bentuk persekutuan perdata berdasarkan

prinsip kemandirian dan kerahasiaan ini adalah studi dokumen. Studi dokumen

dilakukan dengan cara mengutip hal-hal yang relevan dengan masalah yang diteliti

yaitu menganalisis masalah dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier

1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum maupun informasi penunjang yang didapat harus berhubungan

dengan pokok-pokok permasalahan dalam penelitian kemudian dilakukan analisis

melalui tahap deskripsi, interpretasi, evaluasi, dan argumentasi. 24 Pendeskripsian atau

penggambaran dilakukan untuk menentukan isu atau makna dari suatu bahan hukum

dan disesuaikan dengan pokok permasalahan yang ada. Pada tahapan ini akan

dilaksanakan penjelasan, penganalisaan, serta menentukan arti dari aturan hukum yang

ada di dalam aaturan undang-undang yang berkaitan dengan notaris dan akta notaris.

Tahap interpretasi dilakukan dengan cara menentukan jenis penafsiran apa saja

yang akan digunakan. Contohnya penafsiran gramatikal. Teknik evaluasi merupakan

cara untuk menentukan apakah penelitian tersebut sudah tepat atau tidak tepat, benar

atau salah, serta sah atau tidak sah. Hal ini dilakukan oleh peneliti terhadap suatu

kesimpulan mengenai rumusan norma, keputusan baik yang termasuk dalam bahan

hukum primer ataupun bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi adalah pendapat-

pendapat yang merupakan hasil pemikiran dan hasil analisis peneliti yang dirumuskan

secara tertulis, memuat mengenai makna harmonisasi hukum yang dilandasi dengan

ilmu hukum, prinsip-prinsip hukum, asas hukum dan teori hukum.

24
Sunaryati Hartono, 2006, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Abad ke-20, PT. Alumni, Bandung, hal 134
Penyelesaian dalam membahas persoalan yang akan dikaji akan menggunakan

penafsiran-penafsiran otentik yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan

yang sudah ada, serta peraturan-peraturan yang terkait dengaan masalah yang dibahas.
Daftar Pustaka

Buku:

Gunawan Widjaja. 2005. Segi Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Telematik Terhadap Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Bandung: Refika Aditama.

Habib Adjie,2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT ,Bandung: Citra Aditya Bakti.
Herlien Budiono. 2007. Notaris dan Kode Etiknya. Medan: Upgrading dan Refreshing Course
Nasional Ikatan Notaris Indonesia.
Habib Adjie. 2008. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik. Bandung: Refika Aditama.
H.M.N Purwosutjipto.1999. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta : Prenada Media.
Rudhi Prasetya. 2004. Maatschap Firma dan Persekutuan Komandinter, Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sentosa Sembiring. 2008. Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sunaryati Hartono, 2006, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Abad ke-20, Bandung : PT.
Alumni.
Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial (Yogyakarta: Thafa Media.
Theo Huijber, 2007, Filsafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Cetakan Keempatbelas,
Yogyakarta.
Topan Aditya Putra,2016, “ Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Notaris Atas Minuta Akta
Yang Hilang Atau Rusak”. (tesis) Program Studi Magister KenotariatanUniversitas
Narotama, Surabaya
Jurnal:

Ajeng Fitrah Ramadhan,2019, Makna Alasa-Alasan tertentu Dalam Kode Etik Notaris Terkait
Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris Dikantornya, Jurnal Ilmiah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, 4(1). Pp 15-28.
Krisdianto,R.Maradesa,2014, Kewenangan Serta Tanggung Jawab Hukum Atas Pembuatan
Akta Otentik Oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, Lex
Privatum,2(3).pp 138-146.
M Syahrul Borman,2019, Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Perspektif
Undang-Undang Jabatan Notaris, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 3(1) pp 74-83,
Unggul Basoeky,2021, Juridical Analysis Of The Authenticity Of Notary Deed After Apostille
is Implemented In Indonesia, Budabest Internasional Research and Critics Institute,
Journal (BIRCI-Journal). Pp 2907-2919. Hal.2912
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan


Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5491.

Anda mungkin juga menyukai