BAB I
DASAR HUKUM JABATAN NOTARIS
A. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Dasar hukum Jabatan Notaris dapat dilihat dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang
memberikan penunjukan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik.
Pasal 1868 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut : “Suatu akta otentik adalah yang sedemikian,
yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang – undang oleh atau di hadapan pejabat
umum yang berwenang untuk itu, di tempat dimana itu dibuat.”
B. Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD) terdapat beberapa pasal yang
mengatur mengenai perbuatan hukum yang dibuat di dalam akta otentik. Adapun beberapa pasal
tersebut yaitu :
a. Pasal 147 KUHD : Penolakan akseptasi atau penolakan pembayaran harus dinyatakan
dengan akta otentik.
b. Pasal 218 b KUHD : Protes non-pembayaran harus dibuat oleh seorang notaris atau
seorang jurusita. Mereka harus disertai oleh dua orang saksi.
Melihat kedua pasal tersebut maka dapat dilihat bahwa Jabatan Notaris ditunjuk dalam
pembuatan akta otentik atas suatu perbuatan – perbuatan hukum yang diatur dalam KUHD.
C. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Dasar hukum Notariat di Indonesia terhadulu sebelum dilahirkannya Undang – Undang
tentang Jabatan Notaris adalah Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860:3). Akan
tetapi Reglement tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, dibentuk dan disusun suatu peraturan yang dapat menjadi dasar hukum
Jabatan Notaris di Indonesia yaitu Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yang kemudian diubah dengan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014. Dimana dasar
hukum notariat Indonesia tersebut memberikan pengertian Notaris, yaitu :
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
2
Latihan :
1. Uraikan dasar hukum yang menjadi payung kewenangan notaris dalam pembuatan akta
otentik !
2. Coba uraikan dan jelaskan dasar hukum yang memberikan kewenangan lain bagi jabatan
notaris oleh peraturan perundang - undangan selain daripada yang diberikan oleh Undang
- Undang Jabatan Notaris !
Referensi :
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2018
Tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata
5
BAB II
SEJARAH JABATAN NOTARIS
A. Romawi Kuno
Sejarah perkembangan notarus pada zaman Romawi kuno diperkirakan pada masa Cidero
hidup. Pada awalnya, Juru Tulis telah membuat catatan atau tulisan singkat. Catatan tersebut
didaftarkan pada badan peradilan. Di samping itu, Juru Tulis (Scribes) bertugas untuk mencatat
dokumen pribadi seperti surat wasiat, akta dan kontrak. Akan tetapi, Scribes bukanlah pejabat
negara sehingga akta yang dibuat adalah bukan akta otentik.1
B. Italia Utara
Sejarah dari lembaga notariat yang dikenal sekarang ini dimulai pada abad ke-11 atau ke-
12 di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman itu di Italia Utara. Daerah
inilah yang merupakan tempat asal dari notariat yang dinamakan “Latjinse Notariaat” dan yang
tanda – tandanya tercermin dalam diri notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk
kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum
pula. Dengan demikian “Latjinse Notariaat” tidak berasal dari Romawi Kuno, akan tetapi justru
dinamakan demikian berdasarkan kenyataan bahwa lembaga notariat ini meluaskan dirinya dari
Italia Utara. Resepsi dari notariat ini menyebabkan meluasnya lembaga notariat ini di seluruh
daratan Eropa dan melalui Spanyol sampai pada negara – negara Amerika Tengah dan Amerika
Selatan.2
Mula – mula lembaga notariat ini dibawa dari Italia ke Perancis, di negara mana notariat
ini sepanjang masa sebagai suatu pengabdian kepada masyarakat umum, yang kebutuhan dan
kegunaanya senantiasa mendapat pengakuan, telah memperoleh puncak perkembangannya. Dari
Perancis ini pulalah pada permulaan abad ke – 19 lembaga notariat sebagaimana itu dikenal
sekarang, telah meluas ke negara – negara sekelilingnya dan bahkan ke negara – negara lain.3
Pada tahun 1888 diadakan peringatan delapan abad berdirinya sekolah hukum Bologna,
yang merupakan universitas tertua di dunia yang didirikan oleh Irnerius. Dikatakan bahwa
sekolah dari Irnerius ini berasal dari suatu sekolah notariat. Apabila hal ini benar, maka tidak
1
John E. Seth, “Notaries in the American Colonies”, 1999, Journal Marshall No. 32, Amerika Serikat, h.
866.
2
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, 1993, Erlangga, Jakarta, hlm. 3 - 4.
3
Ibid., hlm. 5.
6
mengherankan bahwa karya pertama yang mempunyai nilai yang dihasilkan oleh universitas
Bologna ini adalah yang dipersembahkan bagi notariat, yakni : “FORMULARIUM
TABELLIONUM” dari Irnerius sendiri. Seratus tahun kemudian Rantero di Perugia
mempersembahkan pula karyanya yang berjudul : “SUMMA ARTIS NOTARIAE”. Kemudian
disusuli dengan karya – karya lainnya terutama buku – buku di bidang notariat.4
Nama “Notariat” dikenal dimana – mana, berasal dari nama pengabdinya yaitu dari nama
“notaries”. Dalam buku – buku hukum dan tulisan – tulisan Romawi klasik telah berulang kali
ditemukan nama atau titel “notaries” untuk menandakan suatu golongan orang – orang yang
melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis – menulis tertentu, akan tetapi yang dinamakan
“notaries” dahulu tidaklah sama dengan “notarius” dahulu tidaklah sama dengan “notaris” yang
dikenal sekarang, hanya namanya yang sama. Arti dari nama “notarius” secara lambat – laun
berubah dari artinya semula. Dalam abad ke-2 dan ke-3 sesudah Masehi dan bahkan jauh
sebelumnya, sewaktu nama atau titel itu dikenal secara umum, yang dinamakan para “notarii”
tidak lain adalah orang – orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan sesuatu bentuk
tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka, yang pada hakekatnya mereka itu dapat
disamakan dengan yang dikenal sekarang ini sebagai “stenografen”. Sepanjang pengetahuan para
“notatrii” mula – mula sekali memperoleh namanya itu dari perkataan “nota literia” yaitu “tanda
tulisan” atau “character”, yang mereka pergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan
perkataan – perkataan.5
Untuk pertama kalinya nama “notarii” diberikan kepada orang – orang yang mencatat
atau menuliskan pidato yang diucapkan dahulu oleh Cato dalam senat Romawi, dengan
mempergunakan tanda – tanda kependekan (abbreviations atau characters). Kemudian dalam
bagian kedua dari abad ke – 5 dan dalam abad ke – 6 nama “notarii” diberikan secara khusus
kepada para penulis pribadi dari para Kaisar, sehingga dengan demikian nama “notarii”
kehilangan arti umumnya dan pada akhir abad ke – 5 yang diartikan dengan perkataan “notarii”
tidak lain adalah “pejabat – pejabat istana”, yang melakukan berbagai ragam pekerjaan kanselarij
Kaisar dan yang semata – mata merupakan pekerjaan administratif. Selain para “notarii” juga
pada permulaan abad ke – 3 sesudah Masehi telah dikenal yang dinamakan “tabeliones”.
Sepanjang mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh para “tabeliones” ini, mereka mempunyai
beberapa persamaan dengan para pengabdi dari notariat, oleh karena mereka adalah orang –
4
Ibid., hlm. 5.
5
Ibid., hlm. 5 - 6.
7
orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk membuat akta – akta dan lain
– lain surat, walaupun jabatan atau kedudukan mereka itu tidak mempunyai sifat kepegawaian
dan juga tidak ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan sesuatu formalitas
yang ditentukan oleh undang – undang. Para “tabeliones” ini lebih tepat untuk dipersamakan
dengan apa yang dikenal sekarang sebagai “zaakwaarnemer” daripada sebagai notaris sekarang
ini. Para “tabeliones” ini telah dikenal semasa pemerintahan Ulpianus, sedang mengenai
pekerjaan para “tabeliones” ini mulai diatur perundang – undangannya secara luas dalam suatu
konstitusi dari tahun 537 oleh Kaisar Justinianus, akan tetapi juga tidak memberikan sifat
kepegawaian pada jabatan itu. Oleh karena pekerjaan para “tabeliones” ini mempunyai hubungan
erat dengan peradilan mereka ditempatkan di bawah pengawasan pengadilan.6
Berdasarkan kenyataan bahwa para “tabeliones” dari pengangkatannya oleh yang
berwajib tidak memperoleh wewenang untuk membuat akta – akta dan surat – surat lain, maka
akta – akta dan surat – surat yang mereka perbuat itu tidak mempunyai kekuatan otentik,
sehingga akta – akta dan surat – surat tersebut hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang
dibuat di bawah tangan pada hakekatnya jauh tertinggal dari yang dibuat di hadapan yang
berwajib, kepada surat – surat yang disebut terakhir mana, sebagaimana halnya dengan surat
ketetapan dari badan peradilan dalam arti sempit, diberikan yang dinamakan “publica fides”.7
Di samping para “tabeliones” masih terdapat suatu golongan orang – orang yang
menguasai teknik menulis, yakni yang dinamakan “tabularii”, yang memberikan bantuan kepada
masyarakat di dalam pembuatan akta – akta dan surat – surat. Para “tabularii” ini adalah pegawai
negeri yang mempunyai tugas mengadakan dan memelihara pembukuan keuangan kota – kota
dan juga ditugaskan untuk melakukan pengawasan atas arsip dari magisrat kota – kota, di bawah
resort mana mereka berada. Oleh karena mereka juga dinyatakan berwenang untuk dalam
beberapa hal tertentu membuat akta – akta, dengan sendirinya masyarakat mempergunakan
tenaga mereka, sehingga pada zaman pemerintahan Justinianus (527 – 565), mereka dalam soal –
soal pembuatan akta dan surat merupakan saingan berat bagi para “tabeliones”.8
Setelah mengalami berbagai perkembangan, maka lambat laun “tabellionaat” dan
“notariat” (golongan para notaris yang diangkat) bergabung dan menyatukkan diri dalam suatu
badan yang dinamakan “collegium” dari para notarius yang diangkat. Para notarius yang
6
Ibid., hlm. 6 - 7.
7
Ibid., hlm. 7 - 8.
8
Ibid., hlm. 8.
8
tergabung dalam collegian ini dapat dipandang sebagai para pejabat yang satu – satunya berhak
untuk membuat akta – akta, baik di dalam maupun di luar pengadilan (gerechtelijke dan
buitengerechtelijke akten). Demikianlah terjadinya notariaat di Italia, yang menunjukkan banyak
persamaan dengan notariat sekarang, walaupun masih terdapat perbedaan penting di antara yang
satu dengan yang lain. Terdapat persamaan oleh karena notaris yang diangkat itu dalam
kedudukannya sebagai pejabat, sekalipun tidak secara tegas dinyatakan berwenang untuk itu oleh
kekuasaan umum, membuat akta untuk masyarakat, sebagaimana halnya dengan para notaris
sekarang. Akan tetapi terdapat perbedaan dengan notaris sekarang, oleh karena akta yang dibuat
oleh para notaris yang diangkat itu tidak mempunyai kekuatan otentik dan kekuatan eksekutorial,
sebagaimana yang dimiliki oleh akta – akta yang dibuat oleh notaris sekarang.9
C. Perancis
Pada abad ke – 13 perkembangan lembaga notariat dibawa ke Perancis, dimana notariat
memperoleh puncak perkembangannya. Raja Lodewijk de Heilige yang dianggap sebagai
peletak dasar bagi kesatuan ketatanegaraan Perancis, banyak berjasa di dalam pembuata
perundang-undangan. Hasil pekerjaannya dalam pembuatan perundang-undangan di berbagai
lapangan masih tetap mempunyai nilai yang tinggi. Juga ia banyak berjasa di dalam pembuatan
perundang-undangan di bidang notariat, yang menjadi contoh bagi perundang-undangan
selanjutnya di bidang notariat.10
Revolusi Perancis tidak hanya menjadi pendorong untuk mengadakan kodifikasi, akan
tetapi juga untuk pengundangan dari berbagai perundang-undangan bagi daerah-daerah bagian
dari kerajaan Perancis. Pada tanggal 6 Oktober 1791 di Perancis diundangkan undang-undang di
bidang notariat. Dengan mulai berlakunya undang-undang baru tersebut, maka hapuslah
perbedaan yang terdapat sebelumnya di antara berbagai macam notaris, sehingga berdasarkan
undang-undang tersebut hanya dikenal satu macam notaris. Undang-Undang tersebut kemudian
diganti lagi, yakni dengan undang-undang dari 25 Ventose an XI (16 Maret 18003). Berdasarkan
undang-undang ini para notaris dijadikan “ambtenaar” dan sejak itu mereka berada di bawah
pengawasan dari “Chambre des notaires”. Untuk pertama kalinya berdasarkan undang-undang
tersebut terjadilah pelembagaan dari notariat yang dimulai di Perancis dengan tujuan utamanya
adalah memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat.11
9
Ibid., hlm. 9 - 10.
10
Ibid., hlm. 11.
11
Ibid., hlm. 11 - 12.
9
D. Belanda
Belanda dijajah Perancis pada periode tahun 1806 sampai dengan tahun 1813 oleh Raja
Louis Napoleon, sehingga Belanda menjadi negara jajahan Perancis. Belanda mengadopsi
sistem kenotariatan Latin yang dianut oleh Perancis. Melalui Dekrit Kaisar 1 Maret 1811
berlakulah undang-undang kenotariatan Perancis di Belanda. Peraturan Perancis (25 Ventose
an XI menjadi peraturan umum pertama yang mengatur kenotariatan di Belanda.12
Setelah Belanda lepas dari kekuasaan Perancis pada tahun 1813, peraturan buatan
Perancis ini tetap dipakai sampai tahun 1842 yakni pada saat Belanda mengeluarkan
Undang-Undang tanggal 9 Juli 1842 (Ned. Stb no 20) tentang Jabatan Notaris. Undang-
undang Jabatan Notaris atau “Wet op het Notarisambt” (Notariswet) pada dasarnya tetap
mengacu pada undang-undang buatan Perancis sebelumnya (Ventosewet) dengan
penyempurnaan pada beberapa pasal, misalnya tentang penggolongan Notaris, dewan
pengawas, masa magang dan proses teknis pembuatan akta.13
E. Indonesia
Perkembangan notariat di Eropa kemudian melalui negeri Belanda dibawa ke Indonesia
dan yang dikenal sekarang ini sebagai lembaga notariat, dengan para notaris sebagai
pengabdinya. Notaris mulai masuk di Indonesia pada abad ke – 17 dengan beradanya “Oost Ind.
Compagnie” di Indonesia. Pada tanggal 27 Agustus 1620 yaitu beberapa bulan setelah
dijadikannya Jakarta sebagai ibukota (pada tahun 1621 dinamakan “Batavia”), Melchior
Kerchem diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia.Melchior Kerchem bertugas melayani
semua surat, surat wasiat di bawah tangan (codicil), akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin,
surat wasiat dan akta lainnya.14
Menurut kenyataanya para notaris pada waktu itu tidak mempunyai kebebasan di dalam
menjalankan jabatannya itu, oleh karena mereka pada masa itu adalah “pegawai” dari Oost Ind.
Compagnie. Bahkan dalam tahun 1632 dikeluarkan plakkat yang berisi ketentuan bahwa para
notaris, sekretaris dan pejabat lainnya dilarang untuk membuat akta-akta transport, jual-beli,
surat wasiat dan lain-lain akta, jika tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Gubernur
Jenderal dan “Raden van Indie”, dengan ancaman akan kehilangan jabatannya. Dalam pada itu di
12
Ibid., hlm. 12.
13
Ibid., hlm. 13.
14
Hastanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip - Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta,
2013, h. 8 - 9.
10
dalam praktek ketentuan tersebut tidak dipatuhi oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan,
sehingga akhirnya ketentuan itu menjadi tidak terpakai lagi.15
Setelah pengangkatan Melchior Kerchem sebagai notaris dalam tahun 1620, jumlah
notaris terus bertambah, walaupun lambat, yang disesuaikan menurut kebutuhan pada waktu itu.
Dalam tahun 1650 ditentukan, bahwa di Batavia akan diadakan hanya 2 orang notaris dan untuk
menandakan bahwa jumlah ini telah mencukupi, dikeluarkanlah bersamaan dengan itu ketentuan,
bahwa para “prokureur” dilarang untuk mencampuri pekerjaan notaris dengan maksud agar
dengan cara demikian masing-masing golongan dapat memperoleh penghasilannya secara adil.
Dalam tahun 1654 jumlah notaris di Batavia ditambah lagi menjadi 3 dan kemudian dalam tahun
1751 jumlah itu menjadi 5, dengan ditentukan bahwa 4 dari padanya harus bertempat tinggal di
dalam kota, yakni 2 di daerah bagian Barat dan 2 di bagian Timur, sedang yang seorang lagi
harus tinggal di luar kota, apakah itu di bagian Selatan ataupun di salah satu “gracht” di luar
“Rotterdammerpoort” di bagian Utara dari Jasserbrug.16
Ventosewet yang diberlakukan di negeri Belanda tidak pernah dinyatakan berlaku di
Indonesia, juga tidak sesudah restorasi dari negeri Belanda dalam tahun 1813, sehingga yang
berlaku di Indonesia adalah peraturan-peraturan lama yang berasal dari “Republiek der
Vereenigde Nederlanden”. Dengan demikian kedudukan notaris di Indonesia pada waktu itu
adalah sama dengan kedudukan notaris pada masa pemerintahan “Republiek der Vereenigde
Nederlanden” sebelum negara itu jatuh di bawah kekuasaan Perancis. Di dalam tahun 1822 (Stb.
Nomor 11) dikeluarkan “Instructie voor de notarissen in Indonesia” yang terdiri dari 34 pasal
dimana ketentuan-ketentuan tersebut ternyata merupakan resume dari peraturan-peraturan
sebelumnya. Kemudian pada tahun 1860 Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan mengenai
jabatan notaris di Indonesia yaitu Peraturan Jabatan Notaris (Notariis Reglement) yang dikenal
sekarang ini pada tanggal 26 Januari 1860 (Stb. Nomor 3) dimana terdiri dari 66 pasal dimana
pasal – pasal tersebut diadopsi dari Notariswet yang berlaku di Belanda.17
Setelah Indonesia merdeka, terjadi kekosongan pejabat notaris, untuk mengisi
kekosongan tersebut, pemerintah menyelenggarakan kursus bagi warga negara Indonesia yang
memiliki pengalaman di bidang hukum ataupun tidak. Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan
kursus independent di Universitas Indonesia dilanjutkan dengan kursus notariat di fakultas
15
G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit., h. 17.
16
Ibid., hlm. 17 - 18.
17
Ibid., h. 19 - 20.
11
hukum. Sampai dengan 1970 diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang
mengajarkan keterampilan pembuatan perjanjian dan akta yang memberikan gelar pada
lulusannya. 18
F. Penutup
Lembaga Notaris dikenal sejak dari perkembangan Di Romawi Kuno, Italia Utara,
Perancis, Belanda sampai pada dikenal di Indonesia. Lembaga Notaris dikenal di Indonesia
diawali dengan adanya keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.
Notaris yang diangkat pertama kali adalah Melchior Kerchem. Setelah Indonesia merdeka,
peraturan tentang notaris diadopsi kembali serta diselenggarakan kursus untuk mengajarkan
keterampilan pembuatan perjanjian dan akta yang memberikan gelar pada lulusannya.
Latihan :
Jelaskan secara ringkas sejarah perkembangan lembaga notaris !
Referensi :
Seth, John. E. 1999. Notaries in the American Colonies. Amerika Serikat : Journal Marshall No.
32.
Tobing, G.H.S. Lumban. 1993. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta : Erlangga.
Sulihandari, Hastanti, Rifiani, Nisya. 2013. Prinsip - Prinsip Dasar Profesi Notaris. Jakarta :
Dunia Cerdas.
Salim, H. 2018. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta : Sinar Grafika.
BAB III
KETENTUAN UMUM JABATAN NOTARIS
A. PENGERTIAN
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
18
H. Salim, Peraturan Jabatan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, h. 21.
12
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. 19
Pengertian jabatan notaris menurut Herlien Budiono bahwa notaris adalah pelayanan
kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan tidak memihak dalam bidang kenotariatan yang
pengembanannya dihayati sebagai panggilan hidup bersumber pada semangat pengabdian
terhadap sesama manusia demi kepentingan umum serta berakar dalam penghormatan terhadap
martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khusunya.20
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang – Undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, memberikan pengertian dari Notaris
yaitu :
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.”
Melihat pengertian notaris dalam Pasal 1 angka 1 UUJN tersebut bahwa notaris
merupakan pejabat umum. Kedudukan notaris sebagai pejabat umum, dalam arti kewenangan
yang ada pada Notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, selama sepanjang
kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain dalam membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan notaris.
Selain daripada Notaris yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUJN tersebut, dikenal
terdapat beberapa jenis notaris lainnya menurut Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, yaitu :
a. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan, atau
diberhentikan sementara.
19
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 13.
20
Herlien Budiono, Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course National Ikatan Notaris
Indonesia, Medan, 2007, h. 3.
13
b. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk
menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan, atau diberhentikan
sementara.
c. Notaris Pengganti Khusus adalah orang yang diangkat sebagai notaris khusus untuk
membuat akta tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat penetapannya sebagai notaris
karena di dalam suatu daerah kabupaten dan kota terdapat hanya seorang Notaris,
sedangkan Notaris yang bersangkutan menurut ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh
membuat akta dimaksud.
Sejak diundangkannya Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang merubah Undang –
Undang Nomor 30 Tahun 2004, tidak lagi dikenal Notaris Pengganti Khusus, dikarenakan telah
dihapus. Sehingga, hanya dikenal adanya :
a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.;
b. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia.
c. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk
menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
B. KEWENANGAN, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Notaris sebagai sebuah jabatan (bukan profesi atau profesi jabatan), dan jabatan apapun
yang ada di negeri ini memiliki wewenang tersendiri. Sertiap wewenang harus ada dasar
hukumnya. Sehingga, jika pejabat melakukan tindakan di luar kewenangannya tersebut dapat
dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Oleh sebab itu, suatu wewenang tidak muncul
begitu saja sebagai hasil dari suatu pembicaraan atau pembahasan ataupun karena pendapat di
lembaga legislatif, tapi wewenang haruslah dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang -
undangan yang bersangkutan. 21 Menurut Salim H.S., bahwa kewenangan notaris dikonstruksikan
sebagai kekuasaan yang diberikan oleh undang - undang kepada notaris untuk membuat akta
otentik maupun kekuasaan lainnya.22
Notaris mempunyai wewenang yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu sebagai berikut :
21
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang - Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Notaris, Refika Aditama, Surabaya, 2007, h. 78.
14
a. Notaris harus berwewenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;
b. Notaris harus berwewenang sepanjang orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu
dibuat;
c. Notaris harus berwewenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;
d. Notaris harus berwewenang mengenai waktu pembuatan akta itu.23
Kewenangan Notaris diatur di dalam Pasal 15 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
dimana pada ayat (1) notaris diberikan kewenangan, yakni :
a. membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik ;
b. menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta ;
c. menyimpan Akta ;
d. memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam Pasal 15 ayat (2) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris memberikan kewenangan
lainnya yaitu :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
22
H. Salim, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta),
Raja Grafindo, Jakarta, 2015, h. 49.
23
GHS Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, h. 49.
15
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada
ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah
tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.
Kewajiban notaris dalam pembacaan akta tidak wajib dilakukan, jika penghadap
menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui,
dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta
serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap,saksi, dan Notaris. (Pasal 16 ayat
(7) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
Pasal 17 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur tentang larangan notaris, yakni
:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas
II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau
kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
C. TEMPAT KEDUDUKAN, FORMASI DAN WILAYAH JABATAN
NOTARIS
17
Berkaitan dengan tempat kedudukan, formasi dan wilayah jabatan notaris diatur pada
Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Menurut Pasal 18 ayat
(1) UUJN, Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota. Bahwa pada
tempat kedudukan Notaris berarti Notaris berkantor di daerah kota atau kabupaten dan hanya
mempunyai 1 (satu) kantor pada daerah kota atau kabupaten (Pasal 19 ayat (1) UUJN).
Berkaitan dengan formasi jabatan notaris ditetapkan berdasarkan kegiatan dunia usaha,
jumlah penduduk dan rata – rata jumlah akta yang dibuat dihadapan Notaris setiap bulannya dan
akan diatur dengan Peraturan Menteri. (Pasal 22 UUJN)
Pasal 18 ayat (2) UUJN menyatakan bahwa wilayah jabatan adalah meliputi seluruh
wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Hal ini berarti bahwa Notaris dapat membuat akta
di luar tempat kedudukannya sepanjang dalam wilayah propinsi yang sama dengan tempat
kedudukannya.
Dalam Pasal 23 UUJN mengatur mengenai pindah wilayah jabatan notaris dimana notaris
dapat pindah wilayah jabatan dengan mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan notaris
secara tertulis kepada Menteri dengan syarat bahwa notaris tersebut hendak 3 (tiga) tahun
berturut-turut melaksanakan tugas jabatan pada daerah tempat kedudukan notaris.
D. PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS
Dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris
dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata dengan tetap memperhatikan
kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
Pada Undang-Undang Jabatan Notaris terbaru tidak dijelaskan pada bagian penjelasan
pada bagian undang-undang tersebut, tetapi pada Undang-Undang terdahulu yaitu Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pada bagian Penjelasan pasal tersebut
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Perserikatan Perdata merupakan Kantor Bersama
Notaris.
E. Penutup
Pengertian Notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang – Undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
18
menyatakan bahwa “notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.” Kewenangan Notaris diatur secara di dalam Pasal 15
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana pada ayat (1) mengatur mengenai kewajiban utama
dari notaris dan pada ayat (2) mengatur mengenai kewajiban lainnya. Selain daripada
kewenangan notaris, pada Pasal 16 dan Pasal 17 UUJN juga diatur mengenai kewajiban serta
larangan notaris.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya notaris memiliki tempat kedudukan di
daerah kabupaten atau kota dimana diwajibkan hanya memiliki 1 (satu) kantor saja dimana
formasi jabatan notaris ditetapkan berdasarkan kegiatan dunia usaha, jumlah penduduk dan rata –
rata jumlah akta yang dibuat dihadapan Notaris setiap bulannya dan akan diatur dengan
Peraturan Menteri. Wilayah Jabatan Notaris adalah meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat
kedudukannya.
Latihan :
1. Jelaskan perbedaan antara Pejabat Sementara Notaris dengan Notaris Pengganti !
2. Jelaskanlah kewenangan - kewenangan notaris berdasarkan UUJN ! Sertakan dengan
dasar hukum !
3. Uraikan kewajiban dan larangan Notaris (minimal 5) ! Sertakan dengan dasar hukumnya !
4. Sebutkan syarat - syarat dasar penetapan dalam hal penentuan formasi jabatan notaris !
Referensi :
Adjie, Habib. 2008. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris. Bandung : Refika Aditama.
Budiono, Herlien. 2007. Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course National
Ikatan Notaris Indonesia. Medan.
Adjie, Habib. 2007. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang - Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris. Surabaya : Refika Aditama.
Salim, H. 2015. Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk
dan Minuta Akta). Jakarta : RajaGrafindo.
19
BAB IV
PENGANGKATAN NOTARIS
20
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang
sekaligus mewujudkan pelayanan prima yang cepat, tepat, akurat, hemat, bermartabat
sebagaimana visi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dalam rangka pengangkatan Notaris ada 3 (tiga) asas,
yaitu :
a. Asas Transparansi. Setiap permohonan dapat mengetahui tindak lanjut dari
permohonannya secara terbuka, dalam arti setiap permohonan yang diajukan oleh
pemohon dapat diketahui sejauhmana proses penyelesaiannya. Selain itu, pemohon dapat
pula mengetahui di daerah kabupaten atau kota mana saja yang masih tersedia atau tidak
tersedia formasi untuk pengangkatan Notaris.
b. Asas Kepastian Waktu. Setiap pemohon yang telah memenuhi persyaratan dan pada
daerah kabupaten atau kota yang dimohon masih tersedia formasi, maka proses
penyelesaian surat keputusan pengangkatan sebagai Notaris, diselesaikan dalam waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak berkas permohonan diterima secara
lengkap.
c. Asas Keadilan. Setiap permohonan yang diterima diproses dengan sistem FIFO (First In
First Out), sehingga tidak ada lagi diskriminasi dalam pelayanan. 24
Berkaitan dengan pengangkatan notaris diatur dalam Pasal 2 hingga Pasal 7 Undang –
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Pada Pasal 2 UUJN dinyatakan bahwa notaris diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri, dimana Menteri yang dimaksudkan berdasarkan Pasal 1 angka 14
UUJN adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
UUJN juga mengatur mengenai syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris yang diatur
pada Pasal 3 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
24
Syamsudin Manan Sinaga, Kebijakan Pengangkatan Notaris sebagai Upaya Mengangkat Kembali
Martabat dan Kedaulatan Bangsa, Seminar Lokakarya, Kebangkitan Pendidikan dan Profesi Notaris Dalam Upaya
Mengangkat Martabat dan Kedaulatan Bangsa, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada
Ikatan Notaris Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Yogyakarta, 16 – 17 Mei 2008 h. 1 – 2.
21
d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter
dan psikiater;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor
Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan
jabatan Notaris; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk dimana bunyi sumpah/janji, yaitu :
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang
Jabatan Notaris seria peraturan perundang-undangan lainnya. Bahwa saya akan
menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban
saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya
sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak
pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun."
(Pasal 4 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang –
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
Sumpah/janji tersebut diucapkan dengan waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung
sejak keputusan pengangkatan sebagai Notaris. Apabila notaris tidak melakukan pengucapan
22
sumpah/janji yang dimaksud maka keputusan pengangkatan notaris dapat dibatalkan oleh
Menteri.
Setelah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pengambilan sumpah/janji, notaris
berkewajiban :
a. menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi
Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c. menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau
stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang
bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri,
Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
Menurut Pasal 7 UUJN, Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud diatas
dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
Berkaitan dengan tata cara pengangkatan notaris diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang
Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang
Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris.
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 62 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
23
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris mengatur lebih khusus mengenai syarat
pengangkatan notaris yaitu pada Pasal 2 ayat (1), yaitu :
“Untuk dapat diangkat menjadi Notaris, calon Notaris harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. warga negara Indoneisa;
b. bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh)tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang dan nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam
waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri
atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara advokat, atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh Undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan
jabatan Notaris; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Syarat - syarat tersebut diatas dibuktikan dengan beberapan dokumen pendukung
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata
Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris,
yaitu :
“Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dibuktikan dengan kelengkapan
dokumen pendukung yang meliputi:
a. fotokopi ijazah pendidikan sarjana hukum dan pendidikan magister kenotariatan atau
pendidikan spesialis notariat yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi sertifikat kelulusan kode etik yang diselenggarakan oleh Organisasi Notaris yang
dilegalisasi oleh pengurus daerah, pengurus wilayah, atau pengurus pusat;
c. asli surat keterangan catatan kepolisian setempat;
24
a. Permohonan untuk diangkat menjadi Notaris diajukan kepada Menteri dengan mengisi
Format Isian pengangkatan Notaris. Permohonan tersebut hanya untuk 1 (satu) tempat
kedudukan di kabupaten/kota. (Pasal 3)
Permohonan tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali untuk permohonan yang masuk
dalam daftar tunggu. (Pasal 4)
b. Permohonan untuk pengangkatan Notaris dengan memperhatikan Formasi Jabatan
Notaris dan penentuan kategori daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Jika Formasi Jabatan Notaris di tempat kedudukan yang dimohonkan tersedia,
pemohon wajib :
i. membayar biaya akses pengangkatan jabatan Notaris sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-perundangan; dan
ii. mengirimkan dokumen pendukung, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)
hari terhitung sejak tanggal pengisian Format Isian pengangkatan Notaris.
Dokumen pendukung tersebut disampaikan secara elektronik kepada Menteri. Dalam
jangka waktu yang ditentukan tersebut apabila tidak dipenuhi, maka permohonan
dianggap gugur. (Pasal 5)
c. Jika Formasi Jabatan Notaris di tempat kedudukan yang dimohonkan tidak tersedia,
pemohon dapat mengajukan permohonan pengangkatan dengan menggunakan daftar
tunggu secara elektronik.
Jika permohonan telah masuk daftar tunggu, dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) hari terhitung sejak tanggal pengisian Format Isian pengangkatan Notaris,
pemohon wajib:
a. membayar biaya akses pengangkatan Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan; dan
b. mengirimkan dokumen pendukung. (Pasal 6)
d. Permohonan pengangkatan Notaris dan dokumen pendukung diperiksa oleh 2 (dua) orang
korektor dan 1 (satu) orang verifikator dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal dokumen pendukung diterima. Menteri dapat menyetujui atau
menolak permohonan pengangkatan Notaris berdasarkan pemeriksaan tersebut.
Jika Formasi Jabatan Notaris di tempat kedudukan yang dimohonkan tersedia dan
permohonan pengangkatan Notaris disetujui, pemohon wajib membayar biaya
26
c. menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau
stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri, dan pejabat lain yang
bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan
Negeri, MPD, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
Notaris yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat. (Pasal 10)
h. Notaris yang telah melakukan sumpah/janji jabatan Notaris dapat melakukan aktivasi
secara elektronik untuk mendapatkan akses ke aplikasi AHU Online.
Kelengkapan dokumen pendukung aktivasi meliputi:
a. fotokopi Keputusan Pengangkatan atau Perpindahan Notaris yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah dilegalisasi; dan
c. contoh tanda tangan dan paraf, serta teraan cap atau stempel jabatan Notaris
berwarna merah dan alamat kantor.
Dokumen pendukung dikirim kepada Ditjen AHU. (Pasal 10 A)
Penutup
Dalam hal pengangkatan notaris mengenal 3 (tiga) asas yaitu asas transparansi, asas
kepastian waktu dan asas keadilan. Persyaratan seorang notaris untuk diangkat diatur secara jelas
pada Pasal 3 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Setelah notaris telah diangkat sebagai notaris
hendak mengucapkan sumpah / janji dan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak pengucapan
sumpah / janji tersebut wajib menjalankan tugas dan jabatannya secara nyata. Dalam hal
pengaturan teknis dan detilnya mengenai pengangkatan notaris diatur lebih lanjut pada Peraturan
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan
Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
28
Latihan :
1. Sebutkan syarat - syarat untuk dapat diangkat sebagai notaris dan sertakan dengan dasar
hukumnya !
2. Apakah yang menjadi kewajiban notaris setelah notaris telah mengambil sumpah / janji
atas jabatannya ?
Referensi :
Syamsudin Manan Sinaga. 2008. Kebijakan Pengangkatan Notaris sebagai Upaya Mengangkat
Kembali Martabat dan Kedaulatan Bangsa. Seminar Lokakarya, Kebangkitan Pendidikan
dan Profesi Notaris Dalam Upaya Mengangkat Martabat dan Kedaulatan Bangsa.
Yogyakarta : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Ikatan
Notaris Indonesia.
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
29
BAB V
PEMBERHENTIAN NOTARIS
Dalam hal pemberhentian notaris yang diatur dalam UUJN yaitu Pasal 8 sampai dengan
Pasal 14, dikenal beberapa macam pemberhentian notaris, yaitu :
1. Berhenti atau Pemberhentian dengan hormat (Pasal 8 UUJN)
Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat dikarenakan :
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan
Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
Dimana umur pada huruf a tersebut dapat diperpanjang sampai dengan umur 67 (enam
puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan.
2. Pemberhentian sementara (Pasal 9 UUJN)
Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena :
a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b. berada di bawah pengampuan;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode etik
Notaris; atau
e. sedang menjalani masa penahanan.
Sebelum pemberhentian sementara dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela
diri di hadapan Majelis Pengawas secara berjenjang. Pemberhentian sementara Notaris
tersebut dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.
30
Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, yang dikenal dengan 3 (tiga) macam
pemberhentian, yaitu :
1. Pemberhentian dengan Hormat (Pasal 38 - Pasal 65)
Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat, karena : (Pasal 38)
a. meninggal dunia;
Dalam hal Notaris berhenti karena meninggal dunia dalam menjalankan jabatan,
Ahli Waris wajib memberitahukan secara manual atau elektronik kepada MPD
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Notaris
meninggal dunia. Apabila Notaris tidak memiliki ahli waris, maka yang
melaporkan adalah karyawan notaris. Pelaporan tersebut didukung dengan
beberapa dokumen yaitu :
a. fotokopi Keputusan Pengangkatan atau perpindahan yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi kutipan akta kematian/surat keterangan kematian yang telah
dilegalisasi;
c. asli surat usulan penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol atau
Pejabat Sementara Notaris; dan
d. fotokopi surat keterangan Ahli Waris dari Notaris atau pejabat yang berwenang
yang telah dilegalisasi, dalam hal Notaris yang meninggal dunia tidak
mempunyai Ahli Waris. (Pasal 39)
Dalam hal Ahli Waris atau karyawan Notaris mengusulkan Pejabat Sementara
Notaris, MPD menunjuk Pejabat Sementara Notaris dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan. (Pasal 40 ayat
(1))
Dalam hal Ahli Waris atau karyawan Notaris tidak mengusulkan, MPD harus
menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol kepada Menteri dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak jangka waktu tersebut
terlampaui. (Pasal 40 ayat (4))
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
Notaris yang telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun harus memberitahukan
secara manual atau elektronik kepada MPD mengenai berakhirnya masa jabatan
32
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan
pemberhentian Notaris ditetapkan. (Pasal 50)
c. atas permintaan sendiri;
Notaris yang berhenti dari jabatannya karena permintaan sendiri, wajib
memberitahukan secara manual atau elektronik kepada MPD dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum mengajukan permohonan berhenti
kepada Menteri. (Pasal 51 ayat (1))
Pemberitahuan dengan melampirkan dokumen pendukung:
a. fotokopi surat Keputusan Pengangkatan atau perpindahan yang telah
dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah dilegalisasi;
c. surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat pemberhentian sebagai
Notaris;
d. surat usulan Notaris lain sebagai pemegang protokol; dan
e. surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang protokol. (Pasal
51 ayat (2))
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, MPD menunjuk
Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan. (Pasal 51 ayat (3))
Surat penunjukan MPD disampaikan kepada Menteri melalui Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan. (Pasal 51 ayat (4))
Dalam hal Notaris tidak menyampaikan usulan Notaris lain sebagai pemegang
protokol, MPD menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dan
menyampaikan kepada Menteri melalui Notaris dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1) terlampaui. (Pasal 52)
Berdasarkan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), Notaris
mengajukan permohonan pemberhentian dari jabatannya kepada Menteri dengan
mengisi Format Isian pemberhentian Notaris. Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan melampirkan dokumen pendukung secara elektronik:
34
kepada pemohon dan dapat langsung dicetak oleh Notaris dengan menggunakan
kertas putih ukuran F4 atau folio dengan berat 80 (delapan puluh) gram. (Pasal
64)
Notaris yang berhenti karena alasan merangkap jabatan sebagai pegawai negeri,
advokat, atau memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris tidak berwenang melaksanakan jabatannya
terhitung sejak tanggal keputusan pemberhentian Notaris ditetapkan oleh Menteri.
Notaris yang diberhentikan dan Notaris lain sebagai pemegang protokol wajib
melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pemberhentian
Notaris ditetapkan. (Pasal 65)
2. Pemberhentian Sementara (Pasal 66 dan Pasal 67)
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena :
a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang; b. berada di bawah
pengampuan;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode etik
Notaris; atau
e. sedang menjalani masa penahanan. (Pasal 66)
Dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena alasan diatas,
MPP mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang protokol kepada Menteri dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan
pemberhentian sementara. (Pasal 67 ayat (1))
Notaris yang diberhentikan sementara dari jabatannya dan Notaris lain sebagai
pemegang protokol wajib melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan
pemberhentian sementara diterima. (Pasal 67 ayat (2))
Dalam hal jangka waktu pemberhentian sementara Notaris berakhir, Notaris lain
sebagai pemegang protokol wajib melakukan serah terima kembali protokol kepada
Notaris yang diberhentikan sementara dari jabatannya di hadapan MPD dalam jangka
39
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara
berakhir. (Pasal 67 ayat (3))
Dalam hal serah terima protokol tidak dilaksanakan tanpa alasan yang sah, MPP
mengusulkan kepada Menteri untuk memberhentikan dengan tidak hormat Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau mengusulkan Notaris lain sebagai
pemegang protokol. (Pasal 67 ayat (4))
3. Pemberhentian dengan Tidak Hormat (Pasal 68 - Pasal 70)
Menteri memberhentikan Notaris dengan tidak hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
b. berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan, martabat dan jabatan Notaris;
dan/atau
d. melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan Notaris.
(Pasal 68 ayat (1))
Pemberhentian dengan tidak hormat dilakukan atas usul MPP kepada Menteri.
Majelis Pengawas Pusat dapat menerima laporan dari masyarakat atau usul dari
Organisasi Notaris serta rekomendasi dari MPD dan MPW terkait dengan alasan
sebagaimana disebutkan diatas. Laporan tersebut disampaikan secara
bertanggungjawab dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (Pasal 68 ayat (2), (3), (4))
Usul MPP memuat penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol. Usulan
MPP diajukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
laporan dari masyarakat atau usul dari Organisasi Notaris serta rekomendasi dari
MPD dan MPW diterima. Menteri memberhentikan Notaris dengan tidak hormat dan
menetapkan Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya usulan. (Pasal 69)
Dalam hal pemberhentian Notaris dengan tidak hormat karena alasan dijatuhi pidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih, keputusan pemberhentian Notaris dari jabatannya dan penetapan
40
Notaris lain sebagai pemegang protokol ditetapkan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan mempunyai
kekuatan hukum tetap. (Pasal 70 ayat (1))
Penutup
UUJN mengenal 3 (tiga) jenis pemberhentian notaris, yaitu : pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian sementara dan pemberhentian dengan tidak hormat. Berkaitan dengan
alasan - alasan notaris dapat diberhentikan dengan beberapa jenis pemberhentian notaris tersebut
diatur pada Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 12 UUJN. Berkaitan dengan pemberhentian notaris secara
teknis diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 62 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
Latihan :
1. Sebutkan jenis - jenis pemberhentian yang dikenal dalam UUJN !
2. Sebutkan apakah yang dapat menyebabkan seorang notaris dapat diberhentikan dengan
tidak hormat !
Referensi :
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.