Anda di halaman 1dari 26

TINDAK PINDANA PEMALSUAN OLEH NOTARIS DALAM

PERUBAHAN AKTA YAYASAN BHAKTI SOSIAL


SURAKARTA
(PUTUSAN MA NOMOR : 1014 K/Pid/2013)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Peraturan Jabatan Notaris

Disusun Oleh :
Agus Purwanto ( S351508002 )
Bintoro Sukoraharjo ( S351508004 )
Cynthia Alkalah ( S351508006 )
Dwi Ratnasari ( S351508012 )
Diklanta Panji ( S351508010 )
Danang Wirahutama ( S351508008 )

FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, mengatur
bahwa Notaris sebagai pejabat umum mempunyai kewenangan untuk membuat
sebuah akta otentik. Sedangkan yang dimaksud dengan Akta Otentik ialah suatu
akta dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana
akta dibuatnya (Pasal 1868 KUHPerdata).
Akta Otentik merupakan bukti tertulis dalam suatu perbuatan hukum yang
disepakati para pihak, yang memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dalam
berperkara di Pengadilan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1866 KUHPerdata,
yaknialat-alat bukti terdiri dari :
a. Bukti tulisan
b. Bukti dengan saksi-saksi
c. Persangkaan-persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
Akta Otentik dibuat untuk mendapatkan kepastian hukum dalam melindungi
suatu perbuatan hukum yang terjadi antara pihak yang bersepakat.Sehubungan
dengan kewenangan tersebut, Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas
perbuatannya dalam membuat akta otentik yang tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku ataupun yang dilakuan secara melawan hukum.
Unsur dari perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah adanya
perbuatan yang melawan hukum yang berlaku atau adanya kesalahan, yang
menimbulkan adanya kerugian. Perbuatan melawan hukum disini bukan hanya
berarti melawan peraturan-peraturan perundang-undangan, tetapi termasuk juga
melanggar kepatutan, kesusilaan, moral, dan/atau hak-hak orang lain.

1
Pertanggungjawaban secara umum yang bisa dikenakan terhadap Notaris
adalah yang berupa sanksi pidana, sanksi perdata, maupun sanksi administrasi.
Pertanggungjawaban ini merupakan konsekuensi akibat pelanggaran ataupun
kelalaian yang dilakukan Notaris dalam pembuatan akta otentik.
Seorang Notaris harus mempertanggung jawabkan secara pidana ketika
Notaris yang bersangkutan melakukan penyimpangan terhadap sebuah akta
otentik yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu akibat hukum yang diatur
dalam hokum pidana. Bentuk pertanggungjawaban tersebut ialah melalui
penjatuhan sanksi pidana. Namun sebelum dituntutnya pertanggungjawaban
seorang Notaris, maka perbuatannya harus dibuktikan terlebih dahulu terkait
pemenuhan unsur-unsur perbuatanyang diatur dalam KUHPidana.
Tidak sendikit seorang Notaris yang dipanggil atau dijadikan saksi maupun
tersangka atas tindak pidana. Kejadian ini terjadi dikarenakan perbuatan
merugikan yang dilakukan oleh Notaris saat pembuatan maupun setelah akta
otentik tersebut terbit yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Salah satu Notaris yang melanggar ketentuan HukumPidana adalah Notaris
NINOEK POERNOMO, SH, yang di dakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan
Tindak Pidana PemalsuanSurat (Pasal 264 Ayat (1) KUHPidana).
Notaris NINOEK POERNOMO, SH telah membuat akta perubahan
Anggaran Dasar Yayasan akan tetapi dalam faktanya tidak pernah ada rapat yang
diadakan untuk merubah Anggaran Dasar tersebut. Di dalam Berita Acara Rapat
Pembina Yayasan Bhakti Surakarta yang diadakan secara fiktif pada tanggal 19
Desember 2007 jam 16.00 WIB tersebut menjelaskan bahwa peserta rapat yang
hadir sebanyak tujuh orang tetapi dalam daftar tanda tangan terdapat delapan
orang salah satu merupakan tandatangan PRIJO PRANOTO, dimana yang
bersangkutan telah meninggal dunia pada tanggal 28 Februari 2008, sementara
akta tersebut tanggal 28 April 2008. Dan di sisi lain muncul nama dan tanda
tangan NGO SIOE BOO alias HARNO SAPUTRO untuk mengganti PRIJO
PRANOTO yang telah meninggal dunia.
Pembuatan akta perubahan yayasan tersebut bertujuan untuk mendapatkan
pengesahan sebagai Badan Hukum dari Departemen Hukum dan HAM RI di

2
Jakarta dalam rangka penyesuaian Yayasan Bhakti Sosial Surakarta dengan UU
Nomor 28 tahun 2004. Tujuan berikutnya adalah untuk pembukaan rekening, akan
tetapi dikarenakan pembuatan akta tersebut masih dalam proses maka dibuatkan
Surat Keterangan dari Notaris NINOEK POERNOMO, SH yang isinya bahwa
Akta Penyesuaian Yayasan (selanjutnya disebut AktaNomor : 58) masih dalam
proses dan surat keterangan tersebut akan dipergunakan untuk Pembukaan
Rekening atas nama Yayasan Bhakti Sosial Surakarta di Bank.
Dari hasil proses perkara yang berlangsung di Persidangan terdakwa Notaris
tersebut telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana pemalsuan surat otentik, menempatkan keterangan palsu kedalam suatu
akta otentik dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara
selama8 (delapan) bulan. Putusan inilah yang akan kami analisa berdasarkan
penerapan hukum pidana dan Undang-Undang yang terkait. Sehingga dakwaan
dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris NINOEK POERNOMO, S.H.,
dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Surakarta dalam putusannya Nomor
83/PID.B/2011/PN.Ska, tertanggal 4 Oktober 2012.

3
BAB II
RUMUSAN MASALAH

Adapun permasalahan-permasalahan yang kami ambil antara lain :


1. Apa dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara pidana
berdasarkan Pasal 264 KUHP
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana Notaris Ninoek Poernomo, S.H. terkait
tindak pidana pemalsuan akta perubahan yayasan?

4
BAB III
KERANGKA TEORI

Peranan Notaris didalam lingkungan kegiatan keperdataan mulai


mendapatkan perhatian dari masyarakat. Demi tercipntanya suatu perlindungan
hukum yang kuat, sempurna dan mengikat para pihak yang bersepakat berjanji
dan menuangkan kehendaknya dalam bentuk akta. Akta merupakan bukti tulisan
yang bermanfaat sebagai bukti dalam perbuatan hukum yang terjadi. Pasal 1866
KUHPerdata, menyatakan alat bukti terdiri atas :
1. Bukti tulisan
2. Bukti dengan saksi-saksi
3. Persangkaan-persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
Akta dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam akta, yaitu :
1. Akta dibawah tangan, adalah akta yang dibuat tidak oleh atau tanpa perantara
seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para
pihak yang mengadakan perjanjian.
2. Akta autentik, adalah adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya (Pasal 1868 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata).1
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
Menurut Dr. H. Husni Tamrin, SH.,MM.,MH., definisi Akta Otentik adalah
akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa

1
Santia Dewi, R.M. Fauwas Diradja, Panduan Teori dan Praktis Notaris, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal 36

5
menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan dari
pihak-pihak yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk
dimuat dalamnya oleh pihak-pihak yang berkepentingan.2
Sedangkan mengenai akta, berdasarkan pasal 1 angka 7 UU No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
undang-undang. Sehingga, ada dua macam/golongan akta notaris, yaitu:
1. Akta yang dibuat oleh Notaris (akta relas atau akta pejabat)
Yaitu akta yang dibuat oleh notaris memuat uraian dari notaris suatu tindakan
yang dilakukan atas suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh notaris,
misalnya akta berita acara/risalah rapat RUPS suatu perseroan terbatas, akta
pencatatan budel, dan lain-lain.
2. Akta yang dibuat di hadapan notaris (akta partij).
Yaitu akta yang dibuat di hadapan notaris memuat uraian dari apa yang
diterangkan atau diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada notaris,
misalnya perjanjian kredit, dan sebagainya.3
Pada Pasal 1868 BW merupakan sumber untuk otentsitas akta Notaris juga
merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan syarat-syarat sebagai
berikut :
a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang
Pejabat Umum
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-
Undang.
c. Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.4
Akta Otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa
yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun Notaris mempunyai

2
Dr. H. Husni Tamrin, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2011, hal 11
3
Alfi Renata,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1996/akta-notaris,
4
Dr. Habib Adjie, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama,
Bandung, 2011, hal 9.

6
kewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak yaitu
dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta notaris serta
memberikan akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para
pihak penandatanganan akta Notaris dalam menjalankan jabatannya berperan
secara tidak memihak. Karakter yuridis akta notaris adalah sebagai berikut :
1. Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh
Undang-undang Jabatan Notaris.
2. Akta notaris dibuat karena ada permintaan para pihak dan bukan keinginan
notaris.
3. Meskipun dalam akta notaris tercantum nama notaris, tapi dalam hal ini
notaries tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau
penghadap yang namanya tercantum dalam akta.
4. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, siapapun terikat dengan
akta notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam
akta tersebut.
5. Pembatalan daya ikat akta notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan
para pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika ada yang tidak setuju
maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke
pengadilan umum agar akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan
alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan.
Dalam ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat
alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu
dan alat bukti tersebut berada dalam tataran Hukum Perdata dan bahwa Notaris
membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap, tanpa ada
permintaan dari para pihak, Notaris tidak akan membuat akta apapun, dan notaris
membuatkan akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau
pernyataan para pihak yang diterangkan atau diperlihatkan kepada atau dihadapan
Notaris dan selanjutnya notaris membingkainya secara lahiriah, formil dan
materiil dalam bentuk akta notaris dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau

7
tata cara atau prosedur pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan
tindakan hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta.
Dalam UUJN diatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenai atau
dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata, administrative dan kode etik jabatan notaris
dan sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa baik sebelumnya dalam
PJN dan sekarang dalam UUJN dan Kode Etik Jabata Notaris dan tidak mengatur
adanya sanksi pidana terhadap notaris.
Dalam praktik ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau
pelanggaran yang dilakukan Notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi
administrative atau perdata atau kode etik jabatan Notaris tapi kemudian ditarik
atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris.
Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti :
1. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap.
2. Pihak(siapa-orang) yang menghadap notaris.
3. Tandatangan yang menghadap.
4. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta.
5. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta dan
6. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap tapi minuta akta
dikeluarkan.5
Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi
dasar utama atau inti dalam pembuatan Akta Notaris yaitu harus ada keinginan
atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan
permintaan para pihak tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang
dimaksud karena itu diluar dari koridor kewenangan Notaris.
Untuk memenuhi keinginanan permintaan para pihak Notaris dapat
memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum. Ketika saran Notaris
diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, meskipun demikian
tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak,

5
Habib Adjie, , Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal
25.

8
bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan perbuatan para pihak
bukan perbuatan atau tindakan notaris.
Pengertian seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis dari
akta Notaris, tidak berarti Notaris sebagai pelaku dari akta tersebut, Notaris tetap
berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut. Dengan
kedudukan Notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta Notaris dipermasalahkan,
maka kedudukan Notaris bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan
atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai Tergugat
atau Turut Tergugat dalam pekara Perdata.
Penempatan Notaris sebagai pihak yang turut serta atau membantu para
pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan keterangan palsu ke dalam
akta otentik atau menempatkan Notaris sebagai pihak dengan kualifikasi membuat
atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta authentik atau menempatkan
Notaris sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di
hadapan Notaris, maka hal tersebut telah mencederai akta Notaris.hal ini yang
masih belum dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai kedudukan akta
Notaris dan Notaris di Indonesia. Siapapun tidak dapat memberikan penafsiran
lain atas akta Notaris atau dengan kata lain terikat dengan akta Notaris tersebut.
Adapun pengaturan tentang kewenangan notaris yaitu terdapat pada pasal 15
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 yang berbunyi:
1. Notaris berwenang membuat Akta authentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta authentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2. Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris
berwenang pula :

9
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus.
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
Akta yang di buat oleh Notaris hanya akan menjadi akta otentik apabila
notaris mempunyai wewenang untuk meliputi 4 hal, yaitu :
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu. Hal
ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana notaris adalah pejabat
umum yang dapat membuat akta yang ditugaskan kepadanya berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat. Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa Notaris
tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau
orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan notaris baik karena
perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/ atau
ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping dengan
derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu
kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari
ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan
penyalahgunaan jabatan.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu
dibuat. Menurut Pasal 18 UUJN, notaris mempunyai tempat kedudukan di
daerah kabupaten/kota. Wilayah jabatan notaries meliputi seluruh wilayah
propinsi dari tempat kedudukkannya. Akta yang dibuat di luar jabatannya
adalah tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari

10
jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia
memangku jabatannya.
Batasan-batasan yang dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris merupakan
aspek formal dari akta notaris, dan berdasarkan UUJN, jika notaris terbukti
melakukan pelanggaran dari aspek formal, maka akan dijatuhi sanksi perdata atau
administrasi tergantung pada jenis pelanggarannya atau Kode Etik Jabatan
Notaris. Dalam hal ini ada 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan ketika akta
dibuat, aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian yaitu :
1. Lahiriah.
Kemampuan lahiriah akta notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri
untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik.Nilai pembuktian akta
notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat
ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang
lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak memenuhi syarat
sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut
secara lahiriah bukan akta otentik. Penyangkalan atau pengingkaran bahwa
secara lahiriah akta notaris sebagai akta otentik bukan akta otentik, maka
penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta notaris
sebagai akta otentik, Pembuktian semacam ini harus dilakukan melalui upaya
gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara
lakiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta notaris.
2. Formal
Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan
fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan
oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang sudah ditentukan dalam
pembuatan akta notaris. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan
kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap dan
para pihak yang menghadap, paraf dan tandatangan para pihak/penghadap,
saksi, notaris serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh
notaris dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap.

11
Jika aspek formal dipermasahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan
dari formalitas dari akta itu yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran
hari, tanggal, bulan, tahun, pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran
mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat,
disaksikan dan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan
ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang disampaikan
dihadapan notaris. Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta
tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal
dari akta notaris.
3. Materiil
Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut
dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang
membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,
kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang
dituangkan dalam akta pejabat atau keterangan para pihak dan para pihak harus
dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan dalam akta yang berlaku
sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap notaris yang
kemudian dituangkan dalam akta harus dinilai benar. Jika ternyata pernyataan
para penghadap menjadi tidak benar maka hal itu tanggungjawab dari pihak
sendiri.6

Notaris dalam pembuatan akta diharapkan untuk lebih berhati-hati,


selektive dan sadar akan ketentuan yang berlaku dengan tugas dan jabatan, karena
ketidak hati-hatian seorang notaris dapat menjerumuskan notaris pada tindak
pidana yang berkaitan dengan produk hukum yang dikeluarkan.
Tindak pidana menurut Prof. Moeljatno, S.H. ialah Perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.7

6
Dr. Habib Adjie,SH.,M.Hum, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Refika
Aditama, Bandung,2011, hal 18-20
7
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal 54.

12
Perkara pidana yang berkaitan dengan Notaris dikaitkan dengan aspek
formal akta Notaris, antara lain :
1. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang
dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2) KUHP.
2. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP)
3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266
KUHP).
4. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo
Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP.
5. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan menggunakan
surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 Ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1)
dan (2) atau 264 atau 266 KUHP.
Tindak pidana yang sering mejerat Notaris sebagai pejabat umum yang
berwenang membuat akta otentik adalah tindak pidana pemalsuan akta (pasal 264
KUHP).
Pasal 264 ayat (1) KUHPidana menyatakan bahwa : “Pemalsuan surat
diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan
terhadap:
1. Akta otentik;
2. Surat hutang dan sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya ataupun
dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan
yayasan, perseroan atau maskapai;
4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan
dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-
surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.”
Pasal 264 ayau (2) KUHPidana menyatakan bahwa: “Dipidana dengan
pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja menggunakan salah satu surat
palsu atau yang dipalsukan seperti yang dimaksud dalam ayat pertama seolah-olah

13
surat tersebut merupakan sepucuk surat yang asli dan tidak dipalsukan, jika
penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian.
Perbedaan antara membuat secara palsu dengan memalsukan menurut Prof.
Satochid Kartanegara adalah :
1. Pada perbuatan membuat secara palsu itu semula memang belum terdapat
sepucuk surat apapun juga, dan kemudian dibuatlah sepucuk surat yang
isinya bertentangan dengan kebenaran.
2. Pada perbuatan memalsukan itu semula memang sudah terdapat sepucuk
surat, yang kemudian isinya telah diubah demikian rupa, hingga menjadi
bertentangan dengan kebenaran, atau isinya menjadi berbeda dengan isi
semula dari surat yang bersangkutan.8

BAB IV
Lamintang, dan Theo Lamintang, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan
8

Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradilan, Sinar
Grafika, 2009, Jakarta, hal 47

14
PEMBAHASAN

A. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara pidana


berdasarkan Pasal 264 KUHP
Notaris dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum
dalam konteks Hukum Pidana sekaligus juga melanggar kode etik dan
Undang-Undang Jabatan Notaris, sehingga syarat pemidanaan menjadi lebih
kuat. Apabila hal tersebut tidak disertai dengan pelanggaran kode etik atau
bahkan dibenarkan oleh UndangUndang Jabatan Notaris, maka mungkin hal
ini dapat menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan dengan suatu
alasan pembenar.
Apabila seorang Notaris melakukan penyimpangan akan sebuah akta
yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perkara pidana, maka Notaris
tersebut harus mempertanggungjawabkan secara pidana apa yang telah
dilakukannya. Hal inididasarkan pada “asas tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan” atau “geen straf zonder schuld”. Orang tidak mungkin dimintakan
pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak melakukan
kesalahan.Olehkarenaituterlebihdahuluharusdibuktikanapakahperbuatanpidan
anyamemenuhiunsur-unsurmelawanhukumatautidak.Adapununsur-
unsurnyaterdiridari:
a. Unsur yang bersifat objektif; adalahsemua unsur yang berada di luar
keadaan batin manusia/si pembuat, yakni semua unsur mengenai
perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-keadaan tertentu yang
melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana;
b. Unsur yang bersifat subjektif; adalah semua unsur yang mengenai batin
atau melekat pada keadaan batin orangnya.
Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya
tidak diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris namun diatur secara
umum dalam ketentuan KUHPidana. Notaris harus bertanggung jawab
dengan perbuatannya di luar kewenangannya dalam membuat suatu akta.
Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur sanksi atas pelanggaran

15
yang dilakukan oleh Notaris terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris.
Sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak memiliki
kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah
tangan.
Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatannya dapat melakukan tindak
pidana. Adapun tindak pidana yang sering melibatkan Notaris dalam
pelaksanaan tugas dan jabatan antara lain adalah pasal-pasal yang mengatur
mengenai tindak pidana pemalsuan surat, yaitu Pasal 263, Pasal 264, dan
Pasal 266 KUHPidana.Salah satu Notaris yang terlibat dalam tindak pidana
pemalsuan surat (Pasal 264 Ayat (1)) adalah Notaris Ninoek Poernomo, S.H.,
pada Pengadilan Negeri Surakarta dalam Perkara Nomor :
83/PID.B/2011/PN.Ska.Bahwa berdasarkan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum,
Notaris Ninoek Poernomo, SH., telah melakukan pemalsuan dalam bentuk :
1. Berita Acara Rapat Badan Pembina berisikan Perubahan Susunan Badan
Pembina Yayasan.
2. Berita Acara Rapat Badan Pembina berisikan Perubahan Susunan Badan
Pembina Yayasan.
3. Akta Berita Acara Rapat Yayasan “Bhakti Sosial Surakarta”.
Pasal 264 ayat (1) KUHPidana menyatakan bahwa :“Pemalsuan
surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika
dilakukan terhadap:
1. Akta otentik;
2. Surat hutang dan sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya
ataupun dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu
perkumpulan yayasan, perseroan atau maskapai;
4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang
diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai
pengganti surat-surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.”

16
Ketentuan Pasal 264 ayat (1) KUHPidana ini secara umum mengatur
masalah pemalsuan akta otentik atau dengan kata lain adalah surat-surat yang
dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang
dan dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat umum. Kejahatan yang
dimaksudkan dalam pasal ini mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Semua unsur yang terdapat dalam Pasal 263 KUHPidana, baik unsur
objektif maupun unsur subjektif;
b. Unsur-unsur khusus pemberatnya yang bersifat alternatif, yaitu berupa
objek surat-surat tertentu, yakni akta-akta otentik, surat hutang dan
sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu
lembaga umum, surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari
suatu perkumpulan yayasan, perseroan atau maskapai, talon tanda bukti
dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3
atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat ini, beserta
surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang dilakukan oleh Notaris
Ninoek Poernomo S.H. objek surat tertentu yang dimaksud adalah dalam
bentuk Akta Otentik.Pasal 263 KUHPidana menyebutkan :
(1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja
memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah
benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.”
Sebagaimana dalam dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa Notaris
Ninoek Poernomo, S.H. dalam Akta Berita Acara Rapat Yayasan Bhakti Sosial

17
Surakarta Nomor: 58 tanggal 15 April 2008, menjelaskan telah hadir dan
menghadap kepada Notaris Ninoek Poernomo, S.H. para pihak yang terdiri dari
16 (enam belas) pihak. Hal tersebut pada kenyataannya tidak sesuai dengan
kejadian yang sebenarnya, dan tidak ada kejadian sebagaimana tercantum
dalam Akta tersebut. Adapun penandatanganan pihak yang tidak menghadap
dilakukan pada tempat dan waktu yang berlainan. Melalui fakta hukum
tersebut, terdakwa Notaris Ninoek Poernomo, S.H. telah terbukti memenuhi
unsur ini sebagai pelaku tindak pidana yang telah memalsukan surat dengan
cara menambah isi surat tersebut sehingga apa yang tercantum di dalam Akta
tidak sesuai dengan kenyataannya. Selain itu terdakwa Notaris Ninoek
Poernomo, S.H. juga telah mengubah Akta Berita Acara tersebut,dengan
memuat nama dan tanda tangan salah satu pengurus Yayasan yang sebenarnya
sudah meninggal sebelum dibuatnya Akta. Adapun pengubahan tersebut
dilakukan dengan prosedur yang tidak semestinya.
Tujuan dari dibuatnya Akta Berita Acara Yayasan Bhakti Sosial
Surakarta adalah untuk memproses penyesuaian Badan Hukum Yayasan Bhakti
Sosial Surakarta dalam rangka menyesuaikan dengan Undang-Undang
Yayasan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Dengan demikian keberadaan Akta tersebut akan menimbulkan sesuatu hak
bagi Yayasan Bhakti Sosial Surakarta sebagai Badan Hukum yang telah sesuai
dengan Undang-Undang Yayasan terbaru dan sebagai bukti untuk
mendapatkan pengesahan sebagai Badan Hukum dari Departemen Hukum dan
HAM RI di Jakarta.
Pemakaian Akta tersebut adalah seolah-olah isinya benar dan tidak
dipalsu. Namun pada kenyataannya, fakta hukum yang tertulis dalam Akta
tersebut umumnya tidak sesuai dengan kenyataan yang dilaksanakan. Akta
tersebut sebenarnya juga telah dibuat terlebih dahulu dalam bentuk draft tanpa
adanya rapat pengurus Yayasan Bhakti Sosial Surakarta. Dengan demikian
unsur tersebut juga telah terpenuhi.

18
Unsur kesengajaan dalam perbuatan pidana terdakwa Ninoek
Poernomo S.H. telah jelas nyata yakni dalam kesadarannya yang sebelumnya
telah membuat draft Akta Berita Acara Rapat Yayasan Bhakti Sosial Surakarta
dimana dalam draft tersebut telah termuat susunan nama-nama pejabat Badan
Pembina dan Badan Pengurus berdasarkan perintah Robby Sumampao tanpa
melalui rapat terlebih dahulu. .
Pemenuhan unsur-unsur perbuatan pidana dalam Pasal 264 ayat (1)
KUHPidana tersebut semakin dipertegas dengan Putusan Pengadilan Negeri
Surakarta Nomor : 83/PID.B/2011/PN tanggal 04 Otktober 2012, dalam Amar
Putusannya menyatakan bahwa terdakwa Notaris Ninoek Poernomo, S.H. telah
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
pemalsuan surat otentik, menempatkan keterangan palsu kedalam suatu akta
otentik dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara
selama 8 (delapan) bulan.Putusan pada tingkat pertama tersebut semakin
diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor
345/PID/2012/PT.Smg, tanggal 12 Desember 2012. Begitu juga dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 dimana dalam amarnya menolak
permohonan Kasasi dari pemohon kasasi yaitu Jaksa Penuntut Umum dan
Terdakwa tersebut. Adapun pertimbangannya bahwa putusan judex Facti tidak
salah menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan hal-hal yang tepat
dan benar, karena berat ringannya pidana yang dijatuhkan merupakan
wewenang Judex Facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan kasasi.
Perbuatan terdakwa terbukti membuat akta tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, seperti mengubah suatu akta tanpa
penandatanganan, tanpa sepengetahuan, dan tanpa persetujuan para pihak
kepengurusan yayasan, dengan tidak memperhatikan ketentuan perubahan
dan pembuatan yayasan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang
berlaku. Sehingga perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur sesuai
dengan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Bahwa lagipula alasan
tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan
tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan

19
dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat
kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau
peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara
mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang, dan apakah
Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Dengan terbuktinya unsur-unsur perbuatan pidana sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP, maka unsur kesalahan dalam diri
pelaku juga telah terpenuhi.

B. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Ninuk Purnomo, SH atas Tindak


Pidana Pemalsuan Akta Perubahan Yayasan Bhakti Sosial Surakarta
Sistem pertanggung jawaban pidana dalam hukum pidana positif
saat ini menganut asas kesalahan yang biasa disebut dengan “Geen Straf
Zonder Schuld”. Pertanggungjawaban pidana merupakan bentuk perbuatan
dari pelaku tindak pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya.
Pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan terhadap seseorang yang
telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur tidak
pidana baik yang ada dalam dirinya sebagai pelaku tindak pidana maupun
unsur yang ada dalam perbuatannya yang menimbulkan akibat hukum atau
dengan kata lain telah memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif. Sesuai
dengan penjelasan pada pokok permasalahan pertama, terdakwa Notaris
Ninoek Poernomo S.H. telah terbukti memenuhi unsur-unsur tersebut
berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan.
Ketika unsur-unsur tindak pidana telah terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka Terdakwa Ninoek Poernomo, SH., dapat dipidana
sebagai mana diatur pada asas “tidak ada pidana tanpa kesalahan”. Sebagai
bentuk pertanggungjawaban pidana, maka terdakwa Ninoek Poernomo, SH.,
dikenai sanksi pidana atas perbuatannya.

20
KUHP sendiri mengatur sanksi pidana dalam Pasal 10 yang terdiri
atas :
1. Pidana Pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana
kurungan, pidana denda, pidana tutupan.
2. Pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan
barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim.
Dari putusan tersebut di atas, seorang Notaris dibebankan
pertanggungjawaban secara pidana yaitu dengan dijatuhkan pidana penjara
atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Didalam kasus ini,
seorang Notaris hanya dibebankan pertanggungjawaban secara pidana.
Bahwa Hakim dalam memutus perkara ini lebih menitik beratkan pada Pasal
264, hal ini didasarkan pada isi dalam Pasal tersebut, antara lain:
(1). Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan
tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik
2. Surat Hutang atau sertipikat hutang dari suatu negara atau bagianya
ataupun dari suatu lembaga umum.
3. Surat seroatau hutang atau sertipikat sero atau hutang dari suatu
perkumpulan, yayasan, perseroan, atau maskapai.
4. Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang
diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan
sebagai pengganti dari surat-surat itu.
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja
memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati
atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika
pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan dalam Pasal 263, berbunyi:


(1). Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang
dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau

21
yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah—olah
isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama enam (6) tahun.
(2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah
benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapaat menimbulkan
kerugian.

Sehingga Majelis Hakim yang memutus perkara ini berpendapat


bahwa dasar putusan dalam menjatuhkan putusan ini telah tepat, dasar
majelis dalam memutus perkara ini berdasar pada pemahaman dan maksud
yang tertuang di dalam Pasal 264, dimana dalam Pasal 264 mengatur secara
tegas dan khusus tentang surat. Bahwa dalam pasal 264 yang dimaksud
surat ini adalah akta-akta otentik sebagaimana disebutkan pada ayat (1).
Sedangkan dalam pasal 263 tidak adanya penyebutan surat sebagai akta
otentik, sehingga memiliki pengertian akan surat pada umumnya. Bahwa
berdasarkan unsur pidana yang terkandung dalam Pasal 264 Ayat (1),
Terdakwa Ninoek Poernomo, SH., terbukti secara sah dan meyakinkan telah
melakukan tindak pidana pemalsuan surat dalam hal ini adalah Akta
Otentik. Adapun pidana maksimal yang dalam Pasal 264 ayat (1)
KUHPidana adalah 8 (delapan) tahun pidana penjara.Dengan dijatuhkannya
pidanapenjara 8 (delapan) bulan terhadap terdakwa, bukan berarti ini
menyalahi aturan karena penerapan hukum oleh hakim sendiri sudah
didasari oleh pertimbangan-pertimbangan hukum yang ada. Hal ini semakin
diperkuat dengan adanya Putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan
Mahkammah Agung.
Dalam dakwaannya dikatakan bahwa Yayasan Bhakti Sosial
Surakarta telah mengalami kerugian materiil dan immateriil, namun amar
putusannya tidak disebutkan pertanggungjawaban secara perdata berupa

22
penggantian kerugian yang diderita oleh para pihak maupun
pertanggungjawaban administrasi. Disini sanksi pidana merupakan sanksi
yang paling terkuat dan bisa memberikan efek jera terhadap Notaris yang
melakukan perbuatan Melawan Hukum dalam pembuatan Akta Otentik.
Pemberian ganti kerugian, menurut kami juga sangat perlu
diberikan kepada para pihak, karena kerugian yang diderita para pihak tidak
dapat dibilang sedikit. Dalam hal ini adanya komulasi atau penggabungan
sanksi sebagai wujud dari pertanggungjawaban Notaris perlu dilakukan atau
diterapkan sehingga pertanggungjawaban seorang Notaris benar-benar
memberikan rasa adil dan memberikan perlindungan hukum terhadap para
pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum seorang Notaris dalam
pembuatan akta otentik.

23
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Bahwa Notaris Ninoek Poernomo, SH telah memenuhi unsur-unsur yang ada
pada ketentuan Tindak Pidana Pemalsuan (Pasal 264).
2. Bahwa Notaris Ninoek Poernomo, S.H.,secara kewenangan dan kewajibannya
sebagai Pejabat Umum telah melanggar ketentuan Pasal 16, Pasal 14 Ayat (1)
dan Pasal 48 UUJN.Hal ini mengakibatkan akta perubahan Yayasan yang
dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak yang menghadap hanya bersifat
dibawah tangan karena tidak memenuhi kententuan dan unsur-unsur
pembuatan akta otentik yang benar sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris dan ketentuan Undang-Undang lain yang mengatur.
3. Bentuk pertanggungjawaban Notaris Ninoek Poernomo S.H. atas perbuatan
pidananya yakni pidana penjara 8 (delapan) bulan yang dijatuhkan oleh hakim
dalam putusannya.

SARAN
Notaris-PPAT dalam menjalankan tugas dan kewajibannya terlebih dahulu
harus meneliti semua berkas yang terkait dengan proses yang akan dijalankan.
Sebisa mungkin menghindari spekulasi atas pembuatan suatu akta. Kelengkapan
berkas dan pembuatan akta yang sesuai prosedur akan meminimalisir
permasalahan yang kemungkinan muncul dikelak kemudian hari.

24
Daftar Pustaka
Santia Dewi, R.M. Fauwas Diradja, 2011, Panduan Teori dan Praktis Notaris,
Yogyakarta: Pustaka Yustisia
Husni Tamrin, 2011, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, Laksbang
Yogyakarta: Pressindo
Alfi Renata,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1996/akta-notaris,
Habib Adjie, 2011, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika
Aditama
Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia, Bandung: Refika Aditama
Moeljatno, 1987, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara
Lamintang, dan Theo Lamintang, 2009, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan
Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradilan,
Jakarta: Sinar Grafika

25

Anda mungkin juga menyukai