Anda di halaman 1dari 13

PEMBUKTIAN AKTA ONTENTIK DAN

PERTANGGUNG JAWABAN PEJABAT

BERWENANG PEMBUAT AKTA ONTENTIK

DISUSUN OLEH:
1. HAMZAH IRFANI (61120019)
2. Hendro Supriyanto(61120020)
Latar Belakang Permasalahan

Akta mempunyai 2 (dua) fungsi penting yaitu akta sebagai fungsi formal yang mempunyai arti
bahwa suatau perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila di buat suatu akta. Fungsi alat
bukti yaitu akta sebagai alat pembuktian dimana dibuatnya akta tersebut oleh para pihak yang
terikat dalam suatu perjanjian di tujukan untuk pembuktian di kemudian hari, Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia pasal 1866, dikenal alat-alat bukti yang terdiri dari:
bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Pengertian Akte Ontentik

Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau ”akta” dan dalam bahasa Inggris
disebut “act”atau“deed”. Akta menurut Sudikno Mertokusumo merupakan surat yang diberi tanda tangan
yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian. Menurut subekti, akta berbeda dengan surat, yaitu suatu tulisan yang
memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud akta, adalah:

1. Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling)

2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa
tulisan yang diajukan kepada pembuktian sesuatu.
Pada Pasal 165 Staatsblad Tahun 1941 Nomor 84 dijelaskan pengertian tentang akta
yaitu sebagai berikut:
Akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang
untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya
maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal
yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perihal
pada akta itu.
 
Akta mempunyai 2 (dua) fungsi penting yaitu akta sebagai fungsi formal yang
mempunyai arti bahwa suatau perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila di
buat suatu akta. Fungsi alat bukti yaitu akta sebagai alat pembuktian dimana dibuatnya
akta tersebut oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian di tujukan untuk
pembuktian di kemudian hari Jenis akta adalah suatu surat yang ditandatangani,
memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari
suatu perjanjian. Pasal 1867 KUH Perdata menyatakan: Pembuktian dengan tulisan
dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah
tangan.
Irwan Soerodjo mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat
formal suatu akta otentik, yaitu:

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.

3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di
tempat dimana akta itu dibuat.
PEMBUKTIAN AKTA ONTENTIK

Suatu akta pastinya dibuat untuk mencatat suatu perbuatan hukum


sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Disadari atau tidak baik
oleh masyarakat yang akan membuat akta maupun oleh Notaris selaku
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta jika
akta yang dibuat tersebut memiliki efek atau konsekuensi hukum bagi
masyarakat sehingga dengan demikian, maka suatu akta yang dibuat
oleh seorang notaris akan memberikan dampak hukum dan menjadi
bukti utama dari adanya suatu perbuatan hukum.
Menurut rumusan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, untuk
membuat suatu akta otentik harus dilakukan oleh pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan
Pasal 1868 KUHPerdata itu, maka menurut Pasal 1 Peraturan Jabatan
Notaris Staatblad Nomor 3 tahun 1860 yang telah diganti dengan Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, pejabat umum yang
dimaksud adalah Notaris. Dari ketentuan Pasal 1 ayat 1 UndangUndang
Nomor 30 tahun 2004 yang menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, maka dapat
disimpulkan bahwa tugas utama dari seorang Notaris itu adalah membuat
akta autentik.
Dengan demikian akta-akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti dapat dibagi atas:

a.Akta yang harus dibuat dihadapan notaris, seperti penderian Perseroan Terbatas, Akta Hibah, akta
fidusia, akta yayasan dan sebagainya;

b.Akta yang wewenangnya ada pada notaris maupun pejabat-pejabat lain:

 akta pengakuan anak luar kawin, boleh dengan akta notaris, boleh pula dengan akta yang dibuat
oleh pegawai catatan sipil;

 penawaran pembayaran utang secara tunai kepada yang berpiutang dapat dilakukan dengan akta
notaris maupun dengan akta juru sita. Permohonan demikian dilakukan bila yang berpiutang tidak
ada ditempat, sedangkan waktu pembayaran telah jatuh tempo;

c. protes non akseptasi dan protes non pembayaran.


Akta yang hanya dapat dibuat oleh pejabat lainnya bukan notaris, akta kawin, akta kelahiran, akta
Suatu akta, menurut rumusan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk
mendapatkan otentisitas sebagai akta otentik, haruslah memenuhi beberapa persyaratan,
yaitu:

1)akta dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum;

2)akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;


Pejabat umum itu harus mempunyai wewenang membuat akta. Lebih lanjut didalam rumusan
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan bahwa, akta otentik tersebut
dibedakan pula antara akta pejabat dan akta para pihak
TANGGUNG JAWAB PEJABAT YANG BERWENANG
TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA

Dalam sengketa di pengadilan seringkali para pihak yang bertikai melibatkan notaris dalam sengketa itu
dengan alasan, bahwa yang menjadi objek sengketa tersebut aktanya telah dibuat oleh atau dihadapan notaris.
Mengenai tanggung jawab notaris menurut Pasal 60 Peratutan Jabatan Notaris atas akta yang dibuat meliputi
beberapa hal, yaitu:

1.didalam hal-hal yang secara tegas ditentukan oleh PJN;

2.jika suatu akta karena tidak memenuhi syarat-syarat mengenai bentuk (gebrek in de vorm) dibatalkan dimuka
pengadilan atau hanya dapat dianggap berlaku sebagai akta yang dibuat dibawah tangan;

3.dalam segala hal, dimana menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 1365, 1368, dan 1367 KUHPerdata terdapat
kewajiban untuk membayar ganti kerugian. Pada umumnya untuk membuktikan adanya kerugian tidaklah sulit,
namun untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul karena kesalahan dan atau kelalaian dari notaris ternyata
cukup sulit, apalagi untuk membuktikan bahwa kesalahan itu adalah merupakan kesengajaan (dolus).
Kesimpulan

1.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akta notaris sebagai akta otentik memiliki sifat dan
kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal serta kekuatan pembuktian materiil.
Akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, kecuali dapat dibuktian bahwa akta itu
palsu. Oleh sebab itu jika dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka hakim harus
menerima akta notaris sebagai suatu alat bukti yang sempurna.
2.Bahwa pejabat yang berwenag hanya bertanggung jawab secara formil terhadap akta ontentik
yang dibuatnya tersebut.
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai